Manfaat Penelitian SIMPULAN DAN SARAN

Kerapatan populasi bervariasi menurut waktu dan tempat Indriyanto 2010. Dalam pengkajian suatu kondisi populasi, kerapatan merupakan parameter utama yang harus diketahui. Kerapatan populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Kerapatan populasi juga sering digunakan untuk mengetahui perubahan populasi pada saat tertentu. Perubahan tersebut adalah berkurang atau bertambahnya individu dalam satu unit luas atau volume. Menurut Odum 1994, dalam pengkajian populasi, kerapatan menjadi ciri yang pertama mendapatkan perhatian. Pengaruh populasi dalam ekosistem tidak hanya tergantung pada jenis, namun juga pada jumlah individunya atau kerapatan populasinya. Sering kali lebih penting untuk mengetahui apakah suatu populasi sedang berubah bertambah atau berkurang daripada mengetahui besarnya pada suatu saat. Kerapatan populasi bisa diukur dengan menghitung jumlah organisme secara aktual dalam daerah atau volume yang diketahui Indriyanto 2010. Perhitungan secara aktual terhadap densitas sering kali sangat sukar untuk dilakukan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Indriyanto 2010 menyatakan bahwa perhitungan kerapatan populasi satwaliar bisa dilakukan dengan metode menangkap dan melepas kembali. Odum 1994 mengemukakan bahwa kerapatan populasi bisa dihitung dengan beberapa metode, yaitu: 1 perhitungan total kadang-kadang mungkin untuk organisme besar, jelas tampak atau berkelompok; 2 pengambilan contoh secara kuadrat perhitungan dan penimbangan organisme dalam petak contoh atau transek yang cukup besar ukuran dan jumlahnya; 3 menandai dan menangkap kembali sampel ditangkap, ditandai dan dilepaskan kembali; 4 removal sampling sejumlah organisme disingkirkan dari daerah itu; dan 5 tanpa petak contoh untuk organisme yang duduk seperti pohon. Krebs 2001 menyatakan bahwa kerapatan bisa dihitung dengan metode penghitungan total dan sampling. Stuebing dan Inger 1999 menyatakan bahwa ular terestrial sangat susah untuk diketahui densitasnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini belum ada informasi mengenai populasi Python reticulatus di Kalimantan dan belum ada informasi bahwa populasinya di Kalimantan sudah menurun. Luas habitat, letak geografis dan sifat herpetofauna termasuk ular menjadi faktor yang menyebabkan tidak mungkin dilakukannya sensus yang terstruktur dalam satu satuan waktu yang pendek Iskandar Erdelen 2006. Untuk itu perlu dilakukan kajian tidak langsung yang bisa menggambarkan kondisinya di alam TRAFFIC 2008. Pendekatan yang akan dilakukan untuk mengukur estimasi kerapatan adalah dengan menghitung jumlah yang ditangkap. Mortalitas Kematian. Mortalitas akan menentukan populasi, terutama pada kerapatan populasi. Mortalitas akan menyebabkan berkurangnya kepadatan populasi Krebs 2001; Odum 1994. Mortalitas kematian diartikan sebagai kematian individu-individu dalam populasi pada suatu kurun waktu tertentu Odum 1994. Mortalitas terbagi menjadi 1 mortalitas minimun yaitu kematian pada kondisi yang ideal atau tidak ada faktor yang membatasi atau individu mati hanya karena faktor umur yang sudah tua dan 2 mortalitas ekologi mortalitas saja yaitu hilangnya individu dalam kondisi lingkungan tertentu. Krebs 2001 menyatakan bahwa ada dua jenis panjang umur individu, yaitu panjang umur fisiologi physiological longevity dan panjang umur ekologi ecological longevity. Panjang umur fisiologi bisa didefinisikan sebagai rata-rata panjang umur individu pada suatu populasi yang hidup dalam kondisi optimum. Sedangkan panjang umur ekologi merupakan rata-rata panjang umur individu dalam populasi secara empiris pada keadaan yang ada. Secara ekologi, kematian dipengaruhi oleh predator, penyakit dan sebab lain sebelum individu tersebut mencapai umur maksimal untuk hidup. Mortalitas bergantung pada lingkungan yang merugikan, persaingan, pemangsaan dan penyakit Indriyanto 2010. Mortalitas merupakan karakteristik dari populasi, dan bukan merupakan karakteristik individu. Kematian merupakan keharusan bagi setiap individu dan hanya terjadi satu kali, sedangkan populasi memiliki kematian dalam suatu periode tertentu. Mortalitas yang terjadi pada Python reticulatus yang tercatat sejauh ini adalah karena pemanenan. Apabila dilihat dari kuota, maka setidaknya selama tahun 2010 dan 2011 di seluruh Indonesia terjadi 180 000 kematian setiap tahun. Namun kemungkinan jumlah kematiannya lebih banyak mengingat jumlah tersebut adalah jumlah resmi untuk kuota dengan kondisi ular terpilih, sedangkan jumlah yang dipanen kemungkinan lebih besar dari jumlah kuota itu apabila pemanenan tidak dilakukan secara terpilih namun kebutuhan ekspor adalah ular dengan ketentuan tertentu. Jumlah tersebut akan lebih banyak lagi bila kuota untuk kebutuhan dalam negeri tercatat. Selama ini, kebutuhan dalam negeri belum diatur dengan kuota dan jumlahnya belum tercatat dengan pasti. Sedangkan data kematian karena alam sama sekali tidak tercatat karena belum ada penelitian yang lengkap mengenai tingkat kematian Python reticulatus secara alami. Penghitungan mortalitas bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung Krebs 2001. Perhitungan langsung dilakukan dengan cara menangkap dan menandai organisme pada suatu waktu t dan diobservasi jumlah yang masih hidup pada jangka waktu tertentu berikutnya t+1. Sedangkan cara tidak langsung bisa dilakukan salah satunya dengan cara mengetahui kelimpahan pada suatu kelas umur dari suatu populasi dan membandingkannya dengan kelas umur sebelumnya, biasanya dilakukan pada suatu unit penangkaran. Perhitungan mortalitas Python reticulatus di Kalimantan Tengah dilakukan melalui pendekatan jumlah panenan. Asumsinya adalah semua ular yang dipanen berarti mengalami kematian. Pendekatan ini dilakukan karena ular yang sudah dipanen tidak dikembalikan lagi kealam, sehingga mengurangi jumlah populasi di alam. Selain itu, tujuan utama pemanenan adalah untuk diambil kulitnya, sehingga bisa dipastikan ular tersebut akan dibunuh dan untuk pet sehingga tidak mungkin ular yang tertangkap akan dilepaskan kembali. Struktur Umur. Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu populasi Alikodra 2002. Struktur umur dapat digunakan untuk menilai perkembangbiakkan satwaliar sehingga bisa digunakan untuk menilai prospek kelestariannya. Indriyanto 2010 menyatakan bahwa peyebaran umur merupakan suatu karakteristik populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas karena perbandingan dari berbagai golongan umur individu dalam suatu populasi menentukan status reproduktif populasi dan menyatakan kondisi yang diharapkan pada masa mendatang. Populasi yang mempunyai ukuran konstan dimana natalitas sama dengan mortalitas, diasumsikan memiliki struktur umur yang tetap yang disebut sebagai