Analisis Perbandingan Gaya Bahasa Pada Puisi Ibu Karya Mustofa
yaitu terdapat kata bertapa, dalam hal ini sangat lekat dengan kata gua serta memiliki sifat mengasingkan diri.
Setelah menggunakan frasa gua teduh untuk menggambarkan rahim seorang ibu atau menggambarkan pengorbanan ibu ketika mengandung
anaknya, Gus Mus selanjutnya memilih menggunakan kata kawah untuk mengambarkan pengorbanan seorang ibu dalam melahirkan anaknya.
Gambaran pengorbanan seorang ibu melahirkan anaknya diperkuat dengan penggunaan kata meluncur dan perkasa yang menggambarkan bahwa ibu
melahirkan anak-anaknya dengan sempurna, sehat, dan kuat. Selanjutnya Gus Mus menggunakan kata bumi untuk menggambarkan sosok ibu sebagai
tempat untuk mengadu. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan selanjutnya, yaitu yang tergelar lembut bagikumelepas lelah dan nestapa
menunjukkan kelemahan seorang anak di hadapan ibunya. Berdasarkan hal tersebut, Gus Mus cukup tepat memilih kata bumi. Selain karena alasan
yang telah disebutkan sebelumnya, kata bumi identik dengan sesuatu yang rendah menunjukkan kerendahatian seorang ibu yang selalu siap menerima
anaknya. Setelah Gus Mus menggunakan kata bumi untuk menggambarkan
sosok ibu sebagai tempat mengadu kembali, selanjutnya Gus Mus menggunakan kata gunung untuk menggambarkan posisi seorang ibu
sebagai penyeimbang atau pemberi masukan dalam menjaga cita-cita mimpi seorang anak. Hal tersebut tidak lepas dari makna, bahwa gunung
merupakan sesuatu yang kokoh atau sebagai penyeimbang bumi. Selanjutnya, Gus Mus menggunakan frasa mata air untuk menggambarkan
sosok ibu sebagai seseorang yang selalu menjadi penyemangat untuk anak- anaknya. Hal tersebut tidak lepas dari korelasi yang diciptakan Gus Mus
pada frasa mata air dengan kata dahaga. Jika kita merujuk pada kenyataan, air mata air merupakan sumber kehidupan, sementara kata dahaga identik
dengan rasa lelah. Hal tersebut membuktikan, bahwa pilihan kata yang Gus Mus lakukan sudah cukup tepat. Selanjutnya, bait pertama pada puisi Ibu ini
ditutup dengan penggunaan kata telaga untuk menggambarkan sosok ibu sebagai ruang untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat pada korelasi yang
diciptakan Gus Mus pada bait pertama larik ke-14, yaitu pada kata telaga dan bermain. Kata telaga identik dengan ruang, sementara bermain identik
dengan belajar. Berdasarkan analisis bait pertama yang sudah dijelaskan, dapat
ditarik kesimpulan, bahwa pilihan kata pada gaya bahasa yang digunakan Gus Mus sudah cukup tepat, yaitu secara konsisten menggunakan istilah
alam untuk menggambarkan sosok ibu. Selain cukup tepat dalam menggunakan pilihan kata yang ia gunakan, Gus Mus juga cermat
memposisikan tiap kata yang ia gunakan. Kecermatan Gus Mus dalam memposisikan pilihan kata yang ia gunakan terlihat dari urutan gambaran
pengorbanan seorang ibu, mulai dari mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari analisis yang
sudah dipaparkan sebelumnya, yaitu menggunakan kata gua yang melambangkan rahim seorang ibu. Sudah diketahui bersama, bahwa rahim
merupakan tempat dimana seorang anak pertama dibentuk menjadi manusia utuh.
Selanjutnya, Gus
Mus menggunakan
kata kawah
untuk menggambarkan pengorbanan seorang ibu dalam melahirkan anaknya,
bahkan pada proses ini, ibu harus berjuang antara hidup dan mati. Setelah menggambarkan pengorbanan seorang ibu dalam mengandung dan
melahirkan, seorang ibu juga harus merawat dan menjaga anak-anaknya menjadi anak yang sehat dan cerdas, menjadi tempat mengadu bagi anak-
anaknya, membantu mewujudkan cita-cita anak, menjadi penyemangat, serta menjadi tempat untuk anaknya agar terus belajar. Semua gambaran-
gambaran pengorbanan seorang ibu tersebut diposisikan secara cermat oleh Gus Mus, tentunya dengan pemilihan kata yang tepat pula.
