Rasio Profitabilitas Analisis Rasio

4.3.4 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Rasio ini juga merupakan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen dalam pengelolaan perusahaannya, juga dapat diketahui mengenai efisiensi perusahaan dalam pengelolaan modal yang dimiliki. Profitabilitas yang baik dapat meningkatkan posisi perusahaan dan memperkecil kemungkinan bangkrutnya perusahaan. Tidak terdapat standar umum dalam mengukur rasio ini, namun jika semakin tinggi nilai rasio pada perusahaan, maka dapat dikatakan semakin baik kondisi perusahaan. Analisis tingkat rasio profitabilitas PT ITC cabang Medan dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Trend perkembangan nilai rasio profitabilitas 2007-2010 1. Margin Laba Kotor Rasio margin laba kotor ini memberikan informasi mengenai laba kotor yang dicapai dari setiap penjualan. Rasio ini menggambarkan setiap hasil sisa penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Nilai rata-rata dari rasio ini pada 2007 2008 2009 2010 Rasio margin laba kotor 7.86 17.96 18.69 8.35 Rasio margin laba bersih 4.31 12.18 13.38 4.65 Rasio operasi 92.34 82.14 81.90 92.19 ROE 32.87 50.38 31.41 20.80 ROA 13.03 25.98 30.52 18.77 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 P ers en ta se Rasio Profitabilitas PT ITC cabang Medan selama periode 2007-2010 adalah 13,22 persen yang berarti bahwa setiap Rp.100,- penjualan yang dilakukan, akan memperoleh keuntungan usaha laba kotor sebesar Rp.13,22,-. Terlihat pada Gambar 15, kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 10,10 persen dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan laba kotor, karena terjadi kenaikan yang sangat tinggi pada penjualan, yang lebih besar daripada kenaikan yang terjadi pada harga pokok penjualan sebagai harga pembebanan harga perolehan atas barang dagangan yang dijual. Penurunan terjadi pada tahun 2010, dimana mengalami penurunan sebesar 10,34 persen, hal ini dikarenakan kenaikan pada harga pokok penjualan, yang disebabkan karena adanya kenaikan dari beban personil produksi, biaya pengiriman dan pajak bea cukai atas komoditi impornya. Rendahnya rasio ini berarti harga pokok barang yang dijual sangat tinggi. Sebenarnya perusahaan memiliki potensi untuk meningkatkan margin laba kotor seiring dengan meningkatnya nilai penjualan, namun kenaikan pada nilai penjualan juga diikuti oleh meningkatnya harga pokok penjualan HPP, sehingga mengurangi margin laba kotor yang diperoleh perusahaan. 2. Margin Laba Bersih Rasio ini menggambarkan persentase dari setiap hasil sisa penjualan setelah dikurangi semua biaya dari pengeluaran, termasuk pajak. Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan, yang menunjukkan tingkat keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dalam penjualannya. Perkembangan rasio margin laba bersih perusahaan mengalami perkembangan yang berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat seperti yang terlihat pada Gambar 15. Nilai rata-rata rasio ini adalah sebesar 8,63 persen, yang berarti setiap Rp.100,- penjualan, perusahaan mampu menghasilkan Rp.8,63,-. Terjadi kenaikan pada tahun 2008 dan 2009, hal ini disebabkan oleh penjualan yang tinggi dan perusahaan dapat menekan kenaikan pada harga pokok penjualan, sehingga nilai laba kotor juga ikut meningkat, dan diikuti oleh rendahnya beban usaha. Penurunan yang terbesar terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar 8,73 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan walaupun pada tahun 2010 merupakan tingkat penjualan yang terbesar, namun diikuti juga oleh meningkatnya harga pokok penjualan dan biaya usaha baik pada biaya penjualan langsung seperti biaya promosi dan biaya gudang, serta biaya umum dan administrasi, sehingga terjadi penurunan pada laba bersih. 