Zending dan Kristenisasi di Surakarta

60 pendidikan umum dan buku-buku yang diberikan berasal dari Belanda. Sekolah hanya untuk mendidik rakyat saja, bukan untuk mempertinggi taraf penghidupan rakyat. 34 Bentuk pendidikan ala Barat sebagai realitas dari Politik Etis juga dirasakan di Surakarta. Kasunanan Surakarta termasuk bagian dari wilayah jajahan Belanda. Dalam bidang pendidikan pemerintah Belanda ikut campur tangan yaitu dengan menetapkan sistem konkoordinasi. 35 Yang nantinya dalam campur tangan ini pemerintah Belanda banyak mendirikan sekolah- sekolah yang didalamnya mengajarkan agama Kristen untuk anak-anak pribumi. Pada kenyataanya daerah Vorstenlanden ini menjadi wilayah kekuasaan kolonial dan berada dibawah pengawasan pemerintah koloial Belanda. Termasuk pada bidang pendidikan yang tidak luput dari campur tangan pemerintah Belanda. Terjadi perkembangan pada sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sekolah-sekolah Neutral berbahasa Belanda yang diperuntukkan golongan Bumi putera di Surakarta memiliki mutu yang baik. Sekolah-sekolah ini yaitu: HIS Jongenshool di Mangkubumen, HIS Meisjessschool di Slompretan dan Schakelschool sekolah peralihan di Penumping. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh missionaris atau sekolah Katolik yang berada di Surakarta antara lain adalah: sekkolah MULO Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs 1 buah, sekolah ELS 1 buah, HIS 2 buah, dan Meisjesschool 2 buah, sekolah- 34 Djumhur dan Danasuparta, Sejarah Pendidikan, Bandung: CV. Ilmu, 1976, hal 123 35 Sistem koonkordinasi adalah sistem pendidikan yang diterapkan oleh Belanda bahwa pendidikan didaerah jajahan sama dengan sistem pendidikan yang ada di Belanda, lihat Resink, G,J, Raja dan Kerajaan Yang Merdeka di Indonesia 1850-1910, Jakarta: Djambatan, 1987, hal 4. 61 sekolah tersebut tersebar di Purbayan, Pasar Kliwon, Kemlayan, Jebres. Berdasar data yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan di wilayah Surakarta pada tahun 1930, terdapat bermacam-macam sekolah model Barat, yaitu: sekolah-sekolah yang didirikan oleh Zending, sekolah-sekolah yang dikelola oleh Missi, sekolah-sekolah yang dikelola oleh Muhammdiyah, dan sekolah-sekolah yang dikelola oleh Kerajaan. Dan sekolah-sekolah yang mempunyai tujuan agar masyarakat pribumi masuk kedalam agama Kristen yaitu sekolah yang dikelola oleh Zending dan Missi, berikut keterangannya: 1. Sekolah Zending Sekolah-sekolah yang dikelola oleh Zending ini berorientasi pada pengetahuan dan dikenalkan kebudayaan Barat seperti cara berpakaian, cara makan, belajar dan lainnya. Bahasa Belanda menjadi kurikulum pelajaran yang penting, bahasa ini juga digunakan sebagai bahasa pergaulan. Untuk mendukung pogram tersebut maka siswa ataupun guru- guru yang mengajar diharuskan tinggal di asrama yang telah disediakan dan sehari-harinya di haruskan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Aturan-aturan itu menyebabkan orang-orang yang belajar di sekolah Zending tersebut jauh dari budaya Jawa. Tujuan pendirian sekolah Zending sejalan dengan tujuan pemerintah Kolonial yaitu menyebarkan agama Kristen. Sehingga sekolah Zending ini banyak menerima bantuan dan kemudahan dari pemerintah Kolonial, maka dalam waktu singkat sekolah tersebut dapat berkembang dengan pesat. Pada tahun 1932 telah banyak sekali sekolah-sekolah Zending yang berada di 62 Surakarta. Terdapat 20 buah sekolah jenis ini yang telah tersebar di beberapa daerah seperti di daerah Margoyudan, Villapark dekat Pasar Legi, Sidokare, Jebres, Kerten, Gemblengan, Danukusuman, Kawatan, Gilingan dan Manahan. Kegiatan Zending dubuka oleh perkumpulan Zending yang terdiri dari: C. Van Proodij, Van Ansel, C.J. de Zomer, G.C.E. de Man, dan Pendeta Bakker. 