Berdasarkan hasil penelusuran di atas, penulis menemukan perbedaan mengenai pembahasan yang dilakukan, di mana penulis meneliti
Perbandingan Gaya Bahasa pada Puisi Ibu Karya A. Mustofa Bisri dengan Lirik Lagu Keramat karya Rhoma Irama serta Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Perbedaan mengenai pembahasan dengan empat skripsi yang telah ditemukan adalah pada skripsi
pertama, meskipun objek penelitiannya sama Rhoma Irama, tetapi fokus pembahasannya berbeda, yaitu nilai-nilai pendidikan yang terkandung
dalam syair lagu Rhoma Irama, serta lagu-lagu yang dipilih untuk dianalisis pun berbeda. Selanjutnya perbedaan dengan skripsi yang kedua terletak
pada fokus pembahasannya, di mana pada penelitian kedua fokus pembahasannya tentang sejarah dan hibridasi musik melayu serta kekuatan
dakwah dalam dangdut Rhoma Irama yang terletak pada lirik-lirik lagunya. Kemudian, perbedaan dengan skripsi yang ketiga terletak pada fokus
pembahasannya. Pada penelitian ketiga objek penelitiannya adalah kumpulan puisi karya A. Mustofa Bisri yang termuat di dalam Antologi
Puisi Tadarus. Sementara itu, perbedaan dengan skripsi yang keempat juga terletak pada fokus pembahasannya. Pada penelitian keempat objek
pene litiannya hanya pada 2 karya A. Mustofa Bisri, yaitu puisi ―Kalau
Sibuk Kapan Kau Sempat‖ dan ―Saling‖. Selain itu, fokus penelitiannya berbeda, yaitu mengenai kritik sosial yang terdapat dalam dua puisi tersebut.
Berdasarkan perbedaan keempat penelitian yang relevan di atas, peneliti terinspirasi untuk menjadikan A. Mustofa Bisri dan Rhoma Irama
sebagai objek penelitian. Meskipun objek penelitian ini serupa dengan keempat penelitian yang sudah dijelaskan, tetapi skripsi ini memiliki
perbedaan yang menjadi nilai tersendiri, yakni dengan membandingkan karya dari kedua objek penelitian. Dikatakan berbeda karena dari keempat
penelitian yang sudah dijelaskan di atas, penelitian-penelitian tersebut hanya menjadikan satu tokoh sebagai objek penelitiannya, yaitu dengan memilih
Rhoma Irama atau A. Mustofa Bisri. Sedangkan penulis memilih untuk
menjadikan kedua tokoh tersebut sebagai objek penelitian, di mana nantinya dari karya kedua tokoh tersebut akan dibandingkan pada aspek gaya
bahasanya. Selain itu, pada penelitian ini, penulis juga mengaitkan kedua karya dari kedua tokoh tersebut dengan implikasinya terhadap pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Tujuan menggabungkan antara perbandingan gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu dengan gaya
bahasa yang terdapat dalam puisi dan implikasinya dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah untuk melihat hubungan yang baik dan
positif dalam pembelajaran. Hal ini akan terlihat dampaknya jika para siswa tidak hanya paham pelajaran atau materi secara teoretis, tetapi juga cakap
dalam mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
50
BAB III BIOGRAFI TOKOH
A. Ahmad Mustofa Bisri 1. Biografi A. Mustofa Bisri
K.H. A. Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus, lahir di Rembang Jawa Tengah, 10 Agustus 1994, dari keluarga santri. Kakeknya,
Kiai Mustofa Bisri adalah seorang ulama. Begitu pula dengan ayahnya, K.H Bisri Mustofa merupakan seorang ulama kharismatik tersohor yang juga
sebagai pendiri Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.
90
Gus Mus sejak kecil dididik orangtuanya dengan keras, terutama menyangkut prinsip-prinsip agama. Pendidikan dasar dan menengahnya pun
terbilang kacau. Setamat sekolah dasar tahun 1956, ia melanjutkan ke sekolah tsanawiyah setingkat dengan jenjang SMP. Baru setahun di
tsanawiyah, ia keluar, kemudian masuk Pesantren Lirboyo, Kediri selama dua tahun. Setelah dua tahun di Pesantren Lirboyo, ia pindah lagi ke
Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, ia diasuh oleh K. H. Ali Maksum selama hampir tiga tahun, kemudian ia kembali ke Rembang
untuk mengaji langsung di bawah asuhan ayahnya.
