Gaya Bahasa KAJIAN TEORETIS
2. Fungsi dan Kedudukan Gaya Bahasa dalam Struktur Karya Sastra
Di dalam karya sastra terdapat tiga genre utama, yaitu puisi, prosa, dan drama. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa gaya bahasa paling
dominan terdapat di dalam puisi. Gaya dengan demikian mendominasi struktur puisi. Artinya, puisi seolah-olah merupakan struktur dari gaya
bahasa. Hal tersebut dapat dibuktikan dari susunan puisi itu sendiri, yaitu melalui medium terbatas dengan bahasa yang singkat dan padat mampu
menyampaikan perasaan yang ingin diungkapkan oleh penyair. Melalui gaya bahasa pula, baik intensitas pemakaian maupun fungsi dan
kedudukannya dalam struktur totalitas karya, membedakan genre sastra yang satu dengan genre sastra yang lain. Sejalan dengan hal tersebut, Ratna
memiliki pandangan bahwa dominasi gaya bahasa terkandung dalam puisi dengan pertimbangan keterbatasan medium penampilannya, sehingga unsur
yang ditonjolkan adalah bahasa itu sendiri yang sekaligus merupakan alat dan tujuan.
24
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa medium utama karya sastra adalah bahasa. Akan tetapi, sistem sastra tidak seketat sistem bahasa yang
terikat dengan tata bahasa, seperti fonologi, morfologi, sintaksis. Begitu juga dengan sistem ejaan, yaitu penggunaan huruf, penulisan huruf,
penulisan kata, penulisan unsur serapan, penggunaan tanda-tanda baca, dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat penggunaannya, misalnya ada bahasa
baku, bahasa ilmiah, bahasa dengan makna yang relatif sama pada setiap orang, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, baik antara
pengirim dengan penerima. Sebaliknya, di dalam karya sastra, penafsiran berbeda justru merupakan ciri-ciri kualitas estetis. Oleh karena itu, penulis
dimungkinkan untuk memanipulasi sistem bahasa, menyembunyikan makna sesungguhnya, bahkan menciptakan segala sesuatu yang sebelumnya belum
pernah ada.
24
Ibid., h. 62.
Tujuan utama gaya bahasa adalah menghasilkan keindahan.
25
Tujuan ini terjadi baik dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam ruang
lingkup linguistik, maupun dalam ruang lingkup kreativitas sastra. Akan tetapi, Wellek dan Warren memiliki pandangan bahwa kualitas estetis
menjadi pokok permasalahan dalam tataran ruang lingkup kreativitas sastra, yaitu melalui metode dan teknik diungkapkan secara rinci ciri-ciri bahasa
yang disebut indah.
26
Lebih lanjut, Wellek dan Warren menjelaskan bahwa ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memahami timbulnya aspek-
aspek, yaitu pertama melalui analisis sistematis sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan dengan makna total, kedua, dengan cara meneliti ciri-ciri
estetis karya sastra secara langsung sekaligus membedakannya dengan pemakaian bahasa biasa.
27
Jika menggunakan salah satu cara yang dijelaskan Wellek dan Warren, yaitu melalui analisis sistemis sistem linguistik karya sastra dan
dilanjutkan dengan makna total. Maka, hasil yang didapat adalah sistem linguistik yang khas karya tertentu, karya sastra seorang pengarang, atau
sekelompok karya dalam satu periode. Dari situlah akan terlihat bahwa gaya lahir secara bersistem. Tidak ada gaya yang lahir secara tiba-tiba. Meskipun
karya sastra adalah hasil imajinasi, tetapi imajinasi tidak lahir dari kekosongan, melainkan memiliki akar tempatnya berpijak, dan asal usulnya
dapat dicari.
28
Perubahan gaya bahasa memicu perkembangan genre yang selanjutnya menjadi indikator terhadap penyerapan sistem sosial ke dalam
karya seni. Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dan genre membantu efektivitas pemahaman terhadap masyarakat yang terungkap di dalam karya.
Hal tersebut ditunjukkan dengan kekhasan dari seorang pengarang atau karya dalam suatu periode.
25
Ibid., h. 67.
26
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, Terj. Melani Budianta, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993, h. 226.
27
Ibid.
28
Kutha Ratna, op. cit., h. 69.
3. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh karena itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian
yang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Tarigan menyebutkan, bahwa ada sekitar 60 gaya bahasa dan digolongkan menjadi
empat kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan.
29
Berbeda dengan yang dikemukakan Widyamartaya, yaitu dengan mengistilahkan pembagian jenis gaya bahasa dengan gaya umum.
