Musik dan Lirik Lagu

kedua belah telinga, tetapi menyangkut banyak aspek yang jauh lebih mendasar dan mendalam. 76 Rhoma Irama dalam lagunya yang berjudul Musik mengatakan ―dengan adanya musik dunia ramai jadi berisik, tapi kalau tak ada musik, dunia sepi kurang asik‖. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa musik merupakan bunyi yang dapat diterima oleh individu, meskipun musik membuat kehidupan menjadi hingar-bingar, tetapi akan sangat terasa sepi jika dunia tanpa alunan-alunan musik. Jika dicermati lagi, belum pernah ada kasus orang jatuh sakit, terluka harfiah atau meninggal karena mendengarkan musik. Kecuali jika ada kasus bunuh diri karena mendengarkan sebuah lagu, secara psikologis tentu saja banyak alasan yang melatarbelakangi, bukan semata-mata karena musik. Musik bisa dianggap berbahaya ketika ada nilai atau ide dipenetrasikan ke dalam struktur lagu. Individu atau kelompok sosial memasukkan nilai atau ide lewat musikalisasi kata-kata puisi. 77 Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa musik tidak pernah mengancam eksistensi manusia. Justru yang dianggap mengancam adalah kata-kata yang terdapat dalam syair atau lirik sebuah lagu. Artinya, syair atau lirik memainkan peran sentral dalam komposisi lagu. Selain itu, gaya style dapat memunculkan strukturalisasi dalam musik. Pernyataan cukup menarik dilontarkan Alexander Pope yang mengatakan: Musik menyerupai sastra; dalam setiap perilakunya banyak bergaya Scotlandia. Artinya, musik tidak hanya diracik secara alamiah oleh semesta raya, tetapi juga dikonstruksi manusia dengan meniru suara- suara alam. Tiruan itu menimbulkan karakter akibat tipologi geografis dan kultur masyarakat. karakter berbeda-beda ini kemudian mampu menghadirkan nuansa nan khas ketika musik 76 Djohan, op. cit., h. 7. 77 Utan Parlindungan S., Musik dan Politik: Genjer – Genjer, Kuasa dan Kontestasi Makna, Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, 2007, h. 153. diciptakan. Nuansa itulah yang kemudian memberi warna colour, gaya style, atau aliran genre. Kemudian suara-suara itu diejawantahkan menjadi nada-nada yang harmonis dan dikombinasikan dengan kata-kata syair yang mengandung makna. Kata-kata inilah yang dimaksudkan musik menyerupai sastra. 78 2. Pengertian Lirik Lagu Berbicara tentang musik, maka di dalamnya akan terdapat istilah lagu yang merupakan bagian dari musik. Meskipun tidak semua musik di dalamnya terdapat lirik lagu, seperti musik intrumen. Akan tetapi, tidak sedikit juga musik yang di dalamnya terdapat lirik lagu. Di dalam lagu terdapat lirik yang merupakan salah satu bagian di dalam sebuah lagu yang fungsinya untuk mengungkapkan perasaan si pencipta. Meskipun hanya dengan suara musik sudah bisa mengungkapkan perasaan si pencipta, peran lirik pada sebuah lagu tetap sangat penting. Lirik dapat juga diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, karena itu ia disusun dalam susunan yang sederhana dan mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula. Ragam bahasa lagu atau lirik lagu termasuk dalam kategori ragam bahasa tidak resmi atau disebut juga ragam non formal atau tidak baku. Ragam bahasa ini merupakan ragam santai dan akrab. Di dalam penulisan lagu, seorang pencipta lagu tidak terlalu mempersoalkan tentang kebakuan bahasa yang dipakainya. Pemakaian bahasa yang ditulis bersifat longgar seperti bahasa yang digunakan dalam situasi santai namun tentu tidak terlepas dari proses kreatif, seleksi kata dan bahasa. Utan Parlindungan menyatakan, bahwa makna yang dominan dalam sebuah lirik lagu akan sangat bergantung pada siapa yang menggunakannya dan dengan cara seperti apa ia digunakan. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa kunci pokok dalam proses tersebut adalah infusi bahasa ke dalam musik lewat apa yang dikenal sebagai lirik. 79 Berdasarkan hal tersebut, seorang pencipta ketika membuat lirik lagu harus bisa menimbulkan efek 78 Ibid., h. 35. 79 Ibid., h. xvii. keindahan serta harmonisasi yang tepat dengan aransemen musik, sehingga lirik tersebut mampu memberikan kenikmatan tersendiri, terutama bagi pendengarnya. Kenikmatan suatu lirik akan terlihat ketika pendengarnya ikut terbawa suasana yang diciptakan oleh pencipta lagu. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat hegemoni yang nyata dari sebuah musik, bahwa tanpa disadari atau tidak musik berpengaruh dan dapat membuat seseorang tenang, agresif, gembira, mengingat suatu hal atau kejadian, serta dapat pula membuat sedih bahkan menangis. 80 Pengaruh musik sangat bergantung sekali pada fungsi ragam bahasa dan panca indera khususnya fungsi telinga dan fungsi otak kanan manusia. Selain itu, lingkungan tempat dan asal bunyi didengarkan dan diekspresikan dapat membentuk karakter suara musik tertentu. Kecocokan lagu dengan suasana hati dapat meningkatkan emosi, dan pada gilirannya akan memberikan pengaruh-pengaruh tertentu. 81 Menimbulkan efek keindahan lirik lagu tidaklah mudah. Sebab, keindahan bukan hanya terlihat dari efek yang ditimbulkan lagu kepada pendengarnya saja. Akan tetapi, suatu keindahan juga dituntut dari bahasa pada lirik lagu sendiri. Hal tersebut membuat seorang pencipta lagu harus cermat dalam memilih kata yang tepat, memiliki keselarasan nada maupun irama, serta memperhatikan nilai rasa. Dari sinilah akan terlihat ciri-ciri khusus pada lirik lagu yang membedakan antara pencipta yang satu dengan pencipta yang lain. Seorang pencipta lagu dalam menulis lirik lagu mementingkan faktor linguistik untuk mewujudkan hasil karyanya, di antaranya pilhan kata dan gaya bahasa. Faktor diksi pilihan kata dalam lirik lagu merupakan faktor penting, karena pemilihan kata yang tepat dan sesuai dengan musik merupakan daya tarik dari suatu lagu. Demikian juga dengan gaya bahasa, merupakan faktor yang membentuk suatu keindahan lagu. Sehubungan dengan pemilihan kata, kesesuaian kata meliputi bentuk dan arti. Bentuk 80 Ibid., h. 155. 81 Ibid., h. 21. merupakan wujud ujaran yang diucapkan manusia, sedangkan arti mengacu pada pesan yang ingin disampaikan. Arti memiliki tipe-tipe sesuai dengan kedudukan pemakai bahasa dalam suatu kalimat. Pemilihan kata yang tepat, suatu karya akan memberi kesan kepada para pembaca atau pendengar.

