Keraton Surakarta Pada Masa Paku Buwono X

34 bagaimana air sungai?”. 36 Keraton Surakarta pada waktu diperintah oleh Sunan Paku Buwono X merupakan pusat kebudayaan Jawa yang telah memberi kontribusi besar terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Oleh sebab itu raja sangat berkuasa dalam sumber hukum, pengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bah kan raja di anggap sebagai “wakil Tuhan” dimuka bumi. Berbagai pergumulan politik, ideologi, sosial, budaya dan keagamaan sangat dipengaruhi oleh kebijakan raja yang berkuasa pada masanya. 37 Kota Surakarta seakan-akan menjadi tempat yang sangat berpengaruh dan menjadi pusat kebudayaan bagi masyarakat Jawa, yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Istana Mangkunegaran. Sedangkan di Yogyakarta terdapat Keraton Kasultanan dan Istana Pakualaman. Pengaruh kekuatan dari kedua kota tersebut dalam pergerakan nasional sangat terlihat, bahkan menjadi pusat pergerakan. Bangkitnya gerakan-gerakan nasionalis Indonesia dan partai-partai politik yang menentang pemerintah kolonial Belanda dan raja-raja Jawa yang didukung oleh pemerintah ini, kemajuan-kemajuan alat transportasi, komunikasi dan perekonomian yang dengan cepat memberi kesadaran Surakarta atas adanya suatu dunia internasional yang tentunya bukan berpusat di Surakarta, apalagi yang diwakili oleh sumbu semesta yang tinggal dalam keraton. 36 Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, hal 20-21. 37 Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa, hal 1-2. 35 Semasa Sunan Paku Buwono X bertahta, keadaan Praja Surakarta Hadiningrat sudah memasuku zaman baru. Keraton sendiri juga sudah mengalami perubahan pembangunan dan penambahan beberapa kali, sehingga membuat Keraton terlihat semakin indah lagi secara fisik. Struktur pemerintahan pada masa Sunan Paku Buwono X masih sama seperti pada masa raja-raja sebelumnya, dimana raja yang memiliki jabatan dan kedudukan yang tertinggi. Untuk menjalankan roda pemerintahan Sunan dibantu oleh para sentana dan abdi dalem, mereka berkedudukan sebagai wakil raja. Tugas dari sentana dan abdi dalem sebagai wakil raja ialah menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diperintahkan oleh Sunan. Jalannya roda pemerintahan di Keraton Kasunanan tetap raja yang mempunyai wewenang. Dibawah raja terdapat Dewan Menteri Kabinet, adanya dewan tersebut befungsi sebagai pembantu raja. Adapun tugas yang biasa dilakukannya adalah mengurus surat dari raja dan untuk raja. 38 Sunan Paku Buwono X membawa masyarakat Jawa memasuki zaman baru. Masuknya zaman modernisasi yang diperkenalkan oleh bangsa Eropa dimanfaatkan oleh Sunan untuk meningkatkan kesejahteraannya di sebagian tanah Jawa dengan melakukan modernisasi, dengan Surakarta sebagai ibukotanya. Dukungannya Sunan terhadap gerakan kaum republik dapat membuahkan hasil. Putra-putri dan para bangsawan keraton disekolahkannya ke berbagai tempat di luar negeri, telah menjadi kader-kader perjuangan yang tangguh. Banyak sekali bukti yang bisa dilihat, dibaca dan didengar langsung 38 Dwi Ratna Nurhajarini, dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, hal 156-157. 