Identifikasi Persistensi Regional Pengangguran di Indonesia 1984-2008

disimpulkan bahwa selama periode analisis, pengangguran pada 26 provinsi yang terjadi di Indonesia secara umum bersifat persisten. Tabel 2 Koefisien Persistensi Pengangguran Regional Indonesia. Koefisien Probabilitass t-stat R 2 0,8753 0,0000 19,33 0,863 Sumber: Lampiran 4

4.2. Analisis Determinasi Pengangguran Regional

Sub bab berikut bertujuan untuk menganalisis faktor determinasi pengangguran regional. Uji Hausman digunakan untuk memilih metode terbaik antara fixed effects dengan random effects. Hasil uji Hausman menunjukkan nilai probabilitas 0,000 yang berarti tolak H Asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa estimasi parameter dalam model regresi bersifat Best Linier Unbiased Estimate BLUE maka var u sehingga dapat disimpulkan fixed effects lebih baik dari random effect Lampiran 5. i harus sama dengan σ 2 Setelah mengestimasi model maka selanjutnya adalah interpretasi terhadap persamaan regresi. Pada Tabel 3 hasil estimasi memberikan nilai koefisien determinasi R konstan atau semua error mempunyai varian yang sama. Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan membandingkan sum squared resid pada GLS weighted dengan OLS unweighted. Berdasarkan uji dan pengamatan hasil pengolahan, ditemukan adanya heteroskedastisitas Lampiran 6. Hal ini disebabkan karena sum square resid pada GLS weighted lebih kecil dibandingkan dengan OLS unweighted. Untuk mengatasi pelanggaran ini dilakukan estimasi GLS dengan white- heteroscedasticity Lampiran 7. Pendeteksian dengan adanya autokorelasi juga dilakukan pada model dengan melihat nilai statistik Durbin-Watson. Hasil estimasi pada output didapatkan DW hitung sebesar 1,545 yang berarti berada di daerah dU dan 4-dU tidak ada korelasi. Berdasarkan estimasi dan evaluasi dengan menggunakan uji OLS klasik terhadap model fixed effect dengan perlakuan cross section weights dan white heteroscedasticity, maka model estimasi tersebut merupakan model terbaik dalam penelitian ini. 2 sebesar 0,87. Hal ini menunjukkan bahwa 87 persen keragaman variabel terikat tingkat pengangguran dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model sebesar 13 persen. Hasil uji ini diperkuat dengan probabilitas F-statistik sebesar 0,000 yang berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga model penduga sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Tabel 3 Hasil Estimasi Persamaan Tingkat Pengangguran Regional Variabel Koefisien Probabilitas Angkatan Kerja 15-24YOU 0,209217 0,0003 Angkatan Kerja High-educated HEDU 0,013130 0,0016 Angkatan Kerja Pria MALE 0,173306 0,0001 PDRB Perkapita PDRBK -0,128572 0,0928 Dependency Ratio DEPEND -0,120253 0,0019 Pangsa Sektor Pertanian terhadap PDRB AGRI -0,035573 0,0074 Pangsa Sektor Manufaktur terhadap PDRB MANU -0,055265 0,0199 Upah Minimum Provinsi UMP 1,842472 0,0002 Angkatan Kerja AK 1,545013 0,1404 Tingkat Kepemilikan Rumah OWN -0,000329 0,9925 Sumber: Lampiran 7 Angkatan Kerja Usia Muda 15-24 Tahun Variabel angkatan kerja usia muda 15-24 tahun berpengaruh nyata terhadap tingkat pengangguran dengan arah yang positif. Artinya setiap kenaikan satu persen jumlah angkatan kerja berusia muda akan menyebabkan tingkat pengangguran regional meningkat sebesar 0,20 persen. Hal ini disebabkan tingginya frekuensi pencarian atau pergantian pekerjaan pada kelompok usia tersebut dan didukung dengan kurangnya pengalaman dan keahlian. InterCAFE 2008 menyatakan bahwa sebuah proses yang natural ketika kelompok ini kalah bersaing dalam kesempatan kerja. Kesempatan kerja jelas akan mendahulukan tenaga kerja yang memiliki pengalaman. Lipsey et al 1997 menyatakan bahwa angkatan kerja muda yang baru memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan merupakan sumber utama penyebab pengangguran friksional. Terdapat beberapa fenomena yang terjadi pada angkatan kerja kelompok usia tersebut. Pertama, BPS 2008 menyatakan bahwa kelompok usia muda