Maksudnya, gaya umum itu dapat ditambah, diperbesar dengan salah satu cara. Lebih lanjut ia membagi menjadi lima kelompok cara agar gaya umum
dapat diperbesar daya tenaganya, yaitu mengadakan perbandingan, pertentangan, pertukaran, perulangan, dan mengadakan perurutan yang
bertujuan.
30
Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian gaya bahasa yang bersifat menyeluruh dan dapat
diterima oleh semua pihak. Sudah disebutkan pula, pembagian jenis-jenis gaya bahasa dari berbagai ahli. Akan tetapi, dalam hal ini penulis lebih
merujuk kepada pendapat yang dikemukakan oleh Gorys Keraf mengenai pembagian jenis-jenis gaya bahasa. Di dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa,
Gorys keraf membagi jenis-jenis gaya bahasa menjadi dua, kemudian jenis- jenis tersebut dibagi lagi menjadi subjenis lain. Pertama, dilihat dari segi
nonbahasa, dan kedua dilihat dari segi bahasanya sendiri.
31
Alasan penulis merujuk kepada pendapat yang dikemukakan oleh Gorys Keraf, karena pembahasan gaya bahasa terutama dalam pembagian
jenis-jenis gaya bahasa, Gorys Keraf terlihat lebih luas dan mendalam.
29
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa, 1985, h. 6.
30
A. Widyamartaya, Seni Menggayakan Kalimat: Bagaimana Mengembangkan, Mengefektifkan dan mencitarasakan kalimat, Yogyakarta: Kasinius, 1990, h. 53.
31
Gorys Keraf, op. cit., h. 115.
Melalui buku Diksi dan Gaya Bahasa, dapat dilihat alasan Gorys Keraf menulis pembahasan tentang diksi dan gaya bahasa. Gorys berpandangan
bahwa untuk dapat menulis sebuah karangan, baik fiksi maupun ilmiah tentulah dibutuhkan persyaratan tertentu. Persyaratan yang dimaksud Gorys
antara lain seorang pengarang harus mampu memilih kata-kata yang tepat, harus luas kosa katanya, harus mampu menggunakan kamus yang ada. Di
samping itu, ia juga berpandangan bahwa seorang penulis harus pula mampu mengungkapkan maksud dengan gaya bahasa yang cocok dan tepat.
Persyaratan tersebut yang menjadi titik berat pembahasan buku Diksi dan Gaya Bahasa ini. Gorys menguraikan secara sistematis dengan bahasa yang
mudah dipahami, dan disertai dengan contoh-contoh konkret.
32
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa Gorys Keraf membagi jenis- jenis gaya bahasa menjadi dua, kemudian dari kedua jenis gaya bahasa
tersebut diuraikan kembali menjadi subjenis yang lain. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis gaya bahasa yang dimaksud oleh Gorys Keraf.
a. Segi Nonbahasa
Dari segi nonbahasa, gaya bahasa dapat dibagi atas tujuh pokok, yaitu sebagai berikut.
1 Berdasarkan pengarang, artinya gaya yang disebut sesuai dengan nama
pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat
mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikut-pengikutnya,
32
Buku Diksi dan Gaya Bahasa karya Gorys Keraf ini juga merupakan satu rangkaian dengan buku-bukunya yang lain, seperti Komposisi, Eksposisi, Deskripsi, Argumentasi, dan
Narasi. Lebih lanjut, buku Diksi dan Gaya Bahasa ini merupakan lanjutan dari buku Komposisi. Buku Komposisi dimaksudkan terutama untuk meletakkan dasar-dasar karang-
mengarang bagi mahasiswa atau siapa saja yang ingin menggarap karangan secara baik dan teratur. Sementara itu, buku Diksi dan Gaya Bahasa mencoba memperkenalkan komposisi
dilihat dari segi retorika. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat konsentrasi Gorys Keraf dalam membahas permasalahan karang-mengarang.
sehingga dapat membentuk sebuah aliran, misalnya gaya Chairil atau gaya Sutardji.
33
2 Berdasarkan Masa, artinya gaya bahasa yang didasarkan pada masa
dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya ada gaya lama, gaya klasik, gaya sastra
modern, dan sebagainya.
34
3 Berdasarkan Medium, maksudnya adalah medium merupakan bahasa
dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa, karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri.
35
4 Berdasarkan Subyek, artinya subyek yang menjadi pokok pembicaraan
dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan.
36
5 Berdasarkan Tempat, artinya bahwa gaya mendapat nama dari lokasi
geografisnya, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan ekspresi bahasanya.
37
6 Berdasarkan Hadirin, artinya hampir sama dengan subyek, bahwa
hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang.
38
7 Berdasarkan Tujuan, artinya gaya ini memperoleh nama dari maksud
yang ingin disampaikan oleh pengarang, dimana pengarang ingin mencurahkan gejolak emotifnya. Ada gaya sentimental, gaya sarkatik,
gaya diplomatis, gaya agung, ada pula gaya humor.
