Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa

(1)

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN

TERHADAP KINERJA PERAWAT RUANGAN INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KOTA LANGSA

SKRIPSI

Oleh

Nova Era Yanti

111121014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

Judul : Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Langsa Nama Mahasiswa : Nova Era Yanti

N I M : 111121014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2013

Abstrak

Perilaku kepemimpinan dapat dipahami sebagai perilaku atau kepribadian (personality) seorang pemimpin yang diwujudkan dalam aktivitas kepemimpinannya dalam kaitan antara tugas dan hubungan dengan bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi dengan jumlah sampel 76 perawat. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan instrumen penelitian menggunakan kuisioner. Metode analisa menggunakan analisa deskripsi dengan frekuensi dan persentase, dan analisa korelasi menggunakan uji Chi Square. Berdasarkan dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu initiating structure dan consideration bahwa hasil analisa data didapatkan kepala ruangan yang memiliki perilaku kepemimpinan yang baik 91,2% memiliki perawat berkinerja tinggi. Dari analisa chi

square hasil value (p) 0,009 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perilaku

kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. Hasil ini merekomendasikan bahwa perilaku kepemimpinan terhadap kinerja perawat ruangan inap dapat ditingkatkan perilaku kepemimpinan dengan meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan pengarahan pada perawat sebelum melakukan pekerjaan serta menetapkan jadwal libur perawat agar melalui pemberian kepercayaan penuh pada bawahan dan melibatkan perawat dalam pengambilan keputusan.

Kata Kunci: Perilaku kepemimpinan, kepala ruangan, kinerja perawat,


(4)

PRAKARTA

Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat beriringan salam penulis hadirkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW, yang telah membawa risalah Islam berupa ajaran yang haq lagi sempurna bagi manusia dan seluruh penghuni alam.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, maka peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini yang judul: “Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap

Kinerja Perawat Ruangan Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa”.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak menemukan kesulitan dan hambatan, baik di lapangan maupun pembahasan serta sedikitnya literature yang dimiliki sebagian bahan pendukung, namun kesulitan dan hambatan itu dapat ditanggulangi berkat izin Allah dan keteguhan hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam kesempurnaan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS. sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi penelitian dan sebagai dosen penasehat akademik saya, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS selaku dosen penguji I dan Bapak Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes selaku dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep yang telah memvalidkan kuisioner saya.

6. Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku dosen pembimbing akademik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang memberikan ilmu yang berharga memperlancar proses akademik dan administrasi penulis.

8. Pemimpin Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. 9. Pemimpin Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan uji kuisioner penelitian di rumah sakit tersebut.

10.Teristimewa kepada Ayahanda M. Natsir Hasan dan Ibunda Rosmiati

tercinta, berkat do’a restu, didikan, dan kasih sayang ayahanda dan ibunda

berdua ananda dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Buat keluarga tersayang Nenek, Atek, Pak Tek, Oom, Tante, Bunda, Kak Een, Uda, Kanda, Uci, Bang Ray, Mas Eri, Mbak Lisa dan Della serta


(6)

seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi, dukungan, do’a, dan

kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Buat sahabatku seperjuangan Kak Tata, Kak Erna, Erni, Hasnul dan teman-teman S1 Keperawatan Ekstensi Pagi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara angkatan 2011 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi. Terima kasih buat doa, dukungan, dan semangat yang telah diberikan kepadaku buat adik-adikku Yoyon, Bibul, Muna, Irul dan serta semua orang-orang yang kusayangi yang tak dapat kusebutkan satu persatu.

Penulis menyadarinya bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Hal ini bukanlah suatu kesengajaan melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis juga berdo’a semoga Allah Swt melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan khusunya profesi keperawatan.

Medan, Februari 2013


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKARTA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Peneltian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kepemimpinan... 7

2.1.1 Pegertian Kepemimpinan ... 7

2.1.2 Sifat Pemimpin ... 10

2.1.3 Kriteria Pemimpin ... 11

2.1.4 Pendekatan Kepemimpinan ... 11

2.2 Kinerja ... 26

2.2.1 Pegertian Kinerja ... 26

2.2.2 Tujuan Penilaian Kinerja... 27

2.2.3 Pengukuran Kinerja ... 27

2.2.4 Evaluasi Kinerja ... 28

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 30

2.2.6 Kinerja Perawat ... 31

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1Kerangka Konsep ... 42

3.2Definisi Oprasional ... 44


(8)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1Desain Penelitian ... 47

4.2Populasi dan Sampel ... 47

4.2.1Populasi ... 47

4.2.2Sampel ... 47

4.3Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

4.4Pertimbangan Etik ... 50

4.5Instrumen Penelitian ... 51

4.6Uji Validitas dan Reliabelitas ... 54

4.6.1Uji Validitas ... 54

4.6.2Uji Reliabelitas ... 55

4.7Pengumpulan Data ... 56

4.8Analisa Data ... 57

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Data Demografi Responden ... 59

5.2Hasil Penelitian ... 60

5.2.1Hasil Analisa Univariat ... 61

5.2.2Hasil Analisa Bivariat ... 63

5.3Pembahasan ... 66

5.2.1Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan ... 66

5.2.2Kinerja Perawat Ruangan Inap ... 68

5.2.3Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan ... 73

6.2Saran ... 75


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tingkat Kematangan ... 25 Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 44 Tabel 4.1 Populasi Perawat Ruangan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa ... 49 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Proporsi Data Demografi Perawat Ruangan

Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa 2012 ... 60 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Proporsi Perilaku Kepemimpinan Kepala

Ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa 2012 ... 61 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Proporsi Kecenderungan Pelaksanaan

Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan Berdasarkan Sub

Variabel di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa 2012 ... 62 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Proporsi Kinerja Perawat Ruangan Inap di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa 2012 ... 62 Tabel 5.5 Distribusi Pengaruh antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan

Terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa 2012 ... 63 Tabel 5.6 Distribusi Pengaruh antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan

Berdasarkan Sub Variabel Terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa 2012 ... 64


(10)

DAFTAR SKEMA

Halaman


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan yang dipelajari di Ohio State University ... 17

Gambar 2.2 Managerial Grid ... 22

Gambar 2.3 Model Jalur-Tujuan (Path-Goal Leadership Model) ... 23


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 2 : Instrumen/kuisioner Penelitian

Lempiran 3 : Hasil Uji Reliability Lampiran 4 : Hasil Analisa Data

Lampiran 5 : Tabel Frekuensi dan Porporsi Peritem Pernyataan Kuisioner Lampiran 6 : Master Tabel Hasil Penelitian

Lampiran 7 : Jadwal Defenitif Penelitian Lampiran 8 : Lembar Bukti Bimbingan Skripsi Lampiran 9 : Rencana Anggaran Penelitian Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian


(13)

Judul : Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Langsa Nama Mahasiswa : Nova Era Yanti

N I M : 111121014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2013

Abstrak

Perilaku kepemimpinan dapat dipahami sebagai perilaku atau kepribadian (personality) seorang pemimpin yang diwujudkan dalam aktivitas kepemimpinannya dalam kaitan antara tugas dan hubungan dengan bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi dengan jumlah sampel 76 perawat. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan instrumen penelitian menggunakan kuisioner. Metode analisa menggunakan analisa deskripsi dengan frekuensi dan persentase, dan analisa korelasi menggunakan uji Chi Square. Berdasarkan dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu initiating structure dan consideration bahwa hasil analisa data didapatkan kepala ruangan yang memiliki perilaku kepemimpinan yang baik 91,2% memiliki perawat berkinerja tinggi. Dari analisa chi

square hasil value (p) 0,009 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perilaku

kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. Hasil ini merekomendasikan bahwa perilaku kepemimpinan terhadap kinerja perawat ruangan inap dapat ditingkatkan perilaku kepemimpinan dengan meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan pengarahan pada perawat sebelum melakukan pekerjaan serta menetapkan jadwal libur perawat agar melalui pemberian kepercayaan penuh pada bawahan dan melibatkan perawat dalam pengambilan keputusan.

Kata Kunci: Perilaku kepemimpinan, kepala ruangan, kinerja perawat,


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pimpinan merupakan suatu figur yang diteladani oleh para bawahan, anggota atau orang lain dalam pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu seorang pemimpin harus berperilaku yang baik, jujur, mengayomi dan peka terhadap kebutuhan lingkungan serta bergerak dalam satu lingkup teori perilaku pemimpin. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, bagaimanapun baiknya perencanaan organisasi itu tidak akan mencapai tujuan yang efektif dan efesien bila tidak dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas. Pemimpin keperawatan yang berkualitas sangat ditentukan oleh pemahaman keterampilan tentang kepemimpinan (Ali, 2010). Sedangkan menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), mengatakan kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi yang relevan menampilkan kepemimpinan tidak mengharuskan seseorang berada pada posisi pemimpin formal.

