4 kajian kelayakan secara teknis maupun finansial, sehingga diharapkan Indonesia
dapat menjadi produsen NLS yang mandiri serta mengurangi ketergantungan akan garam lignosulfonat impor.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menghasilkan “rancangan proses sulfonasi lignin isolat TKKS menjadi natrium lignosulfonat NLS”, khususnya mendapatkan jalur
proses pemasakanpulping TKKS, dan teknik isolasi lignin yang tepat untuk memperoleh lignin isolat terbaik; mendapatkan kondisi optimum proses sulfonasi
lignin; mendapatkan model kinetika reaksi dan model persamaan biaya produksi t
C
sebagai fungsi kapasitas produksi; integrasi dalam process engineering flow diagram
PEFD; serta mendapatkan kriteria kelayakan finansial pendirian industri NLS
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Sintesis proses, meliputi a Pemilihan jalur proses pemasakanpulping TKKS dan pemilihan
teknik isolasi lignin yang tepat yang menghasilkan lignin isolat dengan rendemen dan kemurnian tinggi.
b Optimasi kondisi proses sulfonasi lignin isolat menjadi natrium lignosulfonat NLS yang menghasilkan konversi lignin bereaksi
dan kemurnian NLS tinggi. c Identifikasi, karakterisasi, serta evaluasi kinerja NLS sebagai bahan
pendispersi. 2 Pengembangan proses melalui pendekatan sistematis empiris pemodelan
meliputi: a Menentukan model kinetika reaksi dan model persamaan biaya
produksi t
C
sebagai fungsi kapasitas.
5 b Melakukan penyusunan neraca massa dan neraca energi untuk
mengetahui distribusi massa dan energi di setiap aliran proses, dan simulasi pada berbagai kapasitas produksi
c Optimasi kapasitas produksi NLS pada biaya produksi total minimum d Integrasi dalam process enginering flow diagram PEFD
e Analisis kelayakan finansial dengan beberapa kriteria kelayakan yaitu net present value
NPV, internal rate of return IRR, net benefit cost ratio
Net BC, break event point BEP dan pay back period PBP f Evaluasi tingkat sensitivitas kelayakan finansial pada kondisi bahan
baku naik dan harga jual NLS turun.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memperoleh beberapa manfaat yaitu: 1 Meningkatkan nilai tambah TKKS pada industri minyak sawit serta
industri pulp dan kertas berbahan dasar TKKS 2 Diperolehnya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknik dan
teknologi proses sulfonasi lignin menjadi surfaktan natrium linosulfonat NLS berbahan dasar TKKS
3 Hasil evaluasi kelayakan finansial dapat dijadikan alat bantu dalam kajian pengembangan industri NLS skala komersial, serta sebagai alat bantu
dalam pengambilan keputusan berinvestasi
6
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit TKKS
Pohon kelapa sawit elaeis guneensis jacq. termasuk jenis tumbuhan gramineae
, kelas monocotyledonae, famili aracaceae ordo cocoideae Tomlinson,1961. Bagian terpenting dari pohon kelapa sawit tersebut adalah
tandan buah segar TBS. Setiap tandan mengandung 62 – 70 buah sawit sebagai sumber produksi minyak sawit sedang sisanya adalah tandan kosong
kelapa sawit TKKS yang mencapai 23-30 . Dalam proses produksi minyak sawit, TKKS merupakan limbah padat dalam jumlah yang cukup besar.
Komponen utama TKKS adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin sehingga TKKS disebut limbah lignoselulosa. Potensi limbah lignoselulosa cukup besar dan
secara umum semua limbah lignoselulosa termasuk TKKS mempunyai sifat fisika dan kimia yang hampir sama, sehingga proses pengolahan dan
pemanfaatannya juga sama, hanya saja kondisi optimum untuk bahan satu dan lainnya akan berbeda Fauzi dkk, 2002.
