Keraton Surakarta Pada Masa Paku Buwono X
34
bagaimana air sungai?”.
36
Keraton Surakarta pada waktu diperintah oleh Sunan Paku Buwono X merupakan pusat kebudayaan Jawa yang telah memberi kontribusi besar
terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Oleh sebab itu raja sangat berkuasa dalam sumber hukum, pengatur kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, bah kan raja di anggap sebagai “wakil Tuhan” dimuka bumi.
Berbagai pergumulan politik, ideologi, sosial, budaya dan keagamaan sangat dipengaruhi oleh kebijakan raja yang berkuasa pada masanya.
37
Kota Surakarta seakan-akan menjadi tempat yang sangat berpengaruh dan menjadi
pusat kebudayaan bagi masyarakat Jawa, yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Istana Mangkunegaran. Sedangkan di Yogyakarta terdapat Keraton
Kasultanan dan Istana Pakualaman. Pengaruh kekuatan dari kedua kota tersebut dalam pergerakan nasional sangat terlihat, bahkan menjadi pusat
pergerakan. Bangkitnya gerakan-gerakan nasionalis Indonesia dan partai-partai
politik yang menentang pemerintah kolonial Belanda dan raja-raja Jawa yang didukung oleh pemerintah ini, kemajuan-kemajuan alat transportasi,
komunikasi dan perekonomian yang dengan cepat memberi kesadaran Surakarta atas adanya suatu dunia internasional yang tentunya bukan berpusat
di Surakarta, apalagi yang diwakili oleh sumbu semesta yang tinggal dalam keraton.
36
Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, hal 20-21.
37
Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya
untuk Nusa Bangsa, hal 1-2.
35
Semasa Sunan Paku Buwono X bertahta, keadaan Praja Surakarta Hadiningrat sudah memasuku zaman baru. Keraton sendiri juga sudah
mengalami perubahan pembangunan dan penambahan beberapa kali, sehingga membuat Keraton terlihat semakin indah lagi secara fisik. Struktur
pemerintahan pada masa Sunan Paku Buwono X masih sama seperti pada masa raja-raja sebelumnya, dimana raja yang memiliki jabatan dan kedudukan
yang tertinggi. Untuk menjalankan roda pemerintahan Sunan dibantu oleh para sentana dan abdi dalem, mereka berkedudukan sebagai wakil raja. Tugas
dari sentana dan abdi dalem sebagai wakil raja ialah menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diperintahkan oleh Sunan. Jalannya roda pemerintahan
di Keraton Kasunanan tetap raja yang mempunyai wewenang. Dibawah raja terdapat Dewan Menteri Kabinet, adanya dewan tersebut befungsi sebagai
pembantu raja. Adapun tugas yang biasa dilakukannya adalah mengurus surat dari raja dan untuk raja.
38
Sunan Paku Buwono X membawa masyarakat Jawa memasuki zaman baru. Masuknya zaman modernisasi yang diperkenalkan oleh bangsa Eropa
dimanfaatkan oleh Sunan untuk meningkatkan kesejahteraannya di sebagian tanah Jawa dengan melakukan modernisasi, dengan Surakarta sebagai
ibukotanya. Dukungannya Sunan terhadap gerakan kaum republik dapat membuahkan hasil. Putra-putri dan para bangsawan keraton disekolahkannya
ke berbagai tempat di luar negeri, telah menjadi kader-kader perjuangan yang tangguh. Banyak sekali bukti yang bisa dilihat, dibaca dan didengar langsung
38
Dwi Ratna Nurhajarini, dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, hal 156-157.
36
dari para kerabat dan keturunannya, apa saja jasa dan perjuangannya yang telah dilakukannya selama beliau menjadi Raja.