36 2. Sekolah Missi Ada juga sekolah Missi yang dikelola pertama kali oleh Pastor Keyser dari Semarang pada tahun 1890. Pastor Keyser telah berhasil mendirikan sekolah Katolik di daerah Yogyakarta dan Klaten pada tahun 1892. Pada awalnya sekolah jenis ini bercorak Europees yang netral, yang memberikan kebebasan kepada murid-muridnya untuk mengikuti pelajaran agama Katolik atau tidak. Semula para missionaris dalam menjalankan tugasnya banyak mengalami hambatan, dikarenakan adanya dua konsepsi dalam kehidupan keagamaan di Jawa yang sudah berakar kuat, yaitu Hindu dan Islam. Maka dari itu usaha yang dilakukan yaitu dengan memberikan pengaruh atas pola kehidupan orang Jawa, usaha tersebut rasanya cukup berhasil karena dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Ajaran-ajaran para missionaris meluas hingga ke daerah Surakarta. Perkembangan yang terjadi tersebut tidak lepas dari bantuan serta fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah Belanda. Sehingga sekolah-sekolah Missi yang didirikan di Surakarta semakin banyak. Dan 36 Prof. Dr. Husain Haikal, dkk, Laporan Penelitian: “Pendidikan dan Perubahan Sosial Di Vorstenlanden”, Yogyakarta: UNY, 2012, hal 42-43 63 pada tahun 1930, sekolah Missi yang berada di Surakarta jumlanya telah mencapi 17 buah yaitu: sekolah MULO, 1 sekolah ELS Europe Lagere School, 3 buah HIS salah satunya khusus putri, 10 buah Standartschool, 1 sekolah HSC Hollands Chinese School dan 1 sekolah Meisjes Vervolg School. Sekolah-sekolah tersebut berada di Margoyudan, Manahan, Gajahan dan Pasar Legi. 37 Pada tahun 1910 Pendeta D. Bekker mendirikan sebuah sekolah Kristen pribumi di Surakarta, tetapi Residen Van Wijk melarang adanya pendidikan agama disekolah ini dan bagi murid non-kristen tidak diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan agama ekstrakurikurel. Bekker berkeberatan dan membawa masalah tersebut kepada Gubernur Jendral AWF Idenberg 1906- 1916 yang kemudian justru mengizinkan kegiatan penginjilan di Surakarta. Keberadaan para penginjil ini tentu saja menimbulkan reaksi dari kalangan umat muslim. 38 Salah satu bentuk dari reaksi tesebut yaitu dengan bermunculannya sekolah-sekolah Islam. Selain banyak mendirikan lembaga-lembaga sekolah juga banyak bermunculan berbagai Rumah Sakit di Hindia Belanda. Pada awal abad ke-20 dengan adanya politik etis yang dicetuskan oleh pemerintah Belanda, membuat beberapa program perbaikan kesejahteraan masyarakat, salah satu diantaranya ialah perbaikan mutu pelayanan kesehatan. Munculnya berbagai rumah sakit di Hindia Belanda terjadi karena ada kebijakan politik etis dan subsidi kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Belanda. Hal ini sebetulnya 37 Prof. Dr. Husain Haikal, dkk, Laporan Penelitian: “Pendidikan dan Perubahan Sosial Di Vorstenlanden”, hal 44 38 Hari Mulyadi, dkk, hal 140 64 sudah ada sejak pertengahan abad 19 namun baru berkembang pesat pada abad 20 setelah politik etis diberlakukan dan aktivis Zending mendirikan banyak Rumah Sakit sebagai perantara penyebaran agama Kisten. Rumah Sakit swasta di Jawa yang memberikan pelayanan kesehatan sebagian besar dilakukan oleh Zending. Munculnya para pekabar Injil di Hindia Belanda pada awalnya hanya untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang Belanda sendiri. Namun lambat laut dengan adanya semangat keagamaan mereka yang tinggi kemudian muncullah keinginan dari para penginjil tersebut untuk menyebarkan agama Kristen kepada penduduk pribumi. Kegiatan zendeling atau penyebaran agama Kristen di Hindia- Belanda ini sudah berlangsung sejak abad ke-17. 