Cerita rakyat kabupaten blora (suatu kajian strukturalisme dan nilai edukatif) dyan

(1)

commit to user

CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA

(SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF)

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratanmencapai derajat MagisterProgram Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh :

DyanNovitaRatriani S841102006

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012


(2)

commit to user

ii

CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA

(SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF)

Oleh

DyanNovitaRatriani S841102006

TESIS

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Magister Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul “Cerita Rakyat Kabupaten Blora Suatu Kajian Strukturalisme dan Nilai Edukatif” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seizin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapat sanksi akedemik yang berlaku.

Surakarta, Juli 2012 Mahasiswa,

DyanNovitaRatriani S841102006


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kenikmatan hidup dan kemudahan kepada hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus, M.S., DirekturProgram Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan tesis;

2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS yang telah memberikan izin penulisan tesis;

3. Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., selaku pembimbing I danDr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan lancar;

4. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS yang telah membantu penulis selama menimba ilmu di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret;

5. Bapak Supangkat, Bapak Prawiro, Bapak Soegiyanto, Bapak Sumarno, Bapak Samsirin, yang berkenan menjadi informan dalam penelitian ini;

6. Ibu, Bapak, Dyan Ayu, Dyan Bagus dan keluarga di rumah yang senantiasa mampu memotivasi penulis untuk menghadirkan karya yang lebih baik; dan 7. Teman-teman S2 PBI UNS yang mampu menjadi mitra belajar yang baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan. Penelitian lain yang berkaitan dengan kajian yang sama juga diperlukan sebagai rujukan dan perluasan wilayah kajian sejenis. Akhirnya, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Surakarta, Juli 2012 Penulis


(7)

commit to user

vii

DyanNovitaRatriani. S841102006. 2012. CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF.TESIS.Pembimbing 1: Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., II: Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum. Program StudiPendidikanBahasa Indonesia, Program PascasarjanaUniversitasSebelasMaret Surakarta.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan jenis-jenis cerita rakyat Kabupaten Blora, (2) membahas struktur cerita rakyat Kabupaten Blora, (3) menjelaskan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Blora.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini informasi dideskripsikan secara teliti dan analisis. Strategi penelitian yang yang digunakan adalah studi kasus tunggal yang dilakukan pada satu karakteristik dan satu sasaran (subjek), yaitu cerita rakyat Kabupaten Blora. Data penelitian dikumpulkan melalui beberapa sumber yaitu, informan, tempat benda-benda fisik, dan dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi langsung, perekaman, wawancara dan analisis dokumen. Teknik cuplikan (sampling) yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik validasi data yang digunakan adalah triangulasi data/sumber dan triangulasi metode. Teknik validasi data lain yang digunakan adalah review informan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis model interaktif (interactive model of analysis).

Cerita rakyat Kabupaten Blora yang dihimpun dan dianalisis dalam penelitian ini berjumlah lima, yaitu (1) cerita rakyat “Punden Janjang”, (2) cerita rakya “Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu”, (3) cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi”, (4) cerita rakyat “Maling Kentiri”, dan (5) cerita rakyat “Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong”. Cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut diklasifikasikan legenda, yaitu dalam kelompok legenda perorangan dan legenda setempat.Secara umum cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut berisi dan bertema asal-usul terjadinya suatu tempat. Alur cerita yang digunakan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut adalah alur maju atau alur lurus. Tokoh yang dominan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora adalah manusia yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki kesaktian tertentu dan berwatak baik. Latar tempat dan latar sosial lebih banyak digunakan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora daripada latar lainnya. Dalam cerita rakyat Kabupaten Blora juga terkandung amanat yang cukup bervariasi. Nilai edukatif yang terkandung di dalam cerita rakyat Kabupaten Blora meliputi nilai pendidikan moral, nilai pendidikan adat, nilai pendidikan agama, dan nilai pendidikan kepahlawanan.


(8)

commit to user

viii

DyanNovitaRatriani. 2012. FOLKLORE OF BLORA DISTRICT : A STUDY OF STRUCTURALISM AND EDUCATIONAL VALUES. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., II: Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum.Indonesian Education Department of Postgraduate Program of SebelasMaretUniversity.Thesis.

ABSTRACT

This study aims to (1) describe the types of folklore in Blora district, (2) discuss the structure of folklore in Blora district, (3) explain the educational value contained in folklore of Blora District. Explanation of folklore’s types in Blora district that are classified into legend.

This research is a qualitative descriptive study. In this research, informations are described in meticulous and analysis. Research strategy used here is a single case study conducted on one characteristic and one target (subject), e.g. the District Blora folklore. The research’s data are gathered through several sources, namely, the informant, physical objects places, and documents. Data collection techniques used included direct observation, recording, interviews and document analysis. Technique that is used in taking samples (sampling) is purposive sampling. Data validation techniques used is triangulation of data / sources and methods triangulation. Other data validation techniques used arethe informants review. Analysis technique used is an interactive model analysis (interactive models of analysis).

Blora District folklore collected and analyzed in this research are five, namely (1) folklore “punden Janjang”, (2) Folklore “Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu”, (3) folklore “TerjadinyaDesaGersi” , (4) folklore “MalingKentiri”, and (5) folklore “KiaiAnggayudadanKeramatSambong”. Folklores in Blora district are classified into legends, especially the legend of individuals and local legends.In general, the Blora District folklore themed and showed the origins of a place. The plot type used in Blora district folklore is a straight or forward plot. The dominant figure in folklore Blora District is a human who is described as a man who has a certain magic power and good character. Place and social background are more widely used in Blora district folklore, than the other background. In Blora district folklores also contain various messages. Educational value contained in the folklore of Blora district includes the value of moral education, the value of custom education, the value of religious education, and educational value of heroism.


(9)

commit to user

ix MOTTO

“Semakin tinggi sekolah, bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas.”

(Pramudya Ananta Toer)

“Jangan pernah meremehkan kemampuan seorang manusia karena Tuhan pun tidak pernah.”

(Donny Dirgantara)

“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dan dapat merasai kedukaan.”

(Soe Hok Gie)

“Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.”


(10)

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Kusuntingkan tesis ini untuk anugerah dan harta karun luar biasa yang Allah titipkan di awal perjalanan hidupku: Ibu, Bapak, DyanAyu, DyanBagus, Mas TokohWijoyo.


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

JUDUL ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PENGUJI ... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

MOTTO ... ix

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelajarMasalah ... 1

B. RumusanMasalah ... 5

C. TujuanMasalah ... 5

D. ManfaatPenelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR A. KajianTeori ... 8

1. HakikatCeritar Rakyat ... 8

2. HakikatStrukturCerita... 25

3. NilaiEdukatifdalamKaryaSastra ... 36

B. Penelitian yang Relevan ... 42


(12)

commit to user

xii BAB III METODE PENELITIAN

A. TempatdanWaktuPenelitian ... 48

B. Bentuk/StrategiPenelitian ... 50

C. Data Sumber Data ... 49

D. TeknikPengumpulan Data ... 51

E. TeknikCuplikan/Sampling ... 52

F. TeknikValidasi Data... 52

G. TeknikAnalisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DeskripsiLatarPenelitian ... 54

1. DeskripsiLetakGeografis... 54

2. Luas Wilayah KabupatenBlora ... 55

3. PendudukdanAdatIstiadatMasyarakatKabupatenBlora... 56

4. KondisiSosialdanEkonomiMasyarakatKabupatenBlora ... 57

5. Agama danKepercayaanMasyarakatKabupatenBlora ... 60

6. BahasaPendudukKabupaten ... 61

7. KedudukandanFungsiCerita Rakyat KabupatenBlora ... 62

B. HasilPenelitian ... 1. Jenis-JenisCerita Rakyat KabupatenBlora ... 64

2. StrukturCerita Rakyat KabupatenBlora ... 71

3. NilaiEdukatifDalamCerita Rakyat KabupatenBlora ... 115

C. Pembahasan ... 129

1. Jenis-JenisCerita Rakyat KabupatenBlora ... 130

2. StrukturCerita Rakyat KabupatenBlora ... 136

3. NilaiEdukatifCerita Rakyat KabupatenBlora ... 140

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 143

B. Implikasi ... 144

C. Saran ... 148

DAFTAR PUSTAKA ... 150


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.RincianWaktudanJadwalKegiatanPenelitian... ... 49 Tabel 2.PenggunaanLahanKabupatenBlora………... ... 55


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.KerangkaBerpikir……… ... 47 Gambar 2.Analisis Model Interaktif………... ... 53


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 154

Lampiran 2.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 161

Lampiran 3.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 167

Lampiran 4.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 173

Lampiran 5.CatatanLapanganHasilWawancara ... 180

Lampiran 6.Foto ... 187

PermohonanIjinPenelitian………. ... 197

SuratRekomendasiRiset / Survey ... 198


(16)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia terdapat banyak produk kebudayaan baik yang berupa kebudayaan materi yang kasat mata maupun budaya nonmateri yang berupa adat istiadat, norma, aturan tradisi serta budaya-budaya lisan yang berkembang di masyarakat, salah satu aspek penting dari produk budaya tersebut adalah cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan bagian dari bentuk budaya lisan yang berkembang di masyarakat sejak dahulu.

Sastra-sastra lisan banyak menggambarkan kondisi masyarakat pada masa dahulu. Sastra lisan memiliki ketertarikan dengan realitas sosial dalam kehidupan masyarakat, sebagai cerminan yang dapat digunakan untuk melihat realitas tersebut. Banyak hal yang bermanfaat yang dapat diperoleh dari sebuah cipta sastra ketika apresiasi itu dilakukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan daya apresiasi masyarakat menipis dan terkikis. cerita rakyat sebagai salah satu bentuk karya sastra sekan-akan tergeser. Cerita-cerita rakyat yang sebenarnya banyak mengandung falsafah hidup dan nilai-nilai yang positif yang relevan dengan kehidupan masyarakat kurang dikenali oleh kaum muda.