D. Hakikat Pembelajaran Sastra

1. Kurikulum dan Pembelajaran Sebelum dibahas mengenai hakikat pembelajaran sastra, perlu kiranya dipahami terlebih dahulu mengenai kurikulum dan pembelajaran, di mana keduanya tercakup di dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan menjadi satu-satunya jendela yang mampu mendidik bangsa menuju kemajuan, baik dalam hal intelektualitas, moralitas, maupun ilmiah. 82 Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Sementara itu, pembelajaran merupakan bagian dari proses pendidikan. Pembelajaran yang baik dan tepat akan mewujudkan cita-cita pendidikan yang luhur sebagaimana yang tertuang dalam Bab II, pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 83 82 Mukhlis PaEni ed, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra, dan Aksara, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009, h. 257. 83 A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 141. Di dalam pendidikan, selain ada proses pembelajaran tentunya terdapat kurikulum. Sebagaimana diungkapkan Wina Sanjaya di dalam buku Kurikulum dan Pembelajaran adalah sebagai berikut. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan walaupun keduanya memiliki posisi yang berbeda. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan; serta isi yang harus dipelajari; sedangkan pengajaran adalah proses yang terjadi dalam interaksi belajar dan mengajar antara guru dan siswa. Dengan demikian, tanpa kurikulum sebagai sebuah rencana, maka pembelajaran atau penagajaran tidak akan efektif; demikian juga tanpa pembelajaran atau pengajaran sebagai implementasi sebuah rencana, maka kurikulum tidak akan memiliki arti apa-apa. 84 Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya, dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan pedoman dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebagai sebuah pedoman, kurikulum ideal memegang peran yang sangat penting dalam merancang pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa. Sebab, melalui pedoman tersebut guru minimal dapat menentukan hal-hal sebagai berikut: 1. Merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Dapat dibayangkan tanpa tujuan yang jelas sebagai rambu-rambu, maka guru akan kesulitan menetukan dan merencanakan program pembelajaran; 2. Menentukan isi atau materi pembelajaran yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan atau penguasaan kompetensi; 3. Menyusun strategi pembelajaran untuk guru dan siswa sebagai upaya pencapaian tujuan. 4. Menentukan keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi. 85 2. Hakikat Pembelajaran Sastra Pembelajaran sastra adalah pembelajaran yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses 84 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet ke-4, 2008, kata pengantar. 85 Ibid., h. 22. kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Melalui pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Mereka berkenalan dengan sastra tidak melalui hapalan nama-nama judul karya sastra atau sinopsisnya saja, tetapi langsung berhadapan dengan karya sastranya. 86 Dapat dikatakan, melalui pendidikan sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan kenyataan yang ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan sikap positif terhadap karya sastra. Pendidikan semacam ini akan membiasakan diri peserta didik untuk berpikir kritis, terbuka, dan bersikap jujur. Masalah yang muncul saat ini adalah kurangnya minat baca di sekolah membuat karya-karya sastra kurang diminati oleh siswa. Hal tersebut dapat dilihat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, sedikit sekali pembahasan mengenai sastra dibahas. Akibatnya, banyak siswa yang tidak mengerti tentang sastra. Dari situlah muncul pandangan bahwa karya sastra dianggap tidak bermanfaat. Jika hal tersebut sampai terjadi, maka sastra sudah tidak bisa lagi digunakan sebagai bahan untuk memahami masalah- masalah yang terjadi di dunia. Akan tetapi, Rahmanto memiliki pandangan, jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat. 87 Masalah lain yang terjadi dalam pendidikan adalah bagaimana pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan secara utuh. Berdasarkan hal tersebut, Rahmanto memiliki pandangan bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara 86 Siswanto, op. cit., h. 168. 87 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kasinius, 2000, h. 15.