Analisis Perbandingan Gaya Bahasa Pada Puisi Ibu Karya Mustofa

yaitu terdapat kata bertapa, dalam hal ini sangat lekat dengan kata gua serta memiliki sifat mengasingkan diri. Setelah menggunakan frasa gua teduh untuk menggambarkan rahim seorang ibu atau menggambarkan pengorbanan ibu ketika mengandung anaknya, Gus Mus selanjutnya memilih menggunakan kata kawah untuk mengambarkan pengorbanan seorang ibu dalam melahirkan anaknya. Gambaran pengorbanan seorang ibu melahirkan anaknya diperkuat dengan penggunaan kata meluncur dan perkasa yang menggambarkan bahwa ibu melahirkan anak-anaknya dengan sempurna, sehat, dan kuat. Selanjutnya Gus Mus menggunakan kata bumi untuk menggambarkan sosok ibu sebagai tempat untuk mengadu. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan selanjutnya, yaitu yang tergelar lembut bagikumelepas lelah dan nestapa menunjukkan kelemahan seorang anak di hadapan ibunya. Berdasarkan hal tersebut, Gus Mus cukup tepat memilih kata bumi. Selain karena alasan yang telah disebutkan sebelumnya, kata bumi identik dengan sesuatu yang rendah menunjukkan kerendahatian seorang ibu yang selalu siap menerima anaknya. Setelah Gus Mus menggunakan kata bumi untuk menggambarkan sosok ibu sebagai tempat mengadu kembali, selanjutnya Gus Mus menggunakan kata gunung untuk menggambarkan posisi seorang ibu sebagai penyeimbang atau pemberi masukan dalam menjaga cita-cita mimpi seorang anak. Hal tersebut tidak lepas dari makna, bahwa gunung merupakan sesuatu yang kokoh atau sebagai penyeimbang bumi. Selanjutnya, Gus Mus menggunakan frasa mata air untuk menggambarkan sosok ibu sebagai seseorang yang selalu menjadi penyemangat untuk anak- anaknya. Hal tersebut tidak lepas dari korelasi yang diciptakan Gus Mus pada frasa mata air dengan kata dahaga. Jika kita merujuk pada kenyataan, air mata air merupakan sumber kehidupan, sementara kata dahaga identik dengan rasa lelah. Hal tersebut membuktikan, bahwa pilihan kata yang Gus Mus lakukan sudah cukup tepat. Selanjutnya, bait pertama pada puisi Ibu ini ditutup dengan penggunaan kata telaga untuk menggambarkan sosok ibu sebagai ruang untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat pada korelasi yang diciptakan Gus Mus pada bait pertama larik ke-14, yaitu pada kata telaga dan bermain. Kata telaga identik dengan ruang, sementara bermain identik dengan belajar. Berdasarkan analisis bait pertama yang sudah dijelaskan, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pilihan kata pada gaya bahasa yang digunakan Gus Mus sudah cukup tepat, yaitu secara konsisten menggunakan istilah alam untuk menggambarkan sosok ibu. Selain cukup tepat dalam menggunakan pilihan kata yang ia gunakan, Gus Mus juga cermat memposisikan tiap kata yang ia gunakan. Kecermatan Gus Mus dalam memposisikan pilihan kata yang ia gunakan terlihat dari urutan gambaran pengorbanan seorang ibu, mulai dari mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari analisis yang sudah dipaparkan sebelumnya, yaitu menggunakan kata gua yang melambangkan rahim seorang ibu. Sudah diketahui bersama, bahwa rahim merupakan tempat dimana seorang anak pertama dibentuk menjadi manusia utuh. Selanjutnya, Gus Mus menggunakan kata kawah untuk menggambarkan pengorbanan seorang ibu dalam melahirkan anaknya, bahkan pada proses ini, ibu harus berjuang antara hidup dan mati. Setelah menggambarkan pengorbanan seorang ibu dalam mengandung dan melahirkan, seorang ibu juga harus merawat dan menjaga anak-anaknya menjadi anak yang sehat dan cerdas, menjadi tempat mengadu bagi