Pengaruh Jenis Material Terumbu Buatan Terhadap Kelimpahan dan Komposisi Hasil Tangkapan

habitat bagi organisme fotosintetik alga, dimana ketersediaan nutrien di terumbu buatan membuat pertumbuhan organisme fotosintetik tersebut cukup baik sehingga peran alga sebagai filter CO 2 dalam proses fotosintesis tetap berjalan. Kedalaman perairan tempat kedua terumbu buatan diletakkan berkisar antara 21-24 meter. Sebagaimana pendapat Hung 1991 bahwa terumbu buatan ditempatkan pada habitat yang mengalami penurunan dan area yang memiliki produktivitas rendah, selain itu terumbu buatan dianjurkan diletakkan pada kedalaman 15-35 meter dengan maksud agar tidak dipengaruhi oleh hempasan gelombang dan badai serta masih terdapat penetrasi sinar matahari. Lebih lanjut D’Itri 1985 menyebutkan bahwa kedalaman 20-60 m sangat cocok untuk menempatkan terumbu buatan, karena pada kedalaman tersebut sangat disukai ikan dari kelompok predator. Razak dan Pauzi 1991 mengemukakan bahwa peletakan terumbu buatan mayoritas dekat dengan daratan atau pulau terdekat dengan jarak berkisar 200-500 m dari garis pantai.

5.3 Pengaruh Jenis Material Terumbu Buatan Terhadap Kelimpahan dan Komposisi Hasil Tangkapan

Berdasarkan jumlah total individu spesies yang teramati, maka kelimpahan tertinggi terjadi di TB-ban Tabel 7 dengan spesies yang mendominasi Caesio cuning. Spesies target mulai terlihat di terumbu buatan sebagai transient atau visitor setelah dua bulan pemasangan terumbu buatan dengan jumlah yang beragam setiap pengamatan. Kelimpahan spesies di masing-masing terumbu berbeda dalam hal jumlah tetapi mempunyai persamaan dalam jenisnya, beberapa jenis ikan yang terdapat di TB-ban juga berada di sekitar TB-bambu Tabel 6 dan 7. Sebagaimana hasil penelitian terdahulu ikan- ikan yang dijumpai terumbu buatan adalah Lutjanidae, Serranidae, Caesionidae, Haemulidae, Siganidae, Scaridae, Carangidae dan Pomacentridae Razak dan Pauzi 1991; Hutomo 1991; Hung 1991. Lebih lanjut Hung 1991 menambahkan Serranidae, Carrangidae, Caesionidae dan Snappers banyak ditemukan di jenis modul ban berdasarkan pengamatannya di Malaysia. Menurut Rilov dan Benayahu 1998, penciptaan terumbu buatan yang terencana dengan baik akan memberikan shelter alternatif, dimana dapat merekrut juveniles dan ikan-ikan muda, kemudian memperbesar keseluruhan populasi ikan. Fluktuasi kelimpahan ikan dapat disebabkan oleh berbagai faktor luar terutama faktor makanan dan waktu makan dari ikan, kondisi perairan yang bergelombang akibat angin menyebabkan terjadinya turbulensi sehingga air menjadi keruh dan ikan sulit untuk melihat makanan yang berada di terumbu buatan Bortone et al. 2000; Rachmawati 2001. Pengambilan data panjang dan berat ikan hasil tangkapan dilakukan pada seluruh jenis ikan yang tertangkap, yaitu panjang dan berat ikan yang dikonsumsi dan ikan hias yang dijual oleh nelayan setempat. Secara umum ikan yang tertangkap oleh bubu memiliki berat dan ukuran yang hampir sama untuk setiap jenisnya. Ini membuktikan bahwa sifat ikan karang adalah hidup atau tinggal secara berkelompok menurut jenis dan ukuran tertentu. Hasil tangkapan pada TB-ban dan TB-bambu didominasi spesies Caesio cuning Tabel 5, yang menunjukkan bahwa hasil tangkapan sama dengan kelimpahan spesies yang mendominasi di sekitar terumbu buatan. Hal ini diduga karena kelimpahan dan biomassa spesies Caesio cuning tinggi di daerah yang bersangkutan dan lokasi penempatan terumbu buatan merupakan swimming layer dari spesies ini yaitu kedalaman 60 meter. Hasil tangkapan ikan target, indikator dan mayor di TB- ban 71 dari kelimpahan