39 Pemerintah Belanda memberikan kebijakan kepada rumah sakit dan lembaga kesehatan yang ada di Hindia-Belanda yaitu dengan memberikan subsidi kesehatan. Kebijakan tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perbaikan layanan kesehatan. Secara umum subsidi kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Belanda berupa dana uang kas, obat-obatan yang cukup baik kualitasnya, peralatan rumah sakit, gaji dokter yang dibesarkan jumlahnya dan gaji para medis dinaikkan ketika bekerja di rumah sakit milik swasta. Dijelaskan dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 276 tahun 1906 bahwa rumah sakit swasta yang berhak menerima subsidi kesehatan adalah rumah sakit swasta pribumi dan rumah sakit swasta pembantu. 40 Peraturan pemerintah mengenai subsidi kesehatan itu juga sebagai 39 Bahaudin, “Kebijakan Subsidi Kesehatan Kolonial di Jawa Pada Awal Abad ke-20” dalam Lembar Sejarah Vol. 8. no 2, hal 151 40 Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 276 tahun 1906, koleksi ANRI Jakarta 65 pemicu munculnya lembaga-lembaga kesehatan yang dikelola oleh Zending atau pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda sangat mendukung adanya pelayanan kesahatan yang dilakukan oleh Zending karena mempunyai misi yang sama. Oleh karena itu pemerintah Belanda mendukung penuh dengan memberikan bantuan dana, obat-obatan, bangunan, dokter dan lain-lain yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Rumah Sakit Zending Jebres Surakarta merupakana salah satu Rumah Sakit Zending yang banyak diberikan dana berlimpah tersebut. Rumah sakit yang dikelola oleh Zending mempunyai tujuan utama sebagai tempat penyebaran agama, tetapi rumah sakit yang dikelola oleh Zending juga terkenal mempunyai kebijakan dalam penanganan pasien yang tidak mampu membayar, artinya pasien yang dalam kategori miskin tidak diwajibkan untuk membayar perawatan di Rumah Sakit Zending atau jika harus membayar maka membayar dengan tarif yang sangat rendah. 41 Di Surakarta rumah sakit yang dikelola oleh Zending yaitu Rumah Sakit Jebres Surakarta. Rumah sakit ini didirikan pada tahun 1912 oleh Gereja Gereformeerd Delft dan Gereja-gereja Zuid Holland ten Noorden, Gereja- gereja itulah yang mendirikan Rumah Sakit Zending pertama di Surakarta, yaitu Rumah Sakit Zending Jebres di Surakarta. 42 yaitu Geraja yang pengaruhnya dibawah organisasi Zending Gereformeerd organisasi pengabarab Injil difokuskan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Surakarta dan sekitarnya yang pada waktu itu dikuasai oleh 41 Sugiarti Siswadi, Rumah Sakit Bathesda: Dari Masa ke Masa, Yogyakarta: Andi Offset, 1989, hal 86 42 http:rsmoewardi.comprofile . Diakses: 30 Oktober 2015. 