Asumsi Penelitian Jenis dan Komposisi Hasil Tangkapan

dimana : X = kelimpahan ikan Xi = jumlah ikan pada stasiun pengamatan ke-i n = luas terumbu buatan yang diamati m 2 8 Kelimpahan perifiton Sampel perifiton yang telah diawetkan dalam botol film diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan ke dalam alat Sedwick Rafter Counting Cell SRC sampai volumenya penuh sekitar 1 ml. Sebelum sampel diambil, botol film dikocok-kocok terlebih dahulu agar sampel di dalam botol film tercampur dan tidak ada yang mengendap. Volume SRC yang penuh ditandai dengan menutupnya cover glass SRC dengan sendirinya. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10, kemudian sampel dalam SRC dihitung dengan menggunakan metode sensus tanpa ulangan. Sampel perifiton diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Needham dan Needham 1969. Kelimpahan perifiton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut APHA 1995 : K = v V W L T n × × × 1 Keterangan : K = jumlah total perifiton indcm 2 N = jumlah perifiton yang diamati T = luas penampang permukaan Sedgewick Rafter 1000 mm 2 L = luas amatan mm 2 V = volume konsentrat pada botol contoh ml v = volume konsentrat dalam Sedgewick Rafter 1 ml W = luas substrat yang dikerik 3x8 cm 2 Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis isi perut ikan stomach content yang bertujuan untuk mengetahui jenis makanan yang disukai ikan hasil tangkapan. Karena itu untuk mengetahui bahwa indikasi ikan-ikan berkumpul di terumbu buatan antara lain disebabkan oleh proses pembentukan rantai- makanan lokal dilakukan melalui studi pustaka.

3.5 Asumsi Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian menggunakan beberapa asumsi yaitu setiap letak terumbu buatan memiliki karakteristik perairan yang sama dan waktu perendaman soaking alat tangkap bubu dianggap sama. 4 HASIL 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan daerah Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta. Secara geografis Kelurahan Pulau Panggang terletak antara 05°41’41” - 05°41’45” LS hingga 05°47’00” - 05°45’15” LS dan antara 106°19’30” - 106°44’50” BT Lampiran 1. Batas-batas wilayah Kelurahan Pulau Panggang adalah : ƒ di sebelah utara : wilayah perairan Kelurahan Pulau Kelapa; ƒ di sebelah selatan : wilayah perairan Kelurahan Pulau Untung Jawa; ƒ di sebelah barat : wilayah perairan Kelurahan Pulau Tidung; ƒ di sebelah timur : wilayah perairan Jawa Barat. Kelurahan Pulau Panggang terdiri atas 13 pulau dimana 2 pulau diantaranya adalah pusat pemukiman, yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Luas Pulau Pramuka mencapai sekitar 19 hektar dengan tingkat kepadatan sedang 80 orgha. Topografi Pulau Pramuka merupakan tanah dataran rendah dengan ketinggian antara 1-2 m diatas permukaan laut. Pulau Pramuka didiami oleh 1 625 jiwa yang tergabung dalam 457 KK. Profesi penduduk sebagian besar adalah nelayan sekitar 85 ; sisanya adalah sebagai PNS dan wirausahawan. Penduduk pulau ini merupakan masyarakat pendatang dari Jawa Barat, Jakarta, Makasar dan Sumatera, sehingga masyarakat pulau ini bersifat multikultural Ditjen PHPA 2003; BPS 2006.

4.1.2 Kedaan perairan

Konfigurasi dasar perairan Pulau Pramuka relatif datar dengan sedikit cekungan Lampiran 1. Kedalaman rata-rata pada rataan terumbu di sekeliling pulau bervariasi antara 1 sampai dengan 5 m. Kedalaman laut di luar rataan terumbu bervariasi antara 20 sampai dengan 40 m. Rataan terumbu membentang di sekeliling pulau sampai dengan jarak 500 m dari garis pantai. Ada tiga musim yang mempengaruhi kondisi perairan Pulau Pramuka, yaitu musim angin barat, musim angin timur dan musim peralihan. Musim angin barat berlangsung dari bulan Desember sampai pertengahan bulan Maret. Pada musim ini angin bertiup kencang dari arah barat ke timur, dengan arus kuat disertai hujan cukup deras. Kondisi ini mengakibatkan perairan keruh. Kecepatan 24 arus rata-rata pada musim barat di Kepulauan Seribu adalah 0,13-0,17 ms. Keadaan angin bervariasi dengan kecepatan antara 7-20 knot Ditjen PHPA 2003; Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 1998; Effendi 1993. Musim angin timur berlangsung dari bulan Juni hingga September. Angin bertiup kencang dari arah timur ke barat yang disertai dengan arus laut sedang. Pada musim timur hujan jarang turun sehingga air laut jernih. Kecepatan angin bervariasi antara 7-15 knot. Musim peralihan berlangsung pada bulan Maret sampai dengan Mei dan bulan September sampai dengan November. Karakter angin dan gelombang relatif lemah dan kondisi perairan tidak keruh. Penelitian ini dilaksanakan dalam periode musim peralihan.

