bertelur antara 10 sampai 100 butir tergantung pada ukuran tubuhnya. Python reticulatus dapat bereproduksi setiap tahun pada iklim tropis Stuebing Inger
1999. Semakin besar ukuran tubuh, semakin banyak telurnya. Betina mengerami telurnya dengan cara melingkarkan tubuhnya disekeliling telur. Masa pengeraman
berlangsung selama 94 sampai 101 hari.
2.2. Pengelolaan Satwaliar Secara Lestari
Hilangnya habitat dan penangkapan satwaliar secara besar-besaran akan menyebabkan menurunnya jumlah tangkapan setiap tahunnya, mengurangi
keuntungan bagi manusia dan dalam beberapa kasus akan mempercepat terjadinya kepunahan Webb Vardon 1998. Menurut Webb dan Vardon 1998, satwaliar
seringkali tidak memiliki nilai ekonomi yang melebihi nilai ekonomi habitatnya, sehingga habitatnya diluar hutan yang dilindungi akan diubah untuk penggunaan
lain. Sedangkan satwaliar yang diketahui mempunyai nilai ekonomi tinggi, akan semakin banyak dieksploitasi.
Kepunahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Kepunahan masal pernah terjadi di dunia pada masa geologi lalu Indrawan et al. 2007. Bumi telah
mengalami lima kali periode kepunahan. Namun hal ini disebabkan oleh perubahan ekstrim yang terjadi pada bumi itu sendiri. Sedangkan kepunahan yang
terjadi saat ini lebih banyak disebabkan karena aktivitas manusia. Indrawan et al. 2007 menyebut ini sebagai kepunahan yang terhutang extinction debt.
Kepunahan akibat kegiatan manusia berlangsung 100 kali lebih cepat dibanding kepunahan secara alami Indrawan et al. 2007.
Salah satu ancaman utama pada keanekaragaman hayati yang menyebabkan kepunahan adalah pemanfaatan spesies yang berlebihan untuk kepentingan
manusia Indrawan et al. 2007. Aktifitas manusia sudah berkontribusi pada 45 penyebab terjadinya penurunan populasi Wheather 1994. Introduksi dan
perusakan habitat menyebabkan kepunahan sebesar 39 dan 36 dari penyebab kepunahan yang diketahui, diikuti dengan perburuan yang menyebabkan
kepunahan sebesar 23. Dalam suatu skenario yang optimistik, spesies yang dieksploitasi biasanya akan menjadi sangat langka, sehingga perburuan akhirnya
di stop dan diharapkan populasi akan kembali melimpah Indrawan et al. 2007.
Kadang ketika populasi tersebut sudah sangat kecil ukurannya, daya lenting untuk kembali menjadi kecil dan akhirnya bisa menjadi punah sama sekali. Laju
kepunahan bisa diperlambat dengan pengelolaan yang tepat. Pengelolaan satwaliar adalah seni untuk membuat lahan memproduksi
satwaliar yang bernilai Bailey 1982. Pengelolaan satwaliar merupakan bagian dari konservasi satwaliar. Bailey 1982 menyatakan bahwa konservasi secara
sederhana didefinisikan sebagai penggunaan sumberdaya secara bijaksana. Menurut Bailey 1982 pula, konservasi adalah kebidupan yang harmonis antara
manusia dengan alam. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 mendefinisikan konservasi sebagai pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya Sekditjen
PHKA 2007a. Pengelolaan satwaliar harus dilakukan berdasarkan prinsip kelestarian
hasil Alikodra 1997. Ini berarti bahwa satwaliar dapat dipanen secara periodik tanpa mengurangi potensi perkembangbiakannya. Menurut Webb dan Vardon
1998, arti dari penangkapan secara lestari dan hubungannya dengan konservasi masih cukup membingungkan. Penangkapan yang kurang dari batas maksimum
perolehan secara lestari adalah lestari secara teoritis, sedangkan penangkapan pada atau dekat dengan batas maksimum perolehan secara lestari akan bersifat
lebih riskan Webb Vardon 1998. Strategi pengelolaan, baik pada populasi maupun pada habitatnya diperlukan untuk mendapatkan jumlah maksimal
individu yang dipanen. Populasi dan habitat menjadi faktor yang sangat utama untuk diperhatikan dalam pengelolaan satwaliar.
2.2.1. Populasi
Odum 1994 mendefinisikan populasi satwaliar sebagai kelompok kolektif organisme-organisme dari kelompok yang sama atau kelompok-
kelompok lain dimana individu-individu dapat bertukar informasi genetiknya yang menduduki ruang atau tempat tertentu, memiliki berbagai ciri atau sifat yang
menjadi milik kelompok dan bukan milik individu dalam kelompok itu. Tarumingkeng 1994 menyatakan bahwa populasi adalah sehimpunan atau
sekelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam satu
spesies yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan. Menurut Alikodra 2002, populasi diartikan sebagai kelompok
organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Suatu populasi bisa
menempati wilayah yang sempit sampai luas, tergantung spesies dan kondisi daya dukung habitatnya. Populasi satwaliar berfluktuasi dari waktu ke waktu mengikuti
fluktuasi lingkungannya Sifat-sifat khas yang dimiliki populasi menurut Tarumingkeng 1994
adalah kerapatan kelimpahandensitas, laju kelahiran natalitas, laju kematian mortalitas, sebaran distribusi, umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan
pemencaran dispersi. Alikodra 2002 menyatakan bahwa kelahiran, kematian, kepadatan populasi, struktur umur dan struktur kelamin merupakan parameter
populasi yang mempengaruhi fluktuasi populasi. Ketika kematian sama dengan kelahiran, maka populasi akan stabil. Populasi akan berkembang jika kelahiran
lebih banyak dari kematian dan populasi akan menurun jika kematian lebih besar dari kelahiran. Menurut Odum 1994, sifat populasi satwaliar adalah kerapatan,
natalitas laju kelahiran, mortalitas laju kematian, penyebaran umur, potensi biotik, dispersi dan bentuk pertumbuhan atau perkembangan. Populasi juga
mempunyai sifat genetik yang secara langsung berkaitan dengan ekologinya misalnya sifat adaptif, sifat keserasian reproduktif dan ketahanan peluang
meninggalkan keturunannya dalam waktu yang lama. Sifat populasi di alam sangat sulit untuk diukur meskipun sudah ada perbaikan-perbaikan dan
perkembangan dalam metodenya. Untungnya, sering kali tidak perlu mengukur semua sifat populasi tersebut karena kadang sifat populasi bisa diukur dari data
sifat yang lainnya.
Kerapatan Populasi . Kerapatan populasi adalah besarnya populasi alam
hubungannya dengan satuan ruangan Odum 1994. Irwan 1992 menyebutkan bahwa kerapatan populasi sama dengan densitas kelimpahan populasi atau
kepadatan populasi. Kerapatan populasi satwaliar perlu diketahui karena menunjukkan daya dukung lingkungan dan sangat menentukan prospek
kelestariannya Alikodra 2002.
Kerapatan populasi bervariasi menurut waktu dan tempat Indriyanto 2010. Dalam pengkajian suatu kondisi populasi, kerapatan merupakan parameter
utama yang harus diketahui. Kerapatan populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Kerapatan
populasi juga sering digunakan untuk mengetahui perubahan populasi pada saat tertentu. Perubahan tersebut adalah berkurang atau bertambahnya individu dalam
satu unit luas atau volume. Menurut Odum 1994, dalam pengkajian populasi, kerapatan menjadi ciri
yang pertama mendapatkan perhatian. Pengaruh populasi dalam ekosistem tidak hanya tergantung pada jenis, namun juga pada jumlah individunya atau kerapatan
populasinya. Sering kali lebih penting untuk mengetahui apakah suatu populasi sedang berubah bertambah atau berkurang daripada mengetahui besarnya pada
suatu saat. Kerapatan populasi bisa diukur dengan menghitung jumlah organisme
secara aktual dalam daerah atau volume yang diketahui Indriyanto 2010. Perhitungan secara aktual terhadap densitas sering kali sangat sukar untuk
dilakukan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Indriyanto 2010 menyatakan bahwa perhitungan kerapatan populasi satwaliar bisa dilakukan
dengan metode menangkap dan melepas kembali. Odum 1994 mengemukakan bahwa kerapatan populasi bisa dihitung dengan beberapa metode, yaitu: 1
perhitungan total kadang-kadang mungkin untuk organisme besar, jelas tampak atau berkelompok; 2 pengambilan contoh secara kuadrat perhitungan dan
penimbangan organisme dalam petak contoh atau transek yang cukup besar ukuran dan jumlahnya; 3 menandai dan menangkap kembali sampel ditangkap,
ditandai dan dilepaskan kembali; 4 removal sampling sejumlah organisme disingkirkan dari daerah itu; dan 5 tanpa petak contoh untuk organisme yang
duduk seperti pohon. Krebs 2001 menyatakan bahwa kerapatan bisa dihitung dengan metode penghitungan total dan sampling.
Stuebing dan Inger 1999 menyatakan bahwa ular terestrial sangat susah untuk diketahui densitasnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini belum ada
informasi mengenai populasi Python reticulatus di Kalimantan dan belum ada informasi bahwa populasinya di Kalimantan sudah menurun. Luas habitat, letak