Perilaku kepemimpinan dapat dipahami sebagai perilaku atau kepribadian

(personality) seorang pemimipin yang diwujudkan dalam aktivitas

kepemimpinannya dalam kaitan antara tugas dan hubungan dengan bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Maron dan Supriyatno, 2008). Proses kepemimpinan didasarkan kepada pendekatan ilmiah yang disebut metode pemecahan masalah. Tujuan dari dilakukannya metode ilmiah ini adalah untuk mengetahui mana yang menghasilkan prestasi kerja kelompok yang paling efektif,


(15)

yang diidentifikasikan oleh dimensi perilaku kepemimpinan. Salah satunya dapat di prediksi berdasarkan teori perilaku yang dikembangkan dari Ohio State

University dengan dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu inisiating structure

dan cosenderation. Perilaku ini berfokus pada pekerjaan/tugas dan

karyawan/pegawai. Teori ini juga membagi perilaku kepemimpinan menjadi empat gaya kepemimpinan, dimana perilaku ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dan dipengaruhi juga oleh situasi gaya yang dipakai. Berdasarkan analisis dua dimensi yang dikaitkan dengan empat gaya kepemimpinan dari Ohio

State University tersebut, yaitu untuk mengidentifikasi perilaku kepemimpinan

yang cocok pada bawahan adalah pemimpin yang penuh perhatian dan juga pemimpin yang biasanya mengarahkan aktivitas kerja bawahan untuk mencapai tujuan (Daft, 2006).

Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan dasar atau keterampilan yang dimiliki. Moeheriono (2009), mengatakan bahwa kinerja

(performance) juga merupakan suatu tindakan proses atau cara bertindak atau

melakukan fungsi organisasi. Kinerja juga dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan yang ditetapkan, maka kinerja sesorang tidak dapat diketahui. Sedangkan kinerja merupakan rangkaian yang kritis antara strategi dan hasil organisasi (Mathis & Jackson, 2000).

Selain hal-hal diatas, kinerja juga dipengaruhi oleh karakter pemimpin yang bermotivasi, berperilaku dan berjiwa kepemimpinan yang profesional. Menurut Robbins, seperti yang dikutip oleh Moeheriono (2009), dijelaskan bahwa


(16)

kinerja, yaitu sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability, motivasi atau motivation, dan kesempatan atau opportunity. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidaklah berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Astuti (2008), tentang pengaruh perilaku kepemimpinan pada kinerja pegawai diperoleh hasil penelitian bahwa kinerja pegawai lebih tinggi dan cenderung dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan yang terpusat pada pegawai (41%) dibandingkan dengan perilaku kepemimpinan yang terpusat pada tugas hanya (26%). Begitu juga kinerja pegawai pada kategori sedang lebih besar pada perilaku kepemimpinan berorentasi pada tugas (69,2%) dibandingkan perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai (14,29%).

Berdasarkan studi pendahuluan di beberapa ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa (RSUD), disetiap ruangan memiliki kepala dan perawat ruangan yang berdinas di ruangan masing-masing dengan bermacam-macam perilaku kepemimpinan terhadap kinerja perawat. Diantaranya kepemimpinan dalam berkerja dan penyampaian instruksi terhadap bawahannya berbeda-beda. Peneliti juga belum pernah menemukan informasi atau penelitian tentang perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yang memiliki karakteristik, perilaku kepemimpinan dan kondisi yang berbeda dengan penelitian-penelitian yang pernah ada.


(17)

Berdasarkan uraian atau fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: ”Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Bagaimana kepemimpinan kepala ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa?

1.3.2 Bagaimana kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa?

1.3.3 Bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi sejauh mana pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.


(18)

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi perilaku kepemimpinan kepala ruangan yang terdiri dari consideration dan initiating structure terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. b. Untuk mengidentifikasi kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Langsa.

c. Untuk mengidentifikasi pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan (consideration dan initiating structure) terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pendidikan

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan mutu pendidikan, wawasan mahasiswa/i dan sebagai materi ajar tentang perilaku kepemimpinan terhadap kinerja perawat dalam mata ajaran manajemen keperawatan.

1.5.2 Bagi Institusi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi masukan ataupun informasi untuk menetapkan kebijakan bagi pimpinan rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit terutama bagi kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan agar mampu menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. 1.5.3 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan masukan untuk proses penerapan proses berfikir ilmiah dalam memahami dan menganalisa suatu masalah yang terjadi dilapangan sehingga dapat mengembangkan ilmu dan menjalankan


(19)

tugas-1.5.4 Bagi Profesi Keperawatan

Hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam menerapkan perilaku kepemimpinan terhadap kinerja perawat dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan mutu layanan keperawatan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kepemimpianan 2.1.1Pegertian

Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian. Pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau pribadi dengan faktor situasi. Pimpinan merupakan suatu figur yang diteladani oleh para bawahan, anggota atau orang lain, dalam pencapain suatu tujuan. Oleh karena itu seorang pemimpin harus berperilaku yang baik, jujur, mengayomi dan peka terhadap kebutuhan lingkungan serta bergerak dalam satu lingkup teori perilaku pemimpin terapan. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, bagaimanapun baiknya perencanaan organisasi itu tidak akan mencapai tujuan yang efektif dan efesien bila tidak dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas. Pemimpin keperawatan yang berkualitas sangat ditentukan oleh pemahaman keterampilan tentang kepemimpinan (Ali, 2010).

Menurut Rost (1993), dikutip dari Safaria (2004), Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mancapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab (personalresponsibility) pribadi untuk mancapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson


(21)

lain untuk memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi yang relevan menampilkan kepemimpinan tidak mengharuskan seseorang berada pada posisi pemimpin formal.

Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budaya. Selain itu juga memengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, peroleh dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hak ini, yaitu (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara (Rivai dan Mulyadi, 2011).

Hal senada juga dikemukakan oleh Nurkolis dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah bahwa: Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan adalah mengarahkan dan mempegaruhi aktivitas-aktivitas yang


(22)

ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi penting, yaitu (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara (Nurkolis, 2003).

Perilaku menurut teori Lewin, merupakan hasil interaksi antar diri orang

(persons) dengan lingkungan (environment). Dari segi aspek biologis perilaku

adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisasi atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus. Maka perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Sedangkan menurut Robbins (2010), mengemukakan bahwa teori perilaku yaitu teori kepemimpinan yang mengidentifikasi perilaku yang membedakan antara efektif dan tidak afektif seorang pemimpin. Perilaku kepemimpinan dapat dipahami sebagai perilaku atau keperibadian (personality) seorang pemimpin yang diwujudkan dalam aktivitas kepemimpinannya dalam kaitan antara tugas dan hubungan dengan bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Maron dan Supriyatno, 2008).

Menurut yang dijelaskan oleh Gibson, et al (1997) dalam Syafaruddin dan Asrul (2007), bahwa perilaku pemimpin memiliki pengaruh atas kinerja dan kepuasan kerja anggota. Hal yang mendasar ditekankan bahwa kinerja dan kepuasan anggota adalah hasil dari ragam gaya kepemimpinan seorang pemimpin.


(23)

Sikap positif orang terbagun terhadap objek yang merupakan alat dalam kepuasan kebutuhan. Hal ini juga menjadi alasan perlunya pengembangan hubungan pimimpin dengan bawahan. Ada hubungan timbal balik perilaku pimpinan dengan perilaku bawahan. Perilaku bawahan berpengaruh terhadap perilaku pimpinan dan perilaku pimpinan mempengaruhi perilaku bawahan. Perilaku ini dipengaruhi oleh situasi yang terjadi dari: kebutuhan pengikut, struktur tugas, kekuatan kedudukan, kepercayaan bawahan pada pemimpin, dan kesediaan kelompok. Dengan pengaruh tersabut akan melahirkan hasil atau yang efektif meliputi produtivitas, kualitas, efisiensi, keputusan, pengembangan dan kelangsungan hidup.

2.1.2 Sifat Pemimpin

Menurut Kartono (2005), dalam buku pemimpin dan kepemimpinan, teori

Ordway Tead dalam tulisannya mengemukakan memiliki sepuluh sifat

pemimpin, yaitu (1) energi jasmaniah dan mental (physical and nervousenergy), (2) kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and direction), (3) antusiasme (enthusiasm; semagat, kegairahan, kegembiraan yang besar), (4) keramahan dan kecintaan (friendliness and affection), (5) integritas (integrity, keutuhan, kejujuran, ketulusa hati), (6) penguasaan teknis (technical mastery), (7) ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness), (8) kecerdasan

(intelligence), (9) keterampilan manager (teaching skill), (10) kepercayaan (faith).

Teori George R. Terry juga menulis sepuluh sifat pemimpin, yaitu (1) kekuatan, (2) stabilitas emosi, (3) pengetahuan tentang relasi insani, (4) kejujuran, (5) objektif, (6) dorongan pribadi, (7) keterampilan berkomunikasi, (8) kemampuan mengajar, (9) keterampilan social, (10) kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.


