hambatan ekonomi dan sosial. Pertama, sebagai catatan bahwa perilaku migrasi tidak dapat sepenuhnya dijelaskan dengan konsep ekonomi. Hambatan sosial dan
ekonomi bisa memisahkan pasar tenagakerja regional friction terdiri dari: 1. Hambatan yang ditimbulkan karena adanya tingkat kepemilikan rumah.
Chuang dan Lai 2007 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat kepemilikan rumah dengan tingkat pengangguran yaitu “a house
ownership variabel to stand for the workers community identity and sosial networks affect the cost of migration and thus workers mobility. Strong
community identification and cohesive social networks increase the cost of migration”.
2. Hambatan yang ditimbulkan karena adanya kebijakan ‘social security’. Banyak studi telah mengkaji dampak asuransi pengangguran terhadap pencarian
pekerjaan. Keberadaan sistem ‘social security’ atau asuransi pengangguran pada khususnya berhubungan positif dengan tingkat pengangguran regional
karena sistem ini mengurangi biaya dari ‘menganggur’ dan meningkatkan upah reservasi tingkat upah terendah agar penganggur mau bekerja. Dengan kata
lain, kebijakan tersebut menurunkan tingkat pencarian kerja. Di samping itu Elhorst 2003 menemukan hubungan yang positif bahwa sistem upah
minimum meningkatkan pengangguran regional. Upah minimum dianggap
sebagai proteksi atau perlindungan untuk kesejahteraan pekerja. Dalam kebijakan ini, perusahaan secara legal tidak boleh melakukan kebijakan
pengupahan di bawah floor wage, sehingga upah minimum sering dijadikan alasan oleh serikat buruh untuk mencegah terjadinya penurunan upah di bawah
upah minimum. Hal ini akan berimplikasi pada penurunan demand akan tenaga
kerja.
2.3.3. Komposisi Industri Argumen yang sering dikemukakan bahwa salah satu penyebab
pengangguran regional adalah struktur perekonomian dalam suatu wilayah tersebut. Chuang dan Lai 2007 menyatakan bahwa pergeseran dalam komposisi
industri berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja pada level regional. Dengan demikian komposisi industri mempengaruhi tingkat pengangguran
regional. Hal ini juga diperkuat oleh Wu 2003 bahwa persistensi pengangguran regional tergantung pada struktur ekonomi wilayah tersebut. Tiap sektor akan
membutuhkan skill yang berbeda sehingga akan menimbulkan berbagai variasi tingkat pencarian, kesulitan dan penyesuaian antara skill dan lowongan yang
tersedia dalam pasar tenaga kerja.
2.3.4. Kekakuan Upah
Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah
wage rigidity. Kekakuan upah merupakan salah satu penyebab terjadinya pengangguran Mankiw 2003. Secara teoretis, untuk mempertahankan tingkat
pengangguran alamiah natural rate of unemployment sama dengan tingkat aktualnya actual rate of unemployment, maka harus dijaga agar tingkat upah riil
sama dengan Marginal Productivity to Labor MPL. Upah riil menyesuaikan MPL sehingga ketika MPL turun maka upah riil seharusnya juga turun. Tetapi jika
tidak terjadi penurunan, maka upah riil tersebut kaku. Semakin lambat mekanisme penyesuaian maka akan semakin lama dan semakin besar efek guncangan negatif
terhadap pengangguran, atau pada saat pertumbuhan upah riil lebih tinggi dari pertumbuhan produktivitas perusahaan maka akan menyebabkan pertambahan
pengangguran. Di sisi lain, kekakuan upah nominal merupakan kemampuan upah nominal dalam melakukan penyesuaian terhadap harga. Semakin lambat
mekanisme penyesuaian maka akan semakin besar penurunan upah riil sebagai respon dari inflasi yang tidak diantisipasi. Dalam model keseimbangan pasar
tenaga kerja, upah riil berubah untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Tetapi upah tidak selalu fleksibel, sehingga upah riil tertahan di atas
tingkat ekuilibrium sehingga terjadi pengangguran.