Analisis Struktur Fisik Puisi Ibu
pertama larik ke-12 dua belas. Kata brenti seharusnya berhenti, yang merupakan hasil dari penambahan imbuhan afiksasi be + henti. Akan
tetapi, Gus Mus memilih menggunakannya dengan bahasa percakapan yakni brenti.
Kedua, kata sorga yang terdapat pada bait ke-2 dua larik ke-20 dua puluh. Pemilihan kata sorga yang Gus Mus lakukan juga merupakan
pengaruh terhadap bahasa daerah. Kata sorga yang digunakan Gus Mus menggunakan vokal o. Jika merujuk kepada standar buku Bahasa
Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Bahasa kata surga ditulis dengan sorga kurang tepat karena tidak sesuai dengan penulisan yang baku.
Ketiga, penyimpangan pada penggunaan frasa kasihsayangMu yang terdapat pada bait ke-3 tiga larik ke-25 dua puluh lima. Penyimpangan
pada frasa kasihsayangMu ini juga tergolong bentuk penyimpangan morfologis. Frasa kasihsayangMu ditulis oleh Gus Mus dengan cara
digabung tanpa diberi jarak spasi. Seharusnya penulisan yang tepat adalah dipisah, seperti kasih sayang-Mu.
Puisi Ibu karya Gus Mus ini juga banyak menggunakan istilah-istilah alam untuk menggambarkan sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik. Hal ini
menunjukkan, bahwa kontruksi diksi yang diciptakan oleh Gus Mus dalam setiap karyanya tidak terlalu mementingkan kerapihan stilistik ataupun
organisasi larik. Hal tersebut menjadikan puisi Gus Mus ini terlihat ramah, menghilangkan jarak formalitas puisi, sehingga terkesan ingin menyerahkan
langsung ke pembaca. Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa adanya kontruksi bangunan
diksi yang sederhana pada puisi Ibu, yaitu dapat dilihat dari banyaknya penggunaan istilah alam yang diciptakan Gus Mus untuk menggambarkan
sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik. Hal tersebut dikatakan sederhana, karena alam merupakan bentuk kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara
langsung. Selanjutnya, alam juga menunjukkan sesuatu yang berkuasa. Selain itu, alam merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan manusia
pembaca, sehingga pembaca tidak terlalu mengalami kesulitan untuk menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Gus Mus.
Bait pertama pada puisi Ibu, sosok ibu digambarkan oleh Aku-lirik seperti sebuah gua, sebagai tempat untuk bertapa. Hal tersebut terdapat pada
larik ke-2 dan ke-3
Kaulah gua teduh tempatku bertapa bersamamu
Pemilihan kata gua memang sangat lekat dengan kata bertapa, karena gua kebanyakan dijadikan tempat untuk bertapa atau mencari ilham, bahkan
Nabi Muhamad Saw pun ketika mencari ilham dan mendapatkan wahyu pertamanya ada di sebuah gua Gua Hira. Selanjutnya Gus Mus
menyandingkan kata gua dengan kata teduh. Kata teduh, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti tenang atau aman
150
. Berdasarkan hal tersebut, pemilihan frasa gua teduh untuk mengibaratkan sosok ibu dalam
pandangan Aku-lirik menurut penulis adalah untuk menggambarkan sebuah rahim. Rahim merupakan tempat pertama, di mana seorang manusia
mendapat kasih sayang dari seorang ibu, bahkan rahim pula menjadi tempat pertama seseorang mendapat pendidikan sebelum seorang anak dilahirkan.
Alasan penulis, bahwa gua teduh merupakan penggambaran sebuah rahim, dapat dilihat dari pengertian yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kata
gua menunjukkan sebuah tempat, selanjutnya kata teduh memiliki sifat tenang, damai, dan aman, kemudian penggunaan kata bertapa yang
memiliki sifat mengasingkan diri. Selain itu, alasan yang menujukkan bahwa gua teduh merupakan gambaran rahim seorang ibu, diperkuat pada
bait pertama larik ke-4 empat, yaitu penggunaan frasa sekian lama. Frasa sekian lama ini menunjukkan waktu yang ada batasnya. Hal tersebut sesuai
150
Departemen Pendidikaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi keempat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1417.
dengan kenyataan, bahwa seorang bayi ada batasnya berada di dalam rahim seorang ibu sampai akhirnya dilahirkan.
