4.3 Aspek Reproduksi 4.3.1 Nisbah kelamin
Perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, dengan kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu rasio 1:1 Bal dan Rao, 1984. Data perbedaan nisbah
kelamin ini selanjutnya digunakan untuk menduga tingkah laku pemijahan. Data nisbah kelamin ikan bilis yang diamati dapat terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rasio kelamin
Bulan Jumlah
contoh Jumlah
Jantan Jumlah
Betina Rasio
kelamin Mei
45 26
19 1,3684
Juni 30
12 18
0,6667 Juli
30 17
13 1,3077
Jumlah 105
55
50
1,1
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa rasio kelamin ikan contoh yang di dapat selama penelitian terjadi perubahan rasio, pada bulan Mei rasio kelamin yang diperoleh
sebesar 1,3684 jantan lebih banyak dibandingkan betina, sedangkan pada bulan Juni diperoleh rasio kelamin sebesar 0,6667 yang berarti betina lebih banyak dibandingkan
jantan, dan pada bulan Juli jumlah jantan kembali lebih banyak dibandingkan jumlah betina dengan rasio kelamin sebesar 1,3077. Terjadi penyimpangan rasio kelamin dari
batas ideal 1:1, Selain itu penyimpangan rasio kelamin ditemukan juga pada ikan kresek Thryssa mystax Fatimah,
2006. Penyimpangan yang terjadi dari pola 1:1
disebabkan oleh pola tingkah laku bergerombol antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan, pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan
makanan, kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, dan keseimbangan rantai makanan Bal dan Rao, 1984; Effendie, 2002.
4.3.2 Tingkat Kematangan Gonad
Pengamatan tingkat kematangan gonad ikan betina dilakukan dengan dua cara yaitu cara morfologi dan cara histologis. Sedangkan pada ikan jantan pengamatan hanya
dilakukan dengan cara morfologi saja yaitu dengan melihat perkembangan gonad dari
penampakan luarnya seperti warna, bentuk dan ukuran. Hal ini dikarenakan penelitian ini lebih difokuskan terhadap ikan betina.
Tahap perkembangan kematangan gonad ikan betina baik secara morfologis maupun secara histologis dapat terlihat pada Gambar 11, yaitu sebagai berikut :
Tahap I : Awal pertumbuhan Tidak Masak
Secara morfologi ovarium berbentuk memanjang. Ukuran sel telur relatif kecil dan belum terlihat jelas oleh mata telanjang. Secara histologis, ovarium didominasi oleh
oogonium dan dijumpai telah adanya oosit primer hasil dari perkembangan oogonium. Belum dilapisi selaput folikel. Inti sel nukleus terletak di tengah dan bentuknya bulat
serta dikelilingi oleh sitoplasma.
Tahap II : Berkembang Tidak Masak
Secara morfologi, ovarium berwarna merah jambu, pembuluh darah masih belum terlihat jelas. Ovarium berwarna lebih kuning dari pada TKG I. Sel telur masih
belum terlihat jelas oleh mata telanjang. Secara histologis, Ovarium didominasi oleh oosit primer, masih ditemukan oogonium, terlihat adanya lapisan folikel. Tahap awal
terjadinya proses vitellogenesis.
Tahap III : Dewasa Hampir Masak
Secara morfologi, ovarium berwarna merah jambu sampai kekuningan, butir telur sudah dapat dilihat oleh mata telanjang namun diameternya lebih kecil dan
pembuluh darah mulai terlihat. Secara histologis, oogonium dan oosit sekunder masih ditemukan dan oosit sekunder berkembang menjadi oosit. Butir kuning telur yolk egg
dan vakuola minyak terlihat jelas yang menyebar dari sekitar nukleus yang mengarah ke tepi.
Tahap IV : Matang Masak
Secara morfologi, ovarium makin membesar berwarna kuning kemerah- merahan, pembuluh darah jelas, telur terlihat jelas, keadaan telur masak berukuran besar
berwarna terang. Secara histologis, Ovarium didominasi oleh ovum, inti sel terlihat jelas, butir minyak tersebar di sekitar inti sel.
