Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Semarang, 7 Februari
mgL
-1
dan 20-400 mgL
-1
nitrat adalah perairan yang potensial subur. Waduk PB. Soedirman termasuk perairan yang subur. Hal itu ditunjukkan adanya aktivitas
antropogenik seperti perkebunan, pertanian, industri, dan limbah domestik sangat menentukan eutrofikasi Waduk PB. Soedirman
3.3 Hidromorfologi Waduk PB. Soedirman
Lingkungan waduk tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan di DAS dan SubDas di bagian hulu yang pada gilirannya akan mempengaruhi debit air yang masuk
waduk. Kondisi cuaca akan mempengaruhi intensitas cahaya matahari bersama-sama dengan suhu air dan hara akan berpengaruh terhadap kehidupan ikan species
indegenous. Data kondisi cuaca yang meliputi curah hujan dan jumlah hari hujan tahun
selama penelitian ini berlangsung, curah hujan paling tinggi terdapat pada bulan Juni dan curah hujan terendah terjadi pada bulan September
3.4 Profil Kualitas Air
Tabel 2. Pedoman survai eutrofikasi untuk danau dan waduk Mason, 1991
Oligotrof Mesotrof Eutrof
Fosfor total μgL
-1
10 10-20 20 Nitrogen total
μgL
-1
200 200-500 500 Kedalaman Secchi m 3,7 3,7-2,0 2,0
O
2
terlarut jenuh 80 10-80 10 Klorofil-
a μgL
-1
4 4-10 10 Produksi fitoplankton 7-25 75-50 350-700
gCm
-2
d
-1
3.4.1 Suhu, Kecerahan dan TSS
Proses eutrofikasi ekosistem waduk merupaka perubahan parameter fisika, kimia, dan biologi air yang terjadi pada badan air. Hasil pengamatan pendahuluan terhadap
parameter suhu air waduk. PB. Soedirman menunjukkan tidak adanya stratifikasi termal, Gambaran suhu air waduk selama penelitian disajikan pada Tabel 3.1 Hasil
analisis varian nilai kualitas air selama penelitian
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Semarang, 7 Februari
Tabel 3.1. Kebermaknaan nilai F hitung sidik ragam data suhu air, udara,
transparansi,TSS selama penelitian Kebermaknaan Berdasarkan Perbandingan
F hitung dan F tabel Sumber
Keragaman Derajat
Bebas Suhu Air
Suhu Udara Transparans
i TSS
Ulangan 8
s ns
ns s
Waduk W 1
ns s
s s
Keterangan : ns : non signifikan; s : signifikan ; MK : Musim kemarau ;MH : Musim hujan
Suhu air di waduk. PB. Soedirman tampak tidak berbeda Tabel3.1. Suhu air merupakan faktor energi panas yang mempengaruhi secara langsung kehidupan
organisme air. Kisaran suhu air di Waduk. PB. Soedirman 25,5 -30 dan waduk Penjalin 24,5-29,5 mendukung untuk kehidupan ikan species indegenous.
. Menurut Odum 1971, suhu air sebagai lingkungan hidup tidak begitu banyak mengalami pergoncangan dibandingkan dengan suhu udara. Ikan tumbuh baik pada
kisaran suhu.20 sampai 30 C Secara umum, terdapat perbedaan transparansi air waduk antara stasiun. Pada
waduk PB. Soedirman , transparansi air tergolong tinggi 10 -259 . Berdasarkan data transparansi tersebut, secara umum waduk.diindikasi mengalami fase eutrof. Namun
demikian, parameter transparansi ini hanya merupakan parameter pengindikasian. Hal ini sejalan dengan penelitian Prihantanto 2005.
Kandungan TSS dipengaruhi oleh adanya zat-zat terlarut dan tersuspensi seperti bahan organik, mikroorganismr dan partikel, lempung dan lumpur Alaerts dan Sabtika,
1987. Peningkatan erosi yang berlangsung terus menerus pada musim kemarau dan musim hujan mengakibatkan peningkatan TSS. Hal itu terjadi karena adanya konservasi
yang kurang baik di DAS dan sub DAS di bagian hulu. Banyaknya kandungan TSS mengurangi umur fungsi waduk. Kandungan TSS tersebut dapat berupa zat organik,
jasad renik, lumpur, dan tanah liat Alaerts dan Santika, 1987 dan Mahida, 1989.