(24)

2.1.3Kriteria Pemimpin

Kriteria kepemimpinan secara singkat dapat ditemukan bahwa pemimpin yang efektif adalah yang jujur, takwa, integritas, vitalitas fisik dan mental, kecerdasan, kearifan, bertanggung jawab, kompeten, memahami kebutuhan pengikutnya, keterampilan interpersonal, kebutuhan untuk berprestasi, mampu motivasi dan memberi semangat, mampu memecahkan masalah, meyakinkan, memiliki kapasitas untuk menang, memiliki kapasitas untuk mengelola-memutuskan-menentukan prioritas, mampu memegang kepercayaan, memiliki pengaruh, mampu beradaptasi atau memiliki fleksibilitas (Rivai dan Mulyadi, 2011).

2.1.4Pendekatan Kepemimpinan a. Pendekatan Sifat (Trait)

Pendekatan trait terdapat kepemimpinan terfokus untuk mengidentifikasi trait intelektual, emosional, fisik dan trait kepribadian lainnya dari seorang pemimpin efektif. Trait diidentifikasi adalah inteligensi, keperibadian, tinggi badan, dan kemampuan supervisi (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2006). The great man theory (teori sifat) ini berusaha mengidentifikasikan karakteristik seorang pemimpin. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang bias berhasil menjadi seorang pemimpin Karena mereka memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Keith Davis merumuskan ada empat sifat umum yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi, yaitu: intelegensi, kematangan sosial, motivasi diri, dan hubungan pribadi (Wiludjeng, 2007).


(25)

b. Pendekatan Perilaku

Pendekatan perilaku adalah perhatian utama dalam mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Pendekatan ini muncul setelah pendekatan berdasarkan ciri ini menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi nilai, dan keterampilan mengalami kegagalan. Pendekatan perilaku pemimpin menggunakan waktunya dan pola aktivitas, tanggung jawab dan fungsi spesifik dari pekerjaan manajerial dan bagaimana para manajer menanggulangi permintaan, keterbatasan dan konflik peran dalam pekerjaan mereka yang berkombinasi menjadi konsep perilaku pemimpin yang merupakan deskripsi dari perilaku pemimpin (Yukl, 2005). Teori Perilaku Kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Adapun teori-teori yang termasuk ke dalam teori perilaku kepemimpinan adalah:

1) Studi dari Ohio State University

Menurut Yukl (2005) kuesioner penelitian tentang perilaku kepemimpinan yang efektif telah didominasi oleh pengaruh dari kepemimpinan dari Ohio State University. Sebuah sasaran utama untuk mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Analisis faktor dari jawaban kuesioner memberi indikasi bahwa para bawahan memandang perilaku atasannya pertama-tama dalam kaitannya dengan dua dimensi atau kategori arti dari perilaku, yang

kemudian disebut sebagai “initiating structure” dan “consideration”.

Kedua-duanya adalah kategori yang didefinisikan secara luas yang terdiri atas sejumlah varietas yang luas mengenai jenis-jenis perilaku yang spesifik.


(26)

cara ramah dan mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Contohnya termasuk melakukan kebaikan kepada bawahan, mempunyai waktu untuk mendengarkan masalah para bawahan, mendukung atau berjuang untuk seorang bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal yang penting sebelum dilaksanakan, bersedia untuk menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.

Initiating structure adalah tingkat sejauh mana seorang pemimpin

menentukan dan menstruktur perannya sendiri dan peran dari para bawahan kearah pencapaian tujuan-tujuan formal kelompok. Contohnya termasuk memberi kritik kepada pekerjaan yang jelek, menekankan pentingnya memenuhi batas waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar-standar kinerja tertentu, meminta bawahan untuk mengikuti prosedur-prosedur standar, menawarkan pendekatan baru terhadap masalah, mengkoordinasi kegiatan-kegiatan bawahan, dan memastikan bahwa bawahan bekerja sesuai dengan batas kemampuannya.

Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006) juga menjelaskan bahwa pendekatan perilaku (behavior) terfokus pada perilaku pemimpin. Dimana teori perilaku yang dikembangkan di Ohio State University dengan dua dimensi perilaku kepemimpinan disebut sebagai “initiating structure” dan “consideration

Initiating structure adalah perilaku di mana pemimpin mengatur dan

mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membuat pola yang baku dan menyalurkan komunikasi, serta mengatur bagaimana sebuah tugas dilakukan. Pemimpin dengan kecenderungan initiating structure yang tinggi


(27)

berfokus pada target dan hasil. Consideration adalah perilaku yang menujukkan persahabatan, saling percaya, rasa hormat, hangat, dan penjalinan rapport antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin dengan tingkat consideration yang tinggi mendukung komunikasi terbuka dan partisipasi.

Menurut Robbins (2010), menjelaskan bahwa Ohio State University juga memiliki dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu dimensi pertama initiating

structure adalah mengacu pada sejauh mana pemimpin menentukan peranya dan

peran anggota kelompok dalam mencapai tujuan. Initiating structure mencakup perilaku yang berusaha mengorganisasi pekerjaan, hubungan kerja, dan tujuan. Sedangkan dimensi kedua consideration adalah sejauh mana pemimpin memiliki hubungan kerja dengan karakteristik saling percaya dan rasa hormat terhadap gagasan dan perasaan anggota kelompok. Pemimpin yang memiliki perhatian tinggi bersedia membantu anggota kelompok dengan masalah pribadinya, bersahabat dan mudah didekati, dan memperlakukan seluruh anggota kelompok dengan setara. Pemimpin memperhatikan kenyamanan, kesejahteraan, status dan kepuasan anggotanya.

Schriesheim dan Bird (1979), (dalam Daft, 2006) juga mengatakan dalam penelitian-penelitian di Ohio State University mereka melakukan survey terhadap pemimpin-pemimpin untuk mempelajari beratus-ratus dimensi perilaku pemimpin, para peneliti akhirnya mempersempitnya menjadi dua dimensi perilaku pemimpin. Mereka mengidentifikasikan dua perilaku pemimpin, yang disebut dengan consideration dan initiating structure. Dimana perilaku pemimpin consideration adalah tingkat dimana pemimpin sadar akan para bawahan, menghormati ide-ide dan perasaan mereka, dan membangun


(28)

kepercayaan mutual. Pemimpin-pemimpin yang penuh perhatian merupakan pemimpin-pemimpin yang bersahabat, mengadakan komunikasi terbuka, mengembangkan kerja sama tim, dan berorientasi pada kesejahteraan bawahan mereka. Sedangkan perilaku pemimpin initiating structure adalah tingkat dimana pemimpin berorientasi pada tugas dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja bawahan untuk mencapai tujuan. Pemimpin-pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya memberi instruksi-instruksi, menghabiskan waktu untuk membuat perencanaan, menekankan batas waktu, dan memberi jadwal aktivitas kerja yang eksplisit. Consideration dan initiating structure berdiri sendiri, yang berarti bahwa seorang pemimpin yang memiliki tingkat consideration yang tinggi bisa jadi memiliki tingkat initiating structure yang tinggi atau rendah. Seorang pemimpin mungkin memiliki satu atau beberapa dari empat gaya kepemimpinan yaitu: initiating structure tinggi consideration rendah, initiating

structure tinggi consideration tinggi, initiating structure rendah consideration

rendah, atau initiating structure rendah consideration tinggi. Dimana penelitian

Ohio State University menemukan bahwa gaya kepemimpinan consideration

tinggi initiating structure tinggi mencapai kinerja yang lebih baik dan kepuas dan yang lebih besar daripada gaya pemimpin yang lain. Tetapi, penelitian baru telah menemukan bahwa pemimpin-pemimpin yang efektif mungkin memiliki tingkat consideration yang tinggi dan tingkat initiating structure yang rendah atau consideration yang rendah dan tingkat initiating structure tinggi, tergantung pada situasi.

Menurut Rivai dan Mulyadi (2011), Studi dari Ohio State University, mengatakan bahwa pengembangan teori dua faktor dari kepemimpinan,


(29)

memiliki dua dimensi yaitu: initiating structure adalah melibatkan perilaku di mana pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan-hubungan di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang benar. Pemimpin yang memiliki kecenderungan initiating structure yang tinggi, akan berorentasi pada tujuan dan hasil. Sedangkan consideration, yaitu melibatkan perilaku yang menunjukan persahabatan, saling percaya, menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin yang memiliki

consideration tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan

partisipasi. Bila dihubungkan initiating structuredan consideration dalam satu hubungan yang horizontal dan vertical maka terdapat empat gaya kepemimpinan yaitu: gaya kepemimpinan dengan initiating structure tinggi consideration rendah, initiating structure tinggi consideration tinggi, initiating structure rendah consideration rendah, dan initiating structure rendah consideration tinggi. Secara jelas dapat dijabarkan sebagi berikut:

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan yang Dipelajari di Ohio State (Tinggi)

(Rendah)

(Rendah) (Tinggi)

Sumber: Rivai dan Mulyadi (2011)

Initiating structure tinggi dan

Consideration rendah

Initiating structure rendah dan

Consideration tinggi

Initiating structure tinggi dan

Consideration tinggi

Initiating structure rendah dan

Consideration rendah

C onsi de rat ion Initiating Structure


(30)

Menurut Wiludjeng (2007), juga mengatakan Studi dari Ohio State

University ini memiliki dua perilaku pemimpin, yaitu Consideration, yang

diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin peduli dan mendukung bawahannya. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang mencerminkan perasaan saling percaya, dan mereka menghormati ide dan perasaan bawahannya. Initiating Structure, yang diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin membuat struktur pekerjaannya sendiri dan pekerjaan bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini cenderung mengarahkan pekerjaan kelompok melalui kegiatan perencanaan, tugas-tugas, penjadwalan, dan penetapan deadline.