Kaum muda sekarang seakan-akan asing dan terkesan tidak mau tahu tentang cerita rakyat di lingkungannya, dan untuk sekedar mendengarkan cerita dari orang tuanya juga enggan dilakukan kaum muda. Berbeda dengan masa lalu,


(17)

commit to user

cerita rakyat diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya dengan cara dituturkan atau didongengkan menjelang tidur atau ketika sedang bersantai penuh keakraban antara orang tua dan anaknya. Situasi yang demikian ini sekarang sudah sangat jarang ditemui.

Tradisi dongeng ataupun tradisi tutur lisan hendaknya tetap melekat pada anak-anak, meskipun penyampaiannya hanya sebatas cerita pengantar tidur. Tradisi ini akan membekas dalam memori anak-anak dalam kehidupannya. Orang tua, guru, lingkungan masyarakat sebagai pendidik seharusnya lebih mengenalkan cerita-cerita rakyat atau yang berupa dongeng yang dapat ditemukan dan berada di daerah masing-masing di seluruh Indonesia, yang sebenarnya banyak mengandung falsafah dan nilai-nilai positif pendidikan budi pekerti yang sangat relevan dengan budaya dan kehidupan bangsa Indonesia.

Sebenarnya banyak manfaat penting yang bisa diambil dari berbagai cerita rakyat yang ada dan masih hidup di masyarakat. Melalui cerita rakyat, bisa kita ketahui bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat di masa itu. Selain itu kisah para tokoh dalam cerita rakyat seringkali mencerminkan sikap-sikap tertentu seperti keteladanan, kehebatan, kebaikan, kebajikan yang perlu dicontoh, maupun sikap-sikap keburukan, kelicikan, kedustaan, kejahatan yang harus ditinggalkan dan dijauhi. Dalam cerita rakyat ada pesan moral tertentu yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Namun demikian, karena penyampaiannya secara lisan, maka tak jarang kita mendapatkan cerita yang tidak utuh atau tidak lengkap. Di sana-sini terjadi penambahan maupun pengurangan alur cerita, tergantung siapa penuturnya, sehingga kadang-kadang keaslian cerita sering kabur.


(18)

commit to user

Bertolak dari kondisi tersebut, maka inventarisasi serta pendokumentasian sebuah cerita rakyat sangat penting dilakukan. Apalagi tradisi tutur mendongengdalam kehidupan masyarakat kali ini semakin berkurang bahkan cenderung menghilang. Hilangnya sebuah cerita rakyat dalam memori seseorang berarti akan hilang pula sebagian nilai budaya yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat. Keberadaan penutur cerita juga semakin langka dan dengan hilangnya cerita rakyat mengakibatkan akan hilangnya sumber-sumber kebudayaan yang mengandung nilai moral, pendidikan, sejarah, agama, dan sebagainya.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka cerita rakyat perlu dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa dan kekayaan budaya. Sudah seharusnya kita mau belajar memahami, gemar, dan berani memulai untuk menginventarisasikan dan membukukan cerita rakyat di lingkungan kita, sekaligus mempopulerkannya. Seperti yang juga telah diuraikan di atas, dewasa ini narasumber cerita rakyat sangat minim jumlahnya disebabkan telah meninggal dan tidak menggenerasikan cerita itu pada keturunannya. Masyarakat masa kini juga tidak peduli lagi terhadap cerita-cerita rakyat yang ada di lingkungannya. Untuk itu diperlukan usaha mendokumentasikan untuk melestarikan cerita-cerita rakyat yang hidup di masyarakat setempat agar tetap terjaga keberadaannya.

Penelitian tentang cerita rakyat ini dilakukan dengan alasaningin mendokumentasikan cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora, membukukan dan menginventarisasikan serta mempopulerkan keberadaannya, menggali nilai-nilai


(19)

commit to user

edukatifnya untuk dapat digunakan sebagai salah satu sumber pengetahuan sastra daerah, khususnya sebagai unsur kekayaan budaya Indonesia pada umumnya.

Keanekaragaman jenis cerita rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia khususnya di Kabupaten Blora sangat banyak dan sebagian besar memiliki bentuk, isi, struktur, serta muatan yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut dapat digali dan ditemukan nilai-nlai edukatifnya, misalnya nilai sejarah, nilai sosial budaya, nilai semangat kepahlawanan, nilai moralitas, dan nilai-nilai positif lainnya.

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi agar penelitian ini lebih terarah dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu antara lain: (1) jumlah cerita rakyat di Kabupaten Blora sangat banyak, (2) secara geografis letak wilayah Kabupaten Blora luas, (3) hampir setiap kecamatan di Kabupaten Blora terdapat cerita rakyat bahkan satu kecamatan memiliki bermacam-macam cerita rakyat.

Lokasi penelitian cerita rakyat Kabupaten Blora berada di Desa Jajang Kecamata Jiken yaitu Legenda Punden Janjang, Desa Sambong Kecamatan Sambong yaitu Legenda Kyai Anggayuda dan Kramat Sambong, Legenda Maling Genthiri di Desa Kawengan Jepon, Terjadinya Desa Gersi di Desa Gersi Jepon dan Legenda Watu Brem/Desa Pojok di Desa Pojok.

Dipilihnya lokasi penelitian cerita rakyat tersebut didasari pertimbangan bahwa dilokasi-lokasi tersebut terdapat atau memlilki cerita-cerita yang dikenal oleh masyarakat setempat berupa peninggalan-peninggalan benda fisik, makam, tempat-tempat yang dikeramatkan, semuanya berkaitan erat dengan tokoh sejarah yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara, prasasti, petilasan,


(20)

commit to user

penemuan arca-arca purkakala, dan lain-lain. Kajian strukturalisme dan nilai edukatif cerita rakyat Kabupaten Blora diharapkan nantinya dapat member manfaat positif bagi masyarakat di Kabupaten Blora Khususnya dan menambah kekayaan budaya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Berupa apa sajakah jenis-jenis cerita rakyat di Kabupaten Blora? 2. Bagaimanakah struktur cerita rakyat di Kabupaten Blora?

3. Bagaimanakah nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat di Kabupaten Blora?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menginventariskan, mendokumentasikan serta mempopulerkan cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora, mendeskripsikan struktur cerita rakyat di Kabupaten Blora, serta mendeskripsikan nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat di Kabupaten Blora.

2. Tujuan Khusus


(21)

commit to user

a. Mendeskripsikan dan menjelaskan jenis-jenis cerita rakyat di Kabupaten Blora.

b. Mendeskripsikan dan menganalisis struktur cerita rakyat di Kabupaten Blora meliputi isi cerita, tema, alur cerita/plot, tokoh, latar/setting, dan amanat yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten Blora.

c. Mendeskripsikan muatan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Blora meliputi nilai pendidikan, pendidikan adat, pendidikan agama/religi, dan nilai pendidikan kepahlawanan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkaya khasanah pengetahuan sastra, khususnya sastra lisan dan kesusastraan Indonesia.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan pembanding bagi peneliti peminat dan pemerhati cerita rakyat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Kabupaten Blora

Sebagai bahan acuan untuk menentukan kebijakan pemerintak dalam usaha melestarikan dan memasyarakatkan sekaligus mempopulerkan cerita-cerita rakyat yang ad di Kabupaten Blora, meningkatkan potensi pariwisata, utamanya objek-objek wisata budaya yang ada di Kabupaten Blora.


(22)

commit to user b. Bagi Masyarakat Blora

Sebagai sumber informasi dan pengetahuanmengenai kekayaan budaya Blora berupa cerita rakyat berwujud prasasti, monumen, benda-benda pusaka (senjata perang masa lampau), makam yang dikeramatkan, sebagai warisan budaya bangsa.

c. Bagi Sekolah-Sekolah di Kabupaten Blora

Sebagai bahan materi pelajaran bahasa Indonesia, bahan pembinaan pengembangan pengajaran apresiasi sastra Indonesia, meningkatkan minat baca pelajar untuk lebih mengenali dan memahami keragaman budaya lingkungan sendiri, memperkaya wawasan budaya nusantara pada umumnya dan melestarikan budaya daerah berupa adat dan istiadat khususnya di Kabupaten Blora.


(23)

commit to user

8 BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori 1. Hakikat Cerita Rakyat

a. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat disamakan pengertiannya dengan folklor yang merupakan pengindonesiaan dari kata Inggris folklore yang berasal dari kata folk dan lore. Folk berarti masyarakat, yaitu sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya, sedangkan lore merupakan tradisi folk, yaitu kebudayaan.

Cerita rakyat bagian dari folklore, yang mempunyai satu pengertian lebih luas. Folklore adalah suatu istilah yang diadaptasi untuk menyebutkan istilah cerita rakyat. Folklore merupakan suatu istilah dari abad kesembilanbelas untuk menunjuk lisan tradisional dan pepatah-pepatah petani Eropa, dan kemudian diperlukan sehingga meliputi tradisi lisan yang terdapat di semua masyarakat (Haviland, 1993: 229).

Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya, seperti agama dan kepercayaan, undang-undang, kegiatan ekonomi, sistem kekeluargaan, dan sususnan nilai sosial masyarakat tersebut.


(24)

commit to user

Cerita rakyat diwariskan secara secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu, tradisi lisan (oral tradision) ini hampir sering disamakan dengan folklore, karena didalamnya tercakup pula tradisi lisan (Suwardi Endraswara, 2005:3). Cerita rakyat adalah tubuh ekspresif budaya, termasuk cerita, musik, tari legenda, sejarah lisan, peribahasa, lelucon, kepercayaan. Adat istiadat, dan sebagainya dalam kurun waktu tertentu penduduk yang terdiri dari tradisi (termasuk tradisi lisan) itu budaya, subkultur anak muda, atau kelompok.

Sesuai pendapat dan pengertian dan ciri tradisi lisan dari Told dan Prudentia (1995: 2), “Oral traditional do not only contains folktales, myths, and legends, but store complete indigenous cognate system, to name a few: histories, legal practices, adat law, mediacations.” Dari pendapat tersebut dapat diartikan bawasannya tradisi lisan tidak terbatas pada cerita rakyat, mite dan legenda saja, tetapi berupa sistem kognasi kekerabatan lengkap, misalnya sejarah, hokum adat, praktik hukum, dan pengobatan tradisional.

Berdasarkan pendapat Haviland, Told an Prudentia tersebut dapat diketahui bahwa pengertian folklore sangat luas. Hal ini sesuai dengan pernyataan James Dananjaya (1997: 14) bahwa koleksi folklore Indonesia terdiri dari kepercayaan rakyat, upacara, cerita prosa rakyat (mite, legenda, dan dongeng), nyanyian kanak-kanak, olahraga bertanding, hasta karya, logat, dan lain-lain. Keluasan pengertian folklore dibandingkan dengan cerita rakyat (folk literature) Juga tercermin dalam pernyataan berikut ini: Folklore maybe defined as those materials in culture that circulate traditionally among member of any group in


(25)

commit to user

diffirent versions, whether in oral or by means of customary example (Brunvand, 1968: 5). Folklor dapat didefinisikan sebagai materi-materi budaya yang tersebar secara tradisional keseluruh anggota dan beberapa kelompok dalam versi-versi yang berbeda, disampaikan secara lisan melalui contoh budaya yang berarti.

Brunvand (dalam James Dananjaya. 1991: 21) cerita rakyat atau folklore memiliki tiga bentuk yang berbeda. Folklore digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklore bukan lisan (non verbal folklor), folklore sebagian besar lisan (partly verbal folklore), dan folklor lisan (verbal folklore). Yang dimaksud folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklore sebagian lisan adalah folklor yang merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Dan folklore lisan adalah sebagai folklore yang disampaikan dari mulut ke mulut secara tradisional dan turun temurun (James Dananjaya. 1991: 21-22).

Sejalan dengan pendapat James Dananjaya tersebut di atas, Salamon Hagar dalam artikelnya dalam Jurnal of Folklore Research yang berjudul Blackness in Transition: Decoding Radical Constructs through Stories of Ethiopian Jews. Dia mengemukakan this research has uncovered a system of racial hierarachies among the beta Israel, including asecret system of master and slaves (chewa and barya), and this system challenges conventions of control and racist ideology. Dalam artikel tersebut riset folklore digunakan untuk membongkar sistem hierarki rasial para guru dan budak (chewa dan barya) di masyarakat Etiopia sistem ini menghadapi tantangan konvensi dan kendali


(26)

commit to user

ideologi. Menyoroti masyarakat Etiopia yang berusaha membongkar sistem rasial dalam budayanya (Salamon Hagar, 2003)

Cerita rakyat atau folklore merupakan salah satu hasil budaya masyarakat yang termasuk dalam karya sastra lisan. Disebut demikian, karena sifat-sifat cerita rakyatantara lain (1) cara persebaran folklor yang biasanya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut dari generasi ke genarasi berikutnya, (2) bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap (standar), (3) folklore berada dalam berbagai versi dan varia, (4)bersifat anonym, (5) mempunyai bentuk rumus dalam banyak dan berpola, (6) mempunyai kegunaan atau fungsi di dalam folk pendukungnya, (7) bersifat pralogis, (8) folklor menjadi milik bersama (kolektif), (9) folklore biasanya bersifat polos dan lugu (James Dananjaya, 1997: 3-4).

Di Indonesia sastra lisan masih sangat kurang mendapatkan perhatian jika dibandingkan dengan sastra tulis. Suripan Sadi Hutomo (1991: 1-2) berpendapat bahwa sastra lisan dimaksudkan sebagai kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Namun sebenarnya kesusastraan lisan maupun kesusastraan tulis adalah dunia cipataan pengarang dengan menggunakan medium bahasa.

Sastra lisan lebih pesat perkembangannya di masyarakat tradisional dan sastra tulis berkembang di masyarakat modern. Sastra lisan bersifat komunal, artinya milik bersama sedangkan sastra tulis bersifat individual/perseorangan (Suripan Sadi Hutomo, 1991: 3).

Michael Brown (2007) berpendapat dalam artikelnya, the New Zealand folklore society was a small organization that emerged from the folk revival scene


(27)

commit to user

in Wellington, New Zealand, in 1996. Members ainet to collect folklore (mainly songs). Dalam pendapatnya Brown, terdapat kebangkitan kembalinya sastra rakyat di Wellington, Selandia Baru tahun 1966. Dia mengarahkan anggota dan mengumpulkan dongeng-dongeng yang bersifat nyanyian rakyat.

Sejalan dengan pendapat tersebut Timothy R. Tangherlini (2008) menyampaikan pendapatnya Collestion of century Danish Folklore is an amusing…dalam uraian tersebut pada abad ke Sembilan belas di Denmark, dongeng-dongeng merupakan suatu yang menghibur rakyat. Dongeng-dongeng tersebut berisi sesuatu yang menghibur dan terdapat kebenaran di dalamnya.

Koenraad Kuiper dalam artikelnya menyampaikan the article proposes a research programme in folklore studies and cultural anthropology to investigate those part of pakehe (non-Maori) cultural continuity that can be traced to a set of largely working class and rural ritual and practices from Britain… dalam pendapat tersebut mengusulkan dongeng-dongeng seperti Pakehe yang di dalamnya berisi kelas-kelas pekerjaan dan upacara agama pedesaan di Britain (Koenraad Kuiper, 2007).

Meider Wolfgang (2003) dalam artikelnya, “Now I Sit Lake a Rabbit in the Pepper”. Proverbial Language in the Letter of Wolfgang Amadeus Mozard. Dia berpendapat the stylistic and biographical discussion of the traditional folk rhetoric is grouped under eight subheadings: Incatations and curses as proverbial formulas, animal phrases as social commentary, sometic expressions as emotional indicator. Dia berpendapat bahwa dalam penelitian folklornya berkaitan dengan mantra dan kutukan yang dirumuskan menjadi pepatah, termasuk binatang yang


(28)

commit to user

berbicara yang berkomentar tentang sosial. Folklor yang diambil untuk pengertian tersebut tokoh binatang yang berbicara, sama halnya dengan cerita “Si Kancil”.

Fank mengemukakan bahwa kesusastraan rakyat adalah sastra yang hidup di tengah-tengah rakyat. Sastra rakyat dituturkan oleh ibu kepada anaknya dalam buaian, atau tukang cerita kepada penduduk kampung yang tidak bisa membaca dan menulis. Atas kehendak pihak istana, adabeberapa cerita yang ditulis dan dibukukan. Dengan demikian sastra lisan berkembang terlebih dahulu daripada sastra tulis yang berkembang di istana, (Liaw Yock. Fank, 1982: 12). Suatu contoh sastra lisan yang berkembang sebelum sastra ditulis, seperti cerita-cerita tentang kebesaran istana yang banyak diceritakan dan disebarkan kepada rakyat, contoh lain seperti yang sudah disebutkan di atas yaitu cerita tentang “Si Kancil”, Kancil dan Seruling Nabi Sulaiman, Kancil dan Buaya, Kancil dengan Keong, Kancil dan Pak Tani, dan lain-lain.

John Bendix (2003: 5), artikelnya “A Lost Track: On the Unconscious in Folklor” dalam penelitian mengemukakan Psychoanalysis and Folklore. Jeggle describes the opportunities that may have been lost for exploring the bridges between fokloristic and psychoanalytic scholarship. Using examples from folk belief and dream, from the realm of mental illness and oracle interpretation. John Bendix menyampaikan dalam artikel folklornya bahwa oportunitas yang mungkin telah hilang untuk menyelidiki jembatan antara psikoanalitik dan folkoloistik. Menggunaan contoh dari kepercayaan rakyat dan mimpi dari dunia sakit ingatan dan penafsiran ramalan.


(29)

commit to user

Cerita sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu, peristiwa yang satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain. Dengan demikian hakikat cerita akan melibatkan 2 unsur, yakni bentuk dan substansi. Jelasnya, cerita hakikatnya merupakan pembeberan dan pengurutan gagasan yang mempunyai urutan awal, tengah, dan akhir (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 92).

Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah yang dalam pengungkapannya menggunakan bahasa setempat, berkembang dari masa lalu sejak bahasa-bahasa tulis belum dikenal. Cerita rakyat diwariskan secara lisan, sehingga banyak tambahan yang disisipkan atau dikembangkan dan bervariasi tergantung si pencerita, sehingga muncul beberapan versi berbeda meskipun ceritanya sama.

Sama seperti sastra lisan, cerita rakyat biasanya disebarkan secara lisan (dari mulut ke mulut) bersifat tradisional, dari satu generasi ke generasi, dapat terdiri dari berbagai versi cerita, dan biasanya tidak diketahui pengarangnya. Kadang-kadang penuturannya disertai dengan perbuatan misalnya melalui gerakan tari-tarian, tradisi mendalang dan sebagainya. Ini juga menjadi ciri-ciri cerita rakyat yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia

b. Jenis-Jenis Cerita Rakyat

Para ahli sastra menggolongkan cerita rakyat secara berbeda-beda namun ditemukan banyak kesamaan. Penelitian ini mengambil cerita rakyat dari tiga kelompok yaitu mite/mitos, legenda, dan dongeng, tetapi peneliti hanya


(30)

commit to user

mengambil kelompok legenda, yakni legenda setempat dan legenda perseorangan. Hal ini dimaksudkan mempertimbangkan keberadaan cerita rakyat.

Cerita rakyat memiliki beberapa perbedaan tentang penggolongannya. Namun, perbedaan penggolongan cerita rakyat tersebut bukanlah sesuatu yang penting. Hal-hal yang berbeda tersebut, akhirnya akan ditemukan adanya kesamaan, unsur edukatifnya, maupun unsur religinya dll. Fank membagi cerita atau sastra rakyat menjadi lima golongan, yaitu: (1) cerita asal-usul, (2) cerita binatang, (3) cerita jenaka, (4) ceria pelipur lara, (5) pantun, Liaw Yock Fank (2002: 1).

James Dananjaya (1997: 30) menyebutkan bahwa cerita rakyat yang tergolong dalam sastra lisan, di dalamnya dibagi menjadi (1) mite (myth), (2) legenda (legend) serta (3) dongeng (folktale). Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi oleh masyarakat pendukungnya, legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi oleh pendukungnya tetapi tidak dianggap suci seringkali mengambil tokoh manusia, kadang kala mempunyai sifat yang luar biasa dan dibantu oleh makhluk halus, tempat kejadiannya bisa masa sekarang maupun masa lampau, sedangkan dongeng (folktale) merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi, tidak terikat oleh waktu maupun tempat.