anak- anaknya, membantu mewujudkan cita-cita anak, menjadi penyemangat, serta menjadi tempat untuk anaknya agar terus belajar. Semua gambaran- gambaran pengorbanan seorang ibu tersebut diposisikan secara cermat oleh Gus Mus, tentunya dengan pemilihan kata yang tepat pula. Kecermatan Gus Mus dalam memposisikan pilihan kata yang ia gunakan tidak hanya di bait pertama. Hal tersebut dapat dilihat pada bait selanjutnya bait kedua. Jika di bait pertama Gus Mus memposisikan tiap kata yang ia gunakan untuk menggambarkan tiap aspek pengorbanan seorang ibu, di bait kedua Gus Mus memposisikan tiap kata yang ia gunakan untuk menggambarkan pengorbanan seorang ibu secara menyeluruh. Hal tersebut dapat dilihat pada baris pertama bait kedua. Gaya bahasa yang Gus Mus pilih masih tentang alam, yaitu kata laut dan langit. Jika kita melihat makna tiap kata, laut identik dengan luas dan dalam, sedangkan langit identik dengan tinggi. Akan tetapi, jika dimaknakan secara keseluruhan, yaitu laut dan langit, maka makna yang muncul adalah segalanya. Kemudian di baris selanjutnya baris ketiga, Gus Mus memilih menggunakan kata mentari dan rembulan untuk menggambarkan sosok ibu sebagai penerang bagi perjalanan hidup anaknya, yaitu perjalanan mencapai surganya Allah. Gaya bahasa yang digunakan Gus Mus yang dijelaskan sebelumnya juga sangat cermat diposisikan oleh Gus Mus. Apalagi di akhir bait kedua ini, Gus Mus menggunakan sebuah hadis yang merangkum isi di bait kedua tersebut. Terakhir, gaya bahasa yang digunakan Gus Mus ditutup dengan sebait doa bait ketiga untuk seorang ibu. Hal tersebut membuktikan bahwa Gus Mus cukup tepat dalam memilih tiap kata yang dijadikan gaya bahasanya serta memposisikan pilihan kata yang ia gunakan. Di bait ketiga ini pula, Gus Mus seolah memberikan penekanan, bahwa atas semua bentuk pengorbanan yang dilakukan seorang ibu, sudah seharusnya kita mendoakan ibu, karena tidak ada apapun yang bisa membalas semua pengorbanan yang ibu lakukan, selain hanya doa dari anaknya. Jika tadi dilihat ketepatan dan kecermatan seorang Gus Mus dalam memilih gaya bahasa yang ia gunakan serta memposisikannya secara cermat dalam puisi Ibu, lalu bagaimana dengan Rhoma Irama dalam lirik lagu Keramat. Di dalam lirik lagu Keramat ini, ternyata gaya bahasa yang Bang Haji gunakan bukan hanya untuk mengejar unsur ritmis semata. Sudah diketahui bersama, bahwa lirik lagu bukan hanya menuntut kata-katanya saja, tetapi lirik lagu juga dituntut pas untuk didengar ketika dinyanyikan. Ada hal yang menarik jika kita membandingkan puisi Ibu karya Gus Mus dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama, yaitu keduanya sama- sama banyak menggunakan istilah-istilah alam pada tiap karya. Akan tetapi, istilah alam yang digunakan Gus Mus dalam puisi Ibu lebih kaya dibandingkan istilah alam yang digunakan Bang Haji dalam lirik lagu Keramat. Hal tersebut tidak lepas dari fungsi yang ingin dicapai. Jika Gus Mus menggunakan istilah alam untuk menggambarkan pengorbanan seorang ibu kepada anaknya serta sebagai bentuk kekagumannya akan keagungan seorang ibu. Sementara itu, Bang Haji memposisikan istilah alam sebagai bentuk penolakannya terhadap perilaku-perilaku yang terjadi di masyarakat. Hal tersebut karena banyak masyarakat yang berpikiran keliru, yaitu menganggap gunung, laut, dukun, dan kuburan sebagai tempat yang suci dan dapat memberikan apapun yang diminta. Padahal ada tempat atau perantara yang sebetulnya lebih tepat, yaitu seorang ibu. Melalui cinta, kasih, dan doanya, mengabulkan apa yang diinginkan anaknya. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat ditarik kesimpulan perbandingan gaya bahasa pada puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama dengan melihat gaya bahasa pada tiap pilihan katanya. Ternyata terdapat persamaan dan perbedaannya. Persamaannya, dapat dilihat pada banyaknya penggunaan istilah alam yang digunakan. Sementara itu, perbedaannya adalah fungsi dari istilah alam digunakan. Jika Gus Mus menggunakan istilah alam untuk menggambarkan pengorbanan seorang ibu atau sebagai gambaran kekaguman akan keagungan seorang ibu, sedangkan Bang Haji memposisikan istilah alam yang ia gunakan sebagai bentuk penolakan atau kritikannya kepada perilaku masyarakat yang keliru. 2. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada Berdasarkan nadanya, gaya bahasa didasarkan pada pengaruh dari rangkaian kata-kata yang telah dipilih pada sebuah wacana. Seringkali pengaruh ini akan terlihat jika diikuti dengan pengaruh suara ketika wacana tersebut dibacakan. Di dalam puisi Ibu ini, jika puisi tersebut dibacakan, maka nada yang muncul adalah ajakan kepada pembaca untuk melihat keagungan seorang ibu. Bukan hanya mengajak untuk mengagumi sosok ibu, Gus Mus juga mengajak pembaca untuk selalu mendoakan ibu. Merujuk kepada pendapatnya Gorys Keraf, gaya bahasa yang digunakan Gus Mus berdasarkan nadanya, maka tergolong gaya mulia dan bertenaga. Hal tersebut tidak lepas dari pilihan kata yang digunakan Gus Mus mampu menggerakkan emosi baik pembaca maupun pendengarnya ketika puisi tersebut dibacakan. Sama halnya dengan nada yang muncul dari puisi Ibu, pada lirik lagu Keramat, berdasarkan nadanya tergolong ke dalam jenis gaya bahasa mulia dan bertenaga. Hal tersebut terlihat dari maksud lirik lagu Keramat ini, yaitu berupa nasihat. Akan tetapi, bentuk nasihat yang digunakan Bang Haji bukan hanya berupa perintah, melainkan juga bentuk peringatan. Bentuk peringatan yang dilakukan Bang Haji banyak menggunakan istilah- istilah yang sederhana. Hal inilah yang membuat lirik lagu ini tidak terkesan menggurui, namun tetap mampu menggerakkan emosi pendengarnya. Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan perbandingan gaya bahasa pada puisi Ibu karya Gus Mus dengan lirik lagu Keramat karya Bang Haji dengan melihat berdasarkan nadanya, maka sama- sama tergolong ke dalam jenis gaya bahasa mulia dan bertenaga. Perbedaannya hanya terletak pada tujuannya. Jika Gus Mus menggunakan gaya bahasa mulia dan bertenaga untuk mengajak kepada pembacanya, sedangkan Bang Haji menggunakan gaya bahasa tersebut sebagai bentuk nasihat serta peringatan kepada pendengarnya. 3. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat Berdasarkan struktur kalimatnya, gaya bahasa dalam puisi Ibu karya Gus Mus ini cenderung menggunakan gaya bahasa repetisi. Pengulangan bunyi dalam puisi Ibu ini membentuk musikalitas, sehingga dengan pengulangan bunyi tersebut, puisi menjadi lebih merdu jika dibaca. Contohnya pada larik Kaulah gua teduh tempatku bertapa bersamamu sekian lama Kaulah kawah darimana aku meluncur dengan perkasa kaulah bumi yang tergelar lembut bagiku. Berdasarkan kutipan tersebut, Gus Mus menggunakan pengulangan pada frasa kaulah. Pengulangan frasa kaulah ini bukan hanya mengejar agar puisi tersebut merdu untuk dibaca. Akan tetapi, Gus Mus juga menggunakan lambang bunyi. Jika merujuk kepada kutipan yang telah disebutkan sebelumnya, lambang bunyi yang dipilih Gus Mus adalah istilah alam. Penulis berpendapat, bahwa pemilihan bunyi-bunyi yang digunakan Gus