39
Reformasi melahirkan ide baru, dengan pelaksanaan yang rapi, dilakukan oleh para pegawai pembesar di keraton. Berbeda dengan raja
sebelumnya, Sinuhun PB X memasukkan unsur-unsur budaya Barat, khususnya dalam bidang seni dan media massa. Hingga lahir surat kabar dan
majalah di Surakarta. Bahkan, Sunan atau keraton berlangganan surat kabar dan majalah yang berbahasa Jawa, Melayu dan Belanda. Berdasarkan
informasi dari majalah dan surat kabar itulah, beliau mengetahui apa yang terjadi di luar keraton maupun mancanegara. Abdi dalem keraton secara
bergiliran membacakan isi surat kabar dan majalah itu kepada Sunan. Sunan Paku Buwono X seorang raja yang banyak membawa
perubahan yang bersifat progresif, banyak menciptakan kemajuan di lingkungan keraton Surakarta. Sunan PB X adalah penguasa Jawa yang mudah
menerima masuknya pengaruh budaya asing sebagai salah satu unsur modernisasi di lingkungan keraton. Sunan juga banyak meminjam unsur-unsur
Barat yang bersifat lahiriah yang disesuaikan menurut seleranya. Seperti menu makanan, pakaian, arsitektur rumah yang mirip loji di puncak Argapura yang
mendapat pengaruh dari Belanda, tetapi atapnya tetap bergaya bangunan Jawa. Selain itu juga terdapat patung-patung Eropa yang diletakkan sebagi hiasan di
sekeliling pandapa Sasana Sewaka dan Sasana Handrawia. Administrasi pemerintahan juga diatur mengikuti contoh Barat dan dipusatka di Kepatihan.
39
Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya
untuk Nusa Bangsa, hal 16.
37
Akan tetapi Sunan sebagai penguasa juga melindungi kebudayaan Jawa dan mempertahankannya.
40
Meskipun pengaruh Barat telah masuk kedalam kehidupan keraton, namun hal ini tidak mengubah sistem hierarki tradisional
yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram yang masih berlaku untuk generasi penerusnya dan mencoba untuk tetap dipertahankan yaitu Keraton
Surakarta. Orang yang menganggap keraton adalah tempat untuk makan enak dan
tempat bersenang-senang saja itu adalah salah. Keraton oleh Paku Buwono X dijadikan untuk mendidik dan menggembleng para putera, sentana, dan
kerabat keraton. Seluruh penghuni diwajibkan untuk menuntut ilmu. Sri Susuhanan Paku Buwono X dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah
mengeluh, tingkah lakunya yang tidak pernah berubah, sangat disiplin dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar, terhadap putra-putrinya beliau
selalu bersikap keras akan tetapi penuh akan rasa kasih sayang.
41
Menjelang pergantian abad ke-20 di Belanda terjadi perubahan politik terhadap Indonesia yaitu menjadi Politik Etis yang digagas oleh Van Deventer.
Pemikiran ini berdasarkan bahwa Belanda mempunyai hutang budi kepada Indonesia yang harus dibayar Belanda kepada jajahannya sebagai pengganti
harta kekayaan yang pernah diambilnya. Politik Etis pada intinya adalah memperluas dan memperbaiki program-program yang sudah ada, seperti:
perluasan pendidikan model Barat, irigasi, peningkatan pelayanan kesehatan,
40
Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa , hal 180.
41
R.M Karno, Riwayat dan Falsafah Hidup ingkang Sinuhun Sri Susuhanan
Pakubuwono X 1893-1939, hal 97.
38
dan meningkatkan pertumbuhan industrialisasi. Banyak usaha yang dijalankan pada bidang pendidikan, dan hasilnya sering kali membuat bangga para
pejabat Belanda. Semua pendukung politik etis menyetujui ditingkatkannya pendidikan bagi rakyat Indonesia.
42
Politik Etis atau politik balas budi merupakan sebuah haluan politik yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1900-1942.