TKKS dapat dimanfaatkan melalui biokonversi yaitu dapat dijadikan substrat bahan dasar dalam pembuatan asam-asam organik, pelarut aseton,
butanol, etanol, protein sel tunggal, dan zat antibiotika Darnoko, 1992. Selain itu arah pengembangan TKKS juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
produk berbasis selulosa seperti pulp dan kertas, serta produk berbahan baku lignin seperti lignosulfonat. Untuk mendapatkan selulosa dan lignin isolat masing-
masing dengan kemurnian tinggi diperlukan pelarut yang tepat dan selektif, alkali merupakan pelarut lignin disamping berfungsi sebagai agen penggembung
swelling agent untuk selulosa. Pengolahan selulosa dengan cara hidrolisis dan fermentasi, sedang pengolahan lignin dengan cara hidrogenolisis, hidroalkilasi
dan sulfonasi Darnoko et al,1995 dan David et al, 1996 Gambar visual tandan kosong kelapa sawit TKKS, disajikan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Tandan kosong kelapa sawit TKKS. 6
7 Hasil dari beberapa penelitian, komposisi kimia TKKS dapat dilihat pada Tabel
2.1 Tabel 2.1 Komposisi kimia TKKS bobot kering
Komposisi Azemi dkk.
1994 Darnoko dkk.
1995 Selulosa 40
38,76 Lignin 21
22,23 Hemiselulosa 24
32,42 Abu 15
6,59
diacu dalam Fauzy dkk, 2002. 2.2 Lignin
Lignin adalah zat organik polimer yang komplek, merupakan komponen kimia dan morfologi dari jaringan tumbuhan seperti kayu daun jarum
gimnosperm , kayu daun lebar dikotil angiosperm, dan rerumputangramineae monokotil angiosperm dimana ia terdapat dalam jaringan vaskuler yang khusus
untuk pengangkutan cairan dan kekuatan mekanik. Monomer lignin adalah fenilpropana, sedangkan unit pembentuk lignin adalah p-koumaril alkohol,
koniferil alkohol dan sinapsil alkohol merupakan senyawa induk prekursor primer lignin seperti disajikan pada Gambar 2.2
Menurut Fengel and Wegener 1995, lignin dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan unsur-unsur strukturnya yaitu: Lignin guaiasil : terdapat
CH
OH HC
CH
OH OCH
3
CH
2
OH HC
CH
OH OCH
3
CH
3
O CH
2
OH HC
1 2
3
CH
2
OH
Gambar 2.2 Unit pembentukan lignin 1 p-koumaril alkohol, 2 koniferil alkohol, 3 sinapsil alkohol.
8 pada kayu daun jarum, sebagian besar merupakan produk polimerisasi dari
koniferil alkohol; lignin guaiasil-siringil : terdapat khas kayu daun lebar, merupakan kopolimer dari koniferil alkohol dan sinapil alkohol. Jumlah
kandungan lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi, kandungan lignin dalam spesies kayu berkisar antara 20 – 40, sedangkan spesies
non kayu kandungan ligninya lebih rendah. Polimerisasi senyawa induk monomer dengan reaksi penggabungan acak
tidak dapat dipelajari secara invivo, tetapi dari sejumlah percobaan secara invitro diketahui bahwa reaksi ini berlangsung tanpa kontrol enzimatik sebagai proses
spontan. Polimer lignin merupakan gabungan unit-unit fenilpropana, dengan ikatan eter yaitu beta aril eter
4 β
− −
; alfa aril eter α – 0 – 4; β – β, dan lain-
lain. Namun jenis ikatan yang paling sering terdapat adalah 4
β −
− Glasser,
1980. Langkah pertama dalam polimerisasi adalah pembentukan struktur dimer. Polimerisasi selanjutnya disebut polimerisasi ujung, yang melibatkan
penggabungan monolignol dengan gugus ujung fenolat di-atau oligolignol atau penggabungan dua radikal gugus ujung, menghasilkan polimer bercabang melalui
tri, tetra, penta dan oligolignol Adler, 1977. Dasar penggabungan non radikal, ionik dalam pembentukan lignin adalah penambahan kuinon metida transien pada
air atau gugus-gugus fenolat, seperti disajikan pada Gambar 2.3
Gambar 2. 3 Penggabungan monomer fenilpropana membentuk polimer fenilpropana Adler, 1977.