Mus dengan memanfaatkan istilah alam sudah cukup tepat untuk mendukung perasaan atau suasana puisi. Sudah diketahui bersama, bahwa puisi Ibu ini menggambarkan tentang kekaguman akan keagungan seorang ibu, sehingga dengan menggunakan pengulangan pada frasa kaulah, kemudian didukung dengan lambang bunyi, yaitu berupa istilah alam semakin memperkuat unsur kekaguman akan keagungan yang ditunjukkan Aku-lirik kepada objek-lirik ibu. Begitu juga dengan Bang Haji dalam lirik lagu Keramat. Berdasarkan struktur kalimatnya, gaya bahasa yang Bang Haji gunakan juga banyak menggunakan repetisi pengulangan. Sama halnya dengan yang dilakukan Gus Mus, penggunaan repetisi yang dilakukan Bang Haji pun bukan hanya untuk mengejar unsur musikalitas pada lirik lagunya atau membuat lirik lagu menjadi semakin merdu jika dinyanyikan. Akan tetapi, ada maksud lain yang ingin dilakukan Bang Haji dengan menggunakan bentuk pengulangan, yaitu untuk memberikan penegasan atas kritik yang disampaikan. Ada hal yang menarik jika membandingkan gaya bahasa yang digunakan Gus Mus pada puisi Ibu dengan gaya bahasa yang digunakan Bang Haji dalam lirik lagu Keramat dengan melihat struktur kalimatnya, yaitu keduanya sama-sama cenderung menggunakan bentuk pengulangan. Persamaan penggunaan pengulangan yang dilakukan Gus Mus dengan Bang Haji juga dapat dilihat dari lambang bunyi yang digunakan untuk mendukung repetisi tersebut. Jika Gus Mus memilih menggunakan lambang bunyi, yaitu berupa istilah alam untuk mendukung perasaan dan suasana puisinya, serta memperkuat unsur kekaguman akan keagungan Aku-lirik kepada objek-lirik ibu. Sementara itu, Bang Haji menggunakan lambang bunyi yang juga berupa istilah alam untuk mendukung perasaan dan suasana lirik lagunya. Contohnya terdapat pada lirik bukannya gunung tempat kau meminta bukan lautan tempat kau memuja bukan dukun tempat kau meminta bukan kuburan tempat memohon doa. Berdasarkan kutipan lirik lagu tersebut, bentuk repetisi yang dilakukan Bang Haji terdapat pada pengulangan kata bukan kemudian disandingkan dengan penggunaan lambang bunyi yang cukup tepat, yaitu berupa istilah alam. Sudah diketahui, bahwa lirik lagu Keramat karya Bang Haji ini menggambarkan tentang kritikannya kepada masyarakat akan kekeliruannya yang telah menjadikan gunung, laut, dukun, serta kuburan sebagai tempat yang suci atau memiliki kekeramatan. Melalui pengulangan kata bukan inilah, Rhoma ingin mempertegas kritikannya. Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan mengenai perbandingan gaya bahasa antara puisi Ibu karya Gus Mus dengan lirik lagu Keramat karya Bang Haji dengan melihat struktur kalimatnya. Keduanya sama-sama banyak menggunakan repetisi pengulangan yang disandingkan dengan pemilihan istilah-istilah alam yang cukup tepat. Sementara itu, jika melihat fungsi dari bentuk repetisi yang digunakan, keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Jika Gus Mus menggunakan repetisi untuk memperkuat kekaguman akan keagungan Aku- lirik kepada sosok ibu, sedangkan Bang Haji menggunakan repetisi untuk memperkuat kritikan-kritikannya. 4. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Jika melihat gaya bahasa pada puisi Ibu berdasarkan makna dengan mengukur langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan makna, maka gaya bahasa yang digunakan Gus Mus banyak mengalami perubahan makna atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya. Hal tersebut tidak lepas dari cara Gus Mus banyak menggunakan bahasa kiasan di dalam puisi Ibu ini. Melalui bahasa kiasan inilah Gus Mus seakan menggunakan bahasa yang ia gunakan untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yaitu secara tidak langsung mengungkapkan makna dari puisi Ibu. Hal tersebut membuat puisi Ibu ini menjadi memiliki banyak makna atau kaya akan makna. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa yang telah digunakan Gus Mus banyak menggunakan pengiasan, sehingga menimbulkan makna kias dari puisi Ibu. Hal tersebut membuat pembaca harus bisa menafsirkan kiasan yang dibuat Gus Mus. Bentuk kiasan yang digunakan Gus Mus sendiri tergolong bentuk kiasan langsung atau disebut juga gaya bahasa metafora. Hal tersebut tidak lepas dari benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya. Penyair mengiaskan ibu yang ia kagumi dengan istilah-istilah alam. Hal tersebut dapat dilihat dari cara Gus Mus menghadirkan benda yang ia kiaskan, di mana sosok ibu ada bersama pengiasnya, yaitu berupa istilah alam. Meskipun sosok ibu sebagai benda yang dikiaskan hanya muncul sekali, tepatnya di awal baris pada bait pertama. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengurangi eksistensi sosok ibu sebagai benda yang dikiaskan. Istilah-istilah alam yang digunakan Gus Mus bukan hanya sebagai pengias. Akan tetapi, istilah-istilah alam yang Gus Mus gunakan juga sebagai bentuk perlambangan yang digunakan untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana puisi menjadi lebih jelas, sehingga dapat menggugah hati pembacanya. Di dalam puisi Ibu ini, Gus Mus sangat memperhatikan lambang yang ia gunakan. Hal tersebut menjadi sangat penting, sebab kata-kata dari kehidupan sehari-hari saja belum cukup untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Oleh sebab itu, diperlukan pergantian dengan benda lain atau simbolisasi, sebab dengan simbolisasi makna akan menjadi lebih hidup, jelas, dan mudah dibayangkan oleh pembacanya. Gus Mus telah memilih istilah alam sebagai bentuk perlambangan atau simbolisasinya dalam menggambarkan keagungan seorang ibu. Hal tersebut membuat puisi Ibu menjadi semakin hidup, jelas, dan mudah dibayangkan pembacanya. Macam-macam lambang yang telah Gus Mus pilih pastinya sudah dipertimbangkan sebelumnya, termasuk dengan melihat keadaan atau peristiwa yang ingin Gus Mus gambarkan untuk mengganti keadaan atau peristiwa. Puisi Ibu memperlihatkan keadaan kekaguman akan keagungan sosok ibu cukup tepat. Ketepatan pemilihan lambang yang Gus Mus lakukan dengan memilih istilah alam karena alam merupakan bentuk kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selanjutnya, alam juga menunjukkan sesuatu yang berkuasa. Selain itu, alam juga merupakan sesuatu yang dekat dengan manusia pembaca. Hal tersebut semakin memudahkan pembaca membayangkan puisi Ibu ini, serta pembaca tidak terlalu mengalami kesulitan untuk menangkap maksud yang ingin disampaikan Gus Mus dalam puisi Ibu ini. Jika tadi dilihat gaya bahasa pada puisi Ibu berdasarkan makna dengan mengukur langsung tidaknya makna, dimana Gus Mus banyak menggunakan bahasa kiasan serta perlambangan, yaitu berupa istilah alam, sehingga membuat puisi Ibu menjadi kaya akan makna. Berbeda dengan yang dilakukan Bang Haji. Memang di dalam lirik lagu Keramat, Bang Haji juga cukup banyak menggunakan istilah alam sebagai bentuk perlambangan. Akan tetapi, istilah-istilah alam yang Bang Haji pilih masih mempertahankan makna denotatifnya, sehingga pemilihan istilah alam yang Bang Haji gunakan tidak dapat dikatakan untuk memperkaya makna, tetapi hanya sebatas memperkaya kata yang ada di dalam