4.1.3 Kondisi penangkapan ikan

4.1.3.1 Unit penangkapan ikan Sesuai dengan kondisi perairan yang relatif berkarang, kegiatan penangkapan ikan di Pulau Pramuka didominasi oleh unit penangkapan ikan yang ditujukan untuk ikan karang dan pelagis. Nelayan Pulau Pramuka berasal dari daerah Bugis, Tangerang dan Palembang. Latar belakang budaya pun bercampur baur sehingga menciptakan corak budaya tersendiri. Nelayan Pulau Pramuka umumnya bekerja sebagai nelayan penuh kecuali nelayan bubu sedang bubu karang. Nelayan jaring, pancing dan bubu selat bubu besar Tabel 2 umumnya melaut hampir sepanjang tahun kecuali pada musim barat. Dengan demikian nelayan Pulau Pramuka umumnya melaksanakan kegiatan penangkapan ikan sekitar 8 delapan bulan dalam satu tahun, yaitu mulai dari bulan April sampai dengan November. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal dan alat tangkap sendiri. Nelayan pemilik alat tangkap pancing dan bubu sedang, mengoperasikan sendiri alat tangkap yang dimilikinya. Nelayan pemilik payang, muroami, jaring gebur dan bubu besar, mengoperasikan alat tangkap dan mempekerjakan nelayan lain untuk membantu dalam pengoperasian alat tangkap. Nelayan buruh untuk setiap alat tangkap tidak dapat dipastikan jumlahnya, karena selalu berpindah pemilik dan alat tangkap. Upah nelayan buruh ditetapkan dengan cara bagi hasil untuk semua alat tangkap yang mempekerjakan nelayan buruh Tabel 3. Tabel 2 Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan di 11 pulau di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2004 Alat Tangkap No Jaring Jaring Jaring Jaring Muroami Muroami Bubu Bubu Bagan Bagan Jaring Nama Pulau Pancing Payang Gebur Rampus Rajungan Besar Mini Tambun Besar Tancap Apung Ikan Hias Jumlah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara 1 P Panggang 190 79 25 10 15 215 50 4 85 673 2 P Pramuka 75 20 15 3 12 180 2 15 322 3 P Kelapa 130 50 20 4 3 7 240 100 30 584 4 P Kelapa Dua 25 52 2 1 2 82 5 P Harapan 85 5 15 2 3 8 100 210 2 430 6 P Sebira 15 50 1 1 2 69 Jumlah 520 277 78 21 2 6 42 735 360 40 100 2181 Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan 7 P Tidung 125 4 65 5 10 200 3 412 8 P Payung 80 15 2 1 1 120 10 229 9 P Pari 50 6 8 6 2 85 15 172 10 P Lancang 20 6 7 35 120 90 3 281 11 P Untung Jawa 270 2 1 800 1073 Jumlah 545 6 35 81 38 5 11 525 825 90 6 2167 Total 1065 283 113 102 40 11 53 1260 1185 90 46 100 4348 Sumber : Kepulauan Seribu dalam Angka 2006 26 24 27 27 Tabel 3 Jumlah nelayan dan produksi ikan konsumsi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2004 Jenis Nelayan Daerah No Nama Pulau Tetap Musiman Jumlah Penangkapan Tujuan Daerah Pemasaran Keterangan Kecamatan Kepulauan Seribu Utara 1 P Panggang 1400 145 1545 Perairan Kepulauan Seribu, TPI Muara Angke Jakarta Produksi rata-rata 2 P Pramuka 800 97 897 Bangka Belitung, Karimun Jawa, TPI Muara Baru Jakarta per bulan = 4203,4 3 P Kelapa 1850 315 2165 Bawean, Lampung, Belanahan, TPI Kamal Muara Jakarta ton : 12 bulan = 4 P Kelapa Dua 500 95 595 Tanjung Karang TPI Rawa Saban Tangerang 350,2 tonhari 5 P Harapan 645 200 845 TPI Dadap Banten 6 P Sebira 300 35 335 Untuk rata-rata per Jumlah 5495 887 6382 hari produksi = Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan 350,2 : 22 hari = 7 P Tidung 1600 300 1900 15,9 tonhari 8 P Payung 170 30 200 9 P Pari 300 80 380 10 P Lancang 600 75 675 11 P Untung Jawa 750 55 805 Jumlah 3420 540 3960 Total 8915 1427 10342 Sumber : Kepulauan Seribu dalam Angka 2006 4.1.3.2 Musim penangkapan ikan Musim penangkapan ikan di Pulau Pramuka dipengaruhi oleh musim yang berlangsung di laut. Umumnya nelayan melaut pada musim peralihan dan musim timur. Pada musim peralihan, kondisi perairan tenang, sehingga semua nelayan dari semua alat tangkap pergi melaut. Musim ini dianggap nelayan sebagai musim yang ideal, karena resiko kegagalan yang disebabkan oleh kondisi alam sedikit sekali. Nelayan juga intensif menangkap ikan untuk persiapan tidak melaut pada musim barat. Pada musim timur, nelayan pergi melaut walaupun intensitasnya tidak sesering pada musim peralihan. Hal ini disebabkan hembusan angin yang cukup kencang walaupun arus relatif tenang. Kondisi tersebut berbahaya untuk nelayan pancing yang menggunakan perahu dengan alat bantu layar. Pada musim barat, nelayan lebih memilih tinggal di rumah, karena kondisi perairan berangin kencang dan berombak besar, serta arus yang kuat. Kondisi seperti ini membahayakan keselamatan nelayan dan juga kesuksesan operasi penangkapan, karena arus yang kuat menyebabkan alat tangkap hanyut dan terbelit saat dioperasikan. Nelayan umumnya mengoperasikan bubu karang pada saat ada kesempatan atau waktu luang dan kondisi cuaca yang “teduh”, dalam arti arus dan ombak tenang. 4.1.3.3 Daerah penangkapan dan hasil tangkapan Daerah penangkapan ikan untuk nelayan Pulau Pramuka di sekitar perairan Kepulauan Seribu Tabel 2. Jarak daerah penangkapan ikan tergantung alat yang dioperasikan dan kekuatan kapal yang digunakan. Nelayan akan mengoperasikan alat tangkap dengan tujuan penangkapan ikan pelagis di perairan terbuka dengan kedalaman lebih dari 20 m. Nelayan akan mengoperasikan alat tangkap dengan tujuan ikan karang di daerah terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 m. Hasil tangkapan utama nelayan Pulau Pramuka berupa ikan-ikan karang seperti kerapu Epinephelus sp, ekor kuning Caesio sp, lencam, beronang Siganus sp, selar, tongkol, layang, kembung dan bermacam ikan hias Gambar 7. Beberapa hasil tangkapan berupa ikan karang dan pelagis, didaratkan di Muara Angke dan Muara Baru. Beberapa nelayan memilih mendaratkan hasil tangkapannya di Pulau Pramuka, karena permintaan ikan cukup tinggi. Nelayan cepat mendapatkan keuntungan, karena ikan hasil tangkapan tersebut langsung terjual habis. Ikan hias umumnya dikumpulkan oleh seseorang pengumpul yang berdomisili di Pulau Panggang. Ikan hias didapat dari nelayan-nelayan bubu dan muroami, untuk selanjutnya dijual ke perusahaan ikan hias di Jakarta Tabel 3.

