IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN DAGING DI INDONESIA
Industri pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia memiliki prospek cukup baik. Indonesia dengan hanya mengandalkan pada potensi pasar dalam negeri
saja dan jika semua hambatan dan semua yang mendorong pertumbuhan, maka pertumbuhan industri pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia bisa lebih cepat
lagi. Hambatan pada industri pengolahan dan pengawetan daging seperti rendahnya daya beli, mahalnya bahan baku, ancaman barang impor, proteksi berlebihan pada
komoditi bahan baku, ancaman kenaikan harga energi dan upah buruh di pangkas.
4.1. Kondisi Produksi Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging
Output
Output merupakan hasil dari kegiatan produksi suatu industri. Jumlah output pada industri pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia periode tahun 1983-2008
cukup berfluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. Nilai output yang berfluktuasi disebabkan oleh biaya sewa modal, tenaga kerja, bahan baku dan energi yang
berfluktuatif. Rata-rata nilai output industri pengolahan dan pengawetan daging Indonesia periode 1983-2008 sebesar Rp 360.115.489.000. Output tertinggi terjadi pada
tahun 2008 sebesar Rp 2.335.439.024.000 dan output paling rendah adalah tahun 1983 sebesar Rp 11.844.848.000. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat pada tahun 2005 terjadi
penurunan jumlah output yang sangat tajam dari tahun sebelumnya Gambar 4.1. Hal ini disebabkan pada tahun 2004-2005 terjadi penyakit kuku dan mulut pada hewan
ternak daging sapi di dunia. Keadaan ini memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap output dari industri pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia yang masih menggantungkan bahan baku pada impor dari luar negeri.
Gambar 4.1 Jumlah Output Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging
Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2008 diolah
Pertumbuhan rata-rata output industri pengolahan dan pengawetan daging sebesar 30,05 persen setiap tahunnya, untuk pertumbuhan output tertinggi terjadi pada
tahun 2008 sebesar 159,43 persen karena terjadi peningkatan bahan baku yang sangat tinggi dibandingkan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 pertumbuhan output
industri pengolahan dan pengawetan daging terendah yaitu sebesar -59,77 persen dari
tahun sebelumnya Lampiran 2.
4.2. Kondisi Penggunaan Biaya Sewa Modal Industri Pengolahan dan
Pengawetan Daging
Biaya sewa modal pada industri pengolahan dan pengawetan daging diantaranya adalah sewa gedung, mesin dan alat-alat. Gambar 4.2 adalah Gambar jumlah biaya sewa
5 10
15 20
25
19 83
19 84
19 85
19 86
19 87
19 88
19 89
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
20 01
20 02
20 03
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
Jum lah
O
ut put
Tahun
modal industri pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia periode tahun 1983- 2008. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa biaya sewa modal pada industri pengolahan dan
pengawetan daging berfluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi Indonesia yang tidak stabil, sistem birokrasi yang berbelit-belit dan kebijakan-kebijakan yang kurang
mendukung perindustrian Indonesia.
Rata-rata biaya sewa modal industri pengolahan dan pengawetan daging sebesar
Rp 5.157.126.000 setiap tahunnya. Biaya sewa modal tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar Rp 88.918.395.000. Pada tahun 1983-2002 biaya sewa modal industri
pengolahan dan pengawetan daging masih dibawah rata-rata dan untuk biaya sewa modal terendah terjadi pada tahun 1985 sebesar 1.385.000 rupiah.
Pada tahun 1986 terjadi peningkatan jumlah perusahaan pengolahan dan pengawetan daging dari tahun sebelumnya sehingga terjadi pertumbuhan biaya sewa
modal. Hal ini dapat berakibat pertumbuhan tertinggi yang terjadi pada tahun 1986 sebesar 14,167 persen dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2005 terjadi penurunan biaya sewa modal yang sangat tajam sebesar 99,42 persen dari tahun sebelumnya.
Pertumbuhan biaya sewa modal industri pengolahan dan pengawetan daging mempunyai rata-rata pertumbuhan sebesar 775,78 persen setiap tahunnya Lampiran 2.
Gambar 4.2 Jumlah Biaya Sewa Modal Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2008, diolah
4.3. Kondisi Penggunaan Tenaga Kerja Industri Pengolahan dan Pengawetan