1+ 2 Penggabungan
4 β
− −
kuinon metida 1 + 2 + H
2
O Penggabungan
4 β
− −
guaiasil gliserol- −
β koniferil eter 2 + 2
Penggabungan β
β − D.L-pinoresinol
OH
H
3
CO
OH OCH
3
O
HC HC
H
2
C CH
CH CH
2
O
OCH
3
O
HC HC
H
2
COH
OCH
3
HCOH HC
H
2
COH
OH O
HC
OCH
3
HC
H
2
COH
O OCH
3
HC HC
H
2
COH
9 Karena makro molekul lignin tidak dapat dilukiskan dengan
penggabungan satu atau beberapa unit monomer fenilpropana, maka struktur lignin masih merupakan model-model. Model lignin pertama dikemukakan oleh
Freudenberg 1968 diacu dalam Fengel dan Wegener 1995, didasarkan pada konsep polimerisasi dehidrogenatif dan dipenuhinya semua data analitik, dengan
bagan lignin kayu daun jarum spruce meliputi 18 unit fenilpropana sebagai bagian molekul total yang terdiri atas lebih dari 100 unit dalam keadaan alami.
Sementara Adler 1977 memberikan bagan struktur lignin spruce yang meliputi 16 unit-C
9
yang penting, seperti pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Struktur lignin spruce Adler, 1977.
HCOH
CH
OCH
3
OH 5
CH
2
OH C=O
HC HC
OH[O-C] 6
CH
2
OH
OCH
3
H
3
CO O
4 HC
OCH
3
O 3
HC CH
2
OH HCO
OCH
3
O 13
H
3
CO CH
CH
2
OH HCOH
O 2
CH CH
2
OH
CH HC
O 1
HC =O[CH
2
OH]
H
3
CO HC
CH
2
OH HCO
OCH
3
O 14
CH CH
2
OH OH
OH 15
HC – O – CH
2
OH
H
3
CO HCOH
O 16
H
3
CO HC-O-
CH
2
OH
HCO H
3
CO O
7 HC
H
2
COH HCOH
H
3
CO O
8 CH
CH
2
OH 9
OCH
3
HO OCH
3
10 O
O H
CH
2
H CH
CH
H
2
C
O 11
OH OCH
3
HCO
O 12
CH
2
OH HC – O –
HOH
2
C– C – C H
O H
H
3
CO
10
2.2.1 Karakteristik Lignin dan Turunan Lignin
2.2.1.1 Komposisi Kimia dan Bobot Molekul Lignin
Karakterisasi kimia pertama lignin yaitu penentuan gugus metoksil, sedang karakterisasi analitik lebih lanjut adalah penentuan kandungan gugus
fungsional lain meliputi gugus fenolat dan hidroksil alifatik, gugus karbonil dan karboksil, yang menunjukkan perubahan-perubahan unsur lignin yang disebabkan
oleh prosedur isolasi atau perlakuan kimia. Degradasi lignin dan reaksi kondensasi dapat juga dibuktikan dengan menentukan bobot molekul rata-rata atau disebut
distribusi bobot molekul Goring 1971. Nilai analitik lignin menunjukkan bahwa kandungan karbon lignin kayu daun jarum adalah 60 – 65 , pada umumnya lebih
tinggi dari kayu daun lebar yaitu 56 – 60 . Hal ini disebabkan oleh kandungan oksigen lignin kayu daun lebar yang lebih tinggi, yang disebabkan oleh
kandungan metoksil yang lebih tinggi yaitu 18 – 22 bila dibandingkan dengan kandungan metoksil pada kayu daun jarum yaitu berkisar antara 12 – 16 .
Sedangkan sampel lignin gramineae mempunyai kandungan metoksil dengan kisaran diantara lignin kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Lignin asam
keduanya menunjukkan kandungan metoksil yang rendah, kemungkinan karena pengaruh kimia yang keras selama proses isolasi.
Degradasi lignin dan reaksi kondensasi akibat prosedur isolasi atau perlakuan kimia dapat juga mempengaruhi distribusi bobot molekul rata-rata. Hal
ini menyebabkan distribusi bobot molekul lignin merupakan salah satu kriteria yang dapat dipakai sebagai parameter untuk pengontrolan kualitas lignin tersebut.