Pada bait pertama larik ke-7 tujuh, sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik diibaratkan bumi. Kemudian dilanjutkan pada larik ke-8 dan ke-9
mengenai penjelasan alasan ibu diibaratkan sebagai bumi. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku melepas lelah dan nestapa
Kata bumi identik sebagai tempat kembali orang yang telah meninggal. Selain itu, bumi juga dapat dikatakan sesuatu yang rendah. Korelasinya
dengan larik selanjutnya, yaitu yang tergelar lembut bagikumelepas lelah dan nestapa adalah menunjukkan kelemahan seorang anak di hadapan
ibunya. Artinya, pemilihan istilah bumi di sini cukup tepat untuk menggambarkan sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik yang merupakan
tempat mengadu kembali seorang anak. Hal ini tidak lepas pada kenyataan, bahwa seorang anak ketika mengalami kesenangan maupun
kesedihan, orang yang pertama kali diceritakan adalah ibu. Selanjutnya makna dari bumi yang identik dengan sesuatu yang digunakan sebagai
tempat berpijak, menunjukkan kerendah-hatian seorang ibu yang selalu siap menerima anaknya.
Pada bait pertama larik ke-10 sepuluh dan ke-11 sebelas, sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik diibaratkan sebuah gunung. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam Pemilihan kata gunung yang dipilih oleh Gus Mus juga cukup tepat.
Gunung merupakan sesuatu yang kokoh. Hal tersebut menggambarkan sosok ibu yang perkasa. Selain itu, gunung juga merupakan penyeimbang
bumi, hal tersebut menunjukkan sosok ibu yang bisa dijadikan penyeimbang
atau pemberi masukan dalam menjaga cita-cita seorang anak mimpiku. Selanjutnya kata siang dan malam, menunjukkan waktu, yaitu setiap saat.
Pada bait pertama larik ke-12 dua belas dan ke-13 tiga belas, sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik diibaratkan seperti sebuah mata air.
Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku Jika merujuk pada kenyataan, air mata air merupakan sumber kehidupan,
sementara kata dahaga identik dengan rasa lelah. Pemilihan kata tersebut cukup tepat untuk menggambarkan sosok ibu sebagai penyemangat ketika
seorang anak merasa lelah menjalani kehidupan. Bait pertama larik ke-14 dan ke-15, sosok ibu dalam pandangan Aku-
lirik diibaratkan seperti sebuah telaga. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam Kata telaga identik dengan ruang, sementara bermain identik dengan
belajar, sehingga maksud dari kata telaga dan bermain adalah untuk menggambarkan sosok ibu sebagai ruang untuk anaknya belajar.
Selanjutnya, pemilihan kata berenang dan menyelam adalah ibu sebagai tempat anak dalam menyelami kehidupan.
Pada bait kedua larik pertama, sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik diibaratkan seperti laut dan langit. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut ini:
Kaulah, ibu, laut dan langit.
............................................ Jika diambil makna tiap kata, laut identik dengan luas dan dalam, sedangkan
langit identik dengan tinggi. Akan tetapi, jika dimaknakan secara keseluruhan, yaitu laut dan langit, maka makna yang muncul adalah
segalanya. Kemudian di larik berikutnya larik ke-2, terdapat kutipan yang
menjaga lurus horisonku. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata horison berarti langit bagian bawah yang berbatasan dengan permukaan
bumi atau laut; kaki langit; cakrawala
151
, sehingga horison identik dengan jauh mimpi atau perjalanan mencari hal. Penulis berpendapat, pemilihan
kata menjaga, lurus, dan horison, menggambarkan sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik sebagai seseorang yang menjaga mimpi cita-cita
seorang anak agar tetap lurus dengan mimpi awalnya. Pada bait kedua larik ke-3 tiga, sosok ibu dalam pandangan Aku-
lirik diibaratkan seperti mentari dan rembulan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut ini:
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
.................................................... Kata mentari dan rembulan identik dengan cahaya. Selain itu kata mentari
dan rembulan menunjukkan keterangan waktu. Korelasinya dengan larik berikutnya, yaitu yang mengawal perjalananku, menunjukkan bahwa
ibulah yang mengarahkan anaknya di setiap perjalanan hidup seorang anak. Selanjutnya, perjalanan hidup yang dikemukakan Aku-lirik adalah
perjalanan untuk mencapai surga. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan larik berikutnya larik ke-5, mencari jejak sorga.