ikan TB-ban. Untuk hasil tangkapan ikan target, indikator dan mayor di TB-bambu 74 dari kelimpahan ikan di TB-bambu. Dari perbandingan hasil tangkapan dengan kelimpahan ikan di kedua terumbu buatan menunjukkan bahwa terumbu buatan dapat digunakan sebagai daerah penangkapan ikan. Berdasarkan hasil perhitungan, terdapat perbedaan jumlah hasil tangkapan baik dari segi jumlah ekor maupun berat yang diperoleh. Perbedaan ini tidak terlepas dari adanya bahan material yang berbeda pada terumbu buatan. Pada hasil analisis statistik diperoleh hasil yang ‘berbeda nyata’ t hi t 3,6 dan t tab 1,7, α 0,05 antara hasil tangkapan total di TB-ban dan TB-bambu Lampiran 4 dan 5. Dimana hasil tangkapan di TB-ban mempunyai jumlah hasil tangkapan yang lebih besar dibanding TB-bambu. Hal ini disebabkan model konstruksi TB- ban lebih variatif, dalam hal ini jumlah celah atau lubang yang dimiliki cukup banyak. Begitu juga untuk keempat jenis ikan konsumsi yang dianalisis menunjukkan hasil yang ‘berbeda nyata’ kecuali untuk ikan swanggi t hit t tab . Ini menunjukkan bahwa TB-ban mampu atau efektif dalam mengumpulkan ikan. Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa terumbu buatan yang dibuat dari ban mobil bekas pertama kali dikonstruksi oleh Silliman University Marine Laboratory pada tahun 1977 di Dumaguete City untuk memonitor produktivitas ikan Miclat dan Miclat 1989. Razak dan Pauzi 1991 menyatakan bahwa ban tidak terdegradasi di laut dan tidak beracun. Ban sangat baik bagi substrat penempel habitat baru ikan dan berbagai biota laut. Sebaliknya, ban bekas di Eropa diduga sebagai sumber polusi polluting leachate yang potensial sehingga jarang digunakan. Di Amerika lebih menekankan pada material opportunity seperti lambung kapal, beton sisa, ban mobil, stone rubble dan kerangka bekas anjungan pengeboran minyak lepas pantai Stone et al. 1991. Kelebihan bahan bekas sering diperoleh dengan tanpa biaya dan tanpa modifikasi berarti dalam penebaran, kecuali hanya membersihkan bahan-bahan yang mungkin membahayakan lingkungan Woodhead et al. 1985. Tingginya kelimpahan dan hasil tangkapan spesies di TB-ban, diduga berkaitan dengan ukuran rongga shelter yang lebih kecil dan lebih kompleks dibanding TB-bambu Gambar 3 dan 4. Beberapa studi yang menunjukkan bahwa ukuran rongga hole size dan jumlahnya mempengaruhi assemblages Bortone dan Kimmel 1991. Walsh 1985 menemukan komposisi rongga hanya berpengaruh kecil terhadap assemblages pada siang hari, tetapi penting bagi ikan pada malam hari sebagai tempat berlindung di lepas pantai Hawai. Shulman 1984 juga menemukan bahwa rongga mampu menghindarkan ikan dari predator, kemudian meningkatkan rekrut juvenile, jumlah spesies dan densitas total ikan pada terumbu kecil di Kepulauan Virgin. Studi lain mengindikasikan bahwa terumbu dengan rongga ukuran besar kurang memberikan perlindungan terhadap ikan-ikan kecil dari predator, sehingga kelimpahan ikan dan keragaman spesiesnya rendah Shulman 1984; Hixon dan Beets 1989. Ogawa 1982 melaporkan bahwa ikan tidak akan menempati rongga dengan ukuran bukaan 2 m atau lebih, dan merekomendasikan bukaan rongga yang terbaik untuk tujuan perikanan adalah berkisar antara 0,15 m sampai 1,5 m. Untuk analisis berat hasil tangkapan pada TB-ban dan TB-bambu tidak memberikan beda yang nyata terhadap berat hasil tangkapan. Tidak adanya perbedaan yang nyata dapat disebabkan oleh keseragaman ukuran tiap jenis ikan yang tertangkap, sehingga dapat dipastikan jumlah jenis ikan yang tertangkap dalam satu bubu akan diikuti dengan jumlah berat ikan yang hampir sama untuk setiap