19
dengan sebutan Babah Mayor. Sedangkan pemukiman orang-orang Arab yang berada  di  Pasar  Kliwon  pemimpinnya  mendapat  pangkat  kapten.
Perkampungan  untuk  penduduk  Bumi  Putera  terpencar  di  seluruh  kota  di Surakarta.
6
Penduduk  pribumi,  hampir  seluruhnya  orang  Jawa,  terdapat  dalam berbagai kelompok dan kampung yang tidak teratur diseluh kota, kebanyakan
dari mereka bekerja dari industri batik dan berbagai macam kerajinan tangan. Tempat  kediaman  para  pangeran  dan  pegawai  puri  yang  terkemuka    juga
tersebar diseluruh kota.
7
Disebelah Utara Keraton terletak  kepatihan, tempat kediaman pepatih dalem,  sekaligus  berfungsi  sebagai  pusat  administrasi  pemerintahan.  Istana
Mangkunegaran  terletak  di  sebelah  selatan  sungai  Pepe,  demikian  pula perkampungan  orang-orang  Eropa  yang  meliputi  rumah  residen,  kantor-
kantor,  gereja,  gedung  pertunjukan,  gedung-gedung  sekolah,  toko-toko,  dan benteng  Vestenburg  sebagai  pusatnya.  Perkampungan  orang-orang  diluar
benteng itu disebut Loji Wetan, Letak  Keraton  Surakarta,  Istana  Mangkunegaran,  rumah  residen,  dan
kepatihan  letaknya  tidak  berjauhan.  Benteng  Vastenburg  dibangun  berada didekat  keraton    dan  rumah  residen.  Jarak  antara  keraton  dan  Istana
Mangkunegaran  yang  menghadap  ke  selatan  tidak  berjauhan,  keduanya dipisahkan oleh jalan besar. Selain itu juga bisa dilihat jarak dari kepatihan ke
6
Darsiti  Soeratman,  Kehidupan  Dunia  Kraton  Surakarta  1830-1939,  Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1989, hal 24.
7
George  D.  Larson,  Masa  Menjelang  Revolusi  Keraton  Dan  Kehidupan  Politik  di Surakarta 1912-1942, Yogyakarta: Gadjah Mada Unviersity Press, 1989, hal 23.
20
rumah  residen  lebih  dekat  daripada  jarak  dari  kepatihan  dengan  keraton. Untuk  menuju  keraton,  pepatih  dalem  harus  melewati  rumah  residen.
Pengaturan  tempat-tempat  itu  adalah  untuk  kepentingan  dan  keamanan pemerintahan kolonial Belanda di Surakarta.
8
Di Surakarta terdapat tiga pemerintahan yang berbeda yaitu Kasunanan Surakarta,  Kadipaten  Mangkunegaran  dan  Residen  Belanda.  Kasunanan
Surakarta    menguasi  enam  kabubapaten,  yaitu:  Surakarta,  Kartasura,  Klaten, Boyolali, Ampel dan Sragen serta satu Kawedanan, yaitu Larangan. Kadipaten
Mangkunegaran menguasai tiga Kawedanan, yaitu: Ibukota, Karanganyar dan Wonogiri.  Serta  Belanda  menguasai  lima  bagian  yang  berada  di  Kasunanan
dan Mangunegaran. Surakarta yang luasnya 24 km
²
, sebagiannya adalah milik Kasunanan,  seperlimanya  milik  Mangkunegaran,  sisanya  merupakan  wilayah
administrasi  Belanda,  yaitu  disekitar  kantor  Residen,  Benteng  dan  Tangsi Militer.
9
Batas  wilayah  antara  Kasunanan  dan  Mangkunegaran  didalam  kota adalah jalan memanjang Timur-Barat yang membelah kota.
10
Sampai abad 20 di  Kasunanan  terdiri  23  distrik  dan  101  onderdistrik,  yang  terbagi  menjadi
1.240  kelurahan,  sedangkan  Mangkunegaran  dibagi  7  distrik  dan  32 onderdistrik yang terbagi 750 kelurahan.
8
Dwi  Ratna  Nurhajarini,  dkk,  Sejarah  Kerajaan  Tradisional  Surakarta,  Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan  RI, 1999, hal 10
9
Nurhadiatmoko, “Konflik-konflik Sosial Pri-Nopri dan Hukum Keadilan Sosial”, dalam Rustopo, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa Di Surakarta, 1898-1998,
Yogyakarta-Jakarta: Ombak-Yayasan Nabil, 2007, hal: 16-18.
