10
2.2.1 Karakteristik Lignin dan Turunan Lignin
2.2.1.1 Komposisi Kimia dan Bobot Molekul Lignin
Karakterisasi kimia pertama lignin yaitu penentuan gugus metoksil, sedang karakterisasi analitik lebih lanjut adalah penentuan kandungan gugus
fungsional lain meliputi gugus fenolat dan hidroksil alifatik, gugus karbonil dan karboksil, yang menunjukkan perubahan-perubahan unsur lignin yang disebabkan
oleh prosedur isolasi atau perlakuan kimia. Degradasi lignin dan reaksi kondensasi dapat juga dibuktikan dengan menentukan bobot molekul rata-rata atau disebut
distribusi bobot molekul Goring 1971. Nilai analitik lignin menunjukkan bahwa kandungan karbon lignin kayu daun jarum adalah 60 – 65 , pada umumnya lebih
tinggi dari kayu daun lebar yaitu 56 – 60 . Hal ini disebabkan oleh kandungan oksigen lignin kayu daun lebar yang lebih tinggi, yang disebabkan oleh
kandungan metoksil yang lebih tinggi yaitu 18 – 22 bila dibandingkan dengan kandungan metoksil pada kayu daun jarum yaitu berkisar antara 12 – 16 .
Sedangkan sampel lignin gramineae mempunyai kandungan metoksil dengan kisaran diantara lignin kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Lignin asam
keduanya menunjukkan kandungan metoksil yang rendah, kemungkinan karena pengaruh kimia yang keras selama proses isolasi.
Degradasi lignin dan reaksi kondensasi akibat prosedur isolasi atau perlakuan kimia dapat juga mempengaruhi distribusi bobot molekul rata-rata. Hal
ini menyebabkan distribusi bobot molekul lignin merupakan salah satu kriteria yang dapat dipakai sebagai parameter untuk pengontrolan kualitas lignin tersebut.
Bobot molekul merupakan salah satu sifat dasar suatu polimer lignin seperti sifat alir, sifat optik, sifat listrik dan sifat mekanik. Suatu polimer pada umumnya
memiliki panjang rantai yang berbeda-beda sehingga pengukuran bobot molekul hanya menghasilkan bobot molekul rata-rata. Ada beberapa jenis bobot molekul
rata-rata diantaranya adalah: :
w M
bobot molekul rata-rata berat weight –average molecular weight :
n M
bobot molekul rata-rata jumlah number-average molecular weight :
v M
bobot molekul rata-rata viskositas viscosity-average molecular weight
11 w
M atau bobot molekul rata-rata berat dapat ditentukan dengan cara sedimentasi
dengan ultra sentrifugal dan penghamburan cahaya oleh larutan polimer.
n M
atau bobot molekul rata-rata jumlah dapat ditentukan dengan cara penentuan jumlah
gugus ujung kimia dan penentuan tekanan osmotik. v
M atau bobot molekul rata-
rata viskositas dapat ditentukan dengan beberapa cara antara lain dengan pengukuran viskositas larutan, penentuan tekanan osmotik dan penghamburan
cahaya oleh larutan polimer. Hubungan bobot molekul dengan viskositas untuk polimer yang berstruktur linier maka berlaku hubungan empiris berikut ini yang
dikenal dengan persamaan Mark-Houwink.
[ ]
a v
M k
=
η Keterangan:
[ η] : viskositas
k dan a : adalah tetapan. Kedua tetapan ini tergantung pada sistem polimer, pelarut dan temperatur.
v
M : bobot molekul rata-rata viskositas
Hubungan nilai k dengan viskositas suatu bahan polimer akan mempengaruhi viskositas larutan tersebut, dimana bahan polimer yang memiliki
nilai k tinggi dalam sistem pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas tinggi pula, dan bahan polimer yang memiliki nilai k rendah dalam sistem
pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas rendah. Nilai k suatu bahan polimer dapat ditentukan dengan cara pengukuran viskositas larutannya dan
dihitung dengan menggunakan
persamaan “ Fikentcher” yang ditulis secara empiris sebagai berikut:
C k x10
x10 k.C
1,5 1
x10 k
75 η
log
3 3
6 2
r
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
+ ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ +
=
− −
−
Keterangan:
r
η
:
viskositas relatif C
: konsentrasi dinyatakan dalam gram per desiliter grdl, gram100 ml
2.2.1.2 Derajat Polidispersitas