Pemerintah Kolonial dan Misi Kristensasi
                                                                                51
perkumpulan perdagangan Belanda  yang bertujuan mencari keuntungan  yang sebesar-besarnya  ini  pada  tahun  1602  diwajibkan  untuk  menyebarkan  agama
Kristen,  VOC  tidak  memakai  cara  lain  selain  meniru  Portugis  dan  Spanyol, yaitu dengan cara paksa.
Hadirnya  pemerintah  Belanda  pada  abad  ke-17  tidak  memberikan pengaruh  yang  besar  terhadap  tatanan  kehidupan  masyarakat  Indonesia,
karena  pada  waktu  itu  pemerintah  Belanda  belum  ikut  campur  tangan  dalam segala  urusan  agama  Islam.  Tidak  ikut  campurnya  Belanda  pada  waktu  itu
karena belum memiliki  pengetahuan  yang jelas tentang  Islam, selain itu juga mereka belum mengetahui tentang sistem Sosial agama Islam. Namun ketidak
ikut  campuran  perintah  Belanda  terhadap  urusan  Islam  tidak  berlangsung lama,  karena  pada  tahun-tahun  berikutnya  Belanda  mulai  membuat
kebijaksanaan-kebijaksanaan baru. Pemerintah  Belanda  membuat  kebijakan  terhadap  masyarakat  Indonesia
yang  beragama  Islam  untuk  bebas  dalam  menjalankan  ajaran  agamanya. Kebijakan pemerintah Belanda menyatakan netral terhadap urusan agama, hal
tersebut  bisa  dilihat  dengan  tercantumnya  undang-undang  Belanda  untuk negeri  jajahan,  yaitu  pada  RR  Regeering  Regliment  no.  78  ayat  117  tahun
1855,  yaitu  mengakui  kemerdekaan  beragama  dan  menyatakan  netral  dalam masalah  agama,  kecuali  apabila  aktivitas  agama  tersebut  dinilai  mengganggu
ketertiban keamanan.
23
Maksud  dari  netral  adalah  tidak  memihak  dan  tidak  ikut  campur  tangan terhadap  segala  sesuatu  yang  menyangkut  urusan  agama,  atau  bisa  juga
23
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, hal 26
52
membantu  dalam  urusan  apa  saja  secara  seimbang  tanpa  mencampuri  urusan intern  agama  tersebut.  Tetapi  pernyataan  netral  yang  telah  ditetapkan  oleh
kolonial Belanda terhadap urusan agama berbeda antara teori dan praktiknya. Pada  kenyataanya  kebijakan  pemerintah  Belanda  terhadap  Islam  lebih  tepat
dikatakan selalu ikut campur tangan daripada netral. Selain selalu ikut campur tangan  dalam  urusan  agama  Islam,  pernyataan  netral  tersebut  juga  tidak
terealisasikan  dalam  memperlakukan  agama  Islam  jika  dibandingkan  dengan agama  Kristen.  Dan  pada  kenyataannya  sering  terjadi  diskriminasi  dalam
kebijakan yang berhubungan dengan agama. Perlakuan  Pemerintah  Belanda  kepada  Islam  berbeda  jika  dibandingkan
perlakuan  mereka  terhadap  Kristen,  diskriminatif  mereka  lakukan  sangat terlihat  sekali  dalam  segala  bidang.  Misalnya  dalam  memberikan  bantuan
yang  berupa  sumbangan  dana  yang  diberikannya  sangat  tidak  seimbang kepada  kedua  agama  tersebut.  Seperti  yang  terjadi  pada  tahun  1917,
sumbangan  pemerintah  Belanda  kepada  Islam  berjumlah  sebesar  f.  127.029;, sedangkan sumbangan  yang diberikan kepada pihak Kristen pada tahun yang
sama  yaitu  berjumlah  f.  1.235.500;  dapat  dilihat  bahwa  sumbangan  yang dikeluarkan  oleh  pihak  Pemerintah  kolonial  jumlahnya  tidak  sama  dan  jauh
berbeda. Islam tidak menerima bantuan dana dari pemerintah Belanda seperti agama  Kristen.  Pemerintah  Belanda  melakukan  diskriminasif  tersebut  karena
faktor kepentingan politik. Hal itu telah membuktikan bahwa Belanda tidaklah bersikap netral terhadap agama.
24
24
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, hal 32
53
Campur  tangan  yang  dilakukan  oleh  pemerintah  kolonial  dalam membantu  Kristen  yang  demikin  mencolok  itu  menimbulkan  kesan  bahwa
urusan  gereja  merupakan  tanggung  jawab  negara.  Bantuan-bantuan  yang berupa  dana  kepada  Kristen  tersebut  belum  termasuk  dana  bantuan  bagi
pemelihara  gereja,  sekolah  dan    rumah  sakit  yang  juga  tidak  sedikit jumlahnya.  Karena  atas  hal  itulah  timbul  suara  dari  pihak  Islam,  agar
pemerintah Hindia-Belanda menghentikan semua bantuannya kepada sekolah- sekolah agama, baik Islam maupun Kristen.