91
K. H. Ali Maksum dan K.H. Bisri Mustofa merupakan guru yang paling banyak memengaruhi
perjalanan hidupnya. Kedua kiai tersebut memberikan kebebasan kepada para santri untuk mengembangkan bakat seni. Pada tahun 1964, Gus Mus
dikirim ke Kairo, Mesir, untuk belajar di Universitas Al-Azhar, mengambil
90
Anonim, Biografi Achmad Mustofa Bisri diakses dari http:www.tokohindonesia.comensiklopediaachmad-mustofa-bisribiografiindexs.html
diakses pada 20 Maret 2014
91
Ibid
jurusan studi keislaman dan bahasa Arab, hingga tamat tahun 1970. Ia satu angkatan dengan K.H. Abdurrahman Wahid Almarhum.
92
Gus Mus merupakan kiai pembelajar bagi para para ulama dan umat. Kiai yang sekarang mengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin
menggantikan ayahnya ini enggan menolak dicalonkan menjadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama dalam Muktamar NU ke 31 2811-212-2004 di
Boyolali, Jawa Tengah. Ia mempunyai prinsip harus bisa mengukur diri. Setiap hendak memasuki lembaga apapun, ia selalu terlebih dahulu
mengukur diri. Itulah yang dilakoninya ketika Gus Dur mencalonkannya dalam pemilihan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU
ke-31 itu. Gus Mus menikah dengan Siti Fatimah. Ia dikarunia tujuh orang
anak, enam di antaranya perempuan. Anak lelaki satu-satunya adalah si bungsu, Mochamad Bisri Mustofa. Anak laki-lakinya lebih memilih tinggal
di Madura dan menjadi santri di sana.
93
Kakek dari empat cucu ini sehari- hari tinggal di lingkungan pondok hanya bersama istri dan anak keenamnya,
Almas. Setelah kakaknya, K. H. Cholil Bisri, meninggal dunia, ia sendiri yang memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin,
didampingi putra Cholil Bisri. Pondok yang terletak di Desa Leteh, Kecamatan Rembang Kota, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, 115
kilometer arah timur Kota Semarang itu sudah berdiri sejak tahun 1941. Keluarga Mustofa Bisri menempati sebuah rumah kuno wakaf yang tampak
sederhana tapi asri, terletak di kawasan pondok. Ia biasa menerima tamu di ruang seluas 5 x 12 meter berkarpet hijau dan berisi satu set kursi tamu
rotan yang usang dan sofa cokelat. Ruangan tamu ini sering pula menjadi tempat mengajar santrinya. Pintu ruang depan rumah terbuka selama 24 jam
bagi siapa saja. Para tamu yang datang ke rumah lewat tengah malam bisa langsung tidur-tiduran di karpet, tanpa harus membangunkan penghuninya,
92
Ibid
93
Ibid
dan bila subuh tiba, keluarga Gus Mus akan menyapa mereka dengan ramah. Sebagai rumah wakaf, Gus Mus yang rambutnya sudah memutih
berprinsip, siapapun boleh tinggal disana. Di luar kegiatan rutin sebagai ulama, Gus Mus juga seorang budayawan, pelukis, dan penulis. Gus Mus
telah menulis belasan buku fiksi dan nonfiksi. Justru melalui karya budayanyalah, Gus Mus sering kali menunjukkan sikap kritisnya terhadap
budaya yang sedang berkembang dalam masyarakat. Tahun 2003, ketika goyang ngebor pedangdut Inul Daratista menimbulkan pro dan kontra dalam
mas yarakat, Gus Mus justru memarkan lukisannya yang berjudul ―Berdzikir
Bersama Inul‖.
94
Begitulah cara Gus Mus mendorong perbaikan budaya yang berkembang saat itu.
95
Bakat lukis Gus Mus terasah sejak masa remaja, saat mondok di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Ia sering keluyuran ke rumah-rumah
pelukis. Salah satunya, Gus Mus pernah bertandang ke rumah sang maestro seni lukis Indonesia, Affandi. Ia seringkali menyaksikan langsung
bagaimana Affandi melukis, sehingga setiap kali ada waktu luang, dalam batinnya sering muncul dorongan untuk menggambar. Pada akhir tahun
1998, Gus Mus pernah memamerkan sebanyak 99 lukisan amplop, ditambah 10 lukisan bebas, dan 15 kaligrafi di gelar di Gedung Pameran Seni Rupa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Kurator seni rupa Jim Supangkat, menyebutkan kekuatan ekspresi Mustofa Bisri terapat pada garis
grafis. Kesannya ritmik menuju zikir membuat lukisannya beda dengan kaligrafi. ―sebagian besar kaligrafi yang ada terkesan tulisan yang dindah-
indahkan‖, kata Jim Supangkat, memberi apresiasi kepada Gus Mus yang
pernah beberapa kali melakukan pameran lukisan.
96
Gus Mus mulai akrab dengan dunia puisi saat belajar di Kairo, Mesir. Ketika itu Perhimpunan Pelajar Indonesia di Mesir membuat
94
Ibid
95
Ibid
96
Ibid