Politik ini didasarkan pada pertimbangan bahwa negeri Belanda telah banyak berhutang budi kepada rakyat Indonesia selama berabad-abad. Hal ini
dikarenkan sejak zaman VOC hingga masa Kolonial Liberal sebagian besar kekayaan yang dipunyai bangsa Indonesia dikeruk dan dibawa ke Belanda.
Walaupun tujuan politik etis sangat mulia, tetapi dalam pelaksanaannya tidak demikian. Dengan segala kelemahan politik etis telah mendorong perubahan
sosial di kalangan penduduk pribumi. Hal itu dikarenakan banyak penduduk bumi putera yang mengenyam pendidikan Barat, sebagai suatu cara untuk
mengubah pemikiran yang tradisional. Walaupun dari sudut pandang Kolonial kebijakan pendidikan Barat diarahkan untuk kepentingan Pemerintah
Kolonial, tetapi dari sudut kepentingan perjuangan bangsa Indonesia pendidikan Barat melahirkan Elit Baru yaitu dengan munculnya nasionalisme
yang terwujud dalam Pergerakan Nasional Indonesia untuk kemerdekaan Indonesia.
43
Munculnya nasionalisme yang terwujud dalam pergerakan Nasional Indonesia kearah kemerdekaan Indonesia menyebar luas keseluruh bagian
42
M.C Riklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gama Press, 1991, hal 236.
43
Cahya Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia, IKIP Semarang Press, 1995, hal 40-43.
39
wilayah Indonesia. Begitu juga di Surakarta yang merupakan titik penting sebagai salah satu pelopor gerakan nasional yang diwadahi dan mendapat
perhatian penting dari Sri Susuhanan Paku Buwono X sebagai raja di keraton Kasunanan Surakarta.
Politik Etis yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda mengakibatkan pembukaan sekolah-sekolah dengan sistem Barat diwilayah
Hindia Belanda. Pembukaan sekolah-sekolah ala Barat itu diperluas sampai untuk kalangan masyarakat. Munculnya politik asosiasi yang dijalankan oleh
pemerintah Hindia Belanda menimbulkan kebudayaan dan pengetahuan Barat diperkenakan lebih luas disekolah-sekolah. Politik asosisasi merupakan
kebijakan yang menghendaki rakyat Bumi Putera dibina agar terpengaruh terhadap kebudayaan Barat.
44
Diwilayah kerajaan sendiri perkembangan pendidikan mengalami kemajuan, karena Sunan sebagai penguasa kerajaan sangat perduli terhadap
pendidikan dan mengerti akan pentingnya sebuah pendidikan, hal tersebut dikarenakan beliau berkuasa pada zaman dimana pendidikan merupakan hal
penting yang dimiliki oleh semua orang. Maka dari itu Sunan Paku Buwono X menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah Belanda. Di lingkungan
Kasunanan sendiri Sunan Paku Buwono X memelopori dunia pendidikan menjadi tiga kelompok,
45
yaitu: 1 Pendidkan dan Pengajaran Model Barat, 2 Pendidikan dan Pengajaran Bedasarkan Islam, 3 pendidikan dan Pengajaran
Menurut pola Tradisional.
44
Depdikbud, Sejarah Pendidikan Jawa Barat, Jakarta: Depdikbud, 1984, hal 7.
45
Radjiman , Sejarah Mataram Kartasura Sampai Surakarta Hadiningrat, Surakarta: Krida Surakarta. 1984, hal 224.
40
Keraton Kasunanan sebagai pusat pemerintahan bagi keraton, berawal dari dalam keraton rakyat dapat mengikuti peraturan dan kegiatan keagamaan.
Penghulu Keraton mengajarkan kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan oleh orang Islam, seperti: sholat, puasa, serta menjalankan rukun Islam,
kewajiban untuk mengIslamkan anak laki-laki dan mendidiknya dengan pendidikan agama. Kondisi keagamaan pada masa Paku Buwono X dapat
berkembang dan maju. Dengan Al- Qur’an dan Hadist sebagai pijakan, para
ulama menyusun syari’at yang merupakan hukum Islam. Suatu perpaduan perundang-undangan yang rumit meliputi hampir setiap bidang kehidupan
sosial, tetapi dengan titik dan khususnya pada urusan-urusan agama.