36 dari para kerabat dan keturunannya, apa saja jasa dan perjuangannya yang telah dilakukannya selama beliau menjadi Raja. 39 Reformasi melahirkan ide baru, dengan pelaksanaan yang rapi, dilakukan oleh para pegawai pembesar di keraton. Berbeda dengan raja sebelumnya, Sinuhun PB X memasukkan unsur-unsur budaya Barat, khususnya dalam bidang seni dan media massa. Hingga lahir surat kabar dan majalah di Surakarta. Bahkan, Sunan atau keraton berlangganan surat kabar dan majalah yang berbahasa Jawa, Melayu dan Belanda. Berdasarkan informasi dari majalah dan surat kabar itulah, beliau mengetahui apa yang terjadi di luar keraton maupun mancanegara. Abdi dalem keraton secara bergiliran membacakan isi surat kabar dan majalah itu kepada Sunan. Sunan Paku Buwono X seorang raja yang banyak membawa perubahan yang bersifat progresif, banyak menciptakan kemajuan di lingkungan keraton Surakarta. Sunan PB X adalah penguasa Jawa yang mudah menerima masuknya pengaruh budaya asing sebagai salah satu unsur modernisasi di lingkungan keraton. Sunan juga banyak meminjam unsur-unsur Barat yang bersifat lahiriah yang disesuaikan menurut seleranya. Seperti menu makanan, pakaian, arsitektur rumah yang mirip loji di puncak Argapura yang mendapat pengaruh dari Belanda, tetapi atapnya tetap bergaya bangunan Jawa. Selain itu juga terdapat patung-patung Eropa yang diletakkan sebagi hiasan di sekeliling pandapa Sasana Sewaka dan Sasana Handrawia. Administrasi pemerintahan juga diatur mengikuti contoh Barat dan dipusatka di Kepatihan. 39 Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa, hal 16. 37 Akan tetapi Sunan sebagai penguasa juga melindungi kebudayaan Jawa dan mempertahankannya. 40 Meskipun pengaruh Barat telah masuk kedalam kehidupan keraton, namun hal ini tidak mengubah sistem hierarki tradisional yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram yang masih berlaku untuk generasi penerusnya dan mencoba untuk tetap dipertahankan yaitu Keraton Surakarta. Orang yang menganggap keraton adalah tempat untuk makan enak dan tempat bersenang-senang saja itu adalah salah. Keraton oleh Paku Buwono X dijadikan untuk mendidik dan menggembleng para putera, sentana, dan kerabat keraton. Seluruh penghuni diwajibkan untuk menuntut ilmu. Sri Susuhanan Paku Buwono X dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah mengeluh, tingkah lakunya yang tidak pernah berubah, sangat disiplin dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar, terhadap putra-putrinya beliau selalu bersikap keras akan tetapi penuh akan rasa kasih sayang. 41 Menjelang pergantian abad ke-20 di Belanda terjadi perubahan politik terhadap Indonesia yaitu menjadi Politik Etis yang digagas oleh Van Deventer. Pemikiran ini berdasarkan bahwa Belanda mempunyai hutang budi kepada Indonesia yang harus dibayar Belanda kepada jajahannya sebagai pengganti harta kekayaan yang pernah diambilnya. Politik Etis pada intinya adalah memperluas dan memperbaiki program-program yang sudah ada, seperti: perluasan pendidikan model Barat, irigasi, peningkatan pelayanan kesehatan, 40 Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa , hal 180. 41 R.M Karno, Riwayat dan Falsafah Hidup ingkang Sinuhun Sri Susuhanan Pakubuwono X 1893-1939, hal 97. 38 dan meningkatkan pertumbuhan industrialisasi. Banyak usaha yang dijalankan pada bidang pendidikan, dan hasilnya sering kali membuat bangga para pejabat Belanda. Semua pendukung politik etis menyetujui ditingkatkannya pendidikan bagi rakyat Indonesia. 