Menurut Luthans (1995) dan Daft (1999) (dalam Safaria, 2004), memiliki dua katagori yang luas dari dimensi perilaku pemimpin, yaitu dimensi perilaku pemimpin consideration yang mengambarkan bahwa perilaku pemimpin yang empati dan sensitif terhadap bawahan, menghormati ide dan perasaan mereka, dan berusaha menciptakan kepercayaan timbal-balik dengan bawahan. Pemimpin ini menunjukkan apresiasi, mendengar permasalahan secara hati-hati, dan mencari masukan dari bawahan berkaitan dengan keputusan penting. Dan dimensi perilaku pemimpin initiating structure yang menggambarkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada penyelesaian tugas, mengarahkan aktivitas organisasi secara ketat untuk mencapai tujuan tertinggi. Perilaku pemimpin mencakup membuat perencanaan, menetapkan dan menjelaskan tujuan organisasi, memberikan instruksi spesifik tentang bagaimana cara menyelesaikan tugas dan membuat peraturan.

Monica (1998) dalam Ali (2010), perilaku kepemimpinan dalam model


(31)

perilaku pemimpin yaitu initiating structure dan consideration. Initiating

structure adalah upaya untuk mengorganisir dan mendefinisikan peran serta

kegiatan para anggota kelompok meliputi tujuan, apa yang harus dilakukan, dimana akan dilakukan dan siapa penanggungjawabnya. Dalam struktur ini digunakan komunikasi satu arah yakni pengarahan dari pimpinan dengan apa yang harus dilakukan oleh staf. Perilaku kepemimpinan initiating structure, memiliki ciri-ciri yaitu: Lebih mengutamakan tercapainya tujuan, memperhatikan produktifitas, banyak memberikan pengarahan atau petunjuk, menjaga prosedur dan memperhatikan jadwal kerja, melakukan pengawasan ketat, dan menilai

seseorang lebih benyak berdasar hasil kerja “consideration” (pertimbangan/timbang rasa/perhatian).

Consideration adalah menggambarkan hubungan yang hangat antara

atasan atau bawahan, saling percaya, kekeluargaan, ada penghargaan kepada gagasan bawahan, melalui komunikasi dua arah diharapkan ada hubungan

interpersonal yang efektif antara anggota kelompok saling percaya, saling

hormat-menghormati dan lain-lain. Perilaku kepemimpinan consideration, memiliki ciri-ciri yaitu: Lebih menjaga perasan bawahan, memelihara persahabatan dengan bawahan, menciptakan suasana saling percaya dan saling menghargai, memperhatikan kebutuhan bawahan, mengajak bawahan dalam pengambilan keputusan, dan lebih mengendalikan dan mendisiplinkan diri.

Menurut Ohio State University dan University of Michigan (dalam Astuti, 2008), juga mengatakan ada dua macam yang membedakan perilaku kepemimpinan yaitu: Initiating Structur (struktur tugas) atau The Job Centered (terpusat pada pekerjaan) dan Consideration (tenggang rasa) atau The Employee


(32)

Centered (terpusat pada pegawai). Secara rinci dijelaskan bahwa perilaku kepemimpinan terpusat pada perkerjaan mengandung ciri-ciri atau indikator, yaitu: mengutamakan tercapainya tujuan, mementingkan produksi yang tinggi, mengutamakan penyelesaian tugas menurut jadwal yang telah ditetapkan, lebih banyak melakukan pengarahan, melaksanakan tugas dengan melalui prosedur kerja yang ketat, melakukan pengawasan secara ketat, dan penilaian terhadap pejabat semata-mata berdasarkan hasil kerja.

Sedangakan perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai mengandung ciri-ciri atau indikator, yaitu: memperhatikan kebutuhan bawahan, berusaha menciptakan suasana saling percaya, berusaha menciptakan suasana saling harga menghargai, simpati terhadap perasaan bawahan, memiliki sikap bersahabat, menumbuhkan peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan dan kegiatan lain, dan lebih mengutamakan pengarahan diri, mendisiplikan diri, mengontrol diri.

2) Studi dari Universitas of Michigan

Menurut Rivai dan Mulyadi 2011, Studi dari Universitas of Michigan, mengatakan perilaku kepemimpinan dengan keefektifan kinerja mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu: Pemimpin

job-centered, yaitu pemimpin yang berorentasi pada pekerjaan/tugas

menerapkan pengawasan sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin employee-centered yang berorentasi pada karyawan, yaitu mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang seportif. Sedangkan menurut


(33)

Robbins (2010), Universitas Michigan memiliki dua dimensi perilaku yaitu orientasi pada karyawan, menekankan pada hubungan interpersonal dan memenuhi kebutuhan karyawan. Orientasi pada produksi, menekankan pada aspek tugas dan teknis kerja.

3) Teori Tannenbaum dan Warren H Schmidt

Kedua orang akademisi tersebut mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrem yaitu fokus pada atasan (pemimpin) dan fokus pada bawahan. Menurut keduanya gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor manajer, faktor karyawan dan faktor situasi (Wiludjeng, 2007). Menurut Robbins (2010), Universitas Lowa memiliki tiga dimensi perilaku yaitu gaya demokratis melibatkan karyawan, mendelegasikan kewenangan, dan mendorong partisipasi. Gaya autokrasi mendikte metode kerja, membuat keputusan sepihak, dan membatasi partisipasi. Gaya laissez-faire memberikan kebebasan kepada kelompok untuk membuat keputusan dan menyelesaikan tugas.

4) Grid Manajerial

Menurut Robbins (2010), Grid Manajerial memiliki dua dimensi perilaku yaitu perhatian terhadap orang, mengukur perhatian pemimpin pada bawahannya dengan skala 1 sampai 9 (rendah ke tinggi). Perhatian terhadap produksi, mengukur perhatian pemimpin terhadap penyelesaian pekerjaan (rendah ke tinggi). Sedangkan Wiludjeng (2007), Managerial Grid atau kisi-kisi manajemen yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane S. Mouton


(34)

mendorong manajer untuk memiliki dua kualitas kepemimpinan sekaligus yaitu orientasi pada tugas/ produksi dan orientasi pada hubungan/ orang.

Gambar 2.1 Managerial Grid

High

Concern for People

Low

Concern for production

Sumber:Wiludjeng (2007)

c. Pendekatan Situasional

Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), pendekatan kepemimpinan yang mendorong pemimpin memahami perilakunya sendiri. Pendekatan situasional mengenai kepemimpinan setiap modelnya memiliki pendukung dan mengidentifikasi pola atau interaksi pemimpin-situasi untuk mencapai kepemimpinan yang efektif, memiliki beberapa model kepemimpinan, yaitu:

1) Model kontingensi kepemimpinan dari Fiedler, yaitu model kepemimpinan yang mengembangkan dan memberikan postulat bahwa kinerja kelompok bergantung pada interaksi antar gaya kepemimpinan dan keutungan situasional yang terdiri dari tiga faktor yang menentukan tingkat keuntungan situasional seorang pemimpin yaitu: hubungan pemimpin dan pengikut, struktur tugas, dan kekuatan posisi (position power).

1.9

Country club management

1.1

Impoverish management

9.1

Authority compliance

1.1

Impoverish management

5.5

Middle of the road management


(35)

2) Model kepemimpinan Vroom-Jago, yaitu model kepemimpinan yang menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang efektif dalam situasi tertentu yang terdiri dari tigagaya kepemimpinan yang tersarankan yaitu: dua gaya autokratis (AI dan AII), dua gaya konsultatif (CI dan CII), dan satu gaya berorentasi keputusan bersama (oleh pemimpin dan kelompok, GII). 3) Model kepemimpinan jalur-tujuan (Path-Goal Leadership Model), yaitu

model kepemimpinan yang menyatakan teori motivasi ekspektansi. Pengembangan teori ini memiliki empat gaya perilaku dan tiga sikap yaitu diantaranya: empat gaya perilaku yang terdiri dari: direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian. Sedangkan tiga sikap bawahan yang terdiri dari: kepuasan kerja, penerimaan terhadap pemimpin, dan harapan mengenai hubungan antara usah, kinerja, dan imbalan.

