Panenan pada Penangkap Panenan

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada rotasi lokasi pengambilan Python reticulatus dari tahun ke tahun. Penangkap dan pengumpul tersebut selalu menangkap di lokasi yang sama sepanjang tahun setiap tahun. Bahkan dalam surat ijin tangkap yang dikeluarkan oleh BKSDA Kalimantan Tengah, tidak disebutkan lokasi tangkapnya secara detail. Tidak dilakukannya rotasi lokasi tangkap bisa jadi akan mengancam kelestarian Python reticulatus di lokasi tersebut. Penangkap dan pengumpul perantara di Kabupaten Kotawaringin Barat menyatakan bahwa saat ini jumlah dan ukuran Python reticulatus yang ditangkap sudah menurun dibandingkan pada tahun-tahun awal mereka mulai menangkap. Lima tahun yang lalu, mereka masih bisa dengan mudah mendapatkan ular dengan ukuran diatas 5 meter. Namun saat ini rata-rata tangkapan mereka dibawah ukuran 5 meter. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi ular dengan ukuran besar sudah mulai menurun di lokasi ini. Apabila penangkapan di lokasi ini tidak dibatasi waktu, maka bisa jadi populasinya akan semakin menurun. Balai KSDA Kalimantan Tengah seyogyanya memperhatikan aturan dalam SK Menteri Kehutanan tersebut. Perlu dicantumkan lokasi pengambilan secara detail yang dirotasi agar tidak terjadi pemusatan lokasi pengambilan yang nantinya bisa berdampak pada terancamnya kelestarian Python reticulatus di lokasi tersebut. Namun penentuan lokasi tangkap tidak bisa dilakukan secara asal. Harus dilakukan dahulu survey yang bisa menggambarkan potensi Python reticulatus di lokasi tertentu agar bisa ditetapkan jumlah kuota dan lokasi penangkapan dengan tepat demi kelestarian Python reticulatus di alam. Secara resmi, kuota tangkap yang otomatis juga menjadi kuota tata niaga yang boleh keluar dari Kalimantan Tengah mulai tahun 2010, 2011 dan 2012 sebanyak 11 000 lembar Ditjen PHKA 2010a, 2010b, 2011. Secara administratif, kuota tangkap Python reticulatus di Kalimantan Tengah selalu terpenuhi. Namun apabila dilihat lebih jauh, jumlah kuota bisa saja terlampaui karena adanya kulit yang keluar dari Kalimantan Tengah tanpa dokumen. Dan jumlahnya tidak bisa dipantau karena tidak mungkin dilakukan pengawasan yang ketat diseluruh wilayah Kalimantan Tengah yang sangat luas dan banyak pintu keluar. Demikian juga dengan adanya pelaku tata niaga yang hanya menjual dokumen tanpa barang. Setiap lembar kulit yang diperdagangkan secara resmi, akan tercatat oleh otoritas manajemen dan jumlahnya tidak akan mungkin melebihi kuota yang ditentukan. Namun adanya peredaran illegal menyebabkan jumlah kulit yang diedarkan melebihi kuota yang ditentukan. Tata niaga illegal tidak mungkin bisa dihilangkan dengan mudah. Namun dengan pengawasan yang ketat mungkin bisa dikurangi jumlahnya. Adanya tata niaga illegal juga merupakan kerugian bagi daerah tersebut karena sumberdaya alamnya hilang tanpa memberi keuntungan bagi pengelolanya. 5.4. Parameter Demografi 5.4.1 Parameter Demografi pada Penangkap Jumlah seluruh ular yang tertangkap di tingkat penangkap sebanyak 117 ekor yang berasal dari 5 penangkap. Prosentase Python reticulatus jantan yang tertangkap adalah 58.11 dan betina 41.88 dengan sex rasio 1:0.72. Pada setiap penangkap menunjukkan ular jantan cenderung lebih banyak tertangkap dibandingkan betina, kecuali pada penangkap D Gambar 31. Gambar 31 Jumlah Python reticulatus jantan dan betina yang tertangkap pada tingkat penangkap. Berdasarkan hasil penelitian, sex rasio menunjukkan bahwa jantan lebih banyak dari betina. Shine et al. 1998b mendapatkan hasil yang sama pada Python reticulatus yang dipanen di Sumatera yaitu sebagian besar adalah jantan 52. Sebuah penelitian yang dilakukan pada ular jenis Notechis scutatus, Shine 26 23 15 1 3 68 24 10 12 3 49 10 20 30 40 50 60 70 80 A B C D E total Ju m lah u lar t e rtan g kap e ko r Penangkap jantan betina dan Bull 1977 mendapatkan kesimpulan bahwa sex rasionya 1.5:1, yaitu jantan lebih banyak dari betina. Hal ini bisa diartikan bahwa pola sex rasio Python reticulatus yang tertangkap masih mengikuti dan sejalan dengan penelitian lain yang sejenis. Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa di lokasi penelitian saat itu, jumlah jantan masih lebih banyak dibandingkan betina. Sex rasio berhubungan dengan sistem perkawinan. Menurut Duval et al. 1993, sistem perkawinan ular bisa poligami, poliandri, poligini maupun monogami. Namun lebih banyak kecenderungan untuk poligini. Menurut Shine 1998, sistem perkawinan Python reticulatus adalah poligini. Pada kondisi sistem perkawinan poligini, jumlah jantan lebih banyak dari betina untuk mendapatkan perkawinan yang optimal hasilnya. Dengan demikian bisa diindikasikan bahwa sex rasio pada tingkat penangkap masih dalam kondisi normal. Apabila Python reticulatus yang tertangkap dikelompokkan menurut kelas umur sesuai dengan pengelompokkan yang dilakukan oleh Shine et al 1999, jumlah Python reticulatus betina dan jantan yang tertangkap sebagian besar adalah kelas umur dewasa Gambar 32 dan 33. Gambar 32 Sebaran kelas umur Python reticulatus betina pada penangkap. 2 2 22 10 12 3 47 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 A B C D E Total Ju m lah u lar t e rtan g kap e ko r Penangkap bayi SVL 110 cm muda SVL 110-235 cm dewasa SVL 235 cm 4 96 Gambar 33 Sebaran kelas umur Python reticulatus jantan pada penangkap. Sex rasio pada kelas umur muda adalah 1:2, sedangkan pada kelas umur dewasa adalah 1:0.70. Berarti ada perbedaan sex rasio antara kelas umur muda dan dewasa dimana pada kelas umur muda, betina lebih banyak daripada jantan. Jumlah betina muda yang tertangkap lebih banyak dari jumlah jantan muda yang tertangkap. Hal yang sama juga didapat pada penelitian di Sumatera yang menunjukkan bahwa pada kelas umur muda, betina lebih banyak dari jantan namun pada kelas umur dewasa jantan lebih banyak dari betina Shine 1999. Berdasarkan ukuran tubuhnya, terdapat perpotongan antara kelas umur betina muda dan jantan dewasa. Artinya bahwa pada ukuran tertentu, betina tersebut masih muda, namun pada ukuran yang sama, pada jantan sudah merupakan jantan dewasa. Shine dan Slip 1990 melakukan penelitian pada spesies lain namun dari kelas yang sama yaitu Chondropython viridis dengan hasil yang menunjukkan bahwa pada kelas umur dewasa, jantan lebih banyak dibandingkan betina, namun tidak menyebutkan sex rasio pada kelas umur muda. Sex rasio dewasa pada penelitian ini sejalan dengan penelitian lain dan sesuai dengan system perkawinan Python reticulatus. Dengan demikian bisa diindikasikan bahwa sex rasio pada kelas umur dewasa masih dalam kondisi normal. Menurut Shine et al. 1999, berdasarkan penelitian di Sumatera, betina muda juvenile mempunyai SVL Snout-Vent Length 1,1 m s.d. 2,35 m dan betina dewasa adult berukuran lebih dari 2,35 m, jantan muda juvenile 1 1 25 23 15 1 3 67 10 20 30 40 50 60 70 80 A B C D E Total Ju m lah u lar t e rtan g kap e ko r Penangkap bayi SVL 110 cm muda SVL 110-210 cm dewasa SVL 210 cm 1 99