42 Politik Etis atau politik balas budi merupakan sebuah haluan politik yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1900-1942. Politik ini didasarkan pada pertimbangan bahwa negeri Belanda telah banyak berhutang budi kepada rakyat Indonesia selama berabad-abad. Hal ini dikarenkan sejak zaman VOC hingga masa Kolonial Liberal sebagian besar kekayaan yang dipunyai bangsa Indonesia dikeruk dan dibawa ke Belanda. Walaupun tujuan politik etis sangat mulia, tetapi dalam pelaksanaannya tidak demikian. Dengan segala kelemahan politik etis telah mendorong perubahan sosial di kalangan penduduk pribumi. Hal itu dikarenakan banyak penduduk bumi putera yang mengenyam pendidikan Barat, sebagai suatu cara untuk mengubah pemikiran yang tradisional. Walaupun dari sudut pandang Kolonial kebijakan pendidikan Barat diarahkan untuk kepentingan Pemerintah Kolonial, tetapi dari sudut kepentingan perjuangan bangsa Indonesia pendidikan Barat melahirkan Elit Baru yaitu dengan munculnya nasionalisme yang terwujud dalam Pergerakan Nasional Indonesia untuk kemerdekaan Indonesia. 43 Munculnya nasionalisme yang terwujud dalam pergerakan Nasional Indonesia kearah kemerdekaan Indonesia menyebar luas keseluruh bagian 42 M.C Riklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gama Press, 1991, hal 236. 43 Cahya Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia, IKIP Semarang Press, 1995, hal 40-43. 39 wilayah Indonesia. Begitu juga di Surakarta yang merupakan titik penting sebagai salah satu pelopor gerakan nasional yang diwadahi dan mendapat perhatian penting dari Sri Susuhanan Paku Buwono X sebagai raja di keraton Kasunanan Surakarta. Politik Etis yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda mengakibatkan pembukaan sekolah-sekolah dengan sistem Barat diwilayah Hindia Belanda. Pembukaan sekolah-sekolah ala Barat itu diperluas sampai untuk kalangan masyarakat. Munculnya politik asosiasi yang dijalankan oleh pemerintah Hindia Belanda menimbulkan kebudayaan dan pengetahuan Barat diperkenakan lebih luas disekolah-sekolah. Politik asosisasi merupakan kebijakan yang menghendaki rakyat Bumi Putera dibina agar terpengaruh terhadap kebudayaan Barat. 44 Diwilayah kerajaan sendiri perkembangan pendidikan mengalami kemajuan, karena Sunan sebagai penguasa kerajaan sangat perduli terhadap pendidikan dan mengerti akan pentingnya sebuah pendidikan, hal tersebut dikarenakan beliau berkuasa pada zaman dimana pendidikan merupakan hal penting yang dimiliki oleh semua orang. Maka dari itu Sunan Paku Buwono X menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah Belanda. Di lingkungan Kasunanan sendiri Sunan Paku Buwono X memelopori dunia pendidikan menjadi tiga kelompok, 45 yaitu: 1 Pendidkan dan Pengajaran Model Barat, 2 Pendidikan dan Pengajaran Bedasarkan Islam, 3 pendidikan dan Pengajaran Menurut pola Tradisional. 44 Depdikbud, Sejarah Pendidikan Jawa Barat, Jakarta: Depdikbud, 1984, hal 7. 45 Radjiman , Sejarah Mataram Kartasura Sampai Surakarta Hadiningrat, Surakarta: Krida Surakarta. 1984, hal 224. 40 Keraton Kasunanan sebagai pusat pemerintahan bagi keraton, berawal dari dalam keraton rakyat dapat mengikuti peraturan dan kegiatan keagamaan. Penghulu Keraton mengajarkan kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan oleh orang Islam, seperti: sholat, puasa, serta menjalankan rukun Islam, kewajiban untuk mengIslamkan anak laki-laki dan mendidiknya dengan pendidikan agama. Kondisi keagamaan pada masa Paku Buwono X dapat berkembang dan maju. Dengan Al- Qur’an dan Hadist sebagai pijakan, para ulama menyusun syari’at yang merupakan hukum Islam. Suatu perpaduan perundang-undangan yang rumit meliputi hampir setiap bidang kehidupan sosial, tetapi dengan titik dan khususnya pada urusan-urusan agama. 