Gambar 2.2 Model Jalur-Tujuan (Path-Goal Leadership Model)

Sumber: Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006). Kategori perilaku pemimpin

 Menjelaskan jalur (path)  Organisasi pencapaian  Memfasilitasi tugas  Suportif

 Memfasilitasi interaksi produktif

 Pengambilan keputusan kelompok

 Networking

 Memproyeksikan nilai

Karakteristik Pegawai

 Kemampuan  Locus of control

 Kebutuhan akan kejelasan  Kebutuhan akan pencapaian  Pengalaman

Dimensi Lingkungan

 Struktur tugas

 Dinamika kelompok kerja

Keefektifan pemimpin Hasil

 Peningkatan kepercayaan pegawai untuk berprestasi  Kasifikasi jalur untuk mencapai

imbalan yang tidak diinginkan  Penetapan target yang

menantang

 Penggunaan seluruh bakat yang ada di kelompok

 Meningkatkan kebutuhan akan kepuasan

 Meningkatkan kinerja kerja  Berkurangnya ketidakpastian


(36)

4) Model kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard, yaitu pendekatan kepemimpinan yang menganjurakan memahami perilaku sendiri. Teori ini mengunakan penelitian Ohio State University untuk mengembangkan empat gaya kepemimpinan yang biasanya dipakai oleh para manajer yang terdiri dari: mengarahkan (telling), menjual (selling), menggalang partisipasi

(participating), dan mendelegasikan (delegating).

Gambar 2.3 Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard Perilaku Pemimpin

(rendah)

(Perilaku Suportif)

Perilaku Relasi

(tinggi)

(rendah) Perilaku Tugas (tinggi) (Panduan)

Kesiapan Para Pengikut

Tinggi Sedang Rendah R4 R3 R2 R1 Mampu dan rela atau Mampu tetapi tidak Tidak mampu Tidak mampu Percaya diri rela atau merasa tetapi rela atau dan tidak rela Tidak aman percaya diri atau cemas

Follower-Directed Leader-Directed

(diarahkan oleh pengikut) (diarahkan oleh pemimpin)

Sumber: Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006)

Teori kepemimpinan situasional Hersey Blanchard tingkat kematangan yang dapat dibedakan dalam empat katagori kematangan yang masing-masing mempunyai perbedaan tingkat kematangan yang terdiri dari: tingkat kematangan anggota rendah (M1), tingkat kematangan anggota rendah ke sedang atau moderat rendah (M2), tingkat kematangan anggota sedang ke tinggi atau moderat tinggi

Partisipatif

S3 Sharing ide-ide difasilitasi dalam pengambilan keputusan

Selling (Menjual) S2 Menjelaskan keputusan dan menyediakan kesempatan untuk klasifikasi

Delegatif

S4

Menyerahkan tanggung jawab untuk keputusan dan implementasi

Telling (Menyuruh) S1

Menyediakan instruksi spesifik dan mengawasi pelaksanaannya secara ketat


(37)

(M3), dan tingkat kematangan anggota tinggi (M4). Kombinasi perilaku kepemimpinan yang merujuk pada tingkat kematangan, terdapat pada tabel dibawah ini, yaitu:

Tabel 2.1 Tingkat Kematangan

Tingkat Kematangan Perilaku Kepemimpinan

Rendah (M-1)

Tidak mau dan tidak mampu

Instruksi (S-1)

Tinggi tugas dan rendah hubungan Rendah ke sedang atau moderat

rendah (M-2)

Tiada mampu tetapi mau

Konsultasi (S-2)

Tinggi tugas dan tinggi hubungan Sedang ke tinggi atau moderat

tinggi (M-3)

Mampu tetapi tidak mau

Partisipasi (S-3)

Rendah tugas dan tinggi hubungan Tinggi (M-4)

Mau dan mampu

Delegasi (S-4)

Rendah tugas dan rendah hubungan Sumber: Rivai dan Mulyadi (2011)

d. Pendekatan Kontenporer

Teori kepemimpinan ini memiliki tiga pendekatan lebih terbaru terhadap persoalan, yaitu teori atribusi kepemimpinan, teori kepemimpinan karismatik, dan kepemimpian transaksional dan transformasional (Rivai dan Mulyadi 2011).

Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), pendekatan ini adalah cara-cara yang menarik dan penuh wawasan dalam menganalisis kepemimpinan. Pemimpin yang karismatik mampu menarik dan mempengaruhi para pengikutnya. Pemimpin trasaksional dan transformasional mampu mempengaruhi orang lain dengan karisma, memperhatikan para pengikut dan menstimulus orang lain.


(38)

2.2 Kinerja 2.2.1 Pengertian

Kinerja berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual

performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai

oleh seseorang karyawan. Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategi suatu organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja mempunyai pengertian suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang danjasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan pencapaian produktivitas suatu hasil, di mana sumber dan pada lingkungan tertentu secara bersama membawa hasil akhir yang didasarkan mutu dan standar yang telah ditetapkan (Moeheriono, 2009).

Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), kinerja adalah hasil yang dinginkan dari perilaku. Sedangakan menurut Rivai (2004), kinerja merupakan suatu fungsi motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesedian dan tingkat tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.


(39)

2.2.2 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2004), penilaian kinerja, yaitu mengacu pada sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Sedangakan tujuan penilaian kinerja atau prestasi kinerja karyawan pada dasarnya meliputi:

a. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini b. Pemberian imbalan yang serasi

c. Mendorong pertanggung jawab dari karyawan

d. Untuk mebedakan antara karyawan yang satu dengan yang lain

e. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam penugasan kembali, kenaikan jabatan, dan training.

f. Meningkatkan motivasi kerja dan etos kerja

g. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka

h. Sebagai alat untuk umpan balik dari karyawan dan sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja

i. Sebagi salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM dan pengambilan keputusan

2.2.3 Pengukuran Kinerja

Menurut Moeheriono (2009), ukuran indikator kinerja dapat dikelompokkan dalam enam katagori, yaitu:


(40)

a. Efektif, yaitu mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektivitas menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang sudah benar.

b. Efisien, yaitu mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output

dengan menggunakan biaya serendah mungkin. Indicator mengenai efektivitas menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang benar.

c. Kualitas, yaitu mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa

yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen.

d. Ketepatan waktu, yaitu mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan secara

benar dan tepat waktu.

e. Produktivitas, yaitu mengukur tingkat produktivitas suatu organisasi,

indicator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses dibandingkan dengan nilai yang dikomsumsi untuk biaya modal dan tenaga kerja.

f. Keselamatan, yaitu mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta

lingkungan kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan.

2.2.4 Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja memiliki beberapa peran utama, antara lain yaitu: menyediakan suatu dasar untuk alokasi penghargaan, mengidentifikasikan karyawan yang berpotensi tinggi, mengukur validasi dari efektivitas prosedur pemilihan karyawan, mengevaluasi program pelatihan sebelumnya, dan memfasilitasi perbaikan kinerja di masa mendatang (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2006). Tingkat evaluasi kinerja di perusahan atau instansi pemerintah


(41)

sebaiknya dibedakan evaluasinya terhadap pimpinan dan bawahan, serta penilai harus mengumpulkan data terlebih dahulu melalui pengamatannya terhadap kinerja pegawai sebagai bukti awal dalam memecahkan permasalahan pegawai yang bersangkutan dan dapat melindunginya (Moeheriono, 2009). Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan penilaian tentang kinerja ataupun seberapa besar dapat memberikan kontribusi kemanfaatan sesuatu kegiatan tertentu. Selanjutnya manfaat evaluasi adalah tersedianya informasi bagi para manajer atau administrator pembanguan dalam mengambil keputusan dan melanjutkan, melakukan perbaikan atau menghentikan suatu kegiatan. Disamping itu dapat disimpulkan evaluasi kinerja sangat penting untuk memfokus dan mengarahkan karyawan terhadap tujuan strategi pada penempatan, penggantian perencanaan, dan tujuan pengembangan sumber daya manusia. Secara garis besar dapat disimpulkan dan merupakan:

a. Sebagai alat yang baik, untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan organanisasi.

b. Sebagai cara, untuk menilai kinerja karyawan dengan melakukan penilaian tentang kekuatan dan kelemahan karyawan.

c. Sebagai alat yang baik, untuk menganalisis kinerja karyawan dan membentuk rekomendasi perbaikan dan pengembangan selanjutnya (Moeheriono, 2009).

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Dharma (2005), faktor yang terutama dalam pengukuran suatu kinerja adalah analisis terhadap perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang telah disepakati, bukan penilaian terhadap kepribadian. Faktor kinerja


(42)

karyawan adalah kecenderungan apa yang membuat pegawai dalam menghasilkan produktivitas kerja yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

Menurut Suarli dan Bahtiar (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu:

a. Faktor Motivasi, menurut Rowland dan Rowland (1997), fungsi manajer

dalam meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi. Faktor yang mempengaruhi motivasi meliputi: (1) keinginan akan adanya peningkatan, (2) rasa percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencapai, (3) memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperluaskan, (4) adanya umpan balik, (5) adanya kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan, (6) adanya instrument kinerja untuk promosi, kerja sama, dan peningkatan penghasilan.

b. Lingkungan, faktor lingkungan meliputi: (1) komunikasi: penghargaan

terhadap usaha yang telah dilakukan, pengetahuan tentang kegiatan organisasi, dan rasa percaya diri, (2) potensi pengembangan: kesempatan untuk berkembang, meningkatkan karir, dan mendapatkan promosi, dukungan untuk tumbuh dan berkembang, dan (3) kebijakan individual, yaitu tindakan untuk mengakomodasi kebutuhan individu seperti jadwal kerja, liburan, cuti sakit, serta pembiayaannya.

2.2.6 Kinerja Perawat

Menurut Adey dan Morrow (1996) dikutip dalam penelitian Sumiyati, (2006), kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kinerja adalah hasil yang


(43)

dicapai atau prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi.

Pada dasarnya kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan/ perawat. Kinerja karyawan/ perawat adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kapada organisasi yang termasuk dalamnya yaitu: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif (Mathis dan Jackson, 2002).

Menurut Swansburg (2000) penilaian kinerja merupakan alat ukur yang paling dapat dipercaya oleh Manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang berkualitas tinggi. Perawat Manajer dapat menggunakan proses penilaian kinerja untuk mengatur arah kinerja, dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten.

Tujuan atau penggunaan evaluasi kinerja bervariasi. Dalam keperawatan ini digunakan untuk motivasi karyawan untuk menghasilkan perawatan pasien berkualitas tinggi. Penilaian kinerja harus dilakukan sebagai sistem dengan: (1) standar kinerja yang didefinisikan dengan jelas oleh rater (pemberi latihan) dan

ratee (orang yang diberi latihan), (2) penerapan objektif dari standar kinerja baik

rater (pemberi latihan) dan ratee (orang yang diberi latihan) yang mengukur

kinerja terakhir terhadap standar, (3) umpan balik dengan interval terencana dengan perbaikan yang disetujui bila diindikasikan, dan (4) siklus kontinu rater


(44)

(pemberi latihan) dan rate (orang yang diberi latihan) harus saling percaya (Swanburg, 2000).

Menurur Swanburg (2000), pengembangan dan penggunaan standar untuk penilaian kinerja, yaitu: Standar kinerja yang diturunkan dari analisa kinerja, deskripsi kinerja, dan evaluasi kinerja serta dokumen-dokumen lainnya yang menjelaskan mengenai aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif dari kinerja. Kongres ANA untuk praktisi keperawatan telah mengembangkan dan menerbitkan system standar praktisi dalam beberapa bidang kinerja, yaitu: praktik keperawatan, praktik keperawatan kesehatan masyarakat, praktik keperawatan gerontik, praktik keperawatan ibu dan anak, praktik keperawatan kesehatan psikiatrik-mental, praktik keperawatan ortopedik, praktik keperawatan ruang operasi, dan lain-lain. Menurut ANA Standards of Clinical Nursing Practice dapat digunakan dalam pengembangan standar kinerja, yaitu sebagai berikut:

1. Asuhan keperawatan pasien

Tujuan utama: Melakukan fungsi-fungsi primer perawat professional (50% dari waktu kerja).

1) Mendapatkan riwayat keperawatan pada semua pasien baru masuk. 2) Meninjau ulang riwayat keperawatan dari semua pasien baru pindahan. 3) Mengunakan riwayat keperawatan untuk membuat diagnosa keperawatan

yang akan menentukan kebutuhan pasien dan masalahnya. 4) Dengan mengunakan informasi ini:

a) Buat rencana asuhan keperawatan untuk setiap pasien.


(45)

c) Tulis ketentuan keperawatan untuk setiap pasien untuk memenuhi setiap kebutuhan atau masalah dan sasaran.

d) Terapakan rencana perawatan dengan memberikan bukti ilmiah pengetahuan dan prinsip legal.

e) Melaksanakan setiap intruksi dokter. 2. Manajemen personel keperawatan

Tujuan utama: Merencanakan asuhan keperawatan pasien setiap hari (14% dari waktu kerja).

1)Tentukan peringatan setiap pasien berdasarkan nomor urut dan kompleksitas kebutuhaannya.

2)Mengetahui kemampuan setiap anggota tim

3)Membuat penugasan harian untuksetiap anggota tim

4)Mendiskusikan penugasan dengan setiap anggota tim pada permulaan setiap shift:

a) Mendengarkan laporan dalam bentuk rekaman dari setiap anggota tim. b) Mengamati bahwa setiap anggota meninjau intruksi dokter dan rencana

asuhan keperawatan.

c) Menjawab pertanyaan yang timbul dari melekukan kegiatan.

5)Melakukan konferensi dengan manajer perawat klinis dan unit administrasi secara periodic untuk memastikan apakah ada intruksi baru. 6)Merencanakan untuk konferensi tim pada waktu khusus dan

menempatkan serta memberi tahu anggota tim.


(46)

8)Membantu penugasan LPN dan peserta didik RN, termasuk anggota tim yang sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan belajar.

3. Manajemen personel keperawatan

Tujuan utama: Pengawasan kegiatan tim (10% dari waktu kerja).

1) Melakukan ronde teratur secara periodic untuk membantu anggota tim dengan perawatan pasien. Pada saat bersamaan, bicara dan mengamati pasien untuk menentukan:

a) Kebutuhan atau masalah baru

b) Kemajuan, konfirmasikan hasil pengamatan ini dengan pasien jika mungkin.

2) Memimpin konferensi anggota tim selama 15 hingga 20 menit dengan agenda yang telah ditentukan dan diketahui oleh segenap anggota tim sehari sebelumnya:

a) Libatakan semua anggota tim.

b) Berikan komentar terhadap masalah khusus atau baru dari setiap pasien dan memperbaharui rencana asuhan keperawatan sesuai kebutuhan.

3) Menuliskan catatan kemajuan keperawatan dan memperbaharui rencana asuhan keperawatan yang tersisa:

a) Bantu teknisi dengan menulis catatan sesuai kebutuhan untuk perlatihan. Sehingga dengan demikian membaca dan tanda tangga pada catatan, menulis catatan sendiri.


(47)

b) Memperbaharui rencana asuhan keperawatan yang tidak dilakukan pada konferensi tim mengenali ini adalah tanggung jawab perawat professional.

c) Membaca catatan dari LPN dan RN.

4) Mengkomunikasikan pelayanan keperawatan dan kebijakan rumah sakit pada anggota tim setiap hari melalui rujukan pada suatu informasi seperti waktu pertemuan, dan perubahan dalam pengaturan.

4. Manajemen peralatan dan bahan

Tujuan utama: Mengenali kebutuhan-kebutuhan, merencanakan dan mengajukan permintaan untuk peralatan dan bahan baru dan pengganti untuk manajer perawat klinis (1% dari waktu kerja)

1) Sementara bekerja dengan anggota tim, mengidentifikasi malfungsi peralatan dan kekurangan barang-barang serta melaporkannya pada manajer perawatan klinis dan bagian keuangan setiap harinya.

2) Mengajukan permintaan untuk peralatan untuk peralatan-peralatan dan barang-barang baru pada manajer perawat klinis setiap kuartal.

5. Perlatihan

Tujuan utama: Mengidentifikasi kebutuhan perlatihan dari setiap anggota tim dan merencanakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut (5% dari waktu kerja).

a) Mengidentifikasi kebutuhan perlatihan tertentu dari anggota tim individual melalui observasi setiap hari terhadap kinerja dan wawancara mereka.


(48)

b) Mengevaluasi kinerja melalui penggunaan standar kinerja. Membuat standar kinerja diketahui oleh setiap anggota tim dan mengharapkan mereka bertanggung jawab dan memenuhi standar tersebut.

c) Merencanakan konseling dan bimbingan terhadap setiap anggota tim secara individu dan sedikitnya setiap kuartal.

d) Merencanakan dan melaksanakan program pendidikan dalam pelaksanan unit sedikitnya setiap bulan. Melibatkan anggota tim.

e) Merekomendasikan anggota-anggota tim untuk seminar, kursus singkat, program perguruan tinggi, dan kursus korespondensi.

f) Secara keseluruhan mengorientasikan semua anggota tim. Melakukan pendataan keahlian pada waktu wawancara awal dan merencanakan perlatihan selama masa kinerja bagi mereka yang membutuhkan.

g) Mengajukan permintaan anggaran untuk materi-materi dan program pelatihan untuk manajer perawatan klinis setiap tahun.

h) Membuat penugasan membaca dan memberikan waktu untuk anggota tim menggunakan sumber pustakaan.

6. Perencanaan perawatan pasien

Tugas utama: Mengkoordinasikan sumber keperawatan esensial untuk memenuhi setiap kebutuhan total dan tujuan pasien (5% dari waktu kerja). 1) Konsul dengan dokter yang menangani pasien setiap hari.

2) Meminta konsultasi dengan perawat klinis spesialis. Ini mencakup perawatan klinis spesialis dalam bidang pediatric, kesehatan mental, kesehatan orang dewasa, radiologi, kesehatan masyarakat dan rehabilitasi.


(49)

3) Konsultasi dengan personel lain sesuai kebutuhan, mencakup rohaniawan, pekerja social, ahli terapi okipasi, ahli terapi fisik, ahli farmasi, dan ahli terapi inhalasi. Mengkoordinasi dengan dokter dan manajer perawat klinis sesuai kebutuhan.

4) Mendukung filosofi tentang memiliki administrasi unit yang melakukan aktivitas bukan keperawatan dengan membantu perlatihan sesuai kebutuhan setiap hari, untuk membantu menjadi terampil dalam tugas. 5) Secara agresif meyakinkan agar bagian administrasi nmengerjakan tugas

administratifnya dan anggota tim keperawatan, yang terakhir paling umum terjadi pada ruangan pasien.

7. Mengajari pasien

Tugas utama: Mengajari pasien untuk merawat dirinya sendiri setelah keluar dari rumah sakit (5% dari waktu kerja).

1) Merencanakan penyuluhan sebagai tujuan rehabilitas utama terhadap pasien yang baru masuk. Masuk dalam rencana asuhan keperawatan. 2) Perbaharui rencana pengajaran setiap harinya.

3) Melibatkan sumber daya manusia yang ada dalam melakukan pegajaran.

4) Merujuk kasus-kasus pada perawat kunjungan untuk evaluasi.

5) Membuat perjanjian tindakan lanjut mengenai kemajuan tujuan keperawatan dengan perawat klinis.


(50)

8. Evaluasi proses perawatan

Tujuan umum: Menjalankan audit terhadap asuhan keperawatan (3% dari jam kerja).

1) Mengaudit catatan keperawatan setiap hari.

2) Melakukan audit di ruangan pasien setiap minggu.

3) Mengaudit grafik tertutup dari pasien yang dipulangkan setiap bulan. 4) Meninjau ulang kuisioner pasien.

5) Mendiskusikan hasil semua audit dengan anggota tim sebagai kelompok maupun individu.

9. Administrasi personel

Tujuan utama: Menyusun peringkat kinerja dari anggota-anggota tim (2% dari waktu kerja).

1) Menulis laporan kinerja.

2) Mendiskusikan laporan tersebut secara individu untuk mempelajari tujuan pribadi.

10. Pengembangan diri

Tujuan utama: Menjalankan program aktivitas pendidikan berkelanjutan (5% dari waktu kerja).

1) Menyusun tujuan-tujuan sendiri dan menyusun tujuan pendidikan untuk kursus singkat, konvensi, lokakarya, kursus perguruan tinggi, dan kursus manajemen.

2) Berpartisipasi dalam devisi dan departemen program pendidikan dalam pelayanan.


(51)

4) Berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian.

5) Berpartisipasi sebagai seorang warganegara dalam komunitas melalui keterlibatan dalam organisasi profesi dan proyek pelayanan.

6) Mengambil tanggung jawab untuk pengetahuan, kemajuan, dan penggunaan sumber komunitas seperti: kelompok-kelompok kesehatan, kelompok-kelompok sipil, kelompok-kelompok pendidikan umum, penarikan tenaga kerja keperawatan, dan lain-lain.

Analisis pekerjaan Edwards dan Sproull (dalam Swansburg, 2000), menguraikan bahwa dimensi-dimensi kinerja objektif, yang dikembangkan oleh manajemen dan pekerja merupakan hal yang dibutuhkan untuk terlaksananya penilaian kinerja yang efektif. Dimensi ini dikembangkan dari analisis pekerjaan. Kriteria kinerja harus: (1) dapat diukur melalui pengamatan perilaku pekerjaan, (2) terdefinisi secara jelas, dan (3) berhubungan tengan pekerjaan. Manajer perawat dan karyawan keperawatan harus menyetujui arti dan keutamaan dari setiap pengukuran. Standar ini tidak cukup hanya bersifat dapat dihitung namun juga harus dapat diterapkan untuk perilaku yang dapat diamati. Deskripsi pekerjaan sebagai kontrak. Deskripsi kerja merupakan suatu kontrak yang mencakup fungsi-fungsi pekerjaan dan dinas serta menyatakan pada seseorang pada siapa pekerja bertanggung jawab. Sedangkan evaluasi pekerjaan merupakan sesuatu proses yang mengukur jumlah pasti dari elemen-elemen dasar yang ditemukan dalam pekerjaan.

Pembinaan dan pengembangan terhadap karyawan adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh kepala bangsal untuk mendukung kinerja karyawan/perawat, dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan mutu


(52)

pelayanan keperawatan. Keberhasilan dan pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh kinerja para perawat. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja perawat untuk memperoleh hasil evaluasi secara optimal, memiliki aspek-aspek yang akan dinilai. Evaluasi terhadap kinerja perawat dapat dilakukan dengan menilai berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan perawat, yaitu: kualitas pekerjaan yang diselesaikan, kuantitas pekerjaan, tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan, dan inisiatif serta ketepatan dalam bekerja. Faktor lain yang dapat dinilai adalah kecepatan dalam berkerja, tingkat kemandirian, perilaku selama bekerja, kehadiran, hubungan dengan staf lain, dan keterampilan dalam bekerja. Pengetahuan yang dimiliki, keabsahan pekerjaan yang dilakukan, dan potensi pekerjan yang dapat dikembangkan juga sangat penting untuk dinilai berkaitan dengan kinerja perawat (Kuntoro, 2010).


(53)

Secara ringkas tinjauan teoritis tersebut dapat di gambarkan secara skematis sebagai berikut: Teori Kepemimpinan Kinerja Perawat 1. Asuhan keperawatan pasien 2. Manajemen personel keperawatan (Tujuan utama: Merencanakan asuhan keperawatan pasien setiap hari)

3. Manajemen personel keperawatan (Tujuan utama: Pengawasan kegiatan tim) 4. Manajemen

peralatan dan bahan

5. Perlatihan

6. Perencanaan

perawatan pasien

7. Mengajari pasien

8. Evaluasi proses

perawatan

9. Administrasi

personel

10.Pengembangan diri

1. Sifat (Trait)

A. Inteligensi

B. Kepribadian

C. Kamampuan

2. Perilaku (Behavior)

A. Studi Universitas of Michigan

1) Pemimpin Job-centered

2) Pemimpin Employee- centered

B. Studi Ohio State University

1) Initiating Structure 2) Cosideration

C. Tannenbaum dan Warren H Schmidt

1) Fokus pada atasan

2) Fokus pada bawahan

D. Managerial Grid (kisi-kisi manajemen)

1) Orentasi pada tugas/ produksi

2) Orientasi pada hubungan/ orang

3. Situasional

A. Model kontigensi kepemimpinan dari

Fiedler

1) Hubungan pemimpin-pengikut

2) Struktur tugas

3) Kekuatan posisi (position power)

B. Model kepemimpinan Vroom-Jago

1) Dua gaya autokratis (AI dan AII)

2) Dua gaya konsultatif (CI dan CII)

3) Satu gaya berorentasi keputusan

bersama (oleh pemimpin dan kelompok, GII)

C. Model kepemimpinan Jalur-Tujuan (path

goal)

1) Empat gaya perilaku: direktif, suportif,

partisipatif, dan berorientasi pencapaian

2) Tiga sikap bawahan: kepuasan kerja,

penerimaan terhadap pemimpin, dan harapan mengenai hubungan antara usah, kinerja, imbalan

D. Model kepemimpinan stiuasional

Hersey-Blanchard

1) Mengarahkan (Telling)

2) Menjual (Selling)

3) Menggalang Partisipasi (Participating)

4) Mendelegasikan (Delegating)

4. Kontenporer

A. Kepemimpinan karismatik

Perilaku Pemimpin


(54)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan. Dimana kepemimpinan mencerminkan perilaku pemimpin dalam memberikan tugas pada karyawan/perawat. Perilaku pemimpin mempengaruhi perilaku atau kepribadian seorang pemimpin dalam melaksanakan aktivitas antara tugas dan hubungan dengan bawahan untuk mencapai tujuan.