jenis. Sehingga dapat dikatakan jumlah hasil tangkapan berbanding lurus dengan berat hasil tangkapan bubu untuk setiap jenis ikan. Spesies yang muncul pada pengamatan di kedua terumbu buatan tidak selalu menjadi hasil tangkapan bubu. Kemungkinan spesies tersebut terdesak oleh competitor dan predator, atau hanya menggunakan terumbu buatan sebagai habitat sementara dan berpindah ketika shelter tidak sesuai lagi dengan ukuran tubuhnya. Hal ini mungkin juga berkaitan dengan ukuran unit volume rangka terumbu yang dikontruksi relatif kecil yaitu hanya 1,3 m 3 , sehingga kurang memadai sebagai shelter permanen. Terumbu ukuran kecil memang mempunyai keterbatasan nilai sebagai nursery ground dan sebagai sumber peningkatan produksi Moffit et al. 1989. Untuk keseimbangan produksi ikan, maka terumbu yang lebih besar akan lebih efektif dalam menawarkan peningkatan habitat, dan menyanggah kondisi lingkungan yang merugikan Ambrose dan Swarbrick 1989. Kurangnya spesies residen di terumbu buatan, juga berkaitan dengan ukuran unit dan kompleksitas terumbu. Tingkah laku ikan dapat berbeda diantara terumbu, misalnya suatu spesies mungkin residen pada terumbu yang besar, tetapi hanya sebagai transient visitor pada struktur terumbu kecil, karena tidak ada sumber makanan dan shelter yang memadai untuk mendukung suatu populasi permanen, atau dapat juga ikan akan berpindah-pindah di antara habitat terumbu yang berdekatan Bohnsack et al. 1991. Tersedianya rongga-rongga besar, menyebabkan peningkatan kelimpahan ikan-ikan ukuran besar, khususnya dimana mangsanya terkonsentrasi di daerah dekat terumbu Eggleston et al. 1990; 1992, yang kemudian pada gilirannya menurunkan populasi ikan-ikan kecil. Tingkat survival mangsa dalam skenario ini dapat menjadi lebih tinggi di daerah jauh dari terumbu daripada di dekat terumbu Eggleston et al. 1994. Rongga-rongga kecil dengan ukuran hanya beberapa cm telah menunjukkan berperan penting untuk survival juvenile ikan-ikan karang Shulman 1984; Hixon dan Beets 1989; Bohnsack et al. 1994. Disadari bahwa kelimpahan dan hasil tangkapan Tabel 5-7 berbagai spesies ikan di terumbu buatan, tidak secara nyata menggambarkan assemblages spesies di terumbu buatan, karena berbagai kendala teknis dan singkatnya waktu pengamatan short-term monitoring. Jumlah individu dan biomassa ikan mungkin diestimasi terlampau tinggi atau sebaliknya, dimana kondisi lingkungan disekitarnya kurang dipertimbangkan. Setiap metode mengklasifikasikan assemblages memiliki bias, seperti dalam mencatat ikan secara taksonomi sederhana. Sebagai contoh, perubahan ukuran tubuh ikan seiring dengan pertumbuhan, dapat mengaburkan perubahan ontogenetic niche secara drastis, karena perubahan ekologi dan morfologi individual Bohnsack et al. 1991, dimana perubahan ontogenetic tersebut dapat berlanjut terus atau terhenti mendadak, tetapi sering bergantung pada jenis spesies ikan. Ukuran spesies target kurang dari 9 cm sulit sekali dikenali secara taksonomi dalam penelitian ini, karena disamping liar, bentuk dan warnanya kadang-kadang sangat berbeda dengan ikan dewasa, sehingga biota tersebut dikategorikan sebagai criptic spesies dan diabaikan. Bahkan Bortone dan Kimmel 1991 mengungkapkan bahwa penyelam terlatih sekalipun akan kesulitan dalam menentukan kelompok ukuran 5 cm secara tepat. Beberapa jenis ikan yang sering bergerombol tetapi bergerak cepat, juga sangat sulit didekati pada jarak 5 m, dan segera melarikan diri dengan adanya kehadiran penyelam shy of scuba divers. Menurut Nybakken 1992, ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme yang mencolok yang