25
Pihak  Belanda  mendukung  kegiatan  Kristenisasi  di  indonesia  yang bertujuan  untuk  menukar  agama  masyarakat  Indonesia  yang  mayoritas
memeluk Islam, menjadi penganut agam Kristen. Kristenisasi yang dijalankan oleh Zending didukung oleh pemerintah Belanda dengan memberikan subsidi
berupa  dana  dalam  setiap  bentuk  pembangunan  gereja,  rumah  sakit,  dan sekolah-sekolah.  Pembangunan-pembangunan  tersebut  untuk  menarik
perhatian umat Islam agar terpengaruh untuk pindah ke agama Kristen. Usaha- usaha  kristenisasi  itu  bukan  saja  mendapat  dukungan  orang-orang  Belanda
yang ada di  Indonesia, tetapi juga mendapat dukungann orang-orang Belanda yang ada di Negaranya.
Sebagai  bangsa  Kristen,  Belanda  berkewajiban  untuk  meningkatkan kondisi kehidupan orang-orang Kristen pribumi, untuk memberi bantuan lebih
banyak lagi kepada kegiatan-kegiatan misi Kristenisasi di Indonesia. Gubernur Jenderal  Idenburg  yang  menjabat  dari  tahun  1906  hingga  1916,  terang-
25
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, hal 37
54
terangan  menyatakannya  dukungannya  terhadap  kegiatan  misi  di  Indonesia. Dan kebijakan netralis terhadap agama yang seperti dikatakan oleh pemerintah
Belanda  nyatanya  hanyalah  ilusi  belaka.
26
Semenjak  Idenburg  diangkat menjadi  Gubernur  Jendral  Hindia-Belanda,  dia  dianggap  melancarkan
kersteningspolitiek,  yaitu  kebijaksanaan  yang  menunjang  kristenisasi  di Indonesia.
Pada  awalnya,  dalam  menghadapi  Islam  di  Indonesia,  pemerintah Belanda  belum  mempunyai  kebijaksanaan  yang  jelas  mengenai  urusan  yang
berhubungan  dengan  Islam.  Kebijaksanaan  untuk  tidak  mencampuri  urusan agama  Islam  tersebut,  pada  kenyataannya  tidak  memiliki  garis  kerja  yang
jelas.  Dalam  masalah  haji  misalnya,  pemerintah  kolonial  tidak  bisa  menahan diri  untuk  tidak  ikut  campur  tangan,  malahan  para  haji  sering  dicurigai,
dianggap  fanatik  dan  suka  memberontak.  Oleh  karena  itu  pada  tahun  1825- 1859  dikeluarkan  berbagai  peraturan  tentang  masalah  haji  yang  bertujuan
untuk membatasi jumlah yang akan pergi berhaji dan mempersulit ibadah haji ke Makkah.
27
Ikut  campurnya  Belanda  dalam  urusan  intern  masyarakat  Indonesia menimbulkan  perlawanan  dari  masyarkat  pribumi,  terlebih  dilakukan  oleh
masyarakat  Islamnya.  Masyarakat  Indonesia  menolak  masuknya  pengaruh Belanda  ke  Indonesia,  karena  itu  akan  mengubah  tatanan  kehidupan
masyarakat  Indonesia  yang  dijalankan  berdasarkan  aturan  Islam.  Perlawanan
26
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap penetrasi Misi Kristenisasi di Indonesia, Bandung: Penerbit Mizan, 1998, hal 44
27
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap penetrasi Misi Kristenisasi di Indonesia, hal 10
55
yang  dilakukan  oleh  masyarakat  Indonesia  kepada  Belanda  dilakukan  dari berbagai  macam  golongan  masyarakat,  baik  dari  golongan  masyarakat
bangsawan  dan  birokrat  pemerintahan,  para  ulama,  masyarakat  petani,  dan lain-lain. yang mana semua golongan masyarakat itu mempunyai tujuan yang
sama  yaitu  membela  dan  mempertahankan  sistem  pemerintahan  Islam  dan menolak masuknya pengaruh Barat.
Pada tahun 1859, Gubernur Jendral dibenarkan untuk mencampuri urusan agama  Islam,  bahkan  harus  mengawasi  setiap  gerak-gerik  ulama,  karena
dianggap  perlu  untuk  kepentingan  ketertiban  dan  keamanan.