66 Kasunanan dan Mangkunegaran. Rumah sakit Zending ini sejak awal didirikan telah mempunyai perhatian pelayanan kesehatan terhadap orang miskin dan terlantar. Selain untuk pelayanan kesehatan rumah sakit ini juga bertujuan untuk menyebarkan ajaran Kristen. Awal dari pendirian Rumah Sakit Zending di Surakarta yaitu ketika wilayah kerja Zending Gereformeerd organisasi pengabaran Injil diperluas dan para dokter utusan mulai bergerak untuk datang ke wilayah jawa tengah bagian selatan yaitu daerah Kedu dan Surakarta pada tahun 1910-1913. Wilayah kerja Zending Gereformeed di perluas lagi meliputi daerah Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran. Pada awalnya sulit untuk mendirikan rumah sakit di Surakarta dan membutuhkan waktu yang lama, karena terdapat larangan bagi para pekabar Injil untuk masuk, dan pemerintah Belanda takut bila hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian dengan Sunan Paku Buwono X dan Sri Mangkunegoro yang beragama Islam. 43 Raja Kasunanan Surakarta, yaitu Paku Buwono X melarang adanya pendirian Rumah Sakit Zending, tetapi kemudian Belanda meminta kepada Mangkunegoro untuk mendirikan rumah sakit tersebut yang kemudian mendapatkan izin, lalu Mangkunegoro VII memberikan sebidang tanah di daerah Jebres. Dan pada tahun 1912-1919 didirikanlah Rumah Sakit Zending di Surakarta yang cukup besar yang terdapat tempat tidur berjumlah 240 buah, dengan 2 dokter orang Belanda dan beberapa pembantu medis lokal seperti mantri, juru rawat, zuster. Direktur Rumah Sakit Zending pada waktu itu ialah 43 J. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1995, hal 197 67 Dr. K.P Groot tetapi kemudian ia pindah ke Rumah Sakit Zending di Yogyakarta lalu digantikan oleh Dr. D. Verhagen. 44 Semejak diberlakukannya politik etis dan subsidi kesehatan yang diberikan oleh kolonial, kehidupan masyarakat Jawa, khususnya Surakarta memperoleh kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Pada akhir abad ke- 19 di Surakarta banyak yang mengindap penyakit yang menular yang berbahaya seperti pes 45 , korela 46 dan lain-lain. Sehingga banyak masyarakat Surakarta yang mendatangi Rumah Sakit Zending Surakarta untuk memeriksakannya, hal ini dikarenakan di Rumah Sakit Zending Surakarta mereka mendapatkan pelayanan gratis tanpa dipungut biaya, yang tentu dapat meringankan beban ekonomi masyarakat Surakarta yang pada waktu itu masih dalam masa penjajahan Belanda. Selain medapatkan pelayanan kesehatan, Rumah Sakit Zending ini juga mempunyai Missi keagamaan, yaitu menyebarkan agama Kristen dan mempengaruhi Masyarakat agar menjadi Kristen. masyarakat Surakarta yang dirawat di Rumah Sakit Zending tersebut mendapat pencerahan tentang agama Kristen yang dilakukan oleh dokter yang mana dokter itu juga merangkap sebagai seorang pendeta. Dokter yang bertugas merawat orang sakit bertugas juga untuk memberi pencerahan tentang agama Kristen. Semakin lama masyarakat Surakarta banyak yang memeluk agama Kristen, ini juga 44 J. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, hal: 201 45 Penyakit pes adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil pes, yang ditularkan dari kutu-kutu tikus jenis xenopsylla cheopsis kepada manusia. lihat: Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hal 677 46 Penyakit korela adalah penyakit perut, disertai dengan buang-buang air dan muntah- muntah, penyakit ini dapat menular karena disebabkan oleh basil, kuman. 68 disebabkan gencarnya misi pekabaran Injil yang dilakukan oleh Zending Gerefoormeerd di Surakarta yang mendapatkan perlindungan dari pemerintah kolonial Belanda. Berikut adalah tabel jumlah warga Surakarta yang beragama Kristen pada tahun 1913-1938 Sumber: J. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, hal 217. Awalnya jumlah warga Kristen di Surakarta hanya sedikit, tetapi semakin lama jumlahnya semakin besar, hal itu dikarenakan munculnya berbagai sekolah Kristen, rumah sakit Zending yang semakin banyak merawat warga Surakarta yang sakit disana. Di daerah Surakarta diketahui bahwa daerah itu merupakan lahan yang subur dan paling baik di seluruh tanah Jawa untuk melakukan kegitan penginjilan. Tahun Jumlah 1913 74 orang 1918 297 orang 1922 508 orang 1925 945 orang 1930 2.208 orang 1933 3.148 orang 1936 4.173 orang 1938 5.515 orang 69