dapat ditemui di sebuah terumbu karang. Kecenderungan dari ikan-ikan karang adalah mereka tidak berpindah-pindah dan selalu berada pada daerah tertentu dan sangat terlokalisasi walaupun masih banyak luasan terumbu yang lain. Famili Caesionidae merupakan jenis ikan konsumsi yang melimpah di sekitar terumbu buatan dan paling banyak tertangkap menggunakan alat tangkap bubu. Caesio biasanya ditemukan menggerombol schooling dalam jumlah besar bahkan sampai beberapa ratus ekor. Famili ini merupakan pemakan zooplankton yang berada di atas terumbu karang. Melimpahnya ikan dari famili ini disekitar terumbu buatan dan hasil tangkapan diduga karena terumbu buatan dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat karena sifat ikan dari famili ini yang bermigrasi secara kelompok. Sebagaimana dikemukakan oleh Mottet 1981 berkaitan dengan fungsi terumbu buatan sebagai tempat hidup ikan karang dibagi menjadi tiga kategori besar dimana spesies caesio termasuk dalam kategori pertama yaitu ikan migrator permukaan dan kolom air migratory surface and mid water fish. Selain itu di perairan pulau Pramuka jenis ikan Caesio cuning memiliki schooling yang besar dan memiliki penguasaan territorial tinggi. Rata-rata ukuran ikan ekor kuning Caesio cuning yang tertangkap adalah pada kisaran panjang 22-25 cm atau dengan ukuran nelayan setempat 5 ekor dalam 1 kg Gambar 9. Ikan ekor kuning pada umumnya mencapai tahap dewasa pada ukuran 25-45 cm dan pada selang ukuran 33-46 cm atau 2 ekor dalam 1 kg baru merupakan ukuran tangkap yang optimal, dalam arti memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi. Ikan konsumsi dari famili Nemipteridae merupakan hasil tangkapan yang mendominasi kedua setelah Caesionidae. Famili Nemipteridae pasir selat hidup soliter atau dalam group kecil. Mempunyai warna terang dan kelihatan selalu diam tapi bila terusik berenang dengan cepat. Makanan terdiri dari invertebrate kecil, cacing dan binatang bentik lainnya. Famili ini mencari makan di daerah berpasir dengan mematuk-matuk dasar. Ikan dari famili ini termasuk diurnal dan malam hari beristirahat diantara karang. Diduga malam hari banyak berlindung di terumbu buatan dan tertangkap bubu karena sifat tigmotaksis, ikan langsung berenang disekeliling bubu pada saat bubu dipasang. Spesies ikan dari famili Nemipteridae yang banyak tertangkap adalah genus Scolopsis. Ukuran maksimal dari genus Scolopsis 25 cm. Scolopsis yang tertangkap selama pengoperasian bubu berada pada kisaran panjang 9-22 cm. Ukuran yang banyak tertangkap pada kisaran panjang 13-14 cm Gambar 9. Ikan konsumsi dari famili Holocentridae swanggi terkenal dengan sebutan nocturnal predator atau predator malam hari. Ikan ini aktif mencari makan pada malam hari dan dilengkapi oleh mata yang besar untuk beradaptasi di kegelapan. Ikan ini terkenal dengan perilaku teritorial yang tinggi, hidup menyendiri sesama jenis dan menguasai wilayah karang tertentu. Penyebab tertangkapnya ikan ini diduga karena tempat pemasangan bubu merupakan wilayah teritorial mereka. Penentuan layak tangkap untuk ikan swanggi dari famili Holocentidae yang merupakan ikan konsumsi masyarakat juga berdasarkan ukuran panjangnya. Ukuran panjang maksimum swanggi adalah 20 cm www.fishbase.org. Swanggi yang tertangkap saat penelitian memiliki kisaran panjang 11-18 cm. Ukuran swanggi yang banyak tertangkap berada pada kisaran 11-12 cm Gambar 9. Length at first maturity dari swanggi berukuran 17,5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa swanggi yang tertangkap belum sepenuhnya layak tangkap. Hal ini mungkin disebabkan kedalaman pemasangan bubu yang bukan habitat dari swanggi berukuran besar. Ikan konsumsi dari famili Siganidae mudah dikenali dengan bentuk tubuh pipih, mulut yang tebal dan duri-duri dorsal dan anal yang keras. Umumnya berwarna cerah dengan corak yang khas. Ikan ini umumnya merupakan herbivor pemakan alga. Famili ini mencari makan dalam kelompok yang besar namun terkadang hidup soliter atau berpasangan Burgess 1973. Hidup di kedalaman 20-50 meter www.fishbase.org sehingga menjadi salah satu spesies yang mendominasi hasil tangkapan. Penentuan layak tangkap beronang Siganus sutor didasarkan pada ukuran panjangnya. Ukuran panjang maksimum beronang adalah 35 cm Dirjen Perikanan 1979; FAO 1988; www.fishbase.org. Panjang beronang yang siap memijah berukuran mulai dari 19,8 cm Madeali 1985. Beronang yang tertangkap selama pengoperasian bubu pada kisaran 11- 20 cm. Ukuran yang banyak tertangkap selama pengoperasian bubu berada pada kisaran panjang 19-20 cm Gambar 9. Ikan dari famili Scaridae adalah ikan diurnal, yaitu ikan yang aktif pada siang hari. Ikan ini termasuk dalam ikan herbivora pemakan karang yang hidup secara bergerombol untuk mencari makan. Tertangkapnya ikan-ikan dari famili Scaridae mempunyai presentase kecil diduga karena ikan ini hidup bergerombol di perairan dengan kedalaman yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat pemasangan bubu dan terumbu buatan. White 1987 mengemukakan bahwa ikan kakatua parrot fish memiliki pengaruh besar terhadap erosi karang dan perubahan susunan pasir. Satu ekor ikan dewasa diperkirakan mampu merusak 500 kg pasir per tahun pada terumbu. Ikan dari famili Pomacentridae adalah jenis ikan omnivora pemakan segalanya dari ganggang sampai anemon, dan dari siput laut sampai ikan yang aktif mencari makan pada siang hari terdapat di semua laut tropis dan penyebarannya luas Depdikbud 1992, TERANGI 2004. Ikan kepe-kepe dari famili Chaetodontidae juga tertangkap, namun dalam jumlah kecil. Ikan omnivora ini memiliki mulut kecil yang giginya digunakan untuk mematuk cacing kecil dan hewan tidak bertulang belakang lainnya dari celah batu karang. Famili Chaetodontidae dan Pomacanthidae terkenal akan keindahan warnanya. Famili Chaetodontidae memakan hard coral dan soft coral, alga, zoantharians, tunicates dan gorgonian. Kedua famili aktif mencari makan di siang hari, umumnya berpasangan dan monogami. Kedua famili memiliki dan mempertahankan daerah teritorialnya Allen 1987 Ikan-ikan dari famili Labridae atau lebih dikenal dengan sebutan ikan bibir karena memiliki bibir yang dapat disembulkan. Ikan ini merupakan ikan omnivora yang sering memakan kerang-kerangan dengan cara menyembulkan mulutnya keluar. Mangsanya berupa moluska, cacing, krustacea dan ikan kecil Allen 1987. Selanjutnya ikan dari famili Serranidae yaitu ikan kerapu Epinephelus sp merupakan ikan predator ganas yang memangsa ikan-ikan pada struktur trofik yang lebih rendah dan aktif mencari makan pada malam hari sampai menjelang subuh. Ikan ini diduga tertarik oleh bubu karena sifat tigmotaksis ikan yang selalu ingin bersembunyi di karang dan menunggu mangsanya lewat. Sehingga pendapat Gunarso 1985 bahwa penyediaan tempat-tempat bersembunyi maupun berlindung ikan-ikan, sebagai salah satu jenis pikatan cukup beralasan dan sudah lama dipraktekkan nelayan. Hal tersebut tidak hanya meliputi berbagai bentuk seperti gua-gua agar ikan dapat berlindung dan bersembunyi, tetapi juga berupa tempat-tempat berteduh dan berbagai tempat tertentu agar ikan dapat berkumpul.

5.4 Pengaruh Perifiton Terhadap Kelimpahan Dan Komposisi Hasil Tangkapan