Bobot molekul merupakan salah satu sifat dasar suatu polimer lignin seperti sifat alir, sifat optik, sifat listrik dan sifat mekanik. Suatu polimer pada umumnya
memiliki panjang rantai yang berbeda-beda sehingga pengukuran bobot molekul hanya menghasilkan bobot molekul rata-rata. Ada beberapa jenis bobot molekul
rata-rata diantaranya adalah: :
w M
bobot molekul rata-rata berat weight –average molecular weight :
n M
bobot molekul rata-rata jumlah number-average molecular weight :
v M
bobot molekul rata-rata viskositas viscosity-average molecular weight
11 w
M atau bobot molekul rata-rata berat dapat ditentukan dengan cara sedimentasi
dengan ultra sentrifugal dan penghamburan cahaya oleh larutan polimer.
n M
atau bobot molekul rata-rata jumlah dapat ditentukan dengan cara penentuan jumlah
gugus ujung kimia dan penentuan tekanan osmotik. v
M atau bobot molekul rata-
rata viskositas dapat ditentukan dengan beberapa cara antara lain dengan pengukuran viskositas larutan, penentuan tekanan osmotik dan penghamburan
cahaya oleh larutan polimer. Hubungan bobot molekul dengan viskositas untuk polimer yang berstruktur linier maka berlaku hubungan empiris berikut ini yang
dikenal dengan persamaan Mark-Houwink.
[ ]
a v
M k
=
η Keterangan:
[ η] : viskositas
k dan a : adalah tetapan. Kedua tetapan ini tergantung pada sistem polimer, pelarut dan temperatur.
v
M : bobot molekul rata-rata viskositas
Hubungan nilai k dengan viskositas suatu bahan polimer akan mempengaruhi viskositas larutan tersebut, dimana bahan polimer yang memiliki
nilai k tinggi dalam sistem pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas tinggi pula, dan bahan polimer yang memiliki nilai k rendah dalam sistem
pengenceran larutan akan menghasilkan viskositas rendah. Nilai k suatu bahan polimer dapat ditentukan dengan cara pengukuran viskositas larutannya dan
dihitung dengan menggunakan
persamaan “ Fikentcher” yang ditulis secara empiris sebagai berikut:
C k x10
x10 k.C
1,5 1
x10 k
75 η
log
3 3
6 2
r
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
+ ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ +
=
− −
−
Keterangan:
r
η
:
viskositas relatif C
: konsentrasi dinyatakan dalam gram per desiliter grdl, gram100 ml
2.2.1.2 Derajat Polidispersitas
Polidispersitas merupakan sifat yang dimiliki semua lignin isolat apakah diperoleh dengan prosedur analitik maupun teknik. Untuk melihat besaran
12 polidispersitas memerlukan nilai bobot molekul rata-rata jumlah Mn dan nilai
bobot molekul rata-rata berat Mw. Derajat polidispersitas dinyatakan sebagai nisbah dari nilai bobot molekul rata-rata berat terhadap nilai bobot molekul rata-
rata jumlah MwMn Vollmert B., 1973. Metode yang sering digunakan meliputi osmometri, teknik hamburan sinar dan ultrasentrifugasi serta yang lebih
mutakhir adalah kromatografi permeasi gel GPC dam kromatografi cair bertekanan tinggi HPLC yang digabung dengan kalibrasi kolom dengan standar
yang cocok atau dengan pengukuran ultrasentrifugasi fraksi-fraksi yang terpisah. Derajat polidispersitas untuk lignin kayu spruce yang digiling sebesar MwMn =
3,1, sedangkan untuk kayu pinus MwMn = 3,4 2.2.1.3 Sifat-sifat Spektroskopi Infrared IR dan Ultraviolet UV Lignin.