10
Soedarmono, Surakarta Kota Kolonial, Laporan Penelitian Surakarta: LPPM UNS, 2004, hal 17
21
B. Sejarah Berdirinya Keraton Surakarta
Keraton Surakarta didirikan pada masa Sunan Paku Buwono II 1725- 1749 pada tahun 1746, setelah Keraton sebelumnya di Kartasura mengalami
kehancuran  akibat  perang  perebutan  tahta.  Keraton  Surakarta  ini  disebut sebagai pengganti Keraton Kartasura  yang telah hancur  akibat dari peristiwa
Geger Pecinan, yaitu pemberontakan bersenjata yang dilancarkan oleh orang- orang  Cina  sebagai  bentuk  protes  pada  VOC  yang  telah  membantai  orang-
orang  Cina  yang  ada  di  Batavia.  Atas  dasar  itulah  sehingga  Paku  Buwono  II memutuskan  untuk  meninggalkan  istana  Kartasura  yang  sudah  kacau  dan
hancur. Sekitar 12 kilometer ke arah timur, di tepi Sungai Sala, dia mendirikan sebuah  istana  baru,  yaitu  Surakarta  Hadiningrat,  yang  nantinya  akan  tetap
didiami  oleh  keturunannya.  Bangunan  baru  ini  selesai  pada  tahun  1745,  dan kepindahan  resminya  terjadi  pada  Februari  1746.  Walaupun  istana  sudah
berpindah  ke  Surakarta  akan  tetapi  kondisinya  sama  tidak  stabilnya  seperti pada waktu berada di istana lama.
11
Keraton  Surakarta merupakan kesinambungan dari kerajaan Mataram. Pusat  kerajaan  Mataram  telah  mengalami  beberapa  kali  perpindahan  tempat.
Mula-mula  di  kota  Gedhe  kemudian  pindah  ke  Plered,  ke  Kartasura,  dan terakhir  di  Surakarta.  Kerajaan  Mataram  sendiri  terbagi  menadi  dua  kerajaan
yang memiliki kedaulatan tersendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Vincent J.H Houben: The Javaness principalities of Surakarta Solo and Yogyakarta
Yogya were born in 1755 from the division of Mataram, the realm which in
11
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005, hal 217
22
the 17
th
century had exercised hegemony over nearly all of  Java. kerajaan di Jawa  yaitu  Surakarta  dan  Yogyakarta  berdiri  tahun  1755  sebagai  bentuk
perpecahan  dari  kerajaan  Mataram,  di  mana  pada  abad  ke  17  memiliki kekuasaan dihampir seluruh wilayah Pulau Jawa.
12
Campur  tangan  Belanda  dalam  urusan  dalam  negeri  Mataram  mulai terjadi  pada  masa  akhir  pemerintahan  Amangkurat  I  1645-1677,  ketika
kerajaan  ini  sedang  memasuki  masa-masa  kehancurannya.  Dinasti  Mataram ditegakkan kembali  setelah VOC melakukan  campur tangan dengan berbagai
konsesi,  khususnya  dibidang  ekonomi  dan  teritorial.  Dan  sejak  saat  itu Mataram  memasuki  era  peperangan,  pemberontakan  dan  peperangan
memperebutkan  tahta.  Pada  tanggal  11  Desember  1749,  Susuhanan menandatangani  akta  penyerahan,  yang  didalamnya  mengatakan    bahwa
seluruh  kerajaan  Mataram  diserahkan  kepada  Belanda.  Melalui  akta  itu,  Von Hohendorff  menyiapkan  pengganti  raja  atau  calon  raja  baru,  ketika    Paku
Buwono II berusaha bertahan hidup. Akhirnya, gubernur jenderal dan Dewan Hindia di Batavialah yang menobatkan Susuhanan yang baru.
13
Pada  masa  pemerintahan  Paku  Buwono  II  terjadi  peristiwa  Geger Pecinan.  Beliau  memindahkan  keratonnya  karena  keraton  Kartasura  rusak
parah akibat pemberontakan orang Cina itu. Cina memberontak karena ditekan pajak  tinggi  oleh  Belanda.  Selain  pajak  tinggi,  orang  Cina  yang  tidak  punya
izin tempat tinggal disuruh kembali ke negara asal. Pegawai kompeni berbuat
12
Vincent  J.H  Houben,  Keraton  and  Kumpeni:  Surakarta  and  Yogyakarta  1830-1870, Leiden: KITLV Press, t.th, hal: 405
13
M.C  Ricklefs,  Yogyakarta  di  Bawah  Sultan  Mangkubumi  1749-1792:  Sejarah Pembagian Jawa, Yogyakarta: Matabangsa, 2002, hal 77-79.