Kecermatan Gus Mus dalam memposisikan pilihan kata yang ia gunakan tidak hanya di bait pertama. Hal tersebut dapat dilihat pada bait
selanjutnya bait kedua. Jika di bait pertama Gus Mus memposisikan tiap
kata yang ia gunakan untuk menggambarkan tiap aspek pengorbanan seorang ibu, di bait kedua Gus Mus memposisikan tiap kata yang ia gunakan
untuk menggambarkan pengorbanan seorang ibu secara menyeluruh. Hal tersebut dapat dilihat pada baris pertama bait kedua. Gaya bahasa yang Gus
Mus pilih masih tentang alam, yaitu kata laut dan langit. Jika kita melihat makna tiap kata, laut identik dengan luas dan dalam, sedangkan langit
identik dengan tinggi. Akan tetapi, jika dimaknakan secara keseluruhan, yaitu laut dan langit, maka makna yang muncul adalah segalanya.
Kemudian di baris selanjutnya baris ketiga, Gus Mus memilih menggunakan kata mentari dan rembulan untuk menggambarkan sosok ibu
sebagai penerang bagi perjalanan hidup anaknya, yaitu perjalanan mencapai surganya Allah. Gaya bahasa yang digunakan Gus Mus yang dijelaskan
sebelumnya juga sangat cermat diposisikan oleh Gus Mus. Apalagi di akhir bait kedua ini, Gus Mus menggunakan sebuah hadis yang merangkum isi di
bait kedua tersebut. Terakhir, gaya bahasa yang digunakan Gus Mus ditutup dengan
sebait doa bait ketiga untuk seorang ibu. Hal tersebut membuktikan bahwa Gus Mus cukup tepat dalam memilih tiap kata yang dijadikan gaya
bahasanya serta memposisikan pilihan kata yang ia gunakan. Di bait ketiga ini pula, Gus Mus seolah memberikan penekanan, bahwa atas semua bentuk
pengorbanan yang dilakukan seorang ibu, sudah seharusnya kita mendoakan ibu, karena tidak ada apapun yang bisa membalas semua pengorbanan yang
ibu lakukan, selain hanya doa dari anaknya. Jika tadi dilihat ketepatan dan kecermatan seorang Gus Mus dalam
memilih gaya bahasa yang ia gunakan serta memposisikannya secara cermat dalam puisi Ibu, lalu bagaimana dengan Rhoma Irama dalam lirik lagu
Keramat. Di dalam lirik lagu Keramat ini, ternyata gaya bahasa yang Bang Haji gunakan bukan hanya untuk mengejar unsur ritmis semata. Sudah
diketahui bersama, bahwa lirik lagu bukan hanya menuntut kata-katanya saja, tetapi lirik lagu juga dituntut pas untuk didengar ketika dinyanyikan.
Ada hal yang menarik jika kita membandingkan puisi Ibu karya Gus Mus dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama, yaitu keduanya sama-
sama banyak menggunakan istilah-istilah alam pada tiap karya. Akan tetapi, istilah alam yang digunakan Gus Mus dalam puisi Ibu lebih kaya
dibandingkan istilah alam yang digunakan Bang Haji dalam lirik lagu Keramat. Hal tersebut tidak lepas dari fungsi yang ingin dicapai. Jika Gus
Mus menggunakan istilah alam untuk menggambarkan pengorbanan seorang ibu kepada anaknya serta sebagai bentuk kekagumannya akan
keagungan seorang ibu. Sementara itu, Bang Haji memposisikan istilah alam sebagai bentuk penolakannya terhadap perilaku-perilaku yang terjadi
di masyarakat. Hal tersebut karena banyak masyarakat yang berpikiran keliru, yaitu menganggap gunung, laut, dukun, dan kuburan sebagai tempat
yang suci dan dapat memberikan apapun yang diminta. Padahal ada tempat atau perantara yang sebetulnya lebih tepat, yaitu seorang ibu. Melalui cinta,
kasih, dan doanya, mengabulkan apa yang diinginkan anaknya. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat ditarik kesimpulan
perbandingan gaya bahasa pada puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama dengan melihat gaya bahasa pada tiap pilihan
katanya. Ternyata terdapat persamaan dan perbedaannya. Persamaannya, dapat dilihat pada banyaknya penggunaan istilah alam yang digunakan.