Gambar 11. Histologis Gonad TKG I, II, III, dan IV ikan Bilis T. hamiltonii
Keterangan : N = Nukleus; Si = Sitoplasma; Os = oosit; Ot = Ootid; Ov = Ovum; Bm = Butir minyak; Bk = butir kuning telur
Berdasarkan perkembangan gonad betina secara histologis terlihat bahwa ikan T. hamiltonii
memiliki tipe perkembangan oosit group-synchronous yaitu ovarium memiliki dua kelompok oosit dengan tingkat kematangan yang berbeda Murua, 2003.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa ikan bilis sedang dalam musim pemijahan pada waktu penelitian dan mengalami puncak pemijahan pada bulan Mei. Hal ini
terlihat dari ikan hasil tangkapan pada bulan Mei yang didominasi oleh ikan yang matang gonad TKG IV.
Berdasarkan Gambar 12, yaitu frekuensi TKG ikan bilis betina yang tertangkap di teluk Palabuhanratu bulan Mei - Juli dengan menggunakan kelompok ukuran panjang,
terlihat ikan Bilis betina TKG IV ditemukan pertama kali pada kelas ukuran 110-113 mm. Terlihat tingkat kematangan gonad yang lebih besar didapat pada ikan dengan
Posterior
ukuran panjang yang juga makin besar. Dengan mengetahui TKG ikan, kita selanjutnya dapat mengetahui perbandingan antara ikan yang berada diperairan, ukuran atau unsur
ikan pertama kali matang gonadnya, dan apakah ikan sudah memijah atau belum Nikolsky, 1963.
Gambar 12. TKG ikan bilis betina berdasarkan selang kelas panjang
Gambar 13. Persentase TKG berdasarkan bulan pengamatan
Persentase TKG ikan pada tiap bulan ditunjukan pada Gambar 13. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa selama penelitian, ikan bilis betina dengan TKG IV
ditemukan disetiap bulannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa musim pemijahan ikan bilis adalah sepanjang tahun. Jumlah ikan betina yang teridentifikasi tingkat
kematangan gonadnya sebanyak 50 ekor, yaitu TKG I ditemukan sebanyak 1 ekor , TKG II sebanyak 23 ekor, TKG III sebanyak 13 ekor, dan TKG IV sebanyak 13 ekor.
Persentase terbesar ditemukannya gonad betina TKG IV terdapat pada bulan Mei yaitu sebesar 36.8421, sebanyak 7 ekor dari 19 ekor ikan yang dibedah. Ada dua faktor
yang mempengaruhi perkembangan gonad, yaitu faktor lingkungan dan hormon Affandi dan Tang 2000.
Untuk mengetahui ukuran pertama kali matang gonad, data TKG diolah dengan menggunakan rumus Spareman Karber Lampiran 8. Sehingga didapatkan ukuran
pertama kali matang gonad pada selang kelas 126-129 mm yaitu pada ukuran 127.9875±0.0131. Hasil penelitian Juraida 2004 menunjukan ukuran pertama kali
matang gonad ikan tetet betina sebesar 86-100 mm. Perbedaan ukuran ikan pertama kali matang gonad ini dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor luar dan faktor dalam.
Beberapa faktor yang diduga dapat menjadi penyebab perbedaan pencapaian ukuran pertama kali matang gonad, seperti sifat genetik populasi, perbedaan letak wilayah
latitude, kualitas perairan, dan besarnya tekanan penangkapan. Selain itu kematangan gonad berhubungan dengan pertumbuhan dan faktor lingkungan terutama ketersediaan
makanan baik secara kualitas maupun kuantitas Toelihere 1985 in Affandi dan Tang 2000. Effendie 1997 menyatakan faktor yang mempengaruhi pertama kali ikan
matang gonad ada dua yaitu faktor luar seperti suhu dan arus serta faktor dari dalam seperti umur, jenis kelamin, sifat-sifat fisologis ikan seperti kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan serta ukuran.
4.3.3 Indeks kematangan gonad