BAB IV UPAYA SUSUHANAN PAKU BUWONO X DALAM MEMBENDUNG

KRISTENISASI A. Paku Buwono X dan Sarekat Islam Didalam sejarah gerakan Islam di Indonesia, Surakarta merupakan salah satu kota terpenting. Karena di Surakartalah Sarekat Islam SI yang dulunya bernama Sarekat Dagang Islam SDI lahir. Gerakan ini merupakan gerakan Islam terorganisir pertama dalam sejarah Indonesia. 1 Sarekat Dagang Islam sendiri awalnya hanya sebuah perkumpulan dagang yang berdasarkan koperasi dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia dibawah panji-panji Islam, agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. 2 Karena semakin berkembang, SDI berubah menjadi Sarekat Islam SI pada tanggal 10 September 1912, dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang saja. Selama masa-masa awal kemunculan, SI selalu mengedepankan semangat nasionalisme Islam Jawa dan mencari dukungan dari kalangan rakyat. Akibatnya SI sering terlibat dalam gerakan protes baik terhadap pemerintah kolonial maupun pihak Keraton Surakarta. 3 Terjadinya gerakan protes yang dilakukan SI kepada Keraton Surakarta karena sifat Surakarta yang mempunyai ikatan kuat terhadap tradisi kehidupan Jawa. Selain itu juga karena bertambahnya aktivitas misi Kristen. Aktivitas 1 www.muhamsmadiyah.co.id , diakses pada tanggal 4 November 2015 2 A.K. Pringgodigdo, sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1994, hal: 4 3 www.muhammadiyah.co.id , diakses pada tanggal 4 November 2015 70 misionaris ini menimbulkan reaksi dari kalangan masyarakat Islam, tidak terkecuali SI. Penyebab lainnya terjadinya gerakan protes karena terdesaknya dengan pengusaha-pengusaha Cina. Karena para pedagang Cina banyak mengambil keuntungan dengan menerobos kehidupan ekonomi pribumi, akibatnya rakyat pribumi merasa dirugikan. Oleh karena itu SI terpaksa keluar dari tujuan organisasi yang awalnya hanya bersifat dagang, pada akhirnya SI memasuki kegiatan politik. 4 R. M Karno dalam bukunya menyebutkan bahwa faktor yang mendorong berdirinya Sarekat Islam pada awalnya bermula pada persaingan antara pedagang Cina dan pedagang batik Jawa yang berada di Laweyan, tempat berkumpulnya para pedagang batik Jawa. 5 Meningkatnya kegiatan perekonomian Cina berakibat terjadinya konflik antara Orang Jawa dan Cina. Ketegangan ini berpangkal dari persaingan antara pedagang Jawa dan pedagang Cina, semula dibidang industri batik. Yang pada waktu itu terjadi penggantian kain lokal dengan bahan impor, lalu sejak abad ke-20 mulai menggunakan bahan celupan kimia yang menggantikan bahan celupan nila. Pergantian dari dua jenis bahan tersebut dibeli dan didatangkan dengan cara impor dan distribusinya ditangani oleh para pedagang Cina. Akibatnya pedagang Cina semakin mempunyai posisi yang kuat dalam menguasai bahan baku industri batik, karena dapat mengendalikan barang-barang impor yang 4 Retna Ariyanti, Pendidikan Muhammadiyah Sebagai Strategi Pembaharuan Sosial di Surakarta 1930-1970, Skripsi: Universitas Sebelas Maret, 2011, hal 38 5 R.M Karno, hal 172 71 sangat diperlukan bagi industri pembuatan batik. 