Sementara itu, perbedaannya adalah fungsi dari istilah alam digunakan. Jika Gus Mus menggunakan istilah alam untuk menggambarkan pengorbanan
seorang ibu atau sebagai gambaran kekaguman akan keagungan seorang ibu, sedangkan Bang Haji memposisikan istilah alam yang ia gunakan
sebagai bentuk penolakan atau kritikannya kepada perilaku masyarakat yang keliru.
2. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Berdasarkan nadanya, gaya bahasa didasarkan pada pengaruh dari rangkaian kata-kata yang telah dipilih pada sebuah wacana. Seringkali
pengaruh ini akan terlihat jika diikuti dengan pengaruh suara ketika wacana tersebut dibacakan. Di dalam puisi Ibu ini, jika puisi tersebut dibacakan,
maka nada yang muncul adalah ajakan kepada pembaca untuk melihat keagungan seorang ibu. Bukan hanya mengajak untuk mengagumi sosok
ibu, Gus Mus juga mengajak pembaca untuk selalu mendoakan ibu. Merujuk kepada pendapatnya Gorys Keraf, gaya bahasa yang digunakan
Gus Mus berdasarkan nadanya, maka tergolong gaya mulia dan bertenaga. Hal tersebut tidak lepas dari pilihan kata yang digunakan Gus Mus mampu
menggerakkan emosi baik pembaca maupun pendengarnya ketika puisi tersebut dibacakan.
Sama halnya dengan nada yang muncul dari puisi Ibu, pada lirik lagu Keramat, berdasarkan nadanya tergolong ke dalam jenis gaya bahasa
mulia dan bertenaga. Hal tersebut terlihat dari maksud lirik lagu Keramat ini, yaitu berupa nasihat. Akan tetapi, bentuk nasihat yang digunakan Bang
Haji bukan hanya berupa perintah, melainkan juga bentuk peringatan. Bentuk peringatan yang dilakukan Bang Haji banyak menggunakan istilah-
istilah yang sederhana. Hal inilah yang membuat lirik lagu ini tidak terkesan menggurui, namun tetap mampu menggerakkan emosi pendengarnya.
Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan perbandingan gaya bahasa pada puisi Ibu karya Gus Mus dengan lirik lagu
Keramat karya Bang Haji dengan melihat berdasarkan nadanya, maka sama- sama tergolong ke dalam jenis gaya bahasa mulia dan bertenaga.
Perbedaannya hanya terletak pada tujuannya. Jika Gus Mus menggunakan gaya bahasa mulia dan bertenaga untuk mengajak kepada pembacanya,
sedangkan Bang Haji menggunakan gaya bahasa tersebut sebagai bentuk nasihat serta peringatan kepada pendengarnya.
3. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Berdasarkan struktur kalimatnya, gaya bahasa dalam puisi Ibu karya Gus Mus ini cenderung menggunakan gaya bahasa repetisi. Pengulangan
bunyi dalam puisi Ibu ini membentuk musikalitas, sehingga dengan pengulangan bunyi tersebut, puisi menjadi lebih merdu jika dibaca.