23
curang dengan memeras orang-orang Cina.
14
Pemberontakan ini dimulai sejak tahun 1740 ketika VOC memberlakukan kebijakan untuk mengurangi jumlah
orang-orang Cina di Batavia, sehingga banyak orang Cina yang mengungsi ke wilayah  Jawa  Tengah  dan  membentuk  laskar-laskar  perlawanan.  Pelarian
laskar-laskar  Cina  tersebut  ternyata  mendapat  dukungan  dari  para  bupati  di wilayah  pesisir  serta  secara  diam-diam  Paku  Buwono  II  juga  mendukung
gerakan  perlawanan  laskar  Cina  terhadap  VOC  ini  melalui  Adipati Natakusuma selaku seorang patih dari Kerajan Kartasura dengan tujuan untuk
memukul mundur kekuasan VOC di wilayah kekuasaan Mataram Kartasura. Melihat  Kota  Semarang  yang  menjadi  pusat  VOC  di  Timur  Batavia
tidak  jatuh  ke  tangan  orang-orang  Cina,  Paku  Buwono  II  menarik dukungannya  dan  kembali  berpihak  kepada  VOC  untuk  memerangi
perlawanan  laskar  Cina.  Langkah  yang  ditempuh  untuk  menutupi  kecurigaan VOC,  Paku  Buwono  II  menangkap  Adipati  Natakusuma  yang  akhirnya
dihukum  buang  ke  Sailon  Srilanka.  Ternyata  kekuatan  pasukan  Cina  tidak berangsur surut melainkan semakin kuat dengan adanya dukungan dari Bupati
Pati,  Grobogan  dan  beberapa  kerabat  Raja.  Bahkan  laskar  Cina  ini  mampu mengangkat Mas Garendi sebagai penguasa yang baru atas kerajaan Mataram
Kartasura dengan gelar Sunan Kuning. Pada tahun 1742 pihak kerajaan semakin terdesak, sehingga membuat
raja,  kerabat,  dan  pengikutnya  yang  masih  setia  harus  mengikuti  untuk mengungsi ke Ponorogo. Para pemberontak berhasil menduduki dan merusak
14
KRT.  Kastoyo  Ramelan,  Sinuhun  Paku  Buwono  X:  Pejuang  dari  Surakarta Hadiningrat, Bandung: Jeihan Institute, 2004, hal 39.
24
bangunan  Keraton  Kartasura.  Pemberontakan  baru  dapat  dipadamkan  setelah Paku Buwono II dibantu pasukan VOC menyerbu laskar Cina. Paku Buwono
II  berhasil  merebut  kembali  Kerajaan  Kartasura  yang  sebelumnya  berhasil diduduki oleh laskar Cina.
Meskipun  kembali  bertahta,  Paku  Buwono  II  merasa  Keraton Kartasura  sudah  tidak  layak  untuk  menjadi  pusat  kerajaan,  sebab  menurut
kepercayaan Jawa, keraton yang sudah rusak telah kehilangan wahyu. Setelah melalui berbagai macam pertimbangan, maka desa Solo dipilih untuk menjadi
tempat  pengganti  Keraton  Kartasura  yang  sudah  rusak,  Paku  Buwono  II memberi nama Keraton di Solo dengan nama Keraton Surakarta. Secara resmi
Keraton Surakarta berdiri pada 17 Februari 1745.
15
Setelah  pindah  dari  Kartasura  ke  desa  Sala,  nama  Sala-pun  di  ubah menjadi  Surakarta  Hadiningrat.  Paku  Buwono  II  membangun  Keraton  secara
tergesa-gesa dan perpindahan ke Keraton Surakarta dilakukan ketika Keraton baru tersebut belum sepenuhnya selesai dibangun. Hanya berselang tiga tahun
setelah  menemapati  keraton  baru  tersebut,  Paku  Buwono  II  wafat,  sehingga penyelesaian  pembangunan  Keraton  Surakarta  ditangani  oleh  raja-raja
selanjutnya.  Hingga  masa  pemerintahan  Paku  Buwono  X  keraton  Surakarta telah  berusia  hampir  1,5  abad.  bangunan  keraton  mengalami  perkembangan
secara  terus-menerus,  namun  pembagian  pelataran  atau  halaman  tidak mengalami perubahan.
16
Setelah  Paku  Buwono  II  memindahkan  Keraton  dari  Kartasura  ke
15
Sri  Winarti,  Sekilas  Sejarah  Keraton  Surakarta,  Surakarta:  Cendrawasih,  2004,  hal 16.
16
Dwi Ratna Nurhajarini, dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, hal 13.