Ruang Lingkup dan Keterbatasan

berumur 40 tahun, rumahtangga dengan kepala rumahtangga petani, dan rumahtangga di daerah pedesaan, meningkatkan diversifikasi gizi rumahtangga. Sebaliknya, semakin berpendidikan kepala rumahtangga dan rumahtangga yang hanya mengonsumsi pangan produksi sendiri memiliki permintaan diversitas pangan yang lebih rendah. Penelitian Thiele Weiss 2003 menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Diversifikasi pangan rumahtangga dipengaruhi oleh variasi pendapatan, jumlah anak berumur 7-17 tahun, jenis kelamin dan status pria lajang membeli produk pangan dengan jenis lebih sedikit, dan daerah tinggal pangan lebih terdiversifikasi pada rumahtangga di kota besar. Taruvinga et al. 2013 menemukan bahwa berdasarkan status diversifikasi gizi rumahtangga di perdesaan, diversifikasi gizi yang rendah didefinisikan dengan pangan pokok berpati biji-bijian, bumbu dengan mengorbankan sumber protein daging, ikan, telur, sayuran. Berdasarkan hasil empiris diketahui bahwa faktor yang berpengaruh positif dalam mencapai diversifikasi gizi yang tinggi adalah partisipasi dalam skema irigasi, gender, pendidikan, pendapatan, kepemilikan kebun di rumah dan hewan ternak kecil.

2.4. Model AIDS Elastisitas Permintaan

Penelitian Kumar et al. 2011 mengestimasi pengaruh pendapatan dan harga pangan terhadap diversifikasi pangan rumah tangga melalui elastisitas permintaan rumah tangga. Analisis ini dilakukan menggunakan model ekonometrika Quadratic Almost Ideal Demand System QUAIDS dengan kerangka anggaran multi-tahap dan model non ekonometrika Food Characteristic Demand System FCDS. Hasil efek harga dan pendapatan yang positif menunjukkan bahwa peningkatan inflasi harga pada padi-padian akan menyebabkan peningkatan padi-padian kasar barang inferior untuk kebutuhan pangan akan meningkat. Efek harga akan lebih mendominasi dibandingkan efek pendapatan, sehingga inflasi harga murni jumlah dari elastisitas pendapatan dan harga akan negatif untuk hampir semua komoditas pangan bergizi tinggi. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan inflasi harga pangan berpengaruh pada diversifikasi pangan komoditas pangan non padi-padian dan menyebabkan konsumen yang kurang gizi. Penelitian Shimeles Delelegn 2013 juga menggunakan model linear- AIDS dan QUAIDS, yang diestimasi dengan metode 3 Stage Least Square 3SLS. Ketika peneliti menggunakan asumsi keputusan konsumsi barang lain tidak dipengaruhi independent oleh keputusan konsumsi biji-bijian, diketahui bahwa di perdesaan teff merupakan barang mewah sedangkan jagung dan gandum merupakan kebutuhan pokok. Adapun di perkotaan teff dan gandum merupakan kebutuhan pokok, sedangkan jagung masuk sebagai komoditas inferior. Ketika barang lain dimasukkan ke dalam model diketahui bahwa di perdesaan teff dan gandum termasuk barang mewah, serta jagung merupakan barang pokok. Sedangkan di perkotaan teff, gandum, dan jagung menjadi kebutuhan pokok.Secara keseluruhan, hasil penelitian Shimeles Delelegn 2013 menunjukkan bahwa permintaan terhadap teff, jagung, dan gandum elastis, dengan bukti kemampuan substitusi terutama antara teff dan gandum. Di perkotaan ketiga jenis biji-bijian ini cenderung merupakan barang pokok, dan secara relatif inelastis harga. Penelitian Musyoka et al. 2014 dilakukan untuk menganalisis dampak kesejahteraan akibat pengurangan tarif impor biji-bijian di Kenya dengan menggunakan QUAIDS. Studi ini menemukan bahwa di perdesaan pangan yang bersifat elastis adalah pangan kelompok kacang-kacangan, susu, dan sorgum jawawut, sedangkan pangan kelompok daging termasuk barang inelastis. Adapun di daerah perkotaan pangan dengan elastisitas harga sendiri tinggi adalah pangan kelompok sorgum jawawut, susu, buah, dan gula. Peneliti menemukan bahwa rumah tangga di perkotaan dan perdesaan akan meningkatkan konsumsi gandum sebesar 1.04 persen dan daging sebesar 1.02 persen jika pengeluaran pangan meningkat sebesar 1.00 persen. Komoditas pangan lebih responsif terhadap harga sendiri own price elasticities daripada harga barang lain. Pengurangan tarif impor akan menguntungkan rumah tangga perkotaan, terutama bagi rumah tangga yang miskin. Rumah tangga miskin di perkotaan akan lebih diuntungkan daripada rumah tangga miskin di perdesaan, diduga diakibatkan tingkat partisipasi di pasar yang lebih tinggi. Pengurangan tarif impor jagung, gandum, dan beras tidak hanya meningkatkan konsumsi jenis biji-bijian tersebut, namun juga akan mengakibatkan peningkatan konsumsi daging dan ikan, serta buah-buahan dan sayur-sayuran, di segmen perdesaan dan perkotaan. Asikin et al. 2009 melakukan penelitian mengenai manfaat program bantuan langsung tunai terhadap ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Karangasem dan Buleleng, Bali. Salah satu model yang digunakan oleh peneliti adalah model linear additif AIDS LAAIDS dengan menggunakan a second order Taylor approximation. Dalam penelitian ini peneliti hanya menerapkan restriksi adding up saja, sedangkan restriksi simetri dan homogenitas tidak diterapkan.