Contohnya pada larik Kaulah gua teduh tempatku bertapa bersamamu sekian lama Kaulah kawah darimana aku meluncur dengan perkasa
kaulah bumi yang tergelar lembut bagiku. Berdasarkan kutipan tersebut, Gus Mus menggunakan pengulangan pada frasa kaulah. Pengulangan frasa
kaulah ini bukan hanya mengejar agar puisi tersebut merdu untuk dibaca. Akan tetapi, Gus Mus juga menggunakan lambang bunyi. Jika merujuk
kepada kutipan yang telah disebutkan sebelumnya, lambang bunyi yang dipilih Gus Mus adalah istilah alam. Penulis berpendapat, bahwa pemilihan
bunyi-bunyi yang digunakan Gus Mus dengan memanfaatkan istilah alam sudah cukup tepat untuk mendukung perasaan atau suasana puisi. Sudah
diketahui bersama, bahwa puisi Ibu ini menggambarkan tentang kekaguman akan keagungan seorang ibu, sehingga dengan menggunakan pengulangan
pada frasa kaulah, kemudian didukung dengan lambang bunyi, yaitu berupa istilah alam semakin memperkuat unsur kekaguman akan keagungan yang
ditunjukkan Aku-lirik kepada objek-lirik ibu. Begitu juga dengan Bang Haji dalam lirik lagu Keramat.
Berdasarkan struktur kalimatnya, gaya bahasa yang Bang Haji gunakan juga banyak menggunakan repetisi pengulangan. Sama halnya dengan yang
dilakukan Gus Mus, penggunaan repetisi yang dilakukan Bang Haji pun bukan hanya untuk mengejar unsur musikalitas pada lirik lagunya atau
membuat lirik lagu menjadi semakin merdu jika dinyanyikan. Akan tetapi, ada maksud lain yang ingin dilakukan Bang Haji dengan menggunakan
bentuk pengulangan, yaitu untuk memberikan penegasan atas kritik yang disampaikan.
Ada hal yang menarik jika membandingkan gaya bahasa yang digunakan Gus Mus pada puisi Ibu dengan gaya bahasa yang digunakan
Bang Haji dalam lirik lagu Keramat dengan melihat struktur kalimatnya, yaitu keduanya sama-sama cenderung menggunakan bentuk pengulangan.
Persamaan penggunaan pengulangan yang dilakukan Gus Mus dengan Bang Haji juga dapat dilihat dari lambang bunyi yang digunakan untuk
mendukung repetisi tersebut. Jika Gus Mus memilih menggunakan lambang bunyi, yaitu berupa istilah alam untuk mendukung perasaan dan suasana
puisinya, serta memperkuat unsur kekaguman akan keagungan Aku-lirik kepada objek-lirik ibu. Sementara itu, Bang Haji menggunakan lambang
bunyi yang juga berupa istilah alam untuk mendukung perasaan dan suasana lirik lagunya. Contohnya terdapat pada lirik bukannya gunung tempat kau
meminta bukan lautan tempat kau memuja bukan dukun tempat kau meminta bukan kuburan tempat memohon doa. Berdasarkan kutipan lirik
lagu tersebut, bentuk repetisi yang dilakukan Bang Haji terdapat pada pengulangan kata bukan kemudian disandingkan dengan penggunaan
lambang bunyi yang cukup tepat, yaitu berupa istilah alam. Sudah diketahui, bahwa lirik lagu Keramat karya Bang Haji ini menggambarkan tentang
kritikannya kepada masyarakat akan kekeliruannya yang telah menjadikan gunung, laut, dukun, serta kuburan sebagai tempat yang suci atau memiliki
kekeramatan. Melalui pengulangan kata bukan inilah, Rhoma ingin mempertegas kritikannya.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan mengenai perbandingan gaya bahasa antara puisi Ibu karya Gus Mus
dengan lirik lagu Keramat karya Bang Haji dengan melihat struktur kalimatnya.
Keduanya sama-sama
banyak menggunakan
repetisi pengulangan yang disandingkan dengan pemilihan istilah-istilah alam
yang cukup tepat. Sementara itu, jika melihat fungsi dari bentuk repetisi yang digunakan, keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Jika Gus Mus
menggunakan repetisi untuk memperkuat kekaguman akan keagungan Aku- lirik kepada sosok ibu, sedangkan Bang Haji menggunakan repetisi untuk
memperkuat kritikan-kritikannya. 4.
Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Jika melihat gaya bahasa pada puisi Ibu berdasarkan makna dengan mengukur langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai
masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan makna, maka gaya bahasa yang digunakan Gus Mus banyak mengalami
perubahan makna atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya. Hal tersebut tidak lepas dari cara Gus Mus banyak menggunakan bahasa
kiasan di dalam puisi Ibu ini. Melalui bahasa kiasan inilah Gus Mus seakan menggunakan bahasa yang ia gunakan untuk menyatakan sesuatu dengan
cara yang tidak biasa, yaitu secara tidak langsung mengungkapkan makna dari puisi Ibu. Hal tersebut membuat puisi Ibu ini menjadi memiliki banyak
makna atau kaya akan makna. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan langsung tidaknya
makna, gaya bahasa yang telah digunakan Gus Mus banyak menggunakan pengiasan, sehingga menimbulkan makna kias dari puisi Ibu. Hal tersebut
membuat pembaca harus bisa menafsirkan kiasan yang dibuat Gus Mus. Bentuk kiasan yang digunakan Gus Mus sendiri tergolong bentuk kiasan
langsung atau disebut juga gaya bahasa metafora. Hal tersebut tidak lepas dari benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya. Penyair
mengiaskan ibu yang ia kagumi dengan istilah-istilah alam. Hal tersebut dapat dilihat dari cara Gus Mus menghadirkan benda yang ia kiaskan, di
mana sosok ibu ada bersama pengiasnya, yaitu berupa istilah alam. Meskipun sosok ibu sebagai benda yang dikiaskan hanya muncul sekali,
tepatnya di awal baris pada bait pertama. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengurangi eksistensi sosok ibu sebagai benda yang dikiaskan.
Istilah-istilah alam yang digunakan Gus Mus bukan hanya sebagai pengias. Akan tetapi, istilah-istilah alam yang Gus Mus gunakan juga
sebagai bentuk perlambangan yang digunakan untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana puisi menjadi lebih jelas, sehingga dapat
menggugah hati pembacanya. Di dalam puisi Ibu ini, Gus Mus sangat memperhatikan lambang yang ia gunakan. Hal tersebut menjadi sangat
penting, sebab kata-kata dari kehidupan sehari-hari saja belum cukup untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Oleh
sebab itu, diperlukan pergantian dengan benda lain atau simbolisasi, sebab dengan simbolisasi makna akan menjadi lebih hidup, jelas, dan mudah
dibayangkan oleh pembacanya. Gus Mus telah memilih istilah alam sebagai bentuk perlambangan atau simbolisasinya dalam menggambarkan
keagungan seorang ibu. Hal tersebut membuat puisi Ibu menjadi semakin hidup, jelas, dan mudah dibayangkan pembacanya.
Macam-macam lambang yang telah Gus Mus pilih pastinya sudah dipertimbangkan sebelumnya, termasuk dengan melihat keadaan atau
peristiwa yang ingin Gus Mus gambarkan untuk mengganti keadaan atau peristiwa. Puisi Ibu memperlihatkan keadaan kekaguman akan keagungan
sosok ibu cukup tepat. Ketepatan pemilihan lambang yang Gus Mus lakukan dengan memilih istilah alam karena alam merupakan bentuk kekuasaan
Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selanjutnya, alam juga menunjukkan sesuatu yang berkuasa. Selain itu, alam juga merupakan
sesuatu yang dekat dengan manusia pembaca. Hal tersebut semakin memudahkan pembaca membayangkan puisi Ibu ini, serta pembaca tidak
terlalu mengalami kesulitan untuk menangkap maksud yang ingin disampaikan Gus Mus dalam puisi Ibu ini.
Jika tadi dilihat gaya bahasa pada puisi Ibu berdasarkan makna dengan mengukur langsung tidaknya makna, dimana Gus Mus banyak
menggunakan bahasa kiasan serta perlambangan, yaitu berupa istilah alam, sehingga membuat puisi Ibu menjadi kaya akan makna. Berbeda dengan
yang dilakukan Bang Haji. Memang di dalam lirik lagu Keramat, Bang Haji juga cukup banyak menggunakan istilah alam sebagai bentuk perlambangan.
Akan tetapi, istilah-istilah alam yang Bang Haji pilih masih mempertahankan makna denotatifnya, sehingga pemilihan istilah alam yang
Bang Haji gunakan tidak dapat dikatakan untuk memperkaya makna, tetapi hanya sebatas memperkaya kata yang ada di dalam lirik lagu tersebut.