46 Paku Buwono X sebagai kepala pengatur agama menaruh perhatian besar terhadap perkembangan dan penyebaran agama Islam. Hal ini terbukti pada waktu itu telah diadakan penyuluhan tentang agama Islam, Sekaten 47 , Grebeg Siyam, dan Grebek Maulud 48 merupakan bukti bahwa keraton 46 Cliffort Geertz, Santri Dan Abangan Di Jawa, Jakarta: Pustaka Raya, 1983, hal 166 47 Sekaten berasal dari kata “Syahadatain” yang artinya dua kata persaksianuntuk meyakini kebenaran yaitu: Syahadat Tauhid keyakinan ke-Esaan Tuhan dan Sholawat Rasul Keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah. Lihat, A. Basid Adnan ed, Mutiara Hikmah: Kapita Selekta Tulisan K.H.R Muhammad Adnan, Surakarta: Yayasan Mardikintoko,1977, hal 125. Perayaan Sekaten intinya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dilaksanakan di serambi Masjid Agung Surakarta setiap malam hari diadakan pengajian oleh para ulama yang pada dasarnya mengajak agar kita dapat mencontoh suri tauladan Nabi baik akhlak, tindakan dan tutur bahasanya. Pengajian tersebut diiringi dengan bunyi alunan gamelan. Upacara Sekaten dilaksanakan setiap tanggal 5-12 Rabiul Awal mulud. Lihat, A. Basid Adnan, Mutiara Hikmah: Kapita Selekta Tulisan K.H.R Muhammad Adnan, hal 38 48 Grebeg adalah upacara keagamaan yang ada di Keraton, yang diadakan sebanyak tiga kali dalam satu tahun, yaitu bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad saw Grebeg Maulud, pada saat Hari Raya Idul Fitri Grebeg Syawal dan pada saat Hari Raya Idul Adha Grebeg Besar. Grebek bisa diartikan sebagai ritual politik yang partisipasi didalamnya memiliki arti lebih dalam daripada sekedar perayaan. Lihat: Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, hal 59. 41 menaruh perhatian besar terhadap agama, khususnya agama Islam. 49 Atas perhatiannya yang besar itulah maka agam Islam menjadi berkembang di Kasunanan. Pada masa Paku Buwono X agama Islam mengalami perkembangan, perkembangan tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan arah dakwah dan khutbah. Misalnya dalam Khotbah Jum’at yang tadinya hanya menggunkan bahasa Arab kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Jawa juga adanya penterjemah Al- Qur’an kedalam bahasa Jawa oleh Bagoes Arfah. 50 cara ini sangat efektif bagi masyarakat karena mudah diterima dan lebih mudah dipahami dalam mempelajari agama Islam. Selama Susuhanan Paku Buwono X menjadi seorang raja, keadaan negara nyaris tanpa kendala, karena begitu bagusnya pemerintahan yang membuat kesejahteraan. Paku Buwono X tergolong mampu dalam mengurus negara. Ia banyak memberikan dana untuk kesejahteraan umum dalam hal pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Semenjak Susuhanan Paku Buwono X bertahta banyak perubahan dan mampu menciptakan kehidupan yang lebih sejahtera bagi rakyat dan negaranya. 49 Andi Haris Prabawa, Atika Sabardila, “Peran Abdi Dalem Ngulama Keraton Kasunanan Surakarta”, Surakarta: Lembaga Penelitian UMS, Jurnal Penelitian Humaniora Vol.2.No 1 Februari 2001, hal 3-4. 50 Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, hal IX. 42

BAB III KRISTENISASI DI SURAKARTA

A. Keberagamaan Masyarakat Surakarta