Di bait kedua, tepatnya larik ke-5 dan ke-6, penyair mengutip sebuah hadis. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
mencari jejak sorga di telapak kakimu.
152
151
Ibid, h. 507.
152
Dari Mu‘wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang
kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: ―Apakah engkau masih mempunyai
ibu?‖ Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: ―Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.‖
Syaikh al- Albani berkomentar: ―Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, jilid 2, hlm. 54, dan yang
Penggunaan hadis tersebut, tidak lepas dari latar belakang penyair itu sendiri yang merupakan seorang ulama.
d. Kata Konkret dan Kata Abstrak
Penggunaan kata konkret dalam puisi bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilakukan atau
dirasakan oleh penyair. Berikut ini merupakan kata-kata konkret yang terdapat dalam puisi Ibu:
Tabel I Kata Konkret Puisi
Ibu Bait
Larik Kata Konkret
I 1
Ibu 2
kawah, gua 3
Bertapa 5
kaulah, kawah 6
Aku 7
kaulah, bumi 10
Gunung 11
siang, malam 12
mata air 14
Telaga
II 1
kaulah, ibu, laut, langit 3
kaulah, ibu, mentari, rembulan 6
telapak kakimu III
2 Aku
3 Ibuku
lainnya seperti ath-Thabrani jilid 1, hlm. 225, no. 2. Sanadnya Hasan insyaAllah. Dan telah dishahihkan oleh al-Hakim, jilid 4, hlm. 151, dan disetujui oleh adz-Dzahabi dan juga oleh
al- Mundziri, jilid 3, hlm. 214.‖ as-Silsilah adh-Dha‘ifah wa al-Maudhu‘ah, pada
penjelasan hadits no. 593[3]
5 Ibuku
6 Kau
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa kata konkret yang paling banyak digunakan penyair adalah istilah alam, seperti gua, kawah,
bumi, gunung, mata air, telaga, laut, mentari, dan rembulan. Pemunculan istilah-istilah alam ini paling banyak terdapat di bait pertama dan kedua. Hal
tersebut tidak lepas dari gambaran yang dimunculkan oleh penyair ketika puisi tersebut dibacakan, yaitu seolah-olah Aku-lirik sedang berbicara
kepada ibu. Selanjutnya pemunculan istilah-istilah alam ini difungsikan untuk mengungkapkan bentuk kekaguman akan keagungan seorang ibu atau
dapat dikatakan bahwa ibu sebagai ejawantah dari alam ciptaan Tuhan. Selain itu, penggunaan istilah-istilah alam ini juga memudahkan dan
mendekatkan pembaca dalam melihat, merasakan, dan memahami imaji yang dimunculkan oleh penyair.
Hampir di tiap larik, Aku-lirik mengagungkan sosok ibu dengan mengibaratkan alam sebagai ungkapan kekagumannya. Melalui ungkapan-
ungkapan tersebut, Aku-lirik berusaha menumbuhkan kesadaran akan apa yang telah dilakukan seorang ibu selama ini. Akan tetapi, ungkapan-
ungkapan kekaguman tersebut bukan hanya sebagai ucapan manis seorang anak terhadap ibunya, karena doa dari Aku-lirik sebagai ungkapan terima
kasihnya membuat puisi Ibu ini mencapai klimaksnya. Aku-lirik mengakhiri kekagumannya dengan berdoa kepada yang Maha Agung Tuhan sebagai
penutup pada bait ketiga, yaitu Tuhan
aku bersaksi ibuku telah melaksanakan amanatMu
menyampaikan kasihsayangMu maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi kekasih-kekasihmu
Amin.
