Kerangka Pemikiran Pengangguran di Indonesia 1984-2008

merupakan pengangguran yang persisten. Namun, tetap diperlukan pengukuran secara statistik di dalam mengidentifikasi persistensi pengangguran. Dengan demikian tujuan pertama dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi apakah pengangguran pada level provinsi di Indonesia tergolong persisten atau tidak. Secara umum, persistensi pengangguran terjadi manakala penyesuaian adjustment terhadap tingkat kesetimbangan berjalan dengan lambat. Walaupun dengan adjustment yang lambat, tingkat pengangguran yang berada pada kondisi persisten memiliki kecenderungan untuk dapat kembali ke tingkat pengangguran alamiahnya mean reversion. Artinya dengan melakukan uji akar unit, persisten atau tidaknya pengangguran terlihat dari karakteristik data yang bersifat stasioner mean reversion. Analisis tahap pertama dapat dilihat pada Gambar 7 berikut. Gambar 7 Analisis Tahap Pertama Pembuktian Persistensi Regional Permasalahan Pengangguran Dimensi Regional Jarak Tingkat Pengangguran Antardaerah Melebar Periode 1984-2008 Seluruh Propinsi Mengalami Peningkatan Pengangguran Uji Stasioneritas: Panel Unit Root Im Pesharan Shin Koefisien Persistensi: Persamaan Dickey Fuller dengan Metode Panel InterCAFE 2008 telah melakukan pengukuran persistensi di tingkat regional dengan menggunakan metode panel dengan persamaan ADF untuk menghitung koefisien dan didapat koefisien sebesar 0,929. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1996 hingga 2006. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah pengujian panel unit root dengan menggunakan data pengangguran regional. Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian InterCAFE 2008 dengan metode yang berbeda serta rentang data yang lebih panjang 1984-2008. Tahap selanjutnya dari penelitian ini mengidentifikasi sumber-sumber pengangguran regional. Hasil identifikasi atas dapat menjadi landasan untuk mengatasi persistensi pengangguran. Kondisi dimana terjadi pengangguran antarregional dapat dibagi menjadi tiga kategori: labor supply, labor demand, dan mekanisme upah yang terdiri dari perubahan demografi yang mencakup angkatan kerja berusia muda 15-24, angkatan kerja berpendidikan tinggi highskilled, total angkatan kerja provinsi, angkatan kerja berjenis kelamin pria, dan dependency ratio. Struktur perekonomian daerah berpengaruh terhadap demand tenaga kerja regional. Tiap sektor jelas akan membutuhkan skill yang berbeda sehingga akan menimbulkan berbagai variasi tingkat pencarian, kesulitan dan penyesuaian antara skill dan lowongan yang tersedia dalam pasar tenaga kerja. Dengan demikian struktur komposisi industri yang berbeda turut berpengaruh terhadap tingkat pengangguran yang berbeda-beda antarwilayah. Terkait dengan komposisi industri regional penelitian ini hanya menggunakan pangsa sektor pertanian dan manufaktur terhadap PDRB untuk menghindari masalah multikolinearitas. Di samping itu, PDRB perkapita digunakan untuk melihat performance ekonomi dalam mempengaruhi demand tenaga kerja dalam suatu wilayah. Mengidentifikasi perilaku migrasi menjadi salah satu kendala dalam penelitian ini, karena data migrasi masuk, migrasi keluar, dan net migrasi hanya tersedia setiap lima tahun sekali yaitu ketika dilaksanakan Sensus Penduduk SP. Dengan demikian, penelitian ini hanya menggunakan faktor tingkat kepemilikan rumah tiap provinsi persen sebagai pendekatan dalam menangkap faktor migrasi. Selanjutnya, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah upah riil merespon tingkat pengangguran atau berperan sebagai market clearing. Upah riil berkaitan dengan upah minimum, di mana kebijakan meningkatkan upah minimum provinsi secara langsung akan meningkatkan upah riil Rizqal 2010. Bagi pengusaha atau perusahaan kenaikan upah minimum ini akan menyebabkan kenaikan biaya produksi yang berasal dari kenaikan upah, sehingga apabila total biaya produksi lebih besar daripada penerimaannya maka perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja dan mempertahankan tenaga kerja yang lebih produktif. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah regresi panel dengan variabel pengangguran sebagai variabel dependent. Dengan teridentifikasinya faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap pengangguran regional berarti faktor tersebut menjadi penyebab lambatnya mekanisme penyesuaian terhadap tingkat pengangguran alamiah. Berdasarkan uraian di atas, maka tahap kedua dalam penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 8. Gambar 8 Analisis Tahap Kedua Identifikasi Faktor Penyebab Pengangguran Regional Rekomendasi Kebijakan Komposisi Industri PDRBK AGRI, MANU DEPEND MALE OWN Mekanisme Upah Mobilitas Demografi YOU HEDU Supply dan Demand UMP AK

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan teoretis dan penelitian-penelitian empiris terdahulu, dapat dirumuskan berbagai hipotesis terkait dengan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat persistensi pengangguran provinsi. Sejak tahun 2006 tingkat pengangguran mengalami penurunan, namun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya maka tingkat pengangguran provinsi pada periode 2008 belum bisa kembali pada periode 1984. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap pengangguran adalah angkatan kerja berusia muda 15-24, angkatan kerja berjenis kelamin pria, pangsa sektor manufaktur terhadap PDRB, total angkatan kerja provinsi, tingkat kepemilikan rumah, dan upah minimum provinsi. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap pengangguran adalah dependency ratio, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB, PDRB perkapita. Halaman ini sengaja dikosongkan