Lie Yock Fank (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 2, 16, 20), menyatakan ada lima jenis cerita rakyat yaitu: mite, legenda, fabel, cerita jenaka, dan cerita pelipur lara. Mite dan legenda secara bersama-sama disebut dongeng etiologi/asal


(31)

commit to user

usul. Fabel adalah cerita binatang. Cerita jenaka disebut juga cerita lucu. Cerita pelipur lara adalah kisah muda-mudi.

Selanjutnya Herman J Waluyo, (2008: 1-20) memberikan contoh masing-masing cerita rakyat antar lain:

1) Mite contohnya dongeng Nyai Roro Kidul, dongeng Aji Saka, dongeng Hantu dan Roh Halus.

2) Legenda contohnya dongeng Asal Usul Desa/Kota/daerah, Terjadinya Kota Banyuwangi, Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu.

3) Fabel contohnya Kancil dengan Harimau, Kancil dengan Pak Tani. 4) Cerita jenaka contohnya Pak Pandir dan Musang Berjanggut. 5) Cerita pelipur lara contohnya Sri Rama, Roro Mendut-Pronocitro.

Berikut penuturan Hernan J Waluyo dalam Cerita Rakyat dari Berbagai Daerah. (2008: 1)

“ Cerita rakyat bukanlah folk-lore, namun folk-literature yang merupakan bagian dari folk-lore. Di berbagai daerah ada cerita rakyat. Sering kali cerita rakyat dari berbagai daerah yang satu ada persamaannya dengan cerita rakyat daerah lain, karena dulunya terjadi penyebaran itu secara lisan.”

Berbeda dengan pendapat Liaw Yock Fang di atas, secara umum, Bascom (1965:4) membagi cerita rakyat/cerita prosa rakyat (folk literature) ke dalam tiga kelompok, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Senada dengan Bascom, Haviland (1993: 230) juga membagi cerita rakyat ke dalam tiga kelompok, yaitu: mitos, legenda, dan dogeng.

Untuk menghindari perbedaan pendapat dalam masyarakat mengenai cerita rakyat, maka dalam penelitian ini membagi cerita rakyat (folklore) menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) mite, (2) legenda dan (3) dongeng. Selain itu juga


(32)

commit to user

mempertimbangkan bahwa cerita rakyat yang diangkat dalam penelitian ini masuk dalam kategori pendapat William R. Van Bascom dan Haviland. Ketiga bentuk cerita rakyat tersebut dapat diuraikan secara teoritis sebagai berikut:

1) Mite atau Mitos

Mite atau mitos cerita yang bersifat dongeng tentang asal-usul suatu tempat, tentang kejadian alam, manusia binatang, dan penempatan. Apabila ditinjau dar segi peristilahan mite berasal dari kata “mythos” (Yunani) yang berarti cerita para dewa-dewa dan pahlawan perkasa yang dipuja-puja. Bascom dalam Dananjaya menyatakan pendapatnya bahwa mite (mitos) adalah prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang tidak dikenal sekarang, karena terjadi pada masa yang telah lampau (Bascom dalam James Dananjaya, 1997: 50).

Lebih lanjut James Dananjaya (1997: 50) menjelaskan bahwa mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam dan sebagainya. Mite juga mengisahkan tentang petualangan tentang para dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya. Suripan Sadi Hutomo berpendapat bahwa mite atau mitos adalah cerita-cerita suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama. Yang termasuk mitos adalah cerita-cerita yang menerangkan asal-usul dunia, kehidupan manusia dan kegiatan-kegitan hidup seperti bercocok tanam, kepercayaan Dewi Sri atau adat-istiadat lainnya (Suripan Sadi Hutomo, 1991: 63).


(33)

commit to user

Stainberg berpendapat bahwa mite adalah cerita rakyat yang bersifat suci, penuh dengan kegaiban dan kesaktian, dan mempunyai dasar sejarah (dalam Djarmanis, 2003: 98). Hidayat dan Navis, (2003: 87) menyatakan bahwa mitos merupakan gambaran tenang suatu dalam bentuk simbol agar memudahkan orang-orang memahaminya. Dengan demikian, mitos sebenarnya merupakan suatu realitas yang terlalu kompleks dan sulit dipahami, karena mitos merupakan ekspresi berbagai makna dan cara.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mitos adalah cerita tradisi tentang binatang, kejadian alam, dan penempatan. Cerita tradisi tersebut yang dianggap benar-benar terjadi dan bersifat suci penuh dengan kegaiban dan kesaktian dan mempunyai dasar sejarah cerita, cerita tentang peristiwa-peristiwa yang semihistoris yang menerangkan masalah-masalah tentang kehidupan manusia, dan asal mula terjadi dunia.

2) Legenda

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Legenda adalah cerita yang mengisahkan sejarah satu tempat atau peristiwa zaman silam. Ia mungkin berkisah tentang seorang tokoh, keramat, dan sebagiannya. Setiap penempatan yang bersejarah lama mempunyai legendanya sendiri.

Haviland (2003: 230-231) menyatakan bahwa legenda adalah cerita-cerita semihistoris yang memaparkan perbuatan para pahlawan, perpindahan penduduk, dan terciptanya adat kebiasaan lokal, selalu berupa campuran antara yang realis dan yang supranatural dan luar biasa. Sebagai cerita rakyat legenda tidak harus


(34)

commit to user

dipercaya atau dipercaya, tetapi fungsinya untuk menghibur dan untuk memberi pelajaran serta untuk membangkitkan atau untuk menambahkan kebanggakan orang atas keluarga, suku, atau bangsa (nation). Legenda dapat memuat tentang keterangan-keterangan langsung atau tidak langsung tentang sejarah, kelembagaan, hubungan nilai, dan gagasan-gagasan. Legenda juga memuat cerita omong kosong dan sebagainya.

William R. Van Bascom (dalam Djamaris, 2003: 98) Legenda adalah cerita yang mempunyai cirri-ciri mirip mite yang dianggap benar-benar terjadi, akan tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite. Legenda ditokohi oleh manusia biasa walaupun ada kalanya sifat-sifat luar biasa atau sering juga dibantu oleh makhluk gaib.

Legenda dapat mengandung rincian-rincian mitologis, khususnya kalau berkaitan dengan masalah supranatural dan oleh karena itu tidak selalu dapat dibedakan dengan mitos. Secara lebih terperinci, Brunvand menggolongkan legenda ke dalam empat kelompok, yaitu: (1) legenda keagamaan (religious legend), (2) legenda alam gaib (supernatural legend), (3) legenda perseorangan (personal legend), dan (4) legenda setempat (local legend), (James Dananjaya, 1997: 67-71).

1) Legenda Keagamaan

Legenda keagamaan (religious legends) misalnya, bisa diketahui dari adanya beberapa tokoh keagamaan yang berperan dalam pemberontakan maupun penumpasan terhadap peristiwa tertentu. Selain itu setelah mengetahui beberapa legenda yang ada, menunjukkan bahwa di dalam cerita mengisahkan tentang


(35)

commit to user

tokoh-tokoh keagamaan yang juga berperan di dalamnya, misalnya peran modin dalam legenda sunan, kiai, dan sebagainya.

2) Legenda Alam Gaib

Legenda alam gaib (supernatural legends), legenda seperti biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda seperti ini untuk meneguhkan kebenaran sifat “ketahayulan” atau kepercayaan masyarakat. Dari hal-hal seperti itulah akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap kesaktian sang tokoh di dalam cerita tersebut, sehingga pada akhirnya legenda tersebut lebih dipercayai oleh masyarakat pendukungnya.

3) Legenda Perseorangan

Legenda perseorangan (personal legends), adalah cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh pemilik cerita benar-benar terjadi (James Dananjaya, 1997: 73-75). Legenda perseorangan ini banyak dijumpai di Indonesia, di daerah Jawa khususnya kita mengenal legenda perseorangan, seperti “Pangeran Samodra” dari Sragen, legenda “Joko Buduk” dari Sragen, legenda “Raja Mala” dari Surakarta dll (Bakdi Sumanto, 2001).

4) Legenda Setempat

Legenda Setempat (local legends) adalah legenda atau cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan berbentuk topografi suatu tempat (James Dananjaya, 1997: 75-83). Legenda yang berhubunga dengan nama suatu tempat contohnya, asal mula nama kota Salatiga, Banyuwangi, asal mula nama daerah Rawa Pening, dan sebagainya. Sementara itu legenda yang


(36)

commit to user

berhubungan dengan bentuk topografi suatu tempat yaitu legenda Sangkuriang, legenda Gunung Tangkuban Perahu, legenda Gunung Mardido, dan lain-lain.

3) Dongeng

Dongeng (folktale) dalam bahasa Belanda disebut dengan “sprokje” dalam bahasa Jerman disebut degan “marchen”. Hartoko dan Rahmanto, (1999: 34) mengemukakan dongeng adalah cerita tradisi yang secara lisan turun temurun disampaikan kepada kita, pengarangnya tidak dikenal. Dunianya khayalan. Bascom (dalam James Dananjaya, 1994: 50) berpendapat dongeng merupakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang mempunyai cerita, tidak terikat oleh waktu dan tempat. Lebih lanjut (Haviland, 1993: 233) juga menyampaikan pendapatnya bahwa dongeng adalah cerita kreatif yang diakui sebagai khayalan untuk hiburan. Pengertian lain disampaikan oleh Idat Abdulwahid, Min Rukmini, dan Kalsum, (1998: 14-16) bahwa dongeng adalah cerita pendek kolektif kasusastraan lisan yang merupakan cerita prosa rakyat dan dianggap tidak benar-benar terjadi.