3. Tingkat Pengembalian Aset ROA Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atas aset yang dimiliki perusahaan. ROA juga digunakan untuk melihat efektivitas keseluruhan operasi perusahaan. Perkembangan nilai rasio ini untuk empat tahun terakhir 2007-2010, mengalami perkembangan yang berfluktuasi seperti yang terlihat pada Gambar 15. Nilai rata-rata dari rasio ini adalah sebesar 22,07 persen yang berarti setiap Rp.100,- aktiva yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.22,07,-. Nilai rata-rata dari rasio ini yang berada diatas standar yang digunakan yaitu jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga umum yang berlaku, yaitu sekitar 6-8 persen yang berarti perusahaan mampu menghasilkan laba dari dana yang diinvestasikan. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 12,95 persen dari tahun sebelumnya, yang dikarenakan terjadi kenaikan dalam jumlah besar pada laba bersih, yaitu sebesar 397,60 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini sebagai pengaruh besarnya penjualan karena adanya penjualan komoditi impor yang mendorong pendapatan penjualan, sedangkan harga pokok penjualan serta biaya usaha yang cukup kecil. 4. Tingkat Pengembalian Modal ROE Rasio ini digunakan untuk mengukur besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan perusahaan atas modalnya sendiri yang ditanamkan untuk pembiayaan perusahaan. Nilai rata-rata dari rasio ini adalah sebesar 33,86 persen, yang berarti setiap Rp.100,- modal sendiri perusahaan mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp.33,86,-.Jika menggunakan standar yang ada, yaitu mengacu pada hal tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu 6-8 persen, mengindikasikan bahwa perusahaan telah mampu dalam menghasilkan laba yang tinggi. Kenaikan yang paling besar terjadi pada tahun 2008 Gambar 15. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya laba bersih perusahaan sebagai dampak dari peningkatan total penjualan, yang didorong oleh penjualan pupuk subsidi yang besar jumlahnya dan total pendapatan lain yang mengalami kenaikan, sehingga laba bersih tahun tersebut meningkat. Penurunan pada dua tahun terakhir terjadi karena harga pokok penjualan dan biaya usaha yang mengalami perkembangan yang cenderung meningkat. Biaya usaha yang mengalami peningkatan pada dua tahun terakhir disebabkan meningkatnya biaya penjualan langsung, seperti biaya gudang dan promosi serta biaya umum dan administrasi perusahaan, yaitu pada biaya pegawai, biaya kantor dan biaya penyusutan aktiva tetap. 5. Rasio Operasi Rasio ini menunjukkan besarnya bagian penjualan yang digunakan untuk beban pokok penjualan dan operasi serta menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam operasi guna menghasilkan laba dari setiap penjualannya. Nilai rataan dari rasio ini pada PT ITC cabang Medan adalah sebesar 87,14 persen, berarti sebagian besar nilai pendapatan terserap ke komponen biaya operasional. Kondisi ini mengindikasikan rendahnya efisiensi kegiatan perusahaan. Perkembangan rasio ini pada PT ITC cabang Medan mengalami keadaan yang berfluktuasi dengan kecenderungan yang menurun pada tahun 2008 dan 2009, lalu meningkat di tahun 2010 Gambar 15. Penurunan terjadi karena meningkatnya penjualan, sehingga jumlahnya mempunyai selisih yang cukup besar dibandingkan dengan harga pokok penjualan ditambah biaya operasi. Pada tahun 2010, rasio ini mengalami kenaikan kembali, yaitu sebesar 10,29 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dikarenakan terjadi pada harga pokok penjualan yang disebabkan oleh meningkatnya biaya pengiriman, biaya pegawai teknis dan biaya pajak bea cukai. Kenaikan juga terjadi pada biaya operasi, walaupun diikuti oleh kenaikan pada penjualan, namun peningkatannya lebih kecil dibandingkan kenaikan pada harga pokok penjualan dan biaya operasi. Kondisi ini mengindikasikan rendahnya efisiensi kegiatan operasi perusahaan.

4.4 Analisis Du Pont