39
33
Gorys Keraf, loc. cit.
34
Ibid., h. 116.
35
Ibid.
36
Ibid.
37
Ibid.
38
Ibid.
39
Ibid.
b. Segi Bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa
yang dipergunakan, sebagai berikut. 1
Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
40
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta
tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dapat dikatakan, gaya bahasa mempersoalkan ketepatan
dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar bahasa baku dapat dibedakan menjadi tiga
jenis gaya bahasa. Pertama, gaya bahasa resmi, yaitu gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan
resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.
41
Kedua, gaya bahasa tak resmi, biasanya gaya bahasa ini dipergunakan dalam karya-karya tulis,
buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial, kolumnis, dan sebagainya. Singkatnya, gaya
bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum pelajar.
42
Ketiga, gaya bahasa percakapan, yaitu gaya bahasa dalam percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata
percakapan. Namun, di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan.
Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi- segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan.
43
40
Ibid., h. 117.
41
Ibid.
42
Ibid., h. 118.
43
Ibid., h. 120.
2 Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana.
Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan.
44
Nada pertama-tama lahir dari sugesti yang dipancarkan oleh rangkaian kata-kata. Sementara itu, rangkaian kata-kata tunduk pada kaidah-
kaidah sintaksis yang berlaku, maka nada, pilihan kata, dan struktur kalimat sebenarnya berjalan sejajar, dimana yang satu akan mempengaruhi yang
lain. Berdasarkan nada, gaya bahasa terbagi tiga, yaitu gaya sederhana,
gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah. Akan tetapi, dalam hal ini hanya dijelaskan mengenai gaya mulia dan bertenaga. Hal ini karena di
dalam analisis puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Bang Haji, berdasarkan nadanya penulis menemukan adanya persamaan, yaitu
sama-sama menggunakan gaya mulia dan bertenaga. Sesuai dengan namanya, gaya mulia dan bertenaga ini penuh dengan vitalitas dan energi,
dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara,
tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemulian. Nada yang agung dan mulia akan sanggup pula menggerakkan emosi setiap
pendengar.
45
3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Ada kalimat yang periodik, bila bagian yang terpenting atau
gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan
ditempatkan pada awal kalimat. Jenis ketiga adalah kalimat berimbang,
44
Ibid., h. 121.
45
Ibid., h. 122.
yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat.
46
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat yang telah disebutkan, maka dapat diperoleh gaya-gaya
bahasa, seperti klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi. Di dalam gaya bahasa berdasarkan struktur kalimatnya penulis
hanya menjelaskan gaya bahasa repetisi. Hal ini karena di dalam analisis puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Bang Haji,
berdasarkan struktur kalimatnya, penulis menemukan adanya persamaan, yaitu sama-sama menggunakan gaya bahasa repetisi. Pengertian gaya
bahasa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang
sesuai.
47
4 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna
denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos.
Akan tetapi, bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu
dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksud di sini.
48
Gaya bahasa dalam uraian ini dibagi atas dua kelompok. Pertama, gaya bahasa retoris, yaitu semata-mata merupakan penyimpangan dari
konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Gaya bahasa retoris meliputi, aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton,
polisindeton, kiasmus, elipsis, eufimismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau
46
Ibid., h. 124.
47
Ibid., h. 127.
48
Ibid., h. 129.
pernyataan retoris, silepsis dan zeugma, koreksi atau epanortosis, hiperbol, paradoks, dan oksimoron. Kedua, gaya bahasa kiasan yang merupakan
penyimpangan lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Gaya bahasa kiasan meliputi, persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, fabel,
personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo,
antifrasis, dan pun atau paronomasia. Pembahasan mengenai gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya
makna, baik yang meliputi gaya bahasa retoris maupun yang meliputi gaya bahasa kiasan, penulis hanya menjelaskan jenis gaya bahasa simile atau
persamaan dan gaya bahasa ironi. Hal ini karena di dalam analisis puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Bang Haji, penulis
menemukan adanya perbedaan, yaitu Gus Mus lebih cenderung banyak menggunakan gaya bahasa simile, sementara Bang Haji cenderung banyak
menggunakan gaya bahasa ironi. Gaya bahasa persamaan atau Simile adalah gaya bahasa
perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan yang lain. Oleh karena itu, ia memerlukan upaya yang secara
eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
49
Sedangkan gaya bahasa ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna
atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata- katanya.
50
Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Entah
dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Oleh sebab itu, ironi akan berhasil
jika pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya.
49
Ibid. h. 138.
50
Ibid., h. 143.