Dongeng adalah cerita rakyat yang secara lisan turun temurun disampaikan pada kita, dan pengarangnya tidak dikenal. Dongeng biasanya tidak ada catatan mengenai tempat dan waktu, biasanya tamat dengan happy ending, atau berarkhir dengan suatu kebahagiaan, susunan kalimat, struktur dan penokohan sederhana, serta sering terjadi pengulangan (Diek Hartono dan Bernardus Rahmanto, 1986: 34). Sejalan dengan definisi tersebut dinyatakan bahwa dongeng adalah cerita kreatif yang diakui sebagai khayalan, untuk hiburan (Haviland, 1993: 233).


(37)

commit to user

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa dongeng tidak mengandung aspek historis. Selain itu diakui bahwa dongeng hanya sebagai khayalan belaka. Walaupun dipandang untuk keperluan hiburan dongeng juga member atau dapat digunakan sebagai wejangan atau member pelajaran praktis. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga cerita yang menggambarkan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahkan sindiran.

Dongeng biasanya berisikan petualangan tokoh cerita yang penuh pengalaman ajaib dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan. Kejadian-kejadian yang dialami tokohnya sering merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata.

Dongeng biasanya berisi kisah petualangan tokoh cerita yang penuh dengan pengalaman gaib dan berbagai macam tantangan yang akhirnya mendapat kebahagiaan. Kejadian-kejadian yang dialami oleh tokoh cerita berupa hal-hal yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Liew Yock Fank dalam Herman J. Waluyo (2009: 23) mengemukakan dongeng termasuk klasifikasi cerita rakyat (folk literatur). Cerita rakyat tersebut merupakan bagian dari kebudayaan rakyat (folklore) yang meliputi mite, legenda, fabel, cerita jenaka, dan cerita pelipur lara.

Dalam kebudayaan tertentu atau yang berkembang di daerah tertentu, orang akan dapat mengelompokan tipe-tipe dongeng lokal, misalnya: dongeng hewan, dongeng pengalaman manusia, tipu muslihat, dilema, moral, hantu, cerita omong kosong, cerita cabul, dan sebagainya. Namun, seperti halnya legenda, dongeng seringkali menggambarkan suatu pemecahan-pemecahan local,


(38)

masalah-commit to user

masalah etis yang terdapat secara menyeluruh (universal) pada umat manusia. Dalam arti tertentu dongeng dapat mengemukakan suatu filsafat tentang moral. Oleh karena itu, pelajaran atau nilai-nilai yang terkandung dalam suatu dongeng dapat menggambarkan sampai manakah seseorang memiliki kepercayaan kepada diri sendiri dalam menghadapi berbagai persoalan dan berbagai masalah-masalah di dalam masyarakat itu sendiri.

c. Fungsi Cerita Rakyat

Cerita rakyat yang ada dalam suatu daerah biasanya tidak hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat permukaan. Cerita rakyat merupakan meruoakan sendi-sendi kehidupan secara lebih mendalam. Kehadira atau keberadaannya sering merupakan tanggung jawab atau teka-teki alam yang terdapat di seputar kita. Namun, saat ini penutur cerita rakyat sudah jarang dijumpai atau sudah langka. Hai itu menuntut adanya penginventarisasian cerita rakyat agar isi ceritanya dapat kita nikmati. Nilai-nilai yang ada di dalamnya dapat kita tenamkan kepada generasi muda serta dapat dilestarikan keberadaannya.

Pandangan secara umum tentang isi cerita rakyat atau folklore merupakan suatu gambaran masyarakat pemiliknya. Artinya folklore atau cerita rakyat dapat dijumpai di seluruh daerah atau suku di Indonesia dengan segala jenis dan variasinya.

Cerita rakyat berfungsi mengungkapkan hal-hal atau sendi-sendi kehidupan masyarakat secara lebih mendalam. Kebenarannya merupakan jawaban atas teka-teki alam yang terdapat di sekitar kita. Secara nyata, cerita rakyat mampu memberi sumbangan nilai-nilai pendidikan yang kadang kita kurang


(39)

commit to user

menyadarinya. Padahal, cerita rakyat dapat berperan dalam pengembangan kepribadian manusia, terbukti cerita yang dibawakan oleh orang tua akan mempengaruhi jiwa anaknya sehingga pada kelanjutannya dapat membentuk pribadi si anak di kelak kemudian hari sebagai generasi penerus yang mengerti asal-usul nenek moyangnya, dan meneladani kehidupan para pendahulu, serta menghindari hal-hal yang kurang terpuji.

Menurut James Dananjaya (1997: 19) pengkajian sastra lisan yang di dalamnya termuat cerita rakyat (folk literature) memiliki fungsi antara lain: (1) sebagai sistem proyeksi (projective system), (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidik anak (pedagogical device) (4) sebagai alat pemeriksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Secara ringkas, satra lisan di masyarakat memiliki empat fungsi, yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai alat pengesahan sosial, (3) sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan (4) sebagai alat pendidik anak (Suripan Sadi Hutomo, 1991: 69).

Keempat fungsi inilah yang juga mendorong perlu dan pentingnya kajian secara mendalam mengenai cerita rakyat. Cerita rakyat, selain merupakan hiburan, juga merupakan sarana untuk mengetahui (1) asal-usul nenek moyang, (2) jasa atau teladan kehidupan para pendahulu, (3) hubungan kekerabatan (silsilah), (4) asal mula tempat, (5) adat-istiadat, dan (6) sejarah benda pusaka (Dendy Sugono, 2003: 126). Selain itu, cerita rakyat juga dapat berfungsi sebagai penghubung kebudayaan masa silam dengan kebudayaan yang akan datang.


(40)

commit to user

Dalam arti luas, sastra lisan (cerita rakyat) dapat juga berfungsi sebagai sarana untuk menanamkan benih-benih kesadaran akan keangungan budaya yang menjadi pendukung kehidupan suatu bangsa.

2. Hakikat Struktur Cerita

Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran ari semua bahan dan bagian yang menjadikan komponennya secara bersama membentuk suatu kebulatan (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 36). Faruk (2003: 16) mengemukakan bahwa struktur karya sastra juga mengacu pada suatu pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, dan secara bersama membentuk suatu kesatuan yang utuh.

Sejalan dengan pernyataan Burhan Nurgiyantoro, Panuti Sudjiman (1988: 13) menyatakan bahwa melalui kegiatan analisis, kita akan menjadi paham akan duduk perkara suatu cerita. Pembaca akan dapat lebih menikmati dan memahami cerita, tema, pesan-pesan, penokohan, gaya dan hal-hal yang diungkapkan dalam karya itu.

Untuk mengetahui struktur sebuah cerita perlu mengadakan sebuah analisis. Analisis strukturan dilakukan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti dan detail dan mendalam atas keterjalianan semua unsur dan aspek semua karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 2003: 112). Pendapat lain disampaikan oleh Zaenudin Fananie bahwa karya sastra bisa disebut bernilai apabila masing-masing unsur pembentuknya


(41)

commit to user

tercermin dalam strukturnya, seperti tema, karakter, plot, setting dan bahasa yang merupakan satu kesatuan utuh (Zainudin Fananie, 2001: 76).

Sastra mengenal istilah strukturalisme sebagai salah satu pendekatan dan penelitian kesastraan yang menekankan pada kajian, hubungan antarunsur pembangun suatu karya. Jadi strukturalisme disebut juga sebagai pendekatan objektif yang dipertentangkan dengan pendekatan lain misalnya pendekatan mimetik, ekspresi, dan pragmatik (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 37).

Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik, keadaan peristiwa, plot, tokoh, dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Analisis struktural bertujuan memaknakan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai oleh sebuah struktur yang komplek dan unik (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 37-38).

Cerita tradisi sebagai bagian dari karya sastra dipandang sebagai kebulatan dan keterjalinan makna yang diakibatkan oleh adanya perpaduan isi dengan pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain kajian intrinsik struktur cerita juga memandang dan menelaah cerita tradisi itu dari segi yang membangun karya sastra, yaitu tema, alur, latar, dan penokohan (Atar Semi, 1993: 13).

Kajian struktural sebuah karya sastra tidak dapat dipisahkan dari latar belakang sosial, budaya kesejarahannya, karena akan menyebabkan karya itu menjadi amat terbatas dan kurang bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu


(42)

commit to user

analisis struktural dilengkapi dengan analisis lain yang dikaitkan dengan keadaan sosial budaya secara lebih luas (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 39).

a. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Karena karya sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, sosial budaya, agama, teknologi, dan tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Tema dapat juga berupa pandangan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul. Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita dan gagasan dasar umum tersebut digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita dan menjiwai seluruh bagian cerita tersebut (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 70).

Panuti Sudjiman memberi batasan dengan istilah tema sebagai gagasan ide, yaitupokokpersoalah yang mendominasi suatu karya sastra (1998: 50). Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro (1994: 70) membatasi istilah tema sebagai gagasan dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel. Berdasarkan definisi tema tersebut dapat ditarik kesimpulan tema adalah gagasan pokok yang mendasari suatu cerita dan mendominasi suatu karya sastra.

Suminto A. Sayuti menyatakan bahwa dalam pengertian yang paling sederhana, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita (Suminto A. Sayuti, 1998: 97). Sejalan dengan pendapat tersebut, Fananie menyampaikan pendapatnya tentang tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra (Zaenudin Fananie, 2001: 84). Karena sastra


(43)

commit to user

merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, perjuangan, teknologi, tradisi yang berkaitan erat dengan masalah kehidupan.

Tema selalu berkaitan dengan pengalaman kehidupan, melalui karyanya itu, pengarang menawarkan makna tertentu dalam kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat merasakan dan menghayati makna kehidupan. Mungkin kita akan merasakan suatu keharuan, penderitaan atau kebahagiaan seperti yang dialami tokohnya, atau sifat emotif yang dapat menyebabkan kita mengalami perubahan dalam menjalani hidup dan kehidupan ini (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 71).

Tema merupakan refleksi fiksional tentang kehendakmanusia untuk memberi makna terhadap pengelaman-pengalamannya. Tema merefleksikan kehendak manusiayang mendasar dan bersifat universal. Tema merupakan salah satu dari daya tarik sebuah fiksi yang juga paling mendasar dan universal. Dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gagasan sentral pengarang yang akan disampaikan kepada pembaca. Tema adalah masalah hakiki manusia yang ingin dipecahkan dalam karya yang diwujudkan oleh pengarang.

b. Plot/Alur Cerita

Alur cerita merupakan rangkaian peristiwa yang merupakan susunan kejadian-kejadian yang satu sama lain saling berhubungan. Alur disebut juga plot. Alur atau plot adalah rangkaian kejadian dalam ceritayang disusun sebagai interelasi fungsional kejadian dalam cerita yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1993: 43).


