struktur, isi, dan nilai edukatif ; 2 guru menentukan pilihan cerita rakyat yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan ;
3 sekolah
bersama dengan
pemerintah mempersiapkan buku-buku cerita rakyat diperpustakaan sekolah
sebagai bahan bacaan yang memadai. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka cerita rakyat
sangat relevan diajarkan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah sedini mungkin sesuai tingkat kelasnya.
Keuntungan lain dari pembelajaran cerita rakyat, siswa mampu meneladani dengan mencontoh perwatakan tokoh-tokoh cerita
yang pada akhirnya siswa mampu memilih yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
C. Penelitian Yang Relevan
Beberapa usaha membukukan cerita rakyat dan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian tentang cerita rakyat antara lain :
Penelitian yang telah dilakukan oleh Mursal Esten pada tahun 1993 dengan judul “Struktur Sastra Lisan Kerinci”. Dalam penelitian tersebut dikemukakan
bahwa Kerinci yang merupakan bagian dari Propinsi Jambi memiliki beberapa sastra rakyat atau cerita rakyat dan dapat diklasifikasikan atas prosa, puisi dan
prosa liris, sebagian besar dapat digolongkan ke dalam cerita asal usul dan yang disenangi masyarakatnya adalah cerita-cerita yang mengisahkan rasa
dengki, iri hati dan fitnah.
Dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa sastra rakyat Kerinci memiliki kandungan nilai-nilai moral dan nilai budaya, yakni tidak
mendendam, tidak suka bermusuhan, tidak berlaku jahat, tidak mudah terhasut, para isteri setia pada suami, memiliki budaya suka menuntut ilmu,
gotong-royong dan suka merantau. Hasil penelitian terhadap sastra lisan Kerinci diketahui perlu
dikembangkan lagi dalam bentuk cerita untuk konsumsi masyarakat atau disebarluaskan ke sekolah-sekolah sebagai bacaan siswa di Kabupaten
Kerinci. Penelitian yang dilakukan oleh Maini Trisna Jayawati, Sulistiati dkk tahun
1997 yang berjudul “Analisis Struktur dan Nilai Budaya Cerita Rakyat Sumatera Utara Sastra Melayu”. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa
analisis struktur dan nilai budaya dilakukan pada tiga puluh cerita Melayu, yang meliputi tema, alur, tokoh dan latar dikelompokkan berdasar kesamaan
temanya dan diketahui di dalam cerita rakyat Sumatera Utara terkandung beberapa nilai budaya yakni nilai kepatuhan, budaya kasih sayang,
kebijaksanaan, budaya gemar berdoa, suka bermusyawarah, suka menolong, pekerja keras, cinta tanah air, suka menuntut ilmu dan lain-lain.
Dengan demikian cerita rakyat Sumatera Utara berpotensi untuk dikembangkan sebagai materi pengajaran sastra di Sumatera Utara.
Penelitian yang dilakukan oleh Wildan, Abdullah Faridan dkk tahun 1998 dengan judul “Struktur Sastra Lisan Tamiang”. Hasil penelitian tersebut
diketahui secara umum sastra lisan Tamiang dikelompokkan menjadi beberapa
cerita rakyat yakni sage, mite, humor, religius, fabel dan epik. Penelitiannya difokuskan pada pengkajian struktur prosa yang dibatasi pada tema, alur,
tokoh dan latar cerita. Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa sastra lisan
masyarakat Tamiang berperan sebagai alat pendidikan, alat pengisahan budaya dan alat proyeksi masyarakat Tamiang yang merupakan sub etnik
suku Aceh yang memiliki tradisi sastra lisan berkedudukan sebagai sarana komunikasi antar anggota masyarakat. Dari penelitian tersebut diketahui
latar sosial masyarakat Tamiang terkandung nilai adat, nilai agama, moral, kepahlawanan, nilai sosial dan lain-lain sehingga sastra lisan Tamiang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengajaran sastra di sekolah- sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Piris P, D. Amahorseya dkk tahun 2000 berjudul “Sastra Lisan Ternate Analisis Struktur dan Nilai Budaya”.
Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kabupaten ternate memiliki beberapa cerita rakyat berbentuk prosa dan puisi. Cerita rakyat yang berupa
prosa diklasifikasikan ke dalam mite dan legenda, sedangkan cerita rakyat yang berbentuk puisi yakni gurindam, syair, talibun, tamsil dan puisi bebas.
Dalam beberapa cerita rakyat Ternate terkandung beberapa nilai buudaya yang meliputi nilai hiostoris, didaktis, moral, kesetiaan dan
kejujuran, nilai religius dan kesaktian, suka bekerja keras sehingga sastra lisan Ternate berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengajaran
sastra di sekolah-sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Idat Sabdul Wahid, Min Rukmini dkk tahun 1998 dengan judul “kodifikasi Cerita Rakyat Daerah Wisata Jawa
Barat”. Di dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa di daerah Pangandaran Jawa Barat terdapat banyak sastra lisan berupa cerita rakyat.
Beberapa cerita rakyat yang terkumpul diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yakni ; 1 cerita lisan, 2 cerita asal usul, 3 cerita sejarah, 4
cerita dongeng, 5 cerita mite, 6 cerita babad. Semua kelompok cerita tersebut diketahui bermuatan nilai sejarah,
nilai budaya, nilai agama, nilai seni, nilai adat, dan lain-lain, sehingga cerita rakyat tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai bacaan masyarakat
dan sebagai bahan pengajaran sastra di sekolah-sekolah utamanya di Jawa Barat.
D. Kerangka Berpikir