Surfaktan Natrium Lignosulfonat NLS

17 Beberapa penelitian modifikasi lignin yang telah dilakukan antara lain: 1 Dilling, 1989 US patent 5,043,435 melakukan sulfonasi lignin menggunakan oleum xH 2 0 ySO 3 menjadi lignosulfonat. Lignin disulfonasi dengan oleum, pada suhu dibawah 40 o C selama 4 jam pada tekanan atmosfir, dan proses berlangsung pada pH 6,3 – 7. 2 Gargulak, 2001 US Patent No. 6,238,475, memodifikasi lignin menjadi ammonium lignosulfonat melalui reaksi oksidasi dengan ammonium hidroksida, serta sulfonasi. Ammonium lignosulfonat berfungsi sebagai bahan pendispersi, dengan efek memperlambat ikatan pada beton dan mengatur gelembung udara dalam beton set retarding and air entraining. 3 Syahmani 2001 melakukan sulfonasi dan asetilasi lignin dari TKKS pada suhu 100 O C dan pH 5, yang berfungsi sebagai bahan perekat partikel urea untuk memperbaiki sifat anti-craking dan anti-dusting. 4 Yasuda dan Matsushita 2004 melakukan sulfonasi lignin dengan asam sulfat dan phenol proses hidrolisis membentuk lignosulfonat dan mengevaluasi lignosulfonat sebagai bahan pendispersi pada pasta gipsum

2.4 Surfaktan Natrium Lignosulfonat NLS

Surfaktan merupakan senyawa organik yang didalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik suka air, merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik benci air, merupakan bagian non polar. Kepala dapat berupa anionik, kationik, nonionik dan amphoterik sedangkan ekor berupa rantai linier hidrokarbon atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang lebih luas dan beragam di dalam industri Hui, 1996 ; Hasenhuiellt, 1997. Beberapa contoh struktur molekul surfaktan yaitu surfaktan anionik seperti: sulfat -OSO 2 O - , sulfonat -SO 2 O - , dan karboksilat -COO - ; surfaktan kationik seperti: ammonium -NH 3 + , pyridinium –NC 6 H 5 + ; surfaktan nonionik seperti: digliserida {-CH 2 CHO - CH 2 OH}, dietanolamida {-NCH 2 CH 2 OH 2 } dan surfaktan amphoter seperti: amin oksida -N + -O - , sulfobetain {- 18 N + CH 2 x CH 2 SO 3 - }. Gambaran struktur molekul surfaktan pada peristiwa penurunan tegangan permukaan dan antar muka disajikan pada Gambar 2.6 Rosen dan Dahanayake, 2000. Karakteristik dan kinerja surfaktan dapat digolongkan dalam beberapa jenis yaitu sebagai wetting dan waterproofing yang bekerjanya karena terjadinya penurunan tegangan permukaan dan antar muka; foaming yang menimbulkan pembusaan pada detergen; emulsifikasi yang bekerja pada cairan yang saling tidak larut sehingga menjadi saling larut; dispersi yang bekerja sebagai penyebar pada sistem dispersi partikel seperti pada pasta gipsum dan pasta semen. Aplikasi surfaktan sebagai bahan aditif yang penting untuk beberapa industri seperti industri sabun dan deterjen, industri tekstil, industri karet dan plastik, industri kosmetik, industri pangan, bahan perekat untuk papan gipsum, sebagai bahan pendispersi pada industri bahan konstruksi, dan lain-lain Rosen dan Dahanayake, 2000. Dengan banyaknya kebutuhan dan penggunaan surfaktan untuk berbagai keperluan industri sehingga surfaktan memiliki nilai jual yang tinggi. Persentase pasar surfaktan untuk berbagai aplikasi didunia adalah sebagai produk pembersih sebesar 52,9 , tekstil dan kulit 8,4 , konstruksi 5,5 , perminyakan 5,1 , polimerisasi emulsi 3,4 , pangan 2,3 , peptisida 2,3 , industri cat 1,9 , Gambar 2.6 a Orientasi dari molekul surfaktan teradsorpsi pada antar muka air dan udara. b Orientasi dari molekul surfaktan teradsorpsi antara larutan nonpolar dan larutan polar. 19 industri kertas 1,4 , industri plastik 0,5 , bahan peledak 0,1 serta lainnya 6,2 sumber: www.chemsoc.org Natrium lignosulfonat NLS termasuk surfaktan anionik karena memiliki gugus sulfonat dan garamnya -NaSO 3 - yang merupakan anion kepala dan gugus hidrokarbon merupakan ekor. Struktur inilah yang menyebabkan meningkanya sifat hidrofilitas NLS sehingga mudah larut dalam air. Menurut ASTM Standard C 494-79 spec for water reducing admixtures for concrete, natrium lignosulfonat NLS adalah bahan tambahan kimia termasuk jenis water reducing admixture WRA atau plasticizer. Prinsip dari komponen aktif bahan tambahan kimia jenis WRA adalah sebagai surfaktan anionik yang memiliki kemampuan sebagai bahan pendispersi dispersant pada berbagai sistem dispersi partikel pasta semen dan gipsum. Pemberian NLS dalam sistem partikel akan menghasilkan pembatas elektrik yang mencegah bersatunya partikel-partikel pasta semen dan gipsum tersebut, sehingga sistem dispersi berlangsung sempurna. Pengurangan atau penghilangan pambatas elektrik menyebabkan terjadinya flokulasi Rosen dan Dahanayake, 2000. Penambahan NLS sebagai bahan pendispersi dispersant pada pasta gipsum maupun pasta semen tersebut menyebabkan penurunan viskositas, sehingga luas permukaan menjadi besar terdispersi dan meningkatkan kelecakanslam slump tanpa penambahan air sehingga mempercepat pengerjaan setting time dan kuat tekan strength akan lebih tinggi Neville, 1981. Neville menggambarkan pasta gipsum terflokulasi tanpa NLS dan pasta gipsum terdispersi dengan NLS disajikan pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8 Gambar 2.8 Pasta gipsum terdispersi dengan NLS. Gambar 2.7 Pasta gipsum terflokulasi tanpa NLS. 20 Sedang gambaran pasta semen terflokulasi tanpa NLS kiri dan pasta semen terdispersi dengan NLS kanan disajikan pada Gambar 2.9 Lignin Institute 2001, menyatakan bahwa kinerja natrium lignosulfonat NLS dapat mengurangi nilai faktor airsemen f a s lebih rendah hingga 15 sampai 25. Dengan menambahkan surfaktan NLS sebagai WRA, kekentalan pasta semen dibuat sama namun nilai f a s lebih rendah, atau nilai f a s dibuat sama namun kekentalan pasta semen menjadi lebih encer. Persentase pengurangan kebutuhan air pasta semen terhadap kadar NLS seperti disajikan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Hubungan penambahan NLS dalam pasta semen terhadap pengurang- an kebutuhan air Kadar NLS dalam pasta semen, , ww Pengurangan kebutuhan air 0,1 5 0,2 15 0,3 20 0,5 25 0,6 33 Gambar 2.9 Pasta semen terflokulasi tanpa NLS kiri dan pasta semen terdispersi dengan NLS kanan. Sumber : Specco . 2003 21

2.5 Perancangan