lirik lagu tersebut. Selain itu, tujuan yang ingin Bang Haji capai dengan menggunakan istilah alam adalah untuk mempertegas kritikannya. Hal tersebut semakin memperkuat, bahwa makna yang ada pada lirik lagu Keramat tetap mengacu kepada makna sebenarnya. Lirik lagu Keramat ini juga merupakan gambaran kritikan Bang Haji atas perilaku menyimpang yang dilakukan masyarakat. Hal tersebut membuat Bang Haji banyak menggunakan gaya bahasa ironi untuk mendukung kritik yang ingin ia sampaikan. Contohnya pada kutipan lirik bila kau sayang pada kekasih lebih sayanglah pada ibumu bila kau patuh pada rajamu lebih patuhlah pada ibumu. Berdasarkan kutipan tersebut, sangat terlihat ironi yang ditunjukkan Bang Haji, yaitu banyak orang yang ketika jatuh cinta menjadi lupa diri, bahkan rasa sayangnya pun melebihi rasa sayang kepada ibunya sendiri. Selain itu, Bang Haji juga menunjukkan ironinya, yaitu banyak orang lebih takut kepada raja atau atasan dibandingkan dengan ibunya sendiri, sehingga kepentingan ibu sering dinomorduakan dibandingkan kepentingan atasan. Bang Haji bisa saja menyampaikan kritikannya dalam bentuk sinisme atau sarkasme. Memang dengan menggunakan bentuk sinisme atau sarkasme, kritikan yang Bang Haji sampaikan langsung mengena kepada pendengarnya. Akan tetapi, keestetisan lirik lagu tersebut menjadi sedikit memudar, bahkan respon yang diterima pendengarnya pun menjadi berkurang. Hal tersebut dikarenakan jika menggunakan sinisme atau sarkasme, lirik lagu tersebut menjadi terkesan terlalu menggurui. Berbeda jika Bang Haji menyampaikan kritikannya dalam bentuk ironi, maka meskipun lirik tersebut berupa kritikan, namun lirik lagu tersebut tidak terkesan menggurui, sehingga lirik lagu tersebut menjadi mudah diterima pendengarnya. Perlu diketahui, berdasarkan langsung tidaknya makna, lirik lagu Keramat ini juga terdapat jenis gaya jenis gaya bahasa sinekdoke, yaitu pars pro toto. Contohnya terdapat pada kutipan lirik lagu darah dagingmu dari air susunya jiwa ragamu dari kasih sayangnya. Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat frasa yang menunjukkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan, yaitu pada darah dagingmu dan jiwa ragamu. Keduanya dikatakan digolongkan ke dalam jenis gaya bahasa pars pro toto karena pada frasa darah daging menunjukkan hubungan anak dengan ibu berdasarkan lahiriah darah daging, sementara jiwa ragamu menujukkan hubungan batiniyah seorang anak dengan ibunya kasih sayang. Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan, maka terdapat perbedaan gaya bahasa antara puisi Ibu dengan lirik lagu Keramat berdasarkan langsung tidaknya makna. Jika Gus Mus cenderung banyak menggunakan gaya bahasa simile dengan memanfaatkan istilah alam untuk menggambarkan keagungan seorang ibu. Sementara itu, Bang Haji cenderung banyak menggunakan gaya bahasa ironi yang juga dengan memanfaatkan istilah alam. Selain itu, fungsi dari gaya bahasa yang digunakan Gus Mus dengan gaya bahasa yang digunakan Bang Haji juga memiliki perbedaan. Jika Gus Mus banyak menggunakan gaya bahasa simile dengan banyak menciptakan kiasan untuk menciptakan efek kekayaan makna, sehingga lebih efektif untuk ditangkap pembaca, serta membuat bahasa puisi menjadi lebih sugestif. Sementara, Bang Haji cenderung banyak menggunakan gaya bahasa ironi, bertujuan untuk mempertegas tujuan yang ingin disampaikan, yaitu berupa nasihat. Selain itu, dengan menggunakan gaya bahasa ironi, lirik lagu Keramat menjadi tidak terkesan menggurui, sehingga dapat diterima oleh pendengarnya.

C. Analisis Fungsi Gaya Bahasa Puisi Ibu Karya Mustofa Bisri dengan

Lirik Lagu Keramat Karya Rhoma Irama Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, baik dari struktur yang membangun maupun analisis perbandingan gaya bahasa antara puisi Ibu karya Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama, ternyata memiliki fungsi yang berbeda. Jika Gus Mus memfungsikan puisi Ibu sebagai bentuk penggambaran keagungan sosok ibu, sementara Bang Haji memfungsikan lirik lagu Keramat sebagai alat untuk melakukan kritik sosial. Berikut ini analisis fungsi gaya bahasa yang terdapat dalam puisi Ibu dan lirik lagu Keramat. 1. Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan, tepatnya dari pilihan kata yang digunakan, Gus Mus mengajak pembaca untuk melihat keagungan seorang ibu yang telah berkorban dalam merawat dan membesarkan anaknya. Penggunaan istilah alam yang tepat serta kecermatan dalam memposisikannya semakin menegaskan penggambaran yang ditunjukkan Aku-lirik yang selalu kagum akan keagungan seorang ibu. Berbeda dengan yang Bang Haji lakukan. Berdasarkan pilihan kata dari gaya bahasa yang digunakan, Bang Haji menyindir atau mengkritik kepada orang-orang yang menurut Bang Haji keliru. Penggunaan istiilah alam, seperti gunung, laut, dukun, serta kuburan semakin menegaskan sindiran keras yang ditujukan kepada orang-orang yang dianggapnya keliru. Keliru dalam memahami hakikat yang kekeramatan yang ada di dunia. 2. Berdasarkan nadanya, Gus Mus memfungsikan gaya bahasa yang digunakan untuk mengajak kepada pembaca. Bentuk ajakan yang Gus Mus lakukan adalah untuk melihat keagungan seorang ibu. Gus mus juga mengajak pembaca untuk selalu mendoakan ibu. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan nadanya, Bang Haji memfungsikan gaya bahasanya sebagai alat untuk menyampaikan nasihat. Akan tetapi, ketepatan Bang Haji menggunakan gaya bahasa yang sederhana, membuat lirik lagu Keramat ini tidak terkesan seperti menggurui, sehingga mudah diterima pendengarnya. 3. Gaya bahasa yang digunakan Gus Mus berdasarkan struktur kalimatnya difungsikan untuk memperkuat gambaran akan kekaguman Aku-lirik kepada sosok ibu. Penggunaan repetisi yang disandingkan dengaan pemilihan istilah-istilah alam yang cukup tepat, semakin menegaskan gambaran yang dilakukan Gus Mus. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan struktur kalimatnya, Bang Haji memfungsikan gaya bahasa yang digunakan untuk mengkritik orang-orang yang dianggap Bang Haji keliru. Penggunaan repetisi yang disandingkan dengan pemilihan istilah- istilah alam yang cukup tepat pula semakin menegaskan sindiran atau kritikan yang Bang Haji lakukan. 4. Jika dilihat berdasarkan langsung tidaknya makna, Gus Mus yang cenderung menggunakan gaya bahasa metafora dengan banyak menggunakan kiasan, yaitu memanfaatkan istilah alam, difungsikan untuk menciptakan efek kekayaan makna, sehingga lebih efektif untuk ditangkap pembaca, serta membuat bahasa puisi menjadi lebih sugestif. Sementara itu, lirik lagu Bang Haji yang cenderung banyak menggunakan gaya bahasa ironi, difungsikan untuk mempertegas tujuan yang ingin disampaikan, yaitu berupa nasihat.

D. Implikasi Perbandingan Gaya Bahasa pada Puisi Ibu Karya

Mustofa Bisri dengan Lirik Lagu Keramat karya Rhoma Irama Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat Sekolah Menengah Atas SMA atau sederajat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP tidak hanya dipandang dan menitikberatkan pada aspek pengetahuan saja. Akan tetapi, juga memperhatikan dan menekankan pada aspek penerapan nilai-nilai atau yang terdapat dalam pengetahuan. Jika merujuk pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, pembahasan puisi Ibu ini diimplikasikan ke dalam pokok bahasan sastra yang terdapat dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yakni kelas X semester I ganjil. Sementara kompetensi dasar KD yang dipilih dalam pokok bahasan sastra tersebut adalah mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman.