Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

4 sekolah menurut sistem barat di wilayah Hindia Belanda. Pembukaan sekolah- sekolah ala Barat sampai diperluas untuk segenap kalangan masyarakat. Munculnya politik asosiasi yang dilaksanakan pemerintah Hindia-Belanda, memperkenalkan pengetahuan dan kebudayaan barat di sekolah-sekolah secara luas. Politik asosiasi ini merupakan kebijakan yang menghendaki rakyat bumi putera dibina agar terpengaruh dengan kebudayaan Barat. 8 Kasunanan Surakarta termasuk bagian dari wilayah jajahan Belanda. Dalam bidang pendidikan pemerintah Belanda ikut campur tangan yaitu dengan menetapkan sistem konkoordinasi. 9 Yang nantinya dalam campur tangan ini pemerintah Belanda banyak mendirikan sekolah-sekolah yang didalamnya mengajarkan agama Kristen untuk anak-anak pribumi. Pada kenyataanya daerah Vorstenlandeninimenjadi wilayah kekuasaan kolonial dan berada dibawah pengawasan pemerintah koloial Belanda. Termasuk dibidang pendidikan yang tidak luput dari campur tangan pemerintah Belanda. Belanda membawa Hindia Belanda ke suatu jenis pendidikan baru yang berbeda dari lembaga-lembaga pendidikan pribumi pada umumnya. Salah satu perbedaan pokoknya yaitu: pendidikan yang dibiayai oleh Belanda di sekolah- sekolah umum netral terhadap agama, diajarkan tidak terlalu memikirkan bagaimana caranya hidup secara harmoni dalam dunia, tetapi lebih menekankan tentang bagaimana memperoleh penghidupan. 10 Di Kasunanan 8 Depdikbud, Searah Pendidikan Daerah Jawa Barat, Jakarta: Depdikbud, tth, hal 7 9 Sistem koonkordinasi adalah sistem pendidikan yang diterapkan oleh Belanda bahwa pendidikan didaerah jajahan sama dengan sistem pendidikan yang ada di Belanda, lihat Resink, G,J, Raja dan Kerajaan Yang Merdeka di Indonesia 1850-1910, Jakarta: Djambatan, 1987, hal 4. 10 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada University perss, 1986. hal 278. 5 sendiri pendidikan barat merupakan pendidikan yang bisa dibilang paling diminati dan berkembang di Kasunanan. Pendidikan model barat ini diselenggarakan oleh pemerintah. Perkembangan terjadi pada sekolah dengan sistem pendidikan Barat.Sekolah-sekolah Neutral berbahasa Belanda ini memiliki mutu yang baik khususnya yang diperuntukan golongan Bumi putera di Surakarta. Sekolah-sekolah ini yaitu: HIS Jongenshool di Mangkubumen, HIS Meisjesschool di Slompretan dan Schakelschool sekolah peralihan di Penumping. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh missionaris atau sekolah Katolik yang berada di Surakarta antara lain adalah sekolah MULO 1 buah, sekolah ELS 1 buah, HIS 2 buah, dan Meisjesschool 2 buah. Sekolah- sekolah tersebut tersebar di Purbayan, Pasar Kliwon, Kemlayan, Jebres. Awal munculnya pendidikan Barat hanya untuk anak-anak bangsawan atau priyayi dan anak-anak terpandang saja. Keadaan tersebut selain disebabkan oleh kebijakan pendidikan sendiri yang mengkhususkan pendidikan barat hanya untuk kalangan tertentu saja. Terhadap munculnya pendidikan Barat sebagian penduduk pribumi beranggapan bahwa pendidikan seperti itu tidak perlu dan kemungkinan besar justru membahayakan, karena pendidikan membawa resiko menjadi terasing dari kebudayaan sendiri dan kemungkinan terseret menjadi Kristen. 11 11 Heather Sutherlend, Terbentuknya Sebuah Elit Birokrasi,Jakarta:Sinar Harapan, 1983, hal 99. 6 Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan di wilayah Surakarta tahun 1930, terdapat macam-macam sekolah model barat yang diantaranya yaitu: sekolah-sekolah yang didirikan oleh Zending, sekolah- sekolah yang dikelola oleh Missi, sekolah-sekolah yang dikelola oleh Muhammadiyah, dan sekolah-sekolah yang dikelola oleh Kerajaan. Sekolah- sekolah yang dikelola oleh Zending dan Missi inilah yang mempunyai tujuan agar masyarakat pribumi masuk kedalam agama Kristen. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh Zending didalamnya diajarkan agama Kristen, juga memperkenalkan kebudayaan Barat seperti cara berpakaian, cara makan, belajar dan lainnya. Tujuan pendirian sekolah Zending sejalan dengan tujuan pemerintah Kolonial yaitu menyebarkan agama Kristen. Oleh sebab itu sekolah Zending ini banyak menerima bantuan dan kemudahan dari pemerintah Kolonial, sehingga dalam waktu singkat sekolah model Barat tersebut dapat berkembang dengan pesat. Selain itu ada juga sekolah Missi yang dikelola pertama kali oleh Pastor Keyser dari Semarang pada tahun 1890. Pada tahun 1930, sekolah Missi yang berada di Surakarta jumlanya telah mencapi 17 buah yaitu: sekolah MULO, 1 sekolah ELSEurope Lagere School, 3 buah HIS salah satunya khusus putri, 10 buah Standartschool, 1 sekolah HSC Hollands Chinese School dan 1 sekolah Meisjes Vervolg School.Sekolah-sekolah tersebut berada di Margoyudan, Manahan, Gajahan dan Pasar Legi. 12 12 Prof. Dr. Husain Haikal, dkk, Laporan Penelitian: “Pendidikan dan Perubahan Sosial Di Vorstenlanden”, Yogyakarta: UNY, 2012, hal 42-44 7 Pengaruh Missionaris Kristen ini menjadikan tantangan bagi pemimpin- pemimpin muslim untuk melakukan perubahan. Begitupun yang dilakukan oleh Sunan Paku Buwono X, ia tidak senang terhadap kegiatan misionaris yang telah banyak mendirikan sekolah-sekolah yang dikelola oleh Zending diwilayah Surakarta. Sunan bisa menerima masuknya pengaruh kebudayaan Barat ke Kasunanan, bisa dilihat dari acara perjamuan atau pesta yang mengadopsi cara-cara barat juga dalam sistem pendidikan sangat mendukung sistem pendidikan barat, namun Sunan tidak menyukai agama yang dibawa dari barat yaitu agama Kristen yang dibawa zending. Menurut Sunan hal ini tidak boleh dibiarkan, oleh karena itulah Sunan ingin mendirikan sekolah berdasarkan agama Islam untuk mengantisipati berkembangnya agama Kristen, maka dibangunlah pondok pesantren Mambaul „Ulum sebagai salah satu upaya yang dilakukan Sunan agar tidak berkembangnya agama Kristen diwilayah Kasunanan. Pendirian sekolah Mambaul’Ulum ini adalah hasil dari pemikiran Sunan Paku Buwono X sendiri. latar belakang berdirinya Mambaul’Ulum disebabkan oleh beberapa faktor, yang salah satu faktornya yaitu untuk mengantisipasi perkembangan agama Kristen di wilyah Kasunanan. 13 Secara nyata sekolah ini merupkan pelopor berdirinya sekolah Islam pertama di Surakarta yang dapat membawa perubahan bagi pendidikan Islam yang semula dari lingkup pesantren beralih ke madrasah dan perkembangannya sebagai sekolah Islam. Berdirinya sekolah Mambaul’ulum tersebut sangat 13 Kuntowidjoyo, Raja, Priyai dan Kawula Surakarta 1900-1915, Yogyakarta: Ombak, 2004, hal 38-39. 8 berperan penting dalam mencetak kelompok Ulama di Surakarta khususnya di lingkungan Surakarta. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengangkatnya dalam sebuah skripsi dengan judul “Peran Paku Buwono X Dalam Membendung Kristenisasi di Surakarta 1893- 1939”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar menghindari meluasnya pembahasan dalam tulisan ini, maka penulis memberikan batasan masalah pada tulisan ini yaitu Sultan Pakubuwono X dalam upaya membendung kristenisasi di Surakarta. Karena di masa Pakubuwono X inilah sunan mendirikan Pondok Pesantren yang mana didirikannya pondok pesantren itu karena untuk mengantisipasi terjadinya perkembangan agama Kristen di wilayah Kasunanan. Dari uraian pembatasan masalah tersebut maka penulis ingin merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan Kasunanan Surakarta pada masa Pakubuwono X ? 2. Bagaimana para Zending dalam menyebarkan agama Kristen ? 3. Apa yang dilakukan Pakubuwono X dalam membendung kristenisasi Surakarta ? 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan yang ingin penulis capai sebagai berikut : 1. Menjelaskan Kondisi Keberagamaan di Keraton Surakarta 2. Mengetahui kegiatan misionaris mengenal bentuk dan cara yang di pakai oleh misionaris, dengan demikian diharapkan tidak mudah terjerat dan selalu berhati-hati setiap kali menghadapi kegiatan misionaris ini. 3. Menjelaskan usaha-usaha yang dilakukan para misionaris dalam menyebarkan agama Kristen di Surakarta. 