(44)

commit to user

Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kejelasan plot/alur cerita adalah kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linier, akan mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita dimengerti, sebaliknya plot yang rumit dan komplek menyebabkan cerita sulit dipahami (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 110).

Kaidah Pemplotan 1) Plausibilitas

Plausibilitas diartikan sebagai suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Plot sebuah cerita harus memiliki sifat plausible, dapat dipercaya oleh pembaca. Pengembangan plot cerita yang tidak plausible dapat membingungkan dan meragukan pembaca, misalnya karena tidak ada atau tidak jelasnya unsur kausalitas. Lebih dari itu mungkin orang akan menganggap bahwa karya tersebut kurang bernilai (literer) (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 130).

2) Suspense

Suspense adalah cerita yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu di hati pembacanya dan pembaca akan terdorong keinginannya untuk membacanya sampai selesai. Menurut Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 134), Suspense adalah harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir cerita. Jelasnya unsur suspense akan mendorong, mengelitik, dan memotivasi pembaca


(45)

commit to user

untuk setia mengikuti cerita mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan dan akhir cerita.

Unsur suspense yang terus-menerus terjaga secara kuat melingkupi perkembangan plot, pembaca akan merasa penasaran jika belum menyelesaikannya. Cara membangkitkan suspense dalam sebuah cerita adalah menampilkan foreshadowing yakni menampilkan peristiwa tertentu yang bersifat mendahului mungkin saja berupa pertanda atau firasat (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 135).

3) Surprise

Surprise adalah sesuatu yang bersifat mengejutkan atau kejutan yang menampilkan sesuatu yang menyimpang atau bahkan bertentangan dengan harapan pembaca (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 136). Jadi bisa dikatakan dalam karya itu terdapat penyimpangan, pelanggaran, atau penentangan dalam cerita dengan apa yang telah menjadi biasanya.

Plot yang baik suspense, surprise, dan plausibility berjalinan sangat erat dan saling menunjang, saling mempengaruhi serta membentuk satu kesatuan yang padu (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 138).

4) Kesatupaduan

Kesatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, berkaitan dengan acuan yang mengandung konflik atau seluruh pengalaman yang hendak dikomunikasikan memiliki keterkaitan (ada benang merah yang menghubungkan) aspek cerita (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 138).


(46)

commit to user

Plot atau alur cerita meliputi: (1) paparan awal cerita (expotition), (2) masuk problem (inciting moment), (3) penanjakan konflik (rising action), (4) konflik makin ruwet (komplication), (5) menurunnya konflik (talking action), (6) penyelesaian (denouement) (Herman J. Waluyo, 1995: 148).

Sesuai dengan beberapa pendapat mengenai alur cerita tersebut, Herman J. Waluyo membagi alur/plot sebuah cerita menjadi enam tahapan, yaitu:

(1) Paparan awal cerita (expotion), yaitu tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar serta tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupkan tahap pembukaan cerita atau pemberian informasi awal yang berfungsi sebagai landasan cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

(2) Mulai ada problem (generaying ciricumstances), yaitu tahap memunculkan masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal muncul konflik. Konflik itu akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

(3) Penanjakan konflik (rising action), yaitu tahap pemunculan konflik yang semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mulai mengarah ke klimaks dan semakin tak terhindarkan.

(4) Konflik yang semakin ruet (complication), yaitu tahap penyampaian konflik atau puncak ketegangan. Pertentangan-pertentangan yang terjadi pada diri atau antartokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan


(47)

commit to user

dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih satu klimaks.

(5) Konflik menurun (falling action), yaitu tahap klimaks mulai menurun. Artinya, klimaks sudah mulai kendor. Konflik sudah hampir berakhir dan sudah mulai ada titik tentu.

(6) Tahap penyelesaian (denouement), tahap pemberian solusi atau jalan keluar. Konflik-konflik yang ada diberi jalan keluar, lalu cerita diakhiri.

Dari beberapa pendapat di atas, plot merupakan jalinan cerita dari awal sampai akhir, berkesinambungan, dinamis, berhubungan dengan sebab akibat (kausalitas), berperan sangat penting dalam cerita, berfungsi untuk membaca ke arah pemahaman secara rinci. Plot yang baik adalah sebuah alur cerita yang mudah dipahami pembacanya.

c. Tokoh dan Karakter

Istilah “Tokoh” merujuk pada orangnya atau pelaku cerita, misal pelaku utama, atau tokoh pemeran protagonis, antagonis, dan sebagainya. Karakter adalah watak atau perwatakan menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca atau lebih pada kualitas pribadi seorang tokoh (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 165).

Teknik Penokohan dan Penggambaran Watak: 1) Teknik Penokohan

Seorang tokoh cerita ciptaan pengarang itu jika disukai banyak orang dalam kehidupan nyata apalagi sampai dipuja dan digandrungi berarti merupakan tokoh


(48)

commit to user

yang mempunyai relevansi. Salah satu bentuk kerelevansian tokoh sering dihubungkan dengan kesepertihidupan (lifelikeness) (Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 175).

2) Teknik Penggambaran Watak

Teknik penggambaran/pelukisan watak tokoh dalam suatu karya yakni pelukisan/penggambaran sikap, sifat, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh dibedakan kedalam dua cara atau teknik, yaitu teknik uraian (telling) dan teknik ragaan (showing). Kedua teknik ini hanya berbeda istilah namun secara esensial sama, yakni menyarankan pada penggambaran secara langsung dan penggambaran secara tidak langsung. Kedua teknik tersebut masing-masing memiliki kelamahan dan kelebihan yang dalam penggunaannya tergantung pada selera pengarang dan kebutuhan penceritaan. Pada umumnya pengarang menggunakan campuran dengan mempergunakan dua-duanya, hal itu dirasa lebih menguntungkan karena kelemahan masing-masing dapat ditutup (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 195).

Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan pembaca memiliki kualitas moral tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Jadi istilah penokohan pengertiannya lebih luas daripada tokoh dan perwatakan. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampilkan dan memperlakukan tokoh meskipun hal itu berbeda dengan dunianya sendiri di dunia nyata (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 166).


(49)

commit to user d. Latar/Setting.

W.H. Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 198), mengatakan bahwa setting adalah keseluruhan lingkungan cerita meliputi adat istiadat, kebiasaan, dan pandangan hidup tokohnya yang berkaitan dengan waktu, tempat penceritaan, tempat terjadinya cerita, misalnya siang, malam atau pagi, hari, bulan, atau tahun, di desa, kota atau wilayah tertentu, di pantai, gunung, danau, sungai atau lingkungan masyarakat tertentu, dan sebagainya.

Unsur latar data dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur tersebut menawarkan permasalahan berbeda, tetapi saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Unsur-unsur latar tersebut yaitu:

1) Latar Tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diciptakan dalam sebuah karya fiksi. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya penyebutan jenis yang bersifat umum yakni sungai, jalan, kota, desa, hutan dan sebagainya. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain sehingga semuanya bersifat saling mengisi dan keberhasilan penampilan unsur latar dapat dilihat dari segi koherensinya dengan unsur fiksi lain dan dengan tuntutan cerita secara keseluruhan (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 227-228).


(50)

commit to user 2) Latar Waktu

Latar waktu sangat berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dihubungkan dengan waktu faktual untuk memberi kesan pada pembaca seolah-olah cerita itu sungguh ada dan terjadi sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan plot dan cerita secara keseluruhan dan bersifat fungsional (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 230).

3) Latar Sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, mencakup berbagai masalah dalam ruang lingkup yang cukup komplek meliputi kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, latar spiritual, dan status sosial tokoh-tokoh yang bersangkutan (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 233).

e. Amanat

Amanat dapat disajikan secara eksplisit (tersurat) dan imptlisit (tersirat), melalui dialog atau percakapan antartokoh akan mudah ditangkap maknanya oleh pembaca, atau dapat pula dengan melalui perenungan atau pemikiran atas apa yang terjadi dalam cerita. Amanat dapat bersifat interpretatif artinya setiap orang mempunyai penafsiran makna yang berbeda dengan yang lain (Herman J. Waluyo, 2008: 151).

Cerita yang dikatakan baik, yakni cerita yang dapat diteladani bagi manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Dengan mengenali dan


(51)

commit to user

gemar membaca cerita rakyat akan termotivasi menjadi manusia yang kaya akan wawasan budaya, berkepribadian baik, dan mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Dengan kata lain pembaca akan mampu memetik pesan di balik tokoh cerita dan memilih yang dapat diteladaninya.

3. Nilai Edukatif dalam Karya Sastra a. Hakikat Nilai

Darsono Wisadirana (2004: 31), nilai adalah gagasan yang berpegang pada suatu kelompok individu dan menandaka pilihan di dalam suatu situasi. Nilai selalu dikaitkan dengan kebaikan, kemaslahatan, dan keluhuran. Nilai merupakan sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi oleh manusia untuk memperoleh kebahagiaan hidup. Dengan nilai manusia dapat merasakan kepuasan lahir dan batin.

Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dirumuskan, kriterianya beragam, tidak dapat diukur oleh sifat-sifat lahiriyah tetapi bersifat batiniah. Tingkat kepuasan nilai tiap-tiap orang berbeda karena nilai berhubungan dengan perasaan hati dan bersifat relatif.

Cerita rakyat menyumbangkan nilai positif dalam kehidupan masyarakat. Cerita rakyat dapat pula berperan dalam pengembangan kepribadian manusia. Cerita rakyat yang dituturkan oleh orang tua atau guru akan mempengaruhi jiwa anak atau siswa sehingga kelanjutannya dapat membentuk pribadi yang luhur dengan mencontoh pada pelaku-pelaku utama.


(52)

commit to user b. Nilai dalam Karya Sastra

Karya sastra yang baik harus memiliki beberapa nilai yaitu nilai estetika, nilai moral, nilai konsepsional, nilai sosial budaya dan lain-lain yang pada dasarnya bermuatan positif yang perlu ditanankan pada generasi muda. Mudji Sutrisno (1997: 63), menyatakan bahwa nilai-nilai dari sebuah karya sastra dapat tergambar melalui tema besar mengenai siapa manusia, kebenaran di dunia dan dalam masyarakat, apa kebudayaannya, dan bagaimana proses pendidikannya. c. Hakikat Pendidikan

Pendidikan berarti pengaruh, bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggungjawab kepada seseorang yang dididik. Jadi pendidikan memiliki dua pengertian yaitu: (1) tugas dan fungsi mendidik, (2) tujuan mendidik. Pendidikan menyiratkan adanya tugas pembentukan terhadap pribadi anak didik juga tersirat adanya usaha penyerahan kebudayaan kepada generasi berikutnya (Soedomo Hadi, 2003: 18).

Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia yang artinya pendidikan yang dilakukan dalam bentuk aktualisasi potensi diri diubah menjadi kemampuan/kompetensi. Pendidikan berperan sangat strategis dalam segala aktivitas di masyarakat dan berfungsi maksimal dalam hubungannya dengan aspek-aspek kehidupan yang lain. Pendidikan masyarakat berubah, kebudayaan yang ada juga berubah, perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan kualitas pendidikan masyarakat.


(53)

commit to user d. Nilai Edukatif dalam Cerita Rakyat

Karya satra yang baik (termasuk cerita rakyat) mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai tersebut bersifat mendidik serta menggugah hati pembacanya yang mencakup nilai pendidikan moral, nilai adat, nilai agama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman J. Waluyo (1990: 27), bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan yakni makna medial (menjadi sasaran) dari makna final (yang dicari seseorang), nilai cultural, nilai kesusilaan dan nilai agama.

1. Nilai Pendidikan Moral

Dalam karya sastra moral mencerminkan pandangan hidup pengarang tentang nilai-nilai hidup pengarang yang disampaikan kepada pembaca. Moral sebagai salah satu sarana yang berhubungan dengan ajaran tertentu yang bersifat praktis, dapat ditafsiran oleh pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 322). Moral sebagai petunjuk pengarang kepada pembaca tentang masalah kehidupan, sikap, tingkah laku dan pergaulan melalui tokoh-tokohnya. Moral selalu mengacu pada perilaku manusia, baik dan buruk yang mengarah pada budi pekerti yang ditanamkan dengan tujuan pembentukan moral baik kepada para pembaca terutama generasi penerus.

2. Nilai Pendidikan Adat/Tradisi

Adat bisa disebut juga tradisi sudah bisa menjadi kebiasaan turun temurun dalam suatu masyarakat. Tata cara hidup mencakup lingkup sosial berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir


(54)

commit to user

dan bersikap termasuk spiritual. Selain itu latar belakang sosial berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 233).

Di dalam tradisi terkandung banyak kearifan, acuan paling dekat dalam berkebudayaan bagi bangsa dan negara. Globalisasi bukan suatu hal yang baru namun kita harus memperhatikan nilai-nilai tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita.

3. Nilai Pendidikan Agama/Religi

Religi atau kepercayaan mengandung segala keyakinan bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang alam gaib, tentang segala nilai, norma dan ajaran religi, yang bersangkutan. Sedangkan tata cara ritual dan upacara merupakan usaha manusia untuk menjalin hubungan dengan Sang Pencipta, dewa-dewa, makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib (Koentjaraningrat, 1984: 145).

Masyarakat percaya bahwa agama telah menjadi kekuatan untuk kebaikan. Hal inilah yang membuktikan bahwa cerita rakyat sarat akan nilai-nilai pendidikan agama yang tetap memiliki relevansi dengan kehidpan zaman dahulu, sekarang dan yang akan datang.

4. Nilai Pendidikan Kepahlawanan

Pahlawan dapat diartikan sebagai seorang yang berani mengorbankan jiwa raga, harta benda untuk membela negaranya. Dari kata pahlawan terbentuk kata kepahlawanan yang berarti sifat yang berhubungan dengan keberanian seseorang terhadap siapapun yang akan mengusik. Kepahlawanan seseorang dalam setiap peristiwa dikaitkan dengan tokoh atau pelaku cerita termasuk di dalamnya cerita rakyat. Tokoh cerita yang dikagumi biasanya memilki sifat jiwa kepahlawanan,


(55)

commit to user

penuh keberanian, membela kebenaran, semangat perjuangan yang tinggi untuk memperjuangkan segala hal yang baik dan benar.

e. Cerita Rakyat dalam Pengajaran Sastra

Cerita rakyat merupakan bagian dari karya sastra yang memiliki fungsi dan kegunaan dalam pengajaran sastra, dapat digunakan untuk menafsirkan dan memahami problematika dalam kehidupan nyata. Melalui cerita rakyat dapat ditunjukan bahwa karya sastra memiliki relevansi dengan kehidupan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

Rahmanto (1998: 15-16) mengatakan, jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, dapat memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah cukup sulit di dalam masyarakat. Melalui pengajaran sastra di sekolah dapat diketahui tradisi, budaya, perjuangan, dan sejarah kehidupan masa lampau. Secara lebih terperinci pengajaran sastra pilihan cerita rakyat memiliki banyak manfaat dan dapat membantu pendidikan secara utuh. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi: (1) membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta rasa, (4) menunjang pembentukan watak.

Dengan membaca cerita rakyat dapat diketahui pula masa lampau, memahami isi, menyerap dan mengambil nilai-nilai positifnya. Keteladanan para tokoh cerita pada peristiwa dalam cerita rakyat dapat dijadikan inspirasi


(56)

commit to user

membentuk dan mengembangkan cipta rasa yang pada akhirnya membentuk karakter siswa termotivasi oleh karakter tokoh cerita.

Menurut Sarwiji Suwandi (2008: 11-12) cerita rakyat memiliki implikasi penting dalam kurikulum. Implikasi tersebut adalah: (1) cerita rakyat sebagai bahan ajar yang mencakup struktur, isi, dan nilai edukatif; (2) guru menentukan pilihn cerita rakyat yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan; (3) sekolah bersama dengan pemerintah mempersiapkan buku-buku cerita rakyat di perpustakaan sekolah sebagai bahan bacaan yang memadai.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka cerita rakyat sangat relevan diajarkan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah sedini mungkin sesuai tingkat kelasnya. Keuntungan lain dari pembelajaran cerita rakyat, siswa mampu meneladani dengan mencontoh perwatakan tokoh-tokoh cerita yang pada akhirnya siswa mampu memilih yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa usaha membukukan cerita rakyat dan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian tentang cerita rakyat antara lain:

Penelitian dengan judul “Cerita Rakyat Kabupaten Sukoharjo: Suatu Kajian Struktural dan Nilai Edukatif “ (Dudung Andriyanto, tahun 2006). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kabupaten Sukoharjo memiliki sejumlah cerita Rakyat yang masih hidup dan berkembang sampai saat ini. Cerita rakyat yang ada antara lain: (1) Ki Ageng Balak, (2) Kyai Ageng Banyubiru, (3) Kyai


(57)

commit to user

Ageng Banjaransari, (4) Kyai Ageng Sutowijaya, dan (5) PesanggrahanLangen Haro. Kelima cerita rakyat tersebut memiliki struktur cerita yang terdiri dari tema, alur, tokoh, latar dan amanat

Mieder Wolfgang dalam artikelnya, “Now I Sit Lake a Rabbit in the Pepper”. Proverbial Language in the Letters of Wolfgang Amadeus Mozart. Dia berpendapat the stylistic and biographical discussion of the traditional folk rhetoric is grouped under eight subheadings: Incatations and curses as proverbial formulas, animal phrases as social commentary, sometic expressions as emotional indicators(http://muse.jhu.edu/journals/journal_of_folklore_research/toc/jfr40.1.ht .ml.) Dia berpendapat bahwa dalam penelitian folklornya berkaitan dengan mantra dan kutukan yang dirumuskan menjadi pepatah, termasuk binatang yang berbicara berkomentar tentang sosial. Folklor yang diambil untuk penelitian terserah tokoh binatang yang berbicara, sama halnya dengan cerita “Si Kancil”.

Salamon Hagar dalam artikelnya dalam Jurnal of folklore research yang berjudul Blackness in Transition: Decoding Radical Constructs through Stories of Ethiopian Jews. Dia mengemukakan This research has uncovered a system of radical hierarchies among the beta Israel, including a secret system of master and slaves (chewa and barya), and this system challenges conventions of control and racist ideology. Dalam artikel tersebut riset folklor digunakan untuk membongkar sistem ini menghadapi tantangan konvensi dan kendali ideologi. Menyoroti masyarakat kulit hitam Etiopia yang berusaha membongkar system rasial dalam budayanya.(http://musc.jhu.edu/journals/journal_of_folklore_research/toc/jfr40.1. ht.ml)


(58)

commit to user

Mitos dan cerita rakyat ini dimulai pada awal abad-19 ketika Jacob dan Wilhelm berusaha menerbitkan koleksinya tentang cerita rakyat pada edisi yang ke-2. Pada kata pengantar dan catatan tentang karya mereka. Dalam buku tersebut memberikan banyak persoalan tentang cerita rakyat yang ada pada saat itu. Seperti metodologi pengumpulan dan penerbitan cerita yang berisi tentang tradisi, pertanyaan tentang berapa lama cerita tersebut ada, mempertanyakan tentang jenis cerita dan permasalahannya. Grimms mengadakan pembelajaran tentang cerita rakyat internasional, mereka memberi sebuah penyelidikan dengan menyertakan bukti tentang dongeng rakyat yang berada di Yunani kuno dan Romawi. Sebelas tahun kemudian penelitian pertama muncul dengan mengedepankan dongeng moderen yang dibuat oleh Jacob bersaudara jumlah terbanyak tentang dongeng terjadi pada abad-20 yang dinamakan sebagai sistem yang diterima berdasarkan klasifikasi dari jenis dongeng tersebut. Pengklasifikasian jenis dongeng yang berawal dari tradisi sangatlah mempengaruhi para peneliti pada saat itu. Terlebih tidak adanya penelitian yang difokuskan pada kisah tertentu dimana jenis dongeng tersebut harus diseleksi, pada salah satu sisi, kisah binatang atau cerita binatang, cerita masjid, cerita agama, novel, cerita lucu, dan cerita bersambung telah didokumentasikan dengan baik. (William Hansen, 1997, Mythology and Folktale Typologi: Chronicle of a Failed Scholarly Revolution, Journal Of Folklore Research, vol 34, hal 275)

Seorang anak dari New Zealand mengingatkan pada Sina yang lain, seorang yang mempunyai watak yang jelek, seorang perempuan yang membawa botol air ketika bulan sedang tergelincir di balik awan. Sina yang berada di


(1)

commit to user

didominasi oleh latar tempat. (5) amanat yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Blora cukup bervariasi.