46
Paku Buwono X sebagai kepala pengatur agama menaruh perhatian besar terhadap perkembangan dan penyebaran agama Islam. Hal ini terbukti
pada waktu itu telah diadakan penyuluhan tentang agama Islam, Sekaten
47
, Grebeg Siyam, dan Grebek Maulud
48
merupakan bukti bahwa keraton
46
Cliffort Geertz, Santri Dan Abangan Di Jawa, Jakarta: Pustaka Raya, 1983, hal 166
47
Sekaten berasal dari kata “Syahadatain” yang artinya dua kata persaksianuntuk meyakini kebenaran yaitu: Syahadat Tauhid keyakinan ke-Esaan Tuhan dan Sholawat Rasul
Keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah. Lihat, A. Basid Adnan ed, Mutiara Hikmah:
Kapita Selekta
Tulisan K.H.R
Muhammad Adnan,
Surakarta: Yayasan
Mardikintoko,1977, hal 125. Perayaan Sekaten intinya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dilaksanakan di serambi Masjid Agung Surakarta setiap malam hari diadakan
pengajian oleh para ulama yang pada dasarnya mengajak agar kita dapat mencontoh suri tauladan Nabi baik akhlak, tindakan dan tutur bahasanya. Pengajian tersebut diiringi dengan bunyi alunan
gamelan. Upacara Sekaten dilaksanakan setiap tanggal 5-12 Rabiul Awal mulud. Lihat, A. Basid Adnan, Mutiara Hikmah: Kapita Selekta Tulisan K.H.R Muhammad Adnan, hal 38
48
Grebeg adalah upacara keagamaan yang ada di Keraton, yang diadakan sebanyak tiga kali dalam satu tahun, yaitu bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad saw Grebeg
Maulud, pada saat Hari Raya Idul Fitri Grebeg Syawal dan pada saat Hari Raya Idul Adha Grebeg Besar. Grebek bisa diartikan sebagai ritual politik yang partisipasi didalamnya memiliki
arti lebih dalam daripada sekedar perayaan. Lihat: Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, hal 59.
41
menaruh perhatian besar terhadap agama, khususnya agama Islam.
49
Atas perhatiannya yang besar itulah maka agam Islam menjadi berkembang di
Kasunanan. Pada masa Paku Buwono X agama Islam mengalami perkembangan,
perkembangan tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan arah dakwah dan khutbah. Misalnya dalam Khotbah Jum’at yang tadinya hanya menggunkan
bahasa Arab kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Jawa juga adanya penterjemah Al-
Qur’an kedalam bahasa Jawa oleh Bagoes Arfah.
50
cara ini sangat efektif bagi masyarakat karena mudah diterima dan lebih mudah
dipahami dalam mempelajari agama Islam. Selama Susuhanan Paku Buwono X menjadi seorang raja, keadaan
negara nyaris tanpa kendala, karena begitu bagusnya pemerintahan yang membuat kesejahteraan. Paku Buwono X tergolong mampu dalam mengurus
negara. Ia banyak memberikan dana untuk kesejahteraan umum dalam hal pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Semenjak Susuhanan
Paku Buwono X bertahta banyak perubahan dan mampu menciptakan kehidupan yang lebih sejahtera bagi rakyat dan negaranya.
49
Andi Haris Prabawa, Atika Sabardila, “Peran Abdi Dalem Ngulama Keraton Kasunanan Surakarta”, Surakarta: Lembaga Penelitian UMS, Jurnal Penelitian Humaniora
Vol.2.No 1 Februari 2001, hal 3-4.
50
Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, hal IX.
42