Pendekatan kepemimpinan memiliki empat pendekatan yaitu pendekatan sifat (Trait), perilaku (behavior), situasional dan kontenporer. Berdasarkan pendekatan perilaku memilki empat teori yang terdiri dari beberapa dimensi. Salah satu perilaku yang di fokuskan pada penelitian ini yang digunakan untuk mengukur performa kinerja perawat adalah Studi dari Ohio State University yang memiliki dua dimensi perilaku yaitu Intiating structure yaitu melibatkan perilaku di mana pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan-hubungan di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, dan menjelasakan cara-cara mengerjakan tugas yang benar dan dimensi

consideration melibatkan perilaku yang menunjukan persahabatan, saling percaya,

menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin dan pengikutnya. Menurut ANA Standards of Clinical Nursing Practice dapat digunakan dalam pengembangan standar kinerja yang terdiri dari 10 standar kinerja perawat yang dijadikan sebagai indikator kinerja untuk mengidentifikasikan perilaku


(55)

kepemimpinan dalam melaksanakan tugas bawahan/perawat. Dalam penelitian ini peneliti tidak menerapakan semua standar kinerja yang dikemukakan oleh ANA dalam Standards of Clinical Nursing Practice , peneliti hanya meneliti satu standar kinerja saja karena, peneliti khawatirkan jika keseluruhan standar kinerja ANA dilakukan penelitian di RSUD Kota Langsa perawat pelaksana di rumah sakit belum sepenuhnya menerapkan standar kinerja yang dikemukakan oleh ANA.

Berdasarkan uraian diatas dan adanya keterbatasan penulis dalam meneliti kemungkinan variabel yang berhubungan dengan perilaku kepemimpinan kepala terhadap kinerja perawat, maka penulis membuat batasan variabel-variabel pada kerangka konsep seperti di bawah ini, dengan variabel yang diteliti adalah dimensi perilaku kepemimpinan dan kinerja perawat. Dari hasil tinjauan teoritis dan telah kepustakaan maka disimpulkan kerangka konsep Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Ruangan Inap di RSUD Kota Langsa, sebagai berikut:

Skema 3.1 Kerangka Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Ket:

--- : Tidak diteliti ——— : Diteliti

Perilaku Kepemimpinan

- Intiating structure - Consideration

- Manajemen personel keperawatan (Merencanakan asuhan

keperawatan pasien setiap hari)

- Manajemen personel keperawatan (Tujuan utama:

pengawasan kegiatan tim)

- Manajemen peralatan dan bahan

- Perlatihan

- Perencanaan perawatan pasien

- Mengajari pasien

- Evaluasi proses perawatan

- Administrasi personel

- Pengembangan diri

Kinerja Perawat Memberikan Asuhan keperawatan pasien


(56)

3.2 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehinga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomen Hidayat (2009).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

1 Perilaku kepemimpinan

a. Intiating

Structure

Kecenderungan perilaku pemimpin yang dinilai oleh perawat di RSUD terhadap pemimpinnya yang dapat mengarah pada perilaku pemimpin, yaitu:

Intiating structure yaitu

kepemimpinan yang menekankan kepada pentingnya pencapaian tugas kepada pegawai, terdiri dari:

1)Cenderung membangun pola dan saluran

komunikasi yang jelas, 2)Mementingkan produksi

yang tinggi 3)Mengutamakan

penyelesaian tugas menurut jadwal yang telah ditetapkan 4)Lebih banyak

melakukan pengarahan

Menggunakan kuesioner sebanyak 20 pertanyaan dengan 4 (empat) pilihan jawaban:

1.Selalu (SL) = 4 2.Sering (SR) = 3 3.Kadang-kadang

(KD) = 2 4.Tidak pernah

(TP) = 1 Menggunakan kuesioner sebanyak 11 pertanyaan dengan 4 (empat) pilihan jawaban:

5.Selalu (SL) = 4 6.Sering (SR) = 3 7.Kadang-kadang

(KD) = 2 8.Tidak pernah

(TP) = 1

Buruk = 20-49 Baik = 50-80 Buruk = 11-26 Baik = 27-44 Ordinal Ordinal


(57)

5)Melakukan pengawasan secara ketat

6)Menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang benar

b.Consideration Consideration yaitu

kepemimpinan yang menekankan kepada pentingnya perhatian yang diberikan pemimpin kepada pegawai, terdiri dari:

1)Perilaku yang menunjukan persahabatan

2)Berusaha menciptakan suasana saling percaya, 3)Menciptakan suasana

saling harga menghargai 4)Menumbuhkan peran

serta bawahan dalam prmbuatan keputusan dan kegiatannya 5)Lebih mengutamankan

pengarahan diri, mendisiplinkan diri, mengontrol diri 6)Menghormati ide-ide

dan perasaan mereka

Menggunakan kuesioner sebanyak 9

pertanyaan dengan 4 (empat) pilihan jawaban:

1.Selalu (SL) = 4 2.Sering (SR) = 3 1.Kadang-kadang

KD) = 2 2.Tidak pernah

(TP) = 1

Buruk = 9-21 Baik = 22-34

Ordinal

2. Kinerja Perawat Prestasi kerja perawat yang dicapai melalui kegiatan yang dilakukan oleh perawat dalam asuhan keperawatan pasien yang meliputi: Mendapatkan riwayat keperawatan pada semua pasien baru masuk, meninjau ulang riwayat keperawatan dari semua pasien baru pindahan, mengunakan riwayat keperawatan untuk Menggunakan kuesioner sebanyak 10 pertanyaan dengan 4 (empat) pilihan jawaban:

1.Selalu (SL) = 4 2.Sering (SR) = 3 3.Kadang-kadang

(KD) = 2 4.Tidak pernah

(TP) = 1

Rendah = 16-39 Tinggi

= 40-64


(58)

keperawatan yang akan menentukan kebutuhan pasien dan masalahnya, dengan mengunakan informasi ini: Buat rencana asuhan keperawatan untuk setiap pasien, susun sasaran untuk setiap kebutuhan atau masalah keperawatan, tulis ketentuan keperawatan untuk setiap pasien untuk memenuhi setiap kebutuhan atau masalah dan sasaran, terapakan rencana

perawatan dengan

memberikan bukti ilmiah pengetahuan dan prinsip legal, dan melaksanakan setiap intruksi dokter.

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hipotesa alternative (Ha), yaitu terdapat pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.


(59)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini memiliki desain penelitian yang digunakan berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai adalah desain penelitan deskriptif korelasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Dalam populasi dijelaskan secara keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut adalah populasi penelitian (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan menurut Arikunto (2010),populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah peneliti meneliti seluruh perawat pelaksana di ruangan inap tersebut yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yang berjumlah 313 orang perawat pelaksana ruangan inap, terdiri dari 19 ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. Tiap ruangannya memiliki beberapa perawat. Populasi terlihat seperti table 4.1

4.2.2 Sampel

Sampel adalah terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Menurut Nursalam (2008) Penentuan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin


(60)

dalam menentukan besarnya sampel dimana sampel lebih kecil dari 1000 dengan menggunakan rumus slovin:

n = N N d ² + 1 Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan yang dipilih (0,1, 0,5 atau 0,01)

n =

N

N d 2+1

n =

313

313 0,1 2+1

=

313 4,13

= 75,78 →76 Sampel

Dari hasil perhitungan tersebut maka pengambilan sampel minimal yang diperkenankan agar keputusan yang diambil dapat mewakili populasi adalah sebanyak 76 perawat pelaksana ruangan inap. Pengambilan sampel dilakukan pada 19 ruangan inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

Sampel yang diambil berdasarkan kriteria perawat pelaksanan ruangan inap yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa untuk menjadi responden yaitu bersedian dan tidak sedang cuti. Kriteria responden yang diteliti oleh peneliti yaitu: Bertugas sebagai perawat pelaksana rawat inap, masa kerja < 1 Tahun, 1-10 Tahun, 10-20 Tahun, dan > 20 Tahun, latar belakang pendidikan : SPK, D3, S1 (perawat dan bidan), dan bersedia menjadi responden

Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple rendom sampling yaitu pengambilan sampel dengan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 11

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

Nama : Nova Era Yanti

NIM : 111121014

Tempat/ Tanggal Lahir : Tualang Cut/ 14 April 1989

Anak Ke : Ketiga Kandung

Alamat Asal : Desa Ie. Bintah No.41 Kec. Manyak Payed Kab. Aceh Tamiang.

Alamat Universitas : Jl. Prof. Maas No.3 Kampus USU Medan 20155, INDONESIA.

Nama Ayah : M. Natsir Hasan.

Nama Ibu : Rosmiati, AM.

II. JENJANG PENDIDIKAN

Tahun 1996-2001 : SDN No.1 Tualang Cut.

Tahun 2002-2004 : MTs Ulumul Qur’an Kota Langsa. Tahun 2005-2007 : MA. IPA Ulumul Qur’an Kota Langsa. Tahun 2008-2010 : STIKes Cut Nyak Dhien Langsa Prodi D III

Keperawatan.

Tahun 2011-2013 : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


(6)