6 Orang-orang Cina pada waktu itu tidak hanya berdagang bahan batik tetapi juga mempunyai perusahaan-perusahaan pembatikan, tidak heran jika mereka dapat menjual batik dengan bahan yang murah, karena bahan- bahannya dibeli langsung dari importir bangsa Eropa. Sebaliknya, harga batik yang dibeli dari orang pribumi menjadi lebih tinggi, sebab orang-orang pribumi mendapatkan bahan baku batik melalui perantara. 7 Pedagang- pedagang Cina tersebut sudah berbuat curang terhadap pedagang Jawa karena telah menjual bahan suplainya dengan harga yang lebih murah daripada saingannya orang Jawa, hal tersebut menimbulkan kemarahan dan kekecewaan di kalangan pedagang Jawa. Maka di bawah pimpinan pedagang besar orang Jawa diadakanlah suatu boikot terhadap perusahaan Cina yang telah melukai perasaan pedagang Jawa. Untuk melawan dominasi pedagang Cina tersebut Haji Samanhudi seorang saudagar batik dari desa Laweyan. 8 mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tanggal 16 oktober 1905, dengan tujuan awalnya untuk menghimpun para pedagang pribumi agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Cina. Pada saat itu, pedagang-pedagang Cina tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia 6 M. Hari Mulyadi, dkk, Runtuhnya Kekuasaan “Keraton Alit”Studi Radikalisasi Sosial “Wong Sala”dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta. Surakarta: Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan, 1999 hal 565-566 7 M. Mansyur Amin, Sarekat Islam Obor Kebangkitan Nasional 1905-1942, Komplek IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996, hal 27 8 Laweyan adalah salah satu kota terpenting karena salah satu kota yang menghasilkan kerajinan batik Indonesia, suatu industri yang pada abad ke-19 berhasil menyaingi kerajinan tekstil Eropa. 72 Belanda lainnya. Pendirian SDI ini merupakan respon terhadap kondisi sosial ekonomi yang menyengsarakan rakyat. Jadi latar belakang berdirinya Sarekat Dagang Islam adalah dikarenakan perebutan pemasaran antara orang-orang Cina dengan pedagang Jawa. Terlebih lagi sikap sombong dan demonstratif dari orang-orang Cina setelah berhasilnya Revolusi Cina pada tahun 1911, mengakibatkan terjadinya konflik yang memuncak antara keduanya. 9 Haji Samanhudi sebagai saudagar batik, memiliki jiwa sosial yang besar dan hubungan dagang yang luas, merasa terpanggil untuk membantu dan menyelamatkan nasib sesama umat. Pada saat itu Sarekat Dagang Islam mendirikan toko-toko koperasi, menghimpun para pedagang batik, menolong orang-orang yang sedang mengalami kesulitan dan mendirikan masjid- masjid. 10 Dibawah pimpinan H. Samanhudi ini, Sarekat Islam berkembang semakin pesat menjadi perkumpulan yang berpengaruh hingga tersebarlah pengaruh SI di berbagai kota di Hindia Belanda dan terbentuklah cabang- cabang SI diberbagai daerah. Raja Kasunanan Surakarta Paku Buwono X, ikut mengembangkan organisasi Sarekat Islam. beliau adalah sosok yang jelas mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Gerakan langkah perjuangan Sarekat Islam membuat penjajah gempar, bahkan mereka sangat khawatir jika Sarekat Islam menjadi semakin kuat, karena dapat menjatuhkan kedudukan kekuasaan mereka. Kepanikan penjajah Belanda dengan adanya sarekat Islam bukannya tidak beralasan, alasan 9 Saefullah Wiradiparja, Satu Abad Dinamika Perjuangan Sarekat Islam, Jakarta: Dewan Pimpinan Wilayah Sarekat Islam Jawa Barat, 2005, hal 7 10 Saefullah Wiradiparja, Satu Abad Dinamika Perjuangan Sarekat Islam, hal 29