28
Dalam menghadapi  Islam  Belanda  merasa  takut  karena  pada  kenyataanya  Islam
seringkali melakukan perlawanan terhadap Belanda yang dapat menimbulkan bahaya  terhadap  kekuasaan  pemerintah  Belanda  di  Indonesia.  Islam  dilihat
memiliki  fungsi  sebagai  titik pusat identitas  yang melambangkan perlawanan terhadap  pemerintah  asing  dan  beragama  Kristen,  yang  ingin  menguasai
Indonesia. Pemerintah Kristen tersebut adalah orang kafir yang harus dilawan, karena  berusaha  untuk  mengambil  alih  wilayah  kekuasaan  yang  mayoritas
penduduknya beragama Islam. Pemerintah  Hindia-Belanda  menjalankan  sebuah  politik,  politik  yang
dijalankan  oleh  pemerintah  Hindia-Belanda  terhadap  masyarakat  Indonesia yang  mayoritas    beragama  Islam  sebenarnya  didasarkan  atas  rasa  ketakutan,
rasa  panggilan  agamanya  yaitu  Kristen  dan  rasa  kolonialismenya  sehingga
28
Keputusan  Raja  tanggal  4  Februari  1859  no.  78,  yang  berbunyi:  “Gubernur  Jendral memegang  prinsip  bahwa  pemerintah  tidak  boleh  ikut  campur  dalam  urusan  agama,  boleh  ikut
campur  bila  dipandang  perlu untuk  memelihara  ketenangan  dan  ketertiban  umum”.  Baca  Aqib
Suminto, Ibid
56
mereka  menetapkan  ketentuan  dan  peraturan  menyangkut  pendidikan  agama Islam.  Karena  hadirnya  lembaga  pendidikan  Islam  telah  memberikan  andil
yang sangat besar bagi pengembangan ajaran  Islam sehingga. Peraturan  yang telah  dibuat  oleh  kolonial  menyangkut  pendidikan  Islam  adalah  sebagai
berikut: 1.
Pada  tahun  1882  pemerintah  Hindia-Belanda  membentuk  suatu  badan khusus  yang    bertugas  untuk  mengawasi  kehidupan  beragama  dan
pendidikan  Islam  yang  mereka sebut  Priesterraden. Dari penasihat badan inilah  pemerintah  Hindia-Belanda  mengeluarkan  peraturan  baru  yang
berisi bahwa orang-orang yang memberi pengajaran atau pengajian agama Islam harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemerintah Belanda.
2. Tahun  1885  keluar  lagi  peraturan  yang  lebih  ketat  terhadap  pendidikan
Islam, yasitu bahwa tidak semua orang kyai boleh mengadakan pelajaran mengaji  kecuali  telah  mendapatkan  semacam  rekomendasi  atau
persetujuan dari pemerintah Belanda. 3.
Dan pada tahun 1932 keluar lagi peraturan yang isinya berupa kewenangan untuk  memberantas  dan  menutup  madrasah  atau  sekolah  yang  tidak  ada
izinnya  atau  memberikan  pelajaran  yang  tidak  disukai  oleh  pemerintah Belanda yang disebut Ordonasi Sekolah Liar Wilde School Ordinatie.
29
Pada tahun 1882 Lembaga Peradilan Agama diresmikan oleh pemerintah, sehingga  dengan  demikian  politik  tidak  mencampuri  masalah  agama.  Sejak
saat  itulah  pemerintah  Belanda  semakin  mencampuri  agama  Islam,  terutama
29
Abudin  Nata,  ed,  Sejarah  pertumbuhan  dan  Perkembangan  Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2001, Hal 74-75.
57
pada  bidang  pendidikan.
30
Oleh  karena  itu  Belanda  banyak  mendirikan lembaga-lembaga  pendidikan  dengan  pengajaran  Barat.  Dalam  pendidikan
Barat  tersebut  murid-murid  didik  agar  bersifat  netral  terhadap  urusan  agama, bahkan  sampai  membuat  murid-murid  menjadi  tidak  peduli  terhadap  agama.
Hal  itu  dikarenakan  sistem  pendidikannya  yang  sekuler,  tidak  memasukkan pendidikan agama Islam didalam kurikulum. Pendidikan Barat diformulasikan
sebagai faktor yang akan menghancurkan kekuatan Islam di Indonesia. Dari  segala  permasalahan  diatas  jelas  terlihat  bahwa  bagaimanapun
caranya Islam harus dihadapi, karena sebagian besar pribumi beragama Islam, maka  persaingan  menghadapi  Islam  juga  akan  menyangkut  sebagian  besar
penduduk Indonesia. Itulah sebabnya maka demi mengekalkan penjajahannya di  Indonesia,  Belanda  menyadari  bahwa  yang  harus  dilakukan  adalah
penguasaan  terhadap  masalah  Islam  karena  itu  merupakan  kunci  pemecahan. Dalam  hal  ini  diakui  bahwa  kristenisasi  merupakan  faktor  penting  dalam
proses penjajahan.
                