4. Menjelaskan upaya yang dilakukan PB X dalam membendung Kristenisai di Surakarta. Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian pengetahuan dalam ilmu sejarah terutama sejarah kerajaan di Indonesia, serta diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pendidikan dan penelitian selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk mendapatkan hasil yang dikehendaki sesuai dengan topik permasalahan, penulis tidak melepaskan diri dari hasil penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan dan pendukung data yang absah, setahu penulis belum ada seara khusus yang menulis mengenai upaya sulnan pakubuwana X dalam 10 membendung kristenisasi di Surakarta ini. beberapa karya yang penulis jadikan survey pustaka di antaranya: Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, ditulis oleh Nur Dwi Ratna Nurhajarini yang diterbitkan oleh Depdikdub pada tahun 1998. Pembahasan dimulai dari keadaan daerah Surakarta secara umum kemudian sejarah berdirinya Kasunanan Surakarta mulai dari Kerajaan Mataram dan Perjanjian Giyanti yang membagi Mataram kedalam dua Kerajaan, Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dalam buku ini membahas tentang gambaran umum keadaan Keraton Surakrta dari awal mula berdirinya sampai batas periode abad XV sampai awal abad XX yang membahas tentang cikal bakal Kerajaan Surakarta dan Pengaruh islam sampai masuk ke dalam kekuasaan Belanda. Buku ini sangat membantu penulis untuk mengetahui informasi mengenai sejarah Keraton Surkarta. Raja, Priyayi dan Kaula: Surakarta Tahun 1900-1915, buku dari Kuntowidjoyo tahun 2004. Dalam buku ini menguraikan latar belakang didirikan madrasah Mambaul’ulum oleh Sunan Pakubuwana X yang mana tujuan dari didirikannya madrasah ini untuk mengantisipasi pengaruh Zending di Kasunanan Surakarta. Beliau mendirikan sekolah dengan ajaran Islam ini untuk menampung anak-anak, abdi dalem, pamutihan, khatib, ulama, juru kunci, dan sebagainya. Karena Pakubuwana sebagai pemimpin agama tidak ingin jika rakyatnya memeluk agama selain agama Islam. Buku dari George .D. Larson yang berjudul Masa Menjelang Revolusi Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta Pada Tahun 1912-1942. Buku 11 ini penting untuk dimasukan dalam penulisan yang dapat memberikan gambaran tentang kegiatan politik di Surakarta dari tahun 1912 sampai 1942 adalah ketidaksukaan sebagian besar kalangan masyarakat Jawa terhadap usaha Belanda yang hendak mengubah masyarakat Jawa. Dan dalam sejarah sesudah 1912 bahwa Surakarta adalah upaya Belanda untuk mengadakan perubahan dan sekaligus mengekang respons politik terhadap perubahan itu. Lalu Disertasinya Darsiti Soeratman, yang berjudul Kehidupan Dunia Kraton Surakarta tahun 1830-1939 ini sangat membantu bagi penulis untuk menambah sumber literatur penulisan. Didalamnya dijelaskan sedikit tentang Mambaul‟ulum karena pada masa Paku Buwono X, beliau menaruh perhatian yang begitu besar terhadap pendidikan agama Islam diwilayah Kasunanan. dan dijelaskan bahwa Sunan mendirikan sekolah itu untuk mendidik para Kyai atau ulama di Keraton Kasunanan.

E. Kerangka Teori

Menurut Ahmad Mubarok dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah, kata misionaris atau dakwah diartikan sebagai undangan, ajakan, dan seruan yang semuanya menunjukan adanya komunikasi antara dua pihak dan adanya upaya untuk mempengaruhi pihak lain. Selain itu Ahmad Mubarok juga menjelaskan agama Islam sendiri mewajibkan kepada umatnya untuk menyebarkan ajaran agama kepada seluruh umat manusia. 14 Oleh karena itu, umat Islam dan orang Kristen merasa terpanggil untuk mensiarkan 14 Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999, hal. 19