Derajat Polidispersitas Karakteristik Lignin dan Turunan Lignin

11 w M atau bobot molekul rata-rata berat dapat ditentukan dengan cara sedimentasi dengan ultra sentrifugal dan penghamburan cahaya oleh larutan polimer. n M atau bobot molekul rata-rata jumlah dapat ditentukan dengan cara penentuan jumlah gugus ujung kimia dan penentuan tekanan osmotik. v M atau bobot molekul rata- rata viskositas dapat ditentukan dengan beberapa cara antara lain dengan pengukuran viskositas larutan, penentuan tekanan osmotik dan penghamburan cahaya oleh larutan polimer. Hubungan bobot molekul dengan viskositas untuk polimer yang berstruktur linier maka berlaku hubungan empiris berikut ini yang dikenal dengan persamaan Mark-Houwink. [ ] a v M k = η Keterangan: [ η] : viskositas k dan a : adalah tetapan. Kedua tetapan ini tergantung pada sistem polimer, pelarut dan temperatur. v M : bobot molekul rata-rata viskositas Hubungan nilai k dengan viskositas suatu bahan polimer akan mempengaruhi viskositas larutan tersebut, dimana bahan polimer yang memiliki nilai k tinggi dalam sistem pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas tinggi pula, dan bahan polimer yang memiliki nilai k rendah dalam sistem pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas rendah. Nilai k suatu bahan polimer dapat ditentukan dengan cara pengukuran viskositas larutannya dan dihitung dengan menggunakan persamaan “ Fikentcher” yang ditulis secara empiris sebagai berikut: C k x10 x10 k.C 1,5 1 x10 k 75 η log 3 3 6 2 r ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = − − − Keterangan: r η : viskositas relatif C : konsentrasi dinyatakan dalam gram per desiliter grdl, gram100 ml

2.2.1.2 Derajat Polidispersitas

Polidispersitas merupakan sifat yang dimiliki semua lignin isolat apakah diperoleh dengan prosedur analitik maupun teknik. Untuk melihat besaran 12 polidispersitas memerlukan nilai bobot molekul rata-rata jumlah Mn dan nilai bobot molekul rata-rata berat Mw. Derajat polidispersitas dinyatakan sebagai nisbah dari nilai bobot molekul rata-rata berat terhadap nilai bobot molekul rata- rata jumlah MwMn Vollmert B., 1973. Metode yang sering digunakan meliputi osmometri, teknik hamburan sinar dan ultrasentrifugasi serta yang lebih mutakhir adalah kromatografi permeasi gel GPC dam kromatografi cair bertekanan tinggi HPLC yang digabung dengan kalibrasi kolom dengan standar yang cocok atau dengan pengukuran ultrasentrifugasi fraksi-fraksi yang terpisah. Derajat polidispersitas untuk lignin kayu spruce yang digiling sebesar MwMn = 3,1, sedangkan untuk kayu pinus MwMn = 3,4 2.2.1.3 Sifat-sifat Spektroskopi Infrared IR dan Ultraviolet UV Lignin. Spektroskopi infra merah IR lignin dan turunan lignin dilakukan untuk karakterisasi secara kualitatif dan mengevaluasi pita-pita serapan khusus secara kuantitatif. Penentuan lignin secara kuantitatif dengan menentukan pita vibrasi cincin aromatis pada bilangan gelombang 1505 dan 1600 cm -1 yang dilakukan terhadap senyawa model lignin kayu yang digiling. Spektra IR lignin menunjukkan sejumlah pita serapan utama yang dapat diperuntukkan secara empiris bagi gugus-gugus struktural baik dari senyawa model maupun lignin. Pita-pita IR khas lignin yang paling mungkin tercantum dalam Tabel 2.2 Tabel 2.2 Pita serapan penting infra merah lignin menurut Hergert, 1971 Bilangan gelombang, cm -1 Pita serapan asal 3450 – 3400 Rentangan OH 2940 – 2820 Rentangan OH pada gugus metil dan metilena 1715 - 1710 Rentangan C=O tak terkonjugasi dengan cincin aromatik 1675 – 1660 Rentangan C=O terkonjugasi dengan cincin aromatik 1605 – 1600 Vibrasi cincin aromatik 1515 – 1505 Vibrasi cincin aromatik 1470 – 1460 Deformasi C-H asimetri 1430 – 1425 Vibrasi cincin aromatik 1370 – 1365 Deformasi C-H simetri 1330 – 1325 Vibrasi cincin siringil 1270 – 1275 Vibrasi cincin guaiasil 1085 – 1030 Deformasi C-H, C-O 13 Peruntukan suatu pita serapan tidak dapat dideduksi dari spektrum tunggal, tetapi harus dikaji dengan pengukuran turunan senyawa model lignin dan sampel lignin, jadi dengan menggeser kedudukan pita serapan unsur struktural atau eliminasi pita-pita serapannya. Pita serapan inframerah lignin yang paling karakteristik terdapat pada sekitar 1510 dan 1600 cm -1 vibrasi cincin aromatik dan antara 1470 dan 1460 cm -1 deformasi C-H dan vibrasi cincin aromatik. Metoda-metoda derivatisasi yang cocok adalah metilasi, asetilasi, reduksi, sulfonasi atau pengubahan menjadi garam, yang memungkinkan penentuan gugus fungsional, misal gugus hidroksil atau karbonil Hergert, 1971 Sementara serapan absorpsi ultraviolet UV merupakan alat yang digunakan secara luas untuk identifikasi lignin dan turunannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta karakterisasi perubahan struktur dan sifat-sifat lignin dan turunannya. Serapan lignin yang nyata dalam kisaran ultra violet didasarkan pada sifat aromatiknya, yaitu jumlah unit fenilpropana, dan pada sejumlah unsur-unsur struktur kromofor seperti gugus hidroksil fenolat, gugus karbonil dan sebagainya. Spektra khas lignin meliputi maksimum 280 nm diikuti dengan lereng ke arah panjang gelombang yang rendah dengan pundak yang jelas pada daerah 230 nm. Perubahan-perubahan kecil namun terukur dalam perilaku spektroskopi UV disebabkan oleh berbagai jumlah gugus kromofor. Karakterisasi lignin kebanyakan terbatas pada perbandingan lignin-lignin yang berbeda, evaluasi sejumlah gugus fungsional khusus, serta penentuan perubahan struktur akibat perlakuan reaksi kimia.

2.2.2 Penggunaan Lignin Teknis