Tokoh cerita menurut Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 165, adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif yang ditafsirkan pembaca memiliki kualitas moral tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Jadi istilah penokohan
pengertiannya lebih luas daripada tokoh dan perwatakan. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampilkan dan memperlakukan tokoh
meskipun hal itu berbeda dengan dunianya sendiri di dunia nyata Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 166.
d. Latar Setting
Latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 216. W.H. Hudson dalam Herman J. Waluyo, 2002
: 198, mengatakan bahwa setting adalah keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan, dan pandangan hidup tokohnya
yang berkaitan dengan waktu, tempat penceritaan, tempat terjadinya cerita misalnya siang, malam atau pagi, hari, bulan atau tahun, di desa, kota atau
wilayah tertentu, di pantai, gunung, danau, sungai atau lingkungan masyarakat tertentu dan sebagainya.
Di satu sisi, pembaca seolah-olah merasa ikut merasakan apa yang ada dalam cerita tersebut, sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dari
dirinya, jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal lengkap dengan perwatakannya, adat istiadatnya kedalam cerita tersebut.
Unsur-Unsur Latar : Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu
tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur tersebut menawarkan permasalahan yang berbeda, tetapi saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Unsur-unsur latar tersebut yaitu :
1 Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat
yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya penyebutan jenis
yang bersifat umum yakni sungai, jalan, kota, desa, hutan dan sebagainya. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketepatan
deskripsi, fungai, dan keterpaduannya dengan unsure latar yang lain sehingga semuanya bersifat saling mengisi dan keberhasilan
penampilan unsur latar dapat dilihat dari segi koherensinya dengan unsure fiksi lain dan dengan tuntutan cerita secara keseluruhan
Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 227-228.
2 Latar Waktu
Latar waktu sangat berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi, biasanya dihubungkan dengan waktu factual untuk memberi
kesan pada pembaca seolah-olah cerita itu sungguh-sungguh ada dan terjadi sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan plot dan
cerita secara
keseluruhan dan
bersifat fungsional
Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 230.
Masalah waktu dalam karya naratif, kata Genette dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 231, dapat bermakna ganda yaitu pada waktu
“penceritaan”, waktu penulisan cerita, juga pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita. Lebih terpusat pada
soal siang dan malam. Siang untuk bekerja dan malam untuk istirahat. Dengan demikian latar waktu yang fungsional dalam kaitannya dengan
cerita hanyalah seputar siang dan malam.
3 Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarkat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi, mencakup berbagai masalah dalam ruang lingkup yang cukup komplek meliputi kebiasaan hidup, adat
istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, latar spiritual, dan status sosial tokoh-tokoh yang
bersangkutan Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 233. Untuk mengangkat latar tempat tertentu pengarang perlu menguasai medan, hal itu juga
terlebih berlaku untuk latar sosial tepatnya sosial budaya, yang mencakup unsur tempat, waktu, dan sosial budaya. Ketiganya
memiliki peranan yang cukup menonjol. Latar sosial berperanan
menentukan untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional. Deskripsi latar tempat harus disertai deskripsi latar sosial, tingkah laku kehidupan
sosial masyarakat setempat Burhan Nurgiyantoro, 1995 : 234.
e. Amanat