Agama Islam merupakan agama yang di anut oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Diantara mereka masih banyak yang menganut agama dari nenek moyangnya yang terdahulu, yaitu agama Hindu-Budha, dan sebagian yang lain menganut agama Kristen. Untuk yang beragama Islam, masyarakat Jawa terdapat dua golongan, yaitu Islam Santri, 1 dan Islam Kejawen sering di sebut Agami Jawi. 2 Masyarakat Jawa golongan Islam santri banyak berada di daerah pesisir, seperti Surabaya, Gresik dan lain-lain, sedangkan golongan Islam Kejawen berada di Yogyakarta, Surakarta, dan Bagelan. 3 Menurut Cliffort Geertz, yang dikutip oleh Mark R. Woodwark, Geertz menyebutkan bahwa masyarakat Jawa dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: santri, yang merupakan kalangan muslim ortodoks, priyayi adalah kalangan 1 Islam Santri Dalam kamus besar bahasa Indonesia, santri berarti: 1. Orang yang mendalami agama Islam, 2. Orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; orang Sholeh. Lihat: Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hal 783. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, sebagaimana yang dikutup oleh Zaini Muchtarom, menyebutkan bahwa istilah santri yang mula- mula dan biasanya dipakai untuk menyebut murid yang mengikuti pendidikan Islam, merupakan perubahan bentuk dari kata India shastri yang berarti orang yang mengerti kitab-kitab suci Hindu, seorang ahli kitab suci. Adapun kata shasri diturunkan dari kata shastra yang berarti kitab suci, atau karya keagamaan atau karya ilmiah. Lihat: Zaini Muchtarom, Islam di Jawa Dalam Perspektif Santri dan Abangan, Jakarta: Salemba Ilmiah, 2002, edisi I, hal 12 2 Kejawen lebih tertuju pada kebudayaan dan lambat laun mengalami percampuran dengan kepercayaan yang dianut oleh orang Jawa itu sendiri dengan kehadiran agama Hindu- Budha. Hal ini masih berlangsung ketika Islam datang ke Pulau Jawa dimana Walisanga dalam meyebarluaskan ajaran Islam tidak mengganggu keberadaan budayaan lokal, yaitu budaya Jawa. Kejawen adalah segala yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan orang Jawa. Lihat: Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hal 405. Golongan Kejawen ini terdiri dari kaum ningrat, golongan priyayi, dan kebanyakan terdiri dari kaum tani. 3 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hal 211 43 bangsawan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu dan Jawa, abangan yaitu masyarakat desa yang percaya kepada animisme. 4 Hal ini menyimpulkan bahwa ada ciri khusus tentang keberagamaan pada masyarakat Jawa, khususnya pada masyarakat muslimnya. Dalam catatan para ahli sejarah, ajaran Islam masuk ke pulau Jawa sekitar abad XI masehi. Ajaran Islam ini dibawa oleh para mubaligh dari Pasai Aceh Utara dan para pedagang dari Gujarat. Selain itu, ada pula yang diajarkan langsung oleh para pedagang Islam dari Arab, yang sedang berdagang di berbagai Kerajaan di pesisir Nusantara pada waktu itu. 5 Perlu diketahu bahwa dominasi agama Hindu-Budha di tanah Jawa sudah ada sejak abad ke-6 yang hingga kini masih bisa dirasakan. Berbagai bangunan bersejarah pun masih kental dengan pengaruh dari kedua agama tersebut. Di samping itu, ritual keagamaan dan kepercayaan orang Jawa juga tak luput dari pengaruh Hindu-Budha. Masyarakat Jawa banyak yang menganut agama Islam Sinkretik. Hingga sekarang Masyarakat Jawa yang menganut Islam sinkretis masih banyak ditemukan, terutama di daerah Yogkarta dan Surakarta. Secara formal mereka tetap mengakui bahwa Islam sebagai agamanya, meskipun tidak menjalankan ajaran-ajaran Islam yang pokok, seperti Sholat lima waktu, puasa wajib bulan Ramadhan, zakat dan haji. 6 Itu karena mereka belum memahami betul ajaran 4 Mark R. Woodwark, Islam Jawa, Kesalehan Normatif versus Kebatinan, Yogyakarta: LKis, 2006, hal 2 5 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia: Dari Abad XIII XVIII Masehi, Kudus: Menara Kudus, 2000, hal 21 6 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, hal 313 44 Islam dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang muslim. Sejak keraton Surakarta masih sebuah kerajaan Mataram Islam, pada masa Sunan Amangkurat II menduduki tahta kerajaan, ia besengketa dengan adiknya, yaitu Pangeran Puger untuk memperebutkan kekuasaan. Dan akhirnya Pangeran Puger dapat merebut kekuasaan setelah Sunan Amangkurat III menjadi raja. Peristiwa perebutan kekuasaan tersebut terjadi pada tahun 1709, Pangeran Puger kemudian di kenal dengan Paku Buwono I. Pada masa Paku Buwono I kehidupan keagamaan belum terlihat mengalami kemajuan, karena pada masa itu di dalam keraton terjadi pergantian kekuasaan serta kondisi keraton yang belum stabil. Masa Paku Buwono I kepercayaan bersifat sinkretisme yang sudah ada sejak kerajaan Mataram Islam berpengaruh terhadap kondisi keIslaman di keraton Kasunanan. Wujud Islamisasi Jawa di keraton terlihat dari adanya karya-karya berupa sastra dan tradisi-tradisi yang ada sejak masa kerajaaan Jawa Islam Demak, Pajang, Mataram Islam, seperti upacara Grebeg, Tembang Macapat. Oleh karena itu dapat dilihat bahwasanya karakteristik kebudayaan Jawa-Islam adalah tetap mempertahankan tradisi agama Hindu-Budha termasuk juga animisme-dinamisme yang diperkaya dan di sesuaikan dengan ajaran Islam. 7 Masyarakat yang berada di sekitar Keraton Surakarta Hadiningrat, memeluk agama yang beragam. Sebagai kelanjutan dari kerajaan Mataram 7 Kusniatun, Dinamika Keraton Dalam Pengembangan Budaya Islam Dan Kebudayaan Jawa, Makalah Suplemen Seminar Nasional, “Peran Keraton Dalam Pengembangan Islam, Surakarta: UMS, 2007, hal 5 45 Islam, agama Islam menjadi agama resmi yang berlaku di Kasunanan Surakarta. Meskipun agama Islam sudah menjadi agama resmi kerajaan, tetapi tradisi nenek moyang masih dijalankan dan dipertahankan. Antara tradisi leluhur dengan ajaran Islam berjalan beriringan inilah yang disebut dengan “Islam-Kejawen”. Perpaduan ini muncul karena biasanya rakyat hanya mengikuti sang Raja yang beragama Islam, karena raja mereka beragama Islam maka merekapun mengikuti agama yang dipeluk oleh sang raja, akan tetapi belum sadar untuk menjalankan syari’at-syari’at Islam. Terjadi proses akulturasi kebudayaan istana yang bercorak Hindu-Jawa dengan kebudayaan pesantren yang bercorak Islam-Jawa. Unsur-unsur Islam pesantren ditransfer dan diadopsi untuk memperkaya warisan budaya leluhur yang selama ini dianut. Oleh karena itu, di Jawa pada umumnya dan di Surakarta khusunya, muncul dua varian dikalangan umat Islam, yaitu kaum santri dan kaum Abangan. Kaum santri adalah mereka yang melaksankan rukun-rukun Islam, sedangkan kaum abangan adalah mereka yang belum menjalankan syariat Islam meski telah memeluk Islam. Dengan demikian membuat dinamika dan kekuasaan keagamaan di Kasunanan Surakarta menekankan pada dua aspek, yaitu budaya dan syariat. 8 Agama yang dianut oleh sebagian besar anggota komunitas keraton adalah agama Islam yang besifat sinkretik yang disebut dengan istilah Agami Jawi atau Kejawen. Agama Islam sinkretik ini merupakan agama Islam yang bercampur dengan keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha yang cendrung 8 http:www.kerajaannusantara.comidsurakarta-hadiningratsosial-budaya-agama , diakses: rabu, 23 September 2015 jam 15.00