Muatan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Blora meliputi: (1) nilai pendidikan moral, (2) nilai pendidikan adat, (3) nilai pendidikan agama, dan (4) nilai pendidikan keagamaan. Dengan ditemukannya beberapa nilai edukatif dalam cerita rakyat Kabupaten Bloramemiliki relevansi dan kontribusi dalam pengajaran sastra di sekolah, dan dapat dijadikan materi pelajaran sastra di sekolah-sekolah yang berada di wilayah Kabupaten Blora yang disesuaikan dengan jenjang pendidikannya.

B. Implikasi

Hasil penelitian kelima cerita rakyat di Kabupaten Blora dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa penelitian yang dilaksanakan memliliki berbagai implikasi penting terhadap pengajaran sastra di sekolah. Berbagai implikasi tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

Cerita rakyat di Kabupaten Blora memiliki beberapa kandungan nilai edukatif (pendidikan), maka cerita rakyat tersebut penting untuk disampaikan kepada siswa, melalui proses pembelajara sastra di sekolah. Hal ini untuk menanamkan kembali nilai-nilai luhur kepada generasi penerus agar nilai-nilai tersebut tidak luntur termakan oleh budaya asing. Akan tetapi kenyataan di lapangan dan masyarakat keadaannya lain, pada saat ini siswa di beberapa daerah termasuk di Kabupaten Blora, sebagian siswa tidak mengenal cerita Rakyat yang hidup dan berkembang di daerahnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, di


(2)

commit to user

antaranya hilangnya adat dan tradisi bercerita atau mendongeng oleh para orang tua kepada anaknya sebagai pengantar tidur.

Cerita rakyat jarang sekali dijumpai di dalam keluarga, dalam masyarakat dan di sekolah. Melihat kenyataan semacam ini perlu diambil langkah-langkah pasti dan jelas untuk menyelamatkan cerita rakyat agar tidak punah. Peran guru Bahasa dan Sastra Indonesia dalam pembelajaran sehari-hari untuk memasukkan cerita rakyat ke dalam pembelajaran sastra sangat penting. Selain guru, peran sekolah maupun lembaga lain di antaranya dalam kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dengan jalan seperti mengadakan lomba-lomba tentang dongeng cerita rakyat setempat dengan harapan mengenal kembali cerita rakyat dan adat istiadat daerah setempat kepada siswa.

Kegiatan yang mempertemukan guru-guru di tingkat kecamatan atau tingkat kabupaten perlu diadakan, semacam MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Bahasa Indonesia. Kegiatan tersebut bisa untuk membahas kemungkinan-kemungkinan dan menyatukan visi dan misi agar cerita rakyat dapat dimasukkan ke dalam pembelajaran sastra di sekolah/madrsah. Diharapkan cerita rakyat dapat menjadi bahan ajar sastra di Kabupaten Blora dan sekitarnya, sebab jika diteliti kembali di Kabupaten Blora dan di tiap-tiap desa di Kabupaten Blora memiliki cerita rakyat dan apabila cerita rakyat dari tiap-tiap desa ini bisa digali dan diangkat, dapat dibuat sebuah bahan ajar sastra yang beragam dan bervariasi akan membuat anak-anak lebih tertarik.

Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetens dasar pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas satu semester satu tentang pembelajaran


(3)

commit to user

tersebut dapat diarahkan agar siswa-siswa mencari cerita rakyat di desa tempat anak tinggal. Cerita rakyat yang ada disetiap desa, biasanya berupa asal-usul nama desa, dan anak bisa bisa mencari asal-usul nama desa tempat anak-anak tinggal. Tetapi hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Untuk mencari asal-usul nama desa setempat tidak semua orang tua di desa tempat tinggalnya tahu nama asal-usul desa tersebut. Dengan cerita rakyat yang didapatkan berarti anak sudah berlatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Secara tidak langsung semua keterampilan berbahasa tersebut sudah dipelajari oleh anak pada saat mencari cerita rakyat tersebut.

Cerita rakyat di Kabupaten Blora berpotensi untuk pembelajaran sastra di sekolah-sekolah, mulai Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Oleh karena cerita rakyat Kabupaten Blora mengandung nilai-nilai edukatif (pendidikan) dan nilai yang luhur dipakai untuk pengajaran sastra, maka seharusnya ada komitmen dan usaha untuk memasukkan cerita rakyat ke dalam kurikulum sekolah dengan cara menciptakan buku ajar yang berisi kumpulan cerita-cerita rakyat Kabupaten Blora untuk dijadikan bahan pembelajaran sastra sekolah-sekolah di Kabupaten Blora.

Pada tahun ajaran 2010/2011 di sekolah/madrsah di Kabupaten Blora dan seluruh Indonesia sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Amanat yang terkandung dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tersebut menghendaki kebebasan aturan pendidikan atau sekolah untuk bereksplorasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan maupun tujuan yang akan


(4)

commit to user

dicapai oleh sekolah/madrasah dalam kerangka mutu satuan pendidikan tersebut. Dengan demikian sekolah atau madrsaha dalam tingkat satuan pendidikan memiliki kewenangan dan kelonggaran dalam menetapkan pembelajaran di tingkat satuan pendidikan tersebut.

Untuk menerapkan cerita rakyat ke dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tentu ada beberap kendala walaupun di satu sisi kendala bisa diatasi tetapi di sisi lain tetap ada kendala. Kendala tersebut di antaranya pada pendanaan, untuk menggali cerita rakyat di pelosok di Kabupaten Blora tentu memerlukan dana yang tidak sedikit. Untuk membuat buku ajar juga memerlukn dana. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Blora melalui Dinas Pemuda dan Olahraga dan sekolah-sekolah harus memiliki kesepakatan untuk program tersebut. Tanpa adanya kerjasama dari berbagai pihak terkait, tentunya program tersebut tidak akan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Setelah program memasukkan cerita rakyat ke dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat terlaksana, perlu adanya tindakan-tindakan perbaikan maupun tindakan yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan. Kemudian dilanjutkan dengan tindakan evaluasi dan control dari berbagai elemen, apakah program tersebut berjalan dengan baik atau hanya awalnya saja selanjutnya nihil. Selain itu juga adanya penilaian dari pihak terkait untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran cerita tersebut.


(5)

commit to user

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diberikan beberapa saran kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut:

1. Saran untuk Sekolah dan Guru di Kabupaten Blora

a. Melihat kandungan nilai-nilai yang ada dalam cerita rakyat Kabupaten

Blora, sudah sepantasnya dapat dimasukkan dalam bahan ajar sastra di sekolah-sekolah.

b. Setelah masuknya cerita rakyat sebagai bahan/materi ajar sastra di

sekolah-sekolah dapat diharapkan hasil dari nilai-nilai tersebut. Cerita rakyat yang mengandung nlai-nilai tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan rasa bangga terhadap budaya lokal.

c. Untuk mengembangkan daya pikir anak, perlu diadakan penelusuran cerita

rakyat di tempat anak-anak berada. Setiap desa biasanya terdapat cerita rakyat atau legenda asal-usul nama desa tersebut. Anak diberi tugas untuk mencari cerita rakyat tersebut, dengan demikian anak dapat belajar langsung di lingkungannya masing-masing.

2. Saran untuk Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Blora

a. Dinas pariwisata Kabupaten Blora agar lebih proaktif memperkenalkan

dan mensosialisasikan cerita rakyat di Kabupaten Blora kepada masyarakat luas dengan cara yang dapat diterima oleh kalangan masyarakat luas.

b. Selain itu juga perlu dilakukan promosi wisata yang lebih nyata dan


(6)

commit to user

3. Saran untuk Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Blora

a. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai pemegang kunci

keberhasilan pendidikan di Kabupaten Blora diharapkan bisa memasukkan cerita rakyat ke dalam kurikulum sebagai bahan ajar sastra di sekolah. Hal ini diperlukan sebagai pembinaan generasi muda untuk mengenal nilai luhur budaya lokal.

b. Selain memasukkan cerita rakyat ke dalam kurikulum sebagai bahan ajar di

sekolah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga mengalokasikan dana untuk pengembangan kualitas pendidikan sastra di Kabupaten Blora.

4. Saran untuk Pemerintah Kabupaten Blora

a. Sebagai penentu kebijaksanaan pendidikan tertinggi di wilayah Kabupaten

Blora sudah semestinya untuk memberikan dukungan yang nyata terhadap upaya baik dari pihak terkait, sesuai dengan hasil penelitian ini. Dengan harapan pembinaan kepada generasi muda dan anak-anak dapat terlaksana dengan baik melalui pembelajaran sastra di sekolah/madrasah.

b. Pemerintah Kabupaten Blora dapat mengalokasikan dana untuk memfasilitasi

penelitian dan penerapan hasil penelitian dan penerapan agar dapat diterapkan dengan baik di sekolah/madrasah.

5. Saran untuk Peneliti Lain

a. Kabupaten Blora memiliki cerita rakyat yang sangat beragam, hampir di tiap desa terdapat cerita asal-usul nama desa tersebut sebelum melangkah lebih lanjut perlu inventarisasi cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora.

b. Perlu ada penelitian dalam bentuk yang lain untuk mengembangkan cerita