Perumusan Masalah Pengangguran di Indonesia 1984-2008

pendapatan regional aktual lebih rendah daripada tingkat pendapatan potensialnya. Keadaaan ini berarti tingkat kemakmuran yang dinikmati masyarakat lebih rendah daripada tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya. Kedua, mengurangi persistensi pengangguran ini berarti mengurangi dampak negatif berkaitan dengan geographical concentrations of unemployment. Daerah yang mempunyai tingkat pengangguran yang persisten cenderung memiliki demand terhadap barang dan jasa lokal yang rendah dalam jangka panjang. Ketiga, di samping akibat buruk yang bersifat ekonomi, pengangguran menimbulkan pula biaya sosial. Terhadap individu, pengalaman menganggur akan mempengaruhi prospek seseorang dalam kesempatan kerja yang akan datang the scarring theory of unemployment. Semakin lama seseorang menganggur akan semakin berdampak pada perkembangan karirnya seperti kemampuan yang semakin berkurang serta semakin tingginya peluang untuk memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang cenderung kurang stabil. Di samping itu, pengangguran yang semakin sulit untuk diatasi ditengarai sebagai pemicu masalah sosial ekonomi masyarakat, sehingga dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Studi terdahulu menunjukkan bahwa semakin tinggi angka pengangguran, probabilitas meningkatnya kemiskinan, kriminalitas dan fenomena sosial-ekonomi politik lainnya semakin tinggi. Persistensi pengangguran regional akan membawa konsekuensi pada semakin tingginya beban terhadap perekonomian. Tingkat pengangguran yang tidak teratasi pada level provinsi akan membawa konsekuensi pada semakin tingginya tingkat pengangguran nasional. Dengan demikian dibutuhkan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab pengangguran yang mengacu pada tingkat regional. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah benar terjadi persistensi pengangguran provinsi di Indonesia? 2. Faktor-faktor apa yang menjadi sumber pengangguran provinsi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi keberadaan persistensi di tingkat provinsi di Indonesia. 2. Mengidentifikasi sumber penyebab pengangguran pada level provinsi di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menjawab permasalahan persistensi pengangguran pada level provinsi, karena pengangguran yang tidak teratasi pada level ini akan berimplikasi pada semakin tingginya tingkat pengangguran agregat. Dengan demikian secara umum penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Pemerintah: Sebagai acuan dalam mengatasi permasalahan pengangguran pada level regional berdasarkan perumusan strategi maupun langkah kebijakan. Kebijakan yang diambil bisa berbeda antarprovinsi disesuaikan dengan karakter masing-masing daerah. 2. Akademisi: Sebagai referensi dalam menggali lebih dalam mengenai pengangguran. 3. Masyarakat: Memperluas wawasan serta cakrawala berpikir dalam memahami kondisi pengangguran.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup 26 provinsi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena ketersediaan data yang tidak memungkinkan untuk mencakup provinsi-provinsi baru. Keterwakilan tiap-tiap provinsi di seluruh pulau diharapkan dapat merepresentasikan persistensi pengangguran regional di Indonesia. Di samping itu, penelitian ini tidak mengidentifikasi persistensi untuk tiap-tiap provinsi di Indonesia. II.TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan pengangguran secara umum serta teori-teori yang berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan pengangguran di tingkat regional yang selanjutnya mengarah pada kondisi yang menyebabkan persistensi. Selain itu, juga mencakup tentang penelitian terdahulu, kerangka pemikiran serta hipotesis yang dibuat berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan penelitian ini.

2.1. Definisi Pengangguran

Menurut BPS, konsep dan definisi penduduk usia kerja adalah mereka yang berdasarkan golongan umurnya sudah bisa diharapkan untuk bekerja. Di Indonesia digunakan batasan umur 15 tahun sebagai batas seseorang dianggap mulai bisa bekerja. Jadi penduduk usia kerja adalah penduduk yang telah berusia 15 tahun atau lebih. Penduduk usia kerja terbagi menjadi dua kelompok besar yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk bukan angkatan kerja, adalah penduduk usia kerja 15 tahun ke atas yang tidak termasuk ke dalam angkatan kerja. Golongan ini secara ekonomi memang tidak aktif non-economically active population. Kegiatan mereka biasanya adalah sekolah, mengurus rumah tangga, pensiun, dan cacat jasmani. Sementara angkatan kerja didefinisikan sebagai jumlah orang yang bekerja dan orang yang menganggur. Menurut BPS, bekerja didefinisikan sebagai kegiatan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. Seseorang dikatakan menganggur atau mencari pekerjaan apabila termasuk penduduk usia kerja yang; 1 tidak bekerja, atau 2 sedang mencari pekerjaan baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah berkerja, atau 3 sedang mempersiapkan suatu usaha, atau 4 yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, atau 5 yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Tingkat pengangguran didefinisikan sebagai persentase dari angkatan kerja yang tidak bekerja. Secara keseluruhan konsep statistik ketenagakerjaan yang digunakan