4.1.4 Kondisi terumbu karang di Pulau Pramuka

Tutupan karang hidup di perairan Gosong Pramuka mempunyai nilai 24 atau berkategori ’buruk’. Prosentase Abiotic mencapai 31 yang didominasi rubble 19 mengindikasikan kerusakan telah terjadi akibat tingginya aktivitas manusia dikarenakan Gosong Pramuka ini terletak di Pusat Pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Kerusakan di sekitar pemukiman lebih banyak diakibatkan eksploitasi batu karang dan pasir, penggunaan sianida menangkap ikan dengan metode pembiusan, sedimentasi dasar laut, dan kontaminasi disposal limbah. Dalam upaya menanggulangi masalah kerusakan ekosistem karang dan produksi perikanannya serta mencari alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap pemanfaatan sumber daya di Pulau Pramuka dikembangkan karang buatan artificial reef dan teknik transplantasi karang coral transplantation Ditjen PHPA 2003. Keberadaan ikan-ikan karang yang terdapat di suatu ekosistem terumbu karang tergantung kepada karakteristik habitatnya, diantaranya meliputi kondisi terumbu karang dan parameter fisik lingkungan. Persyaratan untuk tumbuh dengan baik bagi organisme karang adalah suhu perairan antara 20-29°C sepanjang tahun, salinitas yang cukup tinggi antara 32-35‰ tingkat kecerahan yang baik dan kedalaman antara 50-70 m Nybakken 1988. Kondisi fisik perairan perlu diperhatikan untuk menentukan lokasi penempatan terumbu buatan sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil pengukuran parameter fisik di lokasi penelitian menunjukkan bahwa secara umum suhu perairan berkisar antara 29-30°C, kecepatan arus berkisar antara 0,12-0,17 mdet, kecerahan perairan berkisar antara 5-10 m dan salinitas berkisar antara 32-33‰ Tabel 4. 1 Caesio cuning 2 Epinephelus fuscoguttatus 3 Lutjanus russeli 4 Lutjanus mahogany 5 Lethrinus lencam 6 Sargocentron cornutum 7 Parupeneus barberinoides 8 Aethaloperca rogaa Gambar 7 Ikan hasil tangkapan bubu pada lokasi pemasangan terumbu buatan ban dan bambu di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu 3 November - 1 Desember 2007 9 Scarus ghobban 10 Chaetodon octofasciatus 11 Cheilinus chlorourus 12 Myripristis pralinia 13 Scolopsis margaritifer 14 Cheilinus fasciatus 15 Parupeneus heptacanthus 16 Scolopsis affinis Gambar 7 lanjutan Ikan hasil tangkapan bubu pada lokasi pemasangan terumbu buatan ban dan bambu di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu 3 November - 1 Desember 2007 17 Scolopsis bimaculatus 18 Scolopsis ciliatus 19 Scolopsis lineatus 20 Siganus suttor 21 Chaetodontoplus mesoleucus 22 Siganus virgatus 23 Apogon multitaeniatus 24 Chromis ovatiformis Gambar 7 lanjutan Ikan hasil tangkapan bubu pada lokasi pemasangan terumbu buatan ban dan bambu di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu 3 November - 1 Desember 2007 33 33 Tabel 4 Parameter fisik lokasi pemasangan terumbu buatan bambu dan ban di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada tanggal 3 November - 1 Desember 2007 Pengamatan hari ke- No Parameter yang diukur 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Rata-Rata Permukaan 1 Kecepatan arus mdet 0,13 0,13 0,12 0,12 0,14 0,17 0,15 0,14 0,15 0,13 0,14 0,13 0,13 0,13 0,13 2 Salinitas ‰ 33 32 32 32 33 33 33 32 33 32 32 32 33 33 32 32,5 30,0 3 Suhu °C 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 4 Kecerahan m 9 12 9 10 9 9 5 9 9 9 9 10 9 9 10 9,1 Kedalaman 24 meter 1 Kecepatan arus mdet 0,13 0,1 0,15 0,14 0,13 0,14 0,17 0,15 0,14 0,15 0,14 0,15 0,13 0,13 0,14 0,14 2 Salinitas ‰ 33 32 32 32 33 33 33 32 33 32 32 32 33 33 32 32,5 29,0 7,9 3 Suhu °C 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 4 Kecerahan m 9 10 7 9 8 7 5 7 7 7 7 9 8 9 9

