3. Cerita Rakyat a. Hakikat Cerita Rakyat
Pernyataan lainnya yakni James Dananjaya 1997 : 14, adalah koleksi folklore Indonesia terdiri dari kepercayaan rakyat, upacara adat,
cerita prosa rakyat mite, legenda, dongeng, nyanyian kanak-kanak, olahraga bertanding, hasta karya, makanan dan minuman, arsitektur
rakyat, teater rakyat, musik rakyat, logat dan lain-lain. James Dananjaya dalam bukunya 1997 : 2, mengembangkan
pengertian folklore yakni folklore adalah sebagian kebudayaan, suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun diantara kolektif
macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contih yang disertai dengan gerak, isyarat atau alat
pembantu mengingat mnemonie defice. Di Indonesia sastra lisan masih sangat kurang mendapatkan
perhatian jika dibandingkan dengan sastra tulis. Pendapat Suripan Sadi Hutomo dalam bukunya 1991 : 1-2, sastra lisan yang dimaksudkan
sebagai kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan dari mulut ke
mulut. Namun sebenarnya kesusastraan lisan maupun kesusastraan tulis adalah dunia ciptaan pengarang dengan menggunakan medium bahasa.
Pada kenyataannya sastra lisan lebih pesat perkembangannya di masyarakat tradisional dan sastra tulis berkembang di masyarakat modern.
Sastra lisan juga bersifat komunal, artinya milik bersama sedangkan sastra
tulis bersifat individual perseorangan Suripan Sadi Hutomo, 1991 : 3. Didalam masyarakat modern sastra tulis dapat digunakan sebagai ajang
kreativitas dan menghasilkan uang atau sebagai sumber mata pencaharian bagi penulis, sedangkan sastra lisan seakan hanya sebagai dongeng
pengantar tidur atau percakapan di waktu senggang disela-sela kehidupan masyarakat tradisional.
Dengan demikian cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah yang dalam pengungkapannya menggunakan bahasa daerah
setempat, berkembang dari masa lalu sejak bahasa tulis belum dikenal. Karena diwariskan secara lisan seringm kali ceritanya banyak tambahan
dan variasi bergantung pada kecakapan pencerita, sehingga muncul beberapa versi cerita meskipun isi ceritanya tetap sama.
Membaca pada mulanya yang menarik perhatian adalah ceritanya. Berdasarkan keadaan cerita itu pembaca akan senang dan terkesan positif
atau sebaliknya dalam bersikap namun bersifat individual, artinya menurut selera masing-masing pembaca. Membaca sebuah cerita yang menarik
akan memberikan kepuasan tersendiri di hati pembaca, bahkan mampu menimbulkan rasa kekaguman terhadap kehebatan cerita dan kadang tidak
pernah memikirkan lebih lanjut tentang apa yang ingin disampaikan pengarang Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 89-90.
Kelancaran cerita akan ditopang oleh kekompakan dan kepaduan berbagai unsur pembangun itu. Menurut Forster dalam Burhan
Nurgiyantoro 1995 : 91, cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian
yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu yang menimbulkan sikap tertarik untuk mengetahui kelanjutannya dan mampu membangkitkan
suspense rasa ingin tahu atau sebaliknya. Menurut Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro 1995 : 91, cerita
sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu, peristiwa yang satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain.
Dengan demikian hakikat cerita akan melibatkan 2 unsur yakni bentuk dan substansi. Jelasnya, cerita hakikatnya merupakan pembeberan dan
pengurutan gagasan yang mempunyai urutan awal, tengah, dan akhir Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 92.
Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah yang dalam pengungkapannya menggunakan bahasa daerah setempat, berkembang dari
masa lalu sejak bahasa tulis belum dikenal. Cerita rakyat diwariskan secara lisan, sehingga banyak tambahan yang disisipkan atau dikembangkan dan
bervariasi tergantung si pencerita, sehingga muncul beberapa versi berbeda meskipun ceritanya sama.
b. Jenis-Jenis Cerita Rakyat