3.4.2. DHL, pH, dan O2 terlarut Tabel 3.2. Kebermaknaan nilai F hitung sidik ragam data DHL, pH, O2, CO2 selama penelitian
Kebermaknaan Berdasarkan Perbandingan F hitung dan F tabel
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
DHL pH O
2
CO
2
Ulangan 8
ns ns
ns ns
Waduk W 1
s s
ns s
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Semarang, 7 Februari
Profil variabel kualitas air DHL, pH, dan O
2
waduk. PBSoedirman Tabel 3.2, terlihat adanya perbedaan nilai DHL, pH dan kandungan CO
2
.Hanya O
2
yang
menunjukkan nilai yang cenderung sama.
Nilai DHL yang tinggi di waduk PB. Soedirman. Hal ini menginformasikan pada waduk PB. Soedirman banyak masukan kation dan anion dari kegiatan
antropogenik ke waduk yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai DHL. Kegiatan antropogenik yang terjadi waduk adalah kegiatan pertanian, perkebunan, dan rumah
tangga. Air yang bersifat asam ke netral cenderung lebih produktif dibandingkan
dengan air yang bersifat basa. Kisaran pH perairan 7-8 masih mendukung untuk kehidupan ikan.
Kandungan O
2
terlarut dipengaruhi oleh kehadiran makrofita akuatik dan fitoplankton, suhu, penetrasi cahaya, kecepatan arus, dan jumlah bahan organik yang
yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang dan tumbuhan mati, atau limbah industri. Keberadaan kandungan O
2
terlarut juga dipasok oleh adanya difusi langsung dari udara Sastrawidjaja, 1991. Selain itu, pemasukan O
2
kedalam air terjadi karena adanya aliran air yang mendorong proses difusi dan air hujan yang mengakibatkan
turunnya suhu air yang meningkatkan proses pengikatan oksigen Wetzel, 1983. Kandungan
O
2
berkorelasi dengan kandungan bahan organik di bagian epilemnion. Di daerah dengan kandungan bahan organik tinggi membutuhkan O
2
terlarut yang banyak. Selain dipergunakan organisme lain untuk respirasi, proses penguraian bahan organik oleh bakteri aerob akan menurunkan kandungan O
2
terlarut.
3.4.3. Bahan Organik COD dan BOD Waduk PB. Soedirman dan Penjalin Tabel 3.3. Kebermaknaan nilai F hitung sidik ragam data COD dan BOD5 selama penelitian
Kebermaknaan Berdasarkan Perbandingan F hitung dan F tabel
Sumber Keragaman
Derajat Bebas COD BOD
5
Ulangan 8
ns ns
Waduk W 1
s ns
Sumber nitrat dan fosfat autogenik berasal dari mineralisasi bahan organik. Kadar bahan organik di lapisan eufotik menentukan kadar nitrat dan fosfat. Bahan
organik yang terbiooksidasi dinyatakan dengan BOD, sedangkan bahan organik yang
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Semarang, 7 Februari
teroksidasi secara kimiawi dinyatakan dengan COD. Kandungan COD dan BOD
selama penelitian disajikan pada tabel 5.3
Kandungan COD berbeda sangat nyata. Nilai COD pada musim kemarau selelu lebih tinggi dibanding pada musim hujan. Hal ini membuktikan adanya kandungan
bahan anorganik lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan bahan organik dalam badan air waduk. Selain itu, COD tersusun oleh bahan-bahan yang sukar
dibiodegradasi. Secara umum, nilai BOD tidak menunjukkan perbedaan. Tingginya kandungan
bahan organik pada waduk PB. Soedirman tersebut, selain karena masukan dari luar waduk limbah pertanian dan rumah tangga, juga karena penambahan dari kegiatan
perikanan karamba jaring apung, jumlah KJA di Waduk PB. Soedirman jauh lebih banyak.