Selain itu, tujuan yang ingin Bang Haji capai dengan menggunakan istilah alam adalah untuk mempertegas kritikannya. Hal tersebut semakin
memperkuat, bahwa makna yang ada pada lirik lagu Keramat tetap mengacu kepada makna sebenarnya.
Lirik lagu Keramat ini juga merupakan gambaran kritikan Bang Haji atas perilaku menyimpang yang dilakukan masyarakat. Hal tersebut
membuat Bang Haji banyak menggunakan gaya bahasa ironi untuk mendukung kritik yang ingin ia sampaikan. Contohnya pada kutipan lirik
bila kau sayang pada kekasih lebih sayanglah pada ibumu bila kau patuh pada rajamu lebih patuhlah pada ibumu. Berdasarkan kutipan tersebut,
sangat terlihat ironi yang ditunjukkan Bang Haji, yaitu banyak orang yang ketika jatuh cinta menjadi lupa diri, bahkan rasa sayangnya pun melebihi
rasa sayang kepada ibunya sendiri. Selain itu, Bang Haji juga menunjukkan ironinya, yaitu banyak orang lebih takut kepada raja atau atasan
dibandingkan dengan ibunya sendiri, sehingga kepentingan ibu sering dinomorduakan dibandingkan kepentingan atasan.
Bang Haji bisa saja menyampaikan kritikannya dalam bentuk sinisme atau sarkasme. Memang dengan menggunakan bentuk sinisme atau
sarkasme, kritikan yang Bang Haji sampaikan langsung mengena kepada pendengarnya. Akan tetapi, keestetisan lirik lagu tersebut menjadi sedikit
memudar, bahkan respon yang diterima pendengarnya pun menjadi berkurang. Hal tersebut dikarenakan jika menggunakan sinisme atau
sarkasme, lirik lagu tersebut menjadi terkesan terlalu menggurui. Berbeda jika Bang Haji menyampaikan kritikannya dalam bentuk ironi, maka
meskipun lirik tersebut berupa kritikan, namun lirik lagu tersebut tidak terkesan menggurui, sehingga lirik lagu tersebut menjadi mudah diterima
pendengarnya. Perlu diketahui, berdasarkan langsung tidaknya makna, lirik lagu
Keramat ini juga terdapat jenis gaya jenis gaya bahasa sinekdoke, yaitu pars pro toto. Contohnya terdapat pada kutipan lirik lagu darah dagingmu dari
air susunya jiwa ragamu dari kasih sayangnya. Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat frasa yang menunjukkan sebagian untuk menyatakan
keseluruhan, yaitu pada darah dagingmu dan jiwa ragamu. Keduanya dikatakan digolongkan ke dalam jenis gaya bahasa pars pro toto karena pada
frasa darah daging menunjukkan hubungan anak dengan ibu berdasarkan lahiriah darah daging, sementara jiwa ragamu menujukkan hubungan
batiniyah seorang anak dengan ibunya kasih sayang. Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan, maka terdapat perbedaan
gaya bahasa antara puisi Ibu dengan lirik lagu Keramat berdasarkan langsung tidaknya makna. Jika Gus Mus cenderung banyak menggunakan
gaya bahasa
simile dengan
memanfaatkan istilah
alam untuk
menggambarkan keagungan seorang ibu. Sementara itu, Bang Haji cenderung banyak menggunakan gaya bahasa ironi yang juga dengan
memanfaatkan istilah alam. Selain itu, fungsi dari gaya bahasa yang digunakan Gus Mus dengan gaya bahasa yang digunakan Bang Haji juga
memiliki perbedaan. Jika Gus Mus banyak menggunakan gaya bahasa simile dengan banyak menciptakan kiasan untuk menciptakan efek
kekayaan makna, sehingga lebih efektif untuk ditangkap pembaca, serta membuat bahasa puisi menjadi lebih sugestif. Sementara, Bang Haji
cenderung banyak menggunakan gaya bahasa ironi, bertujuan untuk mempertegas tujuan yang ingin disampaikan, yaitu berupa nasihat. Selain
itu, dengan menggunakan gaya bahasa ironi, lirik lagu Keramat menjadi tidak terkesan menggurui, sehingga dapat diterima oleh pendengarnya.