4.1.5 Alat tangkap bubu

Proses pengambilan hasil tangkapan menggunakan alat tangkap bubu yang bertipe buton dengan rangka bubu terbuat dari bambu dan badan bubu terbuat dari kawat. Pengoerasian bubu terdiri atas tahap pemasangan setting, perendaman soaking dan pengangkatan bubu dari perairan hauling. Bubu tersebut memiliki beberapa kelebihan berikut kekurangannya. Bentuk bubu yang rata dibagian bawah memudahkan saat pemasangannya di dasar perairan dan di sela-sela gugusan karang. Bentuk mulut yang mengerucut dan posisi mulut dalam menghadap ke bawah menyulitkan ikan untuk lolos setelah masuk ke dalam bubu. Mulut bubu berbentuk bulat pada bagian luar dan mengecil terus ke dalam dengan bentuk lonjong atau oval menyerupai bentuk lingkar tubuh ikan body girth. Panjang total bubu ini 120 cm dengan tinggi 45 cm dan lebar 90 cm Gambar 6. Ukuran mata anyaman bubu 2,5 cm. Lama perendaman bubu 2 x 24 jam dengan jarak pemasangan antara bubu dengan terumbu buatan ± 30 cm pada kedalaman berkisar 21-24 meter. Penempatan terumbu buatan ban dan bambu beserta bubu di daerah berkarang di luar daerah tubir reef crest, daerah rataan pasir yang disekelilingnya terdapat karang mati dan hidup. Tempat ini umumnya menjadi lintasan renang ikan karang.

4.2 Jenis dan Komposisi Hasil Tangkapan

Ikan hasil tangkapan yang dijadikan target adalah ikan-ikan karang yang dikonsumsi oleh masyarakat. Total hasil tangkapan selama 15 kali ulangan adalah sebanyak 868 ekor. Hasil tangkapan terdiri atas 15 famili dengan 27 species. Jenis ikan yang banyak tertangkap selama pengoperasian bubu di terumbu buatan ban TB-ban dan terumbu buatan bambu TB-bambu adalah ikan dari famili caesionidae dan nemipteridae. Ekor kuning Caesio cuning dari famili caesionidae tertangkap sebanyak 221 ekor dari 567 total ekor di TB-ban 39 dan 113 ekor dari 301 ekor di TB-bambu 37,5. Dari famili nemipteridae ikan pasir selat Scolopsis affinis, Scolopsis ciliatus, Scolopsis bimaculatus, Scolopsis lineatus dan Scolopsis margaritifer tertangkap 207 ekor di TB-ban 36,5 dan 103 ekor di TB-bambu 34,2 Tabel 5. Hasil uji kenormalan menunjukkan bahwa data menyebar nomal dengan nilai p-value 0,15 5, dilanjutkan dengan uji homogenitas yang menunjukkan nilai p-value 0,345 5 yang berarti bahwa ragam homogen Lampiran 3. Analisis statistik uji t menyimpulkan bahwa jenis material terumbu buatan secara spesifik berpengaruh terhadap hasil tangkapan total per hari ulangan hauling t hit 3,6 dan t tab 1,7, α 0,05. Hasil perhitungan ’uji t’ untuk jenis ikan konsumsi bernilai ekonomis seperti ikan ekor kuning mempunyai nilai t hit 2,0 dan t tab 1,8, ikan pasir selat nilai t hit 1,8 dan t tab 1,7, ikan swangi nilai t hit -1,5 dan t tab 1,7 dan ikan beronang nilai t hit 4,1 dan t tab 1,8 pada α 0,05 Lampiran 4 dan 5. Tabel 5 Komposisi hasil tangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu di terumbu buatan 15 kali ulangan 3 November - 1 Desember 2007 di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu TB-ban TB-bambu No Famili ∑ spesies ∑ekor ∑ekor Ikan Target 1 Caesionidae 1 221 39,0 113 37,5 2 Serranidae 2 2 0,4 8 2,7 3 Lutjanidae 2 0 0,0 3 1,0 4 Lethrinidae 1 9 1,6 0,0 5 Holocentridae 2 22 3,9 35 11,6 6 Nemipteridae 5 207 36,5 103 34,2 Ikan Indikator 7 Chaetodontidae 3 6 1,1 8 2,7 8 Pomacanthidae 1 2 0,4 0,0 Ikan Mayor 9 Scaridae 1 0 0,0 2 0,7 10 Siganidae 2 52 9,2 0,0 11 Labridae 2 7 1,2 2 0,7 12 Mullidae 2 33 5,8 24 8,0 13 Apogonidae 1 5 0,9 0,0 14 Pomacentridae 1 0 0,0 2 0,7 15 Tetraodontidae 1 1 0,2 1 0,3 Total 567 301 Keterangan : TB-ban = terumbu buatan ban TB-bambu = terumbu buatan bambu

4.3 Kelimpahan Ikan Karang