3.4.4 Kandungan Unsur Fosfor Waduk PB. Soedirman dan Waduk Penjalin
Tabel 3.4. Kebermaknaan nilai F hitung sidik ragam data P total dan PO
4
selama penelitian Kebermaknaan Berdasarkan Perbandingan
F hitung dan F tabel Sumber
Keragaman Derajat Bebas
P total PO
4
Ulangan 8
ns ns
Waduk W 1
ns s
Kandungan P-total air tidak menunjukkan perberbedaan Tabel 3.4. Di waduk PB. Soedirman pada kedua parameter tersebut cenderung lebih tinggi
Unsur P dalam bentuk fosfat, merupakan bentuk senyawa fosfor yang biasa langsung dimanfaatkan oleh organisme. Umumya fosfat selalu lebih stabil dari P-total.
Kandungan fosfat di waduk selain berasal dari mineralisasi, kegiaran pertanian, dan sampah organik juga berasal dari limbah rumah tangga dan aktivitas rumah tangga lain
yang banyak menggunakan deterjen. Mahida 1989 dan Sastrawidjaja 1991 menyatakan, limbah rumah tangga dari pembuangan mandi, kakus, dan dapur banyak
mengandung senyawa ortofosfat. Kandungan ortofosfat yang cukup tinggi di waduk PB. Soedirman, menginformasikan bahwa kegiatan antropogenik berpengaruh terhadap
kualitas air., sumber fosfat terbesar diduga bukan berasal dari degradasi bahan organik,
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Semarang, 7 Februari
melainkan dari kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk anorganik dan limbah cair domestik sabun yang komponen utamanya mengandung polifosfat.
3.4.5. Kandungan Unsur Nitrogen Waduk
Tabel 3.5 Kebermaknaan nilai F hitung sidik ragam data NH
3,
NO
3
, NO
2,
N total selama penelitian
Kebermaknaan Berdasarkan Perbandingan F hitung dan F tabel
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
NH
3
NO
3
NO
2
N total
Ulangan 8
ns ns
ns ns
Waduk W 1
ns s
ns ns
Selain unsur hara fosfor, faktor pembatas dalam proses eutrofikasi adalah unsur hara nitrogen dalam bentuk senyawa NH
4 +
, NO
3 -
, dan NO
2 -
. Sumber senyawa terbesar waduk berasal dari bahan organik. Sumber N-organik adalah protein yang mengalami
amonifikasi, yang merupakan pendukung pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Soetariningsih 1991, senyawa NH
4 +
merupakan indikator pencemaran air yang masih baru, sedangkan NO
3 -
dan NO
2 -
merupakan indikator pencemaran yang telah
berlangsung lama.
Dari hasil pengukuran ini menunjukan bahwa proporsi nitrogen sebagian besar berbentuk nitrat dibandingkan dengan ammonia dan nitrit. Hal ini sejalan dengan
tersedianya oksigen yang diperlukan dalam proses penguraian bahan dari ammonia menjadi nitrat.
Dari nilai-nilai tersebut, ada kecenderungan kandungan NO3 di waduk PB. Soedirman meningkat, selain pemasukan dari luar, lebih tingginya kandungan nitrat
diduga disebabkan karena penambahan dari kegiatan perikanan keramba jaring apung di waduk tersebut.
Berdasarkan kandungan N total dan P totalnya, baik waduk PB. Soedirma dengan status eutrof Likens, 1975 dan Jorgensen, 1980. Sumber utama N dan P air
waduk berasal dari tanah yang mengalami erosi, pupuk dan zat kimia pertanian yang tercuci, samah organik, limbah rumah tangga, dan sisa pakan kegiatan karamba jaring
apung. Menurut Tohir 1985, perairan yang banyak kandungan N dan P akan mengaami eutrofikasi. Artinya, perairan mengalami penyuburan yang berlebih
sehingga pertumbuhan makrofita akuatik terpacu. Soerjani dan Widyanto 1977
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Semarang, 7 Februari
menyatakan, hasil buangan yang masuk ke dalam suatu perairