4.7.7 Cekaman Suhu dan Stres
Selain itu, suhu berperan penting sebagai controlling factor. Metabolisme optimal akan terjadi pada suhu yang optimal. Setiap jenis ikan mempunyai batas
toleran yang berbeda-beda. Menurut Tiara dan Muhananto 2011 ikan Koi dapat
bertahan hidup pada suhu 26-28 C. Namun Effendy 2003 mengatakan bahwa
ikan Koi dapat bertahan hidup pada kisaran suhu 8-30ºC, oleh karena ikan Koi dapat dipelihara di seluruh Indonesia, mulai dari pantai hingga daerah
pegunungan. Suhu ideal untuk pertumbuhan ikan Koi adalah 15-25ºC. Menurut Tiara dan Murhananto 2011, ikan Koi mudah mengalami stres bila ada
perubahan suhu hingga 5ºC dalam tempo singkat walaupun ikan termasuk dalam hewan poikilotermal.
Tinggi rendahnya suhu air sangat mempengaruhi kondisi kualitas air terutama pada kadar amonia dan nitrit. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan
kuantitas kadar amonia NH
3 .
NH
3
bersifat toksik sehingga dapat membahayakan bagi ikan yang berada dalam sistem tersebut. Kadar amonia yang tinggi dapat
mempengaruhi permeabelitas ikan terhadap air dan mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan, merusak insang dan
mengurangi kemampuan darah dalam melakukan transport oksigen. Konsentrasi amonia yang tinggi pada lingkungan menyebabkan eksresi amonia dalam tubuh
ikan menurun sehingga kadar amonia dalam darah dan jaringan meningkat. Pertumbuhan ikan akan terhambat bahkan tubuh menjadi peka terhadap penyakit
bila ikan berada pada lingkungan dengan konsentrasi amonia yang tinggi secara terus-menerus
Effendy 2003. Perubahan suhu air secara drastis dapat mempengaruhi homeostatis ikan
Koi karena dapat menyebabkan suhu tubuh ikan seringkali berubah-ubah. Pada saat adaptasi suhu, ikan menggunakan energi yang berlebihan sehingga dapat
mengganggu pertumbuhannya. Dalam rentan waktu yang lama, ikan mengalami stres. Ikan yang yang mengalami stres akan memperlihatkan perubahan behaviuor
dan fisiologis. Perubahan behaviour pada ikan diawali dengan ketakutan, sifat yang agresif, kelelahan, hingga hipoaktif Ross and Ross 1999. Sedang
perubahan fisiologis berupa peningkatan hormon kortikosteroid, katekolamin,
denyut jantung dan pernafasan. Stres dapat mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun bahkan kematian Kaplan dan Sadock 1997.
Secara normal, tubuh akan merespon setiap stimulan dari dalam atau luar tubuh untuk mempertahankan homeostasisnya. Tubuh yang mengalami stres dapat
menurunkan tekanan darah tubuh sehingga jaringan hipotalamus merangsang sistem saraf simpatis dan medula adrenal untuk menstimulasi sekresi katekolamin
Kaplan dan Sadock 1997. Pada saat stres, pelepasan ACTH dan kortisol akan terstimulasi serta
terjadi hipertropi adrenal Kaplan dan Sadock 1997. Kortisol berfungsi untuk membantu katekolamin memobilisasi asam lemak dan gliserol dari sel lemak yang
dibutuhkan oleh jantung dan hati. Kortisol melakukan katabolisasi protein menjadi asam amino yang akan simpan di hati dan akan digunakan untuk reparasi
dan regenerasi jaringan. Kortisol sebagai prekursor dari proses glukoneogenesis sehingga terbentuk glukosa yang akan masuk ke dalam darah maka kadar gula
darah meningkat. Glukosa secara maximum akan digunakan oleh otak dan jantung sehingga suplai glukosa pada otot dan jaringan perifer menurun Ross and Ross
1999. Sekresi kortisol oleh hipotalamus yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya ulkus lambung dan dalam waktu relatif singkat dapat menurunkan nafsu makan ikan. Selain itu, kortisol menekan produksi leukosit dan atropi
kelenjar limfe sehingga daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun Mardiati, 2000. Level kortikosteroid dalam darah yang tinggi dapat menekan produksi
interferon, antibodi dan Cell mediated immunity CMI sehingga tubuh menjadi lebih peka terhadap infeksi virus Malole 1988.
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel yang mengandung nukleus kemudian
dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Antibodi adalah zat kebal tubuh berupa globulin yang diproduksi oleh sel mononuklear, limfosit, netrofil dan
trombosit, receptor sel B dan basofil, lomfosit dan sel mast. CMI adalah respon imun yang melibatkan makrofag, sel NK, antigen-specific cytotoxic T-
lymphocytes dan produk berbagai sitokin Baratawidjaja 2006.