Spektroskopi infra merah IR lignin dan turunan lignin dilakukan untuk karakterisasi secara kualitatif dan mengevaluasi pita-pita serapan khusus secara
kuantitatif. Penentuan lignin secara kuantitatif dengan menentukan pita vibrasi cincin aromatis pada bilangan gelombang 1505 dan 1600 cm
-1
yang dilakukan terhadap senyawa model lignin kayu yang digiling. Spektra IR lignin
menunjukkan sejumlah pita serapan utama yang dapat diperuntukkan secara empiris bagi gugus-gugus struktural baik dari senyawa model maupun lignin.
Pita-pita IR khas lignin yang paling mungkin tercantum dalam Tabel 2.2 Tabel 2.2 Pita serapan penting infra merah lignin menurut Hergert, 1971
Bilangan gelombang, cm
-1
Pita serapan
asal 3450 – 3400
Rentangan OH 2940 – 2820
Rentangan OH pada gugus metil dan metilena 1715 - 1710
Rentangan C=O tak terkonjugasi dengan cincin aromatik
1675 – 1660 Rentangan C=O terkonjugasi dengan cincin
aromatik 1605 – 1600
Vibrasi cincin aromatik 1515 – 1505
Vibrasi cincin aromatik 1470 – 1460
Deformasi C-H asimetri 1430 – 1425
Vibrasi cincin aromatik 1370 – 1365
Deformasi C-H simetri 1330 – 1325
Vibrasi cincin siringil 1270 – 1275
Vibrasi cincin guaiasil 1085 – 1030
Deformasi C-H, C-O
13 Peruntukan suatu pita serapan tidak dapat dideduksi dari spektrum tunggal,
tetapi harus dikaji dengan pengukuran turunan senyawa model lignin dan sampel lignin, jadi dengan menggeser kedudukan pita serapan unsur struktural atau
eliminasi pita-pita serapannya. Pita serapan inframerah lignin yang paling karakteristik terdapat pada sekitar 1510 dan 1600 cm
-1
vibrasi cincin aromatik dan antara 1470 dan 1460 cm
-1
deformasi C-H dan vibrasi cincin aromatik. Metoda-metoda derivatisasi yang cocok adalah metilasi, asetilasi, reduksi,
sulfonasi atau pengubahan menjadi garam, yang memungkinkan penentuan gugus fungsional, misal gugus hidroksil atau karbonil Hergert, 1971
Sementara serapan absorpsi ultraviolet UV merupakan alat yang digunakan secara luas untuk identifikasi lignin dan turunannya baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, serta karakterisasi perubahan struktur dan sifat-sifat lignin dan turunannya. Serapan lignin yang nyata dalam kisaran ultra violet
didasarkan pada sifat aromatiknya, yaitu jumlah unit fenilpropana, dan pada sejumlah unsur-unsur struktur kromofor seperti gugus hidroksil fenolat, gugus
karbonil dan sebagainya. Spektra khas lignin meliputi maksimum 280 nm diikuti dengan lereng ke arah panjang gelombang yang rendah dengan pundak yang jelas
pada daerah 230 nm. Perubahan-perubahan kecil namun terukur dalam perilaku spektroskopi UV disebabkan oleh berbagai jumlah gugus kromofor. Karakterisasi
lignin kebanyakan terbatas pada perbandingan lignin-lignin yang berbeda, evaluasi sejumlah gugus fungsional khusus, serta penentuan perubahan struktur
akibat perlakuan reaksi kimia.
2.2.2 Penggunaan Lignin Teknis
Penggunaan lignin pada saat sekarang dan masa mendatang merupakan bidang yang sangat luas dan semakin meningkat kepentingannya, suatu alasan
untuk pengembangan lignin karena sifat-sifat dan jumlah yang cukup besar barasal dari proses pembuatan pulp seluruh dunia sekitar lebih dari 50 juta ton
pertahun serta dapat dilihat dari pengetahuan tentang bahan mentah yang dapat diperbaharui. Lignin sebagai bahan mentah masih perlu dilakukan proses lanjut
untuk meningkatkan penggunaan yang lebih intensif. Bidang-bidang kegunaan lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelompok umum yaitu:
14 ¾ Lignin sebagai bahan bakar
¾ Lignin sebagai produk polimer ¾ Lignin sebagai sumber bahan kimia berbobot molekul rendah.
Penggunaan utama lignin saat ini masih sebagai sumber energi. Kebanyakan lignin kraft digunakan untuk tujuan energi karena pemilihan bahan-bahan kimia
proses didasarkan pada pembakaran dari lindi hitam bekas pakai. Nilai kalori dari lindi bekas pakai adalah 23,4 MJkg merupakan harga ekonomi yang penting
dikaitkan dengan tingginya kenaikan harga gas dan minyak. Penggunaan lignin sebagai bahan polimer dengan sifat-sifat yang cocok untuk banyak tujuan teknis,
namun pasaran lignin atau produk-produk lignin masih sangat kecil, jika dikaitkan dengan besarnya potensi. Diantara sebab sebab yang membatasinya jika
dibandingkan dengan produk-produk sintesis dari minyak bumi dan gas bumi adalah sebagai berikut:
¾ Struktur kimia lignin dan turunan lignin yang kompleks ¾ Ketidak seragaman polidispersitas lignin
¾ Kandungan sulfonat yang cukup besar dalam lignin kraft dan lignin sulfonat, namun untuk lignin organosolv bebas sulfur S
¾ Biaya yang tinggi untuk isolasi dan pemurnian lignin. Proses isolasi lignin, setelah melalui pelarutan dengan garam dan
pengendapan ulang dengan asam sulfat encer maka lignin yang dihasilkan menjadi larut hanya dalam larutan alkali dan tidak larut dalam air. Sifat larut
lignin yang dimiliki disebabkan karena kekuatan ikatan hidrogen dan kerapatan energi kohesifnya, menyebabkan lignin tidak larut dalam air, namun larut dalam
dimetil formamida DMF dan tetrahidrofuran THF. Pelarut lignin yang bagus lainnya adalah asetil bromida dalam asam asetat serta hexachloropropanol Fengel
and Wegener, 1995. Sifat tersebut merupakan hambatan yang berat untuk penggunaan lignin secara teknis. Untuk menghindari kerugian karena ketidak
larutannya dalam air, maka lignin-lignin alkali dapat dimodifikasi menjadi sulfonat-sulfonat yang larut dalam air dengan proses sulfonasi. Modifikasi lignin
umumnya bertujuan membentuk lignin sulfonat atau lignosulfonat melalui proses
sulfonasi dan garamnya, menjadi garam lignosulfonat yang memiliki kemampuan
sebagai surfaktan
15
2.3 Modifikasi Lignin Isolat Menjadi Garam Lignosulfonat
Modifikasi lignin isolat biasanya melalui proses sulfonasi dan garamnya menjadi garam lignosulfonat. Sebagai agen penyulfonasi dapat digunakan asam
sulfat, oleum, natrium bisulfit maupun natrium thiosulfat. Sulfonasi dimaksudkan untuk mengubah sifat hidrofilisitas lignin yang kurang polar tidak larut air
menjadi garam ligosulfonat yang memiliki sifat hidrofilisitas yang lebih polar larut air, dengan cara memasukkan gugus sulfonat SO
3 -
dan garamnya ke dalam gugus hidroksil OH
-
lignin. Prinsip inilah yang menggambarkan garam lignosulfonat berperan sebagai surface active agent atau surfaktan. Selain proses
sulfonasi, lignin dapat dimodifikasi melalui proses hidrogenolisis, hidroalkilasi,
metilasi, asetilasi, reduksi, atau pengubahan menjadi garam lignosulfonat David
et al , 1996. Modifikasi lignin dilakukan untuk mengubah karaktertistik yang
dikehendaki, melalui beberapa proses tergantung dari fungsi yang akan dicapai dalam aplikasinya. Sebagai contoh modifikasi sulfonasi lignin menjadi surfaktan
natrium lignosulfonat NLS mempunyai beberapa fungsi yaitu : 1
Sebagai “bahan pendispersi” pada berbagai sistem dispersi partikel, yaitu membantu memperluas penyebaran pada pasta gipsum akibat turunnya
viskositas dan sedimentasi pasta gipsum, juga berfungsi sebagai aditif jenis water reducing admixtures
WRA pada pasta semen. 2
Sebagai “bahan perekat” yaitu membantu memperbesar sifat kepaduan cohesiveness dalam industri keramik.
3 Sebagai “ bahan pengemulsi ” yaitu penstabil emulsi dua zat yang tidak saling
larut seperti emulsi aspal, pelumas, pigmen dan cat. 4
Sebagai pelarut warna pada industri tekstil.
Pada beberapa penggunaan lainnya, lignosulfonat juga dapat dimodifikasi dengan mengubah gugus hidroksil -OH yang terdapat dalam lignin dengan
garamnya seperti kalsium, natrium, ammonium maupun seng membentuk garam lignosulfonat. Garam lignosulfonat tersebut termasuk produk garam lignosulfonat
komersial yakni ammonium lignosulfonat; kalsium lignosulfonat; natrium lignosulfonat dan seng lignosulfonat Wesco Technology,1995. Produk tersebut
Hoyt dan Goheen, 1971 dan Filder, 2001
16 dijual dalam bentuk bubuk maupun cair. Karakteristik garam lignosulfonat
disajikan pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Karakteristik garam lignosulfonat komersial
Jenis garam lignosulfonat Karakteristik Ammonium
Lignosulfonat Kalsium
lignosulfonat Natrium
lignosulfonat Seng
lignosulfonat Lignosulfonat,
57 80
80 42
Gula pereduksi, 24
7 7
- Sulfur,
6,8 6,6
6,6 -
Kalsium , 0,4
5,0 0,5
0,2 Natrium,
0,2 0,2
7 4,3
Nitrogen, 4,7
0,1 0,1
- Abu,
1,0 20
22 -
Kadar air, 52
5 6
52 pH 10 larutan
4 – 5 4,5
7,5 4 – 5
Viskositas, 20 larutan, cps
800 900 1000
100 Bobot jenis, kgm
3
368,42 368,42 368,42
173
Sedangkan struktur garam lignosulfonat pada umumnya disajikan pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Struktur garam lignosulfonat Gargulak dan Lebo, 2000.
O
CH
2
OH CH
2
SO
3
M
O CH-SO
3
M CH
CH
2
OH
OCH
3
CH CH-SO
3
M MSO
3
CH
2
O
O CH
3
O OH
CH-SO
3
M
CH O
MSO
3
CH
2
MSO
3
CH HC
CH
2
SO
3
M CH
2
OH
CH
3
O CH
CH-SO
3
M HC
CH CH
2
OH CH
MSO
3
CH
2
O
MSO
3
CH
CH
2
SO
3
M
O CH-SO
3
M CH
2
CH
2
SO
3
M
CH
2
SO
3
M HC
OCH
3
H
2
COH
CH
Sumber: Wesco Technology 1995
17 Beberapa penelitian modifikasi lignin yang telah dilakukan antara lain:
1 Dilling, 1989 US patent 5,043,435 melakukan sulfonasi lignin
menggunakan oleum xH
2
0 ySO
3
menjadi lignosulfonat. Lignin disulfonasi dengan oleum, pada suhu dibawah 40
o
C selama 4 jam pada tekanan atmosfir, dan proses berlangsung pada pH 6,3 – 7.
2 Gargulak, 2001 US Patent No. 6,238,475, memodifikasi lignin menjadi
ammonium lignosulfonat melalui reaksi oksidasi dengan ammonium hidroksida, serta sulfonasi. Ammonium lignosulfonat berfungsi sebagai bahan
pendispersi, dengan efek memperlambat ikatan pada beton dan mengatur gelembung udara dalam beton set retarding and air entraining.
3 Syahmani 2001 melakukan sulfonasi dan asetilasi lignin dari TKKS pada
suhu 100
O
C dan pH 5, yang berfungsi sebagai bahan perekat partikel urea untuk memperbaiki sifat anti-craking dan anti-dusting.
4 Yasuda dan Matsushita 2004 melakukan sulfonasi lignin dengan asam sulfat
dan phenol proses hidrolisis membentuk lignosulfonat dan mengevaluasi lignosulfonat sebagai bahan pendispersi pada pasta gipsum
2.4 Surfaktan Natrium Lignosulfonat NLS