Berbeda dengan kata konkret, kata abstrak berfungsi sebagai penambah estetika yang terdapat dalam puisi. Berikut ini merupakan kata-
kata abstrak yang terdapat dalam puisi Ibu:
Tabel II Kata Abstrak dalam Puisi
Ibu Bait
Larik Kata Abstrak
I 2
Teduh 4
sekian lama 6
meluncur, perkasa 8
tergelar, lembut 9
lelah, nestapa 10
menjaga, mimpiku 12
Mengalir 13
Membasahi 14
Bermain 15
berenang, menyelam
II 2
Menjaga, lurus, horisonku 4
Mengawal, perjalananku 5
Mencari, jejak, sorga
III 2
Bersaksi 3
Melaksanakan 4
Menyampaikan, kasihsayangMu 5
Kasihilah 6
Mengasihi 8
Kekasih-kekasihmu
Berdasarkan data di atas, kata abstrak yang terdapat dalam puisi Ibu dominan memiliki kedudukan sebagai predikat P. Hal tersebut
menandakan bahwa Aku-lirik cenderung memahami hakikat dan aktivitas
yang dilakukan oleh objek lirik, sehingga membuat kesimpulan bahwa apa yang dilakukan oleh seorang ibu mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap kehidupan Aku-lirik. Contohnya dapat dilihat pada bait kedua yang berbunyi Kaulah, ibu, laut dan langit yang menjaga lurus horisonku.
Maksud dari kata abstrak dalam larik tersebut, bahwa seorang ibu selalu menjaga serta mengarahkan mimpi atau cita-cita anak-anaknya. Pengawasan
seorang ibu dalam menjaga lurus horison anaknya membuat mimpi atau cita-cita anaknya dapat tercapai. Kita ketahui bersama, bahwa dalam
menggapai cita-cita,
banyak sekali
tantangannya, bahkan
tidak memungkinkan apa yang dicapai seorang anak berbanding terbalik dengan
apa yang menjadi cita-cita awalnya. e.
Imaji atau Pencitraan Puisi Ibu didominasi oleh imaji penglihatan visual. Hal tersebut
dikarenakan penggunaan istilah alam yang berkorelasi dengan visual di setiap gambaran yang dimunculkan penyair. Dominannya penggunaan
istilah alam dan imaji visual dapat diasumsikan bahwa alam merupakan gambaran keagungan seorang ibu, karena alam menunjukkan sesuatu yang
berkuasa.
Tabel III Tabel Imaji dalam Puisi
Ibu Bait
Imaji Banyak
keterangan
I Penglihatan
17 Ibu, gua, bertapa,
kawah, meluncur,
perkasa, bumi,
gunung, menjaga,
siang, malam, mata air, mengalir, telaga,
bermain, berenang,
menyelam
Perabaan 2
teduh, lembut
II Penglihatan
9 ibu,
laut, langit,
menjaga, horisonku, mentari,
rembulan, mengawal,
mencari
III Penglihatan
2 bersaksi,
melaksanakan, menyampaikan
Puisi Ibu dimulai pada larik pertama dengan menampilkan imaji penglihatan, yaitu Ibu. Hal tersebut dilakukan penyair untuk memberikan
efek visual pertama supaya pembaca seolah-olah benar-benar melihat sosok ibu. Selanjutnya, pada larik-larik berikutnya, secara terus-menerus penyair
menggunakan istilah-istilah alam. Hal tersebut juga memberikan efek visual supaya pembaca seolah-seolah melihat kebesaran seorang ibu serta melihat
sikap dan perilaku seorang ibu dalam merawat dan membesarkan anaknya. Penyajian imaji visual ini juga diperkuat dengan imaji perabaan. Hal
tersebut dilakukan penyair untuk memberikan efek supaya pembaca bukan hanya seolah-olah benar-benar melihat, tetapi juga pembaca seolah-olah ikut
merasakan atas apa yang dilakukan seorang ibu.