Gaya Bahasa KAJIAN TEORETIS

2. Fungsi dan Kedudukan Gaya Bahasa dalam Struktur Karya Sastra Di dalam karya sastra terdapat tiga genre utama, yaitu puisi, prosa, dan drama. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa gaya bahasa paling dominan terdapat di dalam puisi. Gaya dengan demikian mendominasi struktur puisi. Artinya, puisi seolah-olah merupakan struktur dari gaya bahasa. Hal tersebut dapat dibuktikan dari susunan puisi itu sendiri, yaitu melalui medium terbatas dengan bahasa yang singkat dan padat mampu menyampaikan perasaan yang ingin diungkapkan oleh penyair. Melalui gaya bahasa pula, baik intensitas pemakaian maupun fungsi dan kedudukannya dalam struktur totalitas karya, membedakan genre sastra yang satu dengan genre sastra yang lain. Sejalan dengan hal tersebut, Ratna memiliki pandangan bahwa dominasi gaya bahasa terkandung dalam puisi dengan pertimbangan keterbatasan medium penampilannya, sehingga unsur yang ditonjolkan adalah bahasa itu sendiri yang sekaligus merupakan alat dan tujuan. 24 Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa medium utama karya sastra adalah bahasa. Akan tetapi, sistem sastra tidak seketat sistem bahasa yang terikat dengan tata bahasa, seperti fonologi, morfologi, sintaksis. Begitu juga dengan sistem ejaan, yaitu penggunaan huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, penggunaan tanda-tanda baca, dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat penggunaannya, misalnya ada bahasa baku, bahasa ilmiah, bahasa dengan makna yang relatif sama pada setiap orang, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, baik antara pengirim dengan penerima. Sebaliknya, di dalam karya sastra, penafsiran berbeda justru merupakan ciri-ciri kualitas estetis. Oleh karena itu, penulis dimungkinkan untuk memanipulasi sistem bahasa, menyembunyikan makna sesungguhnya, bahkan menciptakan segala sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada. 24 Ibid., h. 62. Tujuan utama gaya bahasa adalah menghasilkan keindahan. 25 Tujuan ini terjadi baik dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam ruang lingkup linguistik, maupun dalam ruang lingkup kreativitas sastra. Akan tetapi, Wellek dan Warren memiliki pandangan bahwa kualitas estetis menjadi pokok permasalahan dalam tataran ruang lingkup kreativitas sastra, yaitu melalui metode dan teknik diungkapkan secara rinci ciri-ciri bahasa yang disebut indah. 26 Lebih lanjut, Wellek dan Warren menjelaskan bahwa ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memahami timbulnya aspek- aspek, yaitu pertama melalui analisis sistematis sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan dengan makna total, kedua, dengan cara meneliti ciri-ciri estetis karya sastra secara langsung sekaligus membedakannya dengan pemakaian bahasa biasa. 27 Jika menggunakan salah satu cara yang dijelaskan Wellek dan Warren, yaitu melalui analisis sistemis sistem linguistik karya sastra dan dilanjutkan dengan makna total. Maka, hasil yang didapat adalah sistem linguistik yang khas karya tertentu, karya sastra seorang pengarang, atau sekelompok karya dalam satu periode. Dari situlah akan terlihat bahwa gaya lahir secara bersistem. Tidak ada gaya yang lahir secara tiba-tiba. Meskipun karya sastra adalah hasil imajinasi, tetapi imajinasi tidak lahir dari kekosongan, melainkan memiliki akar tempatnya berpijak, dan asal usulnya dapat dicari. 28 Perubahan gaya bahasa memicu perkembangan genre yang selanjutnya menjadi indikator terhadap penyerapan sistem sosial ke dalam karya seni. Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dan genre membantu efektivitas pemahaman terhadap masyarakat yang terungkap di dalam karya. Hal tersebut ditunjukkan dengan kekhasan dari seorang pengarang atau karya dalam suatu periode. 25 Ibid., h. 67. 26 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, Terj. Melani Budianta, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993, h. 226. 27 Ibid. 28 Kutha Ratna, op. cit., h. 69. 3. Jenis-jenis Gaya Bahasa Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh karena itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Tarigan menyebutkan, bahwa ada sekitar 60 gaya bahasa dan digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan. 29 Berbeda dengan yang dikemukakan Widyamartaya, yaitu dengan mengistilahkan pembagian jenis gaya bahasa dengan gaya umum. Maksudnya, gaya umum itu dapat ditambah, diperbesar dengan salah satu cara. Lebih lanjut ia membagi menjadi lima kelompok cara agar gaya umum dapat diperbesar daya tenaganya, yaitu mengadakan perbandingan, pertentangan, pertukaran, perulangan, dan mengadakan perurutan yang bertujuan. 30 Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian gaya bahasa yang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Sudah disebutkan pula, pembagian jenis-jenis gaya bahasa dari berbagai ahli. Akan tetapi, dalam hal ini penulis lebih merujuk kepada pendapat yang dikemukakan oleh Gorys Keraf mengenai pembagian jenis-jenis gaya bahasa. Di dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa, Gorys keraf membagi jenis-jenis gaya bahasa menjadi dua, kemudian jenis- jenis tersebut dibagi lagi menjadi subjenis lain. Pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat dari segi bahasanya sendiri. 31 Alasan penulis merujuk kepada pendapat yang dikemukakan oleh Gorys Keraf, karena pembahasan gaya bahasa terutama dalam pembagian jenis-jenis gaya bahasa, Gorys Keraf terlihat lebih luas dan mendalam. 29 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa, 1985, h. 6. 30 A. Widyamartaya, Seni Menggayakan Kalimat: Bagaimana Mengembangkan, Mengefektifkan dan mencitarasakan kalimat, Yogyakarta: Kasinius, 1990, h. 53. 31 Gorys Keraf, op. cit., h. 115. Melalui buku Diksi dan Gaya Bahasa, dapat dilihat alasan Gorys Keraf menulis pembahasan tentang diksi dan gaya bahasa. Gorys berpandangan bahwa untuk dapat menulis sebuah karangan, baik fiksi maupun ilmiah tentulah dibutuhkan persyaratan tertentu. Persyaratan yang dimaksud Gorys antara lain seorang pengarang harus mampu memilih kata-kata yang tepat, harus luas kosa katanya, harus mampu menggunakan kamus yang ada. Di samping itu, ia juga berpandangan bahwa seorang penulis harus pula mampu mengungkapkan maksud dengan gaya bahasa yang cocok dan tepat. Persyaratan tersebut yang menjadi titik berat pembahasan buku Diksi dan Gaya Bahasa ini. Gorys menguraikan secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami, dan disertai dengan contoh-contoh konkret. 32 Sudah disebutkan sebelumnya bahwa Gorys Keraf membagi jenis- jenis gaya bahasa menjadi dua, kemudian dari kedua jenis gaya bahasa tersebut diuraikan kembali menjadi subjenis yang lain. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis gaya bahasa yang dimaksud oleh Gorys Keraf. a. Segi Nonbahasa Dari segi nonbahasa, gaya bahasa dapat dibagi atas tujuh pokok, yaitu sebagai berikut. 1 Berdasarkan pengarang, artinya gaya yang disebut sesuai dengan nama pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikut-pengikutnya, 32 Buku Diksi dan Gaya Bahasa karya Gorys Keraf ini juga merupakan satu rangkaian dengan buku-bukunya yang lain, seperti Komposisi, Eksposisi, Deskripsi, Argumentasi, dan Narasi. Lebih lanjut, buku Diksi dan Gaya Bahasa ini merupakan lanjutan dari buku Komposisi. Buku Komposisi dimaksudkan terutama untuk meletakkan dasar-dasar karang- mengarang bagi mahasiswa atau siapa saja yang ingin menggarap karangan secara baik dan teratur. Sementara itu, buku Diksi dan Gaya Bahasa mencoba memperkenalkan komposisi dilihat dari segi retorika. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat konsentrasi Gorys Keraf dalam membahas permasalahan karang-mengarang. sehingga dapat membentuk sebuah aliran, misalnya gaya Chairil atau gaya Sutardji. 33 2 Berdasarkan Masa, artinya gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya ada gaya lama, gaya klasik, gaya sastra modern, dan sebagainya. 34 3 Berdasarkan Medium, maksudnya adalah medium merupakan bahasa dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa, karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri. 35 4 Berdasarkan Subyek, artinya subyek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. 36 5 Berdasarkan Tempat, artinya bahwa gaya mendapat nama dari lokasi geografisnya, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan ekspresi bahasanya. 37 6 Berdasarkan Hadirin, artinya hampir sama dengan subyek, bahwa hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang. 38 7 Berdasarkan Tujuan, artinya gaya ini memperoleh nama dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, dimana pengarang ingin mencurahkan gejolak emotifnya. Ada gaya sentimental, gaya sarkatik, gaya diplomatis, gaya agung, ada pula gaya humor. 39 33 Gorys Keraf, loc. cit. 34 Ibid., h. 116. 35 Ibid. 36 Ibid. 37 Ibid. 38 Ibid. 39 Ibid. b. Segi Bahasa Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, sebagai berikut. 1 Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata 40 Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dapat dikatakan, gaya bahasa mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar bahasa baku dapat dibedakan menjadi tiga jenis gaya bahasa. Pertama, gaya bahasa resmi, yaitu gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. 41 Kedua, gaya bahasa tak resmi, biasanya gaya bahasa ini dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial, kolumnis, dan sebagainya. Singkatnya, gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum pelajar. 42 Ketiga, gaya bahasa percakapan, yaitu gaya bahasa dalam percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun, di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan. Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi- segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. 43 40 Ibid., h. 117. 41 Ibid. 42 Ibid., h. 118. 43 Ibid., h. 120. 2 Gaya Bahasa Berdasarkan Nada Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan. 44 Nada pertama-tama lahir dari sugesti yang dipancarkan oleh rangkaian kata-kata. Sementara itu, rangkaian kata-kata tunduk pada kaidah- kaidah sintaksis yang berlaku, maka nada, pilihan kata, dan struktur kalimat sebenarnya berjalan sejajar, dimana yang satu akan mempengaruhi yang lain. Berdasarkan nada, gaya bahasa terbagi tiga, yaitu gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah. Akan tetapi, dalam hal ini hanya dijelaskan mengenai gaya mulia dan bertenaga. Hal ini karena di dalam analisis puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Bang Haji, berdasarkan nadanya penulis menemukan adanya persamaan, yaitu sama-sama menggunakan gaya mulia dan bertenaga. Sesuai dengan namanya, gaya mulia dan bertenaga ini penuh dengan vitalitas dan energi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemulian. Nada yang agung dan mulia akan sanggup pula menggerakkan emosi setiap pendengar. 45 3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Ada kalimat yang periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Jenis ketiga adalah kalimat berimbang, 44 Ibid., h. 121. 45 Ibid., h. 122. yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat. 46 Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat yang telah disebutkan, maka dapat diperoleh gaya-gaya bahasa, seperti klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi. Di dalam gaya bahasa berdasarkan struktur kalimatnya penulis hanya menjelaskan gaya bahasa repetisi. Hal ini karena di dalam analisis puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Bang Haji, berdasarkan struktur kalimatnya, penulis menemukan adanya persamaan, yaitu sama-sama menggunakan gaya bahasa repetisi. Pengertian gaya bahasa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. 47 4 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Akan tetapi, bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksud di sini. 48 Gaya bahasa dalam uraian ini dibagi atas dua kelompok. Pertama, gaya bahasa retoris, yaitu semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Gaya bahasa retoris meliputi, aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufimismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau 46 Ibid., h. 124. 47 Ibid., h. 127. 48 Ibid., h. 129. pernyataan retoris, silepsis dan zeugma, koreksi atau epanortosis, hiperbol, paradoks, dan oksimoron. Kedua, gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Gaya bahasa kiasan meliputi, persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, dan pun atau paronomasia. Pembahasan mengenai gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, baik yang meliputi gaya bahasa retoris maupun yang meliputi gaya bahasa kiasan, penulis hanya menjelaskan jenis gaya bahasa simile atau persamaan dan gaya bahasa ironi. Hal ini karena di dalam analisis puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Bang Haji, penulis menemukan adanya perbedaan, yaitu Gus Mus lebih cenderung banyak menggunakan gaya bahasa simile, sementara Bang Haji cenderung banyak menggunakan gaya bahasa ironi. Gaya bahasa persamaan atau Simile adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan yang lain. Oleh karena itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya. 49 Sedangkan gaya bahasa ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata- katanya. 50 Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Oleh sebab itu, ironi akan berhasil jika pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya. 49 Ibid. h. 138. 50 Ibid., h. 143.

B. Puisi

1. Pengertian Puisi Puisi merupakan salah satu genre sastra. Banyak ahli yang masih memperdebatkan apa itu puisi. Begitu banyak definisi yang menjelaskan tentang puisi, namun masih ada sebagian orang yang merasa tidak puas dengan definisi yang telah diberikan. Secara mendasar, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan baik; gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. 51 Kosasih berpandangan, puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya akan makna, di mana keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra itu. 52 Lebih lanjut, Kosasih menambahkan bahwa kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa, di mana bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dengan yang digunakan sehari- hari, yaitu menggunakan bahasa yang diringkas, namun maknanya sangat kaya. 53 Sementara itu, Waluyo mengemukakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. 54 Definisi- definisi yang sudah disebutkan tidaklah salah. Akan tetapi, Wahyudi Siswanto dalam bukunya Pengantar Teori Sastra mengingatkan, hakikat 51 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1112. 52 E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, Bandung: Yrama Widya, 2012, h. 97. 53 Ibid. 54 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta: Erlangga, 1987, h. 25. puisi harus ditinjau dari segi pengarang dan pembaca. Artinya, puisi merupakan karya yang dimaksudkan oleh pengarang sebagai puisi dan diterima dengan sama oleh pembaca. 55 Sedangkan Goenawan Muhamad GM, penyair besar Indonesia, memiliki pandangan tersendiri mengenai hakikat puisi. Goenawan berpendapat bahwa puisi bukanlah rangkaian kata- kata elok, bukan rumusan-rumusan petuah dan kearifan. Puisi adalah persentuhan antara kita dan dunia luar, antara kita dan kegaiban yang besar, antara kita dan kita —sebuah kotak yang, dalam kata-kata seorang penyair, ―sederhana, seperti nyanyi‖. 56 Sejalan dengan yang dikemukakan Goenawan Muhamad, dalam buku The Norton Reader An Anthology of Expository prose dikatakan bahwa the work of the poet comes to meet the spiritual need of the society in which he live, and for this reason his work means more to him than his personal fate, whether he is a aware of this or not, 57 artinya, bahwa karya penyair datang untuk memenuhi kebutuhan spiritual dari masyarakat di mana ia hidup, dan untuk alasan ini karyanya berarti lebih baginya daripada nasib pribadinya, apakah ia menyadari hal ini atau tidak. Berdasarkan definisi yang sudah disebutkan dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan puisi adalah ragam sastra berupa luapan jiwa yang tersusun secara baik dengan bahasa yang terikat oleh irama, matra, rima, penyusunan larik dan bait yang memberikan keindahan serta di dalamnya mengungkapkan perasaan penyair dengan tetap berkonsentrasi pada struktur fisik dan struktur batinnya. 2. Struktur Puisi Keberadaan suatu karya sastra merupakan hasil cipta dari beberapa struktur. Struktur tersebut menjadi pembangun yang penting sebagai 55 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, h. 108. 56 Abdul Rozak Zaidan, Goenawan Muhamad, Berpuisi dengan Ironi, Jakarta: Bukupop, 2009, h. 26. 57 Arthur M. Eastman ed, The Norton Reader An Anthology of Expository prose, London: W. W. Norton Company, 1984, h. 596. pondasi kuat penyangga karya sastra. Begitu pula dalam puisi, tentunya terdiri dari beberapa struktur yang membangunnya. Waluyo membagi struktur puisi ke dalam dua macam, yaitu struktur fisik dan struktur batin. Sejalan dengan pernyataan Waluyo, Aswinarko dan Ahmad Bahtiar mengatakan, bahwa struktur fisik secara tradisional disebut elemen bahasa, sedangkan struktur batin secara tradisional disebut makna puisi. 58 Bentuk fisik puisi mencakup penampilannya di atas kertas dalam bentuk nada dan larik puisi, termasuk ke dalamnya perwajahan puisi tipografi, diksi, pengimajian, kata konkret, majas atau bahasa figuratif, dan versifikasi. Sementara yang mencakup struktur batin adalah tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat. Berikut ini penjelasan mengenai struktur fisik dan batin puisi yang dikemukakan Waluyo, dan nantinya dijadikan rujukan penulis dalam menganalisis karya yang akan diteliti. a Perwajahan tipografi Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik dan bait dalam puisi. Siswanto juga menjelaskan bahwa pada puisi konvensional, kata- kata yang digunakan diatur dalam deret yang disebut larik atau baris, di mana larik atau baris dalam puisi tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri tanda titik. 59 Lebih lanjut, Waluyo menjelaskan bahwa tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa maupun drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan. Ciri-ciri demikian menunjukkan eksistensi sebuah puisi. 60 Berdasarkan hal 58 Aswinarko dan Ahmad Bahtiar, Kajian Puisi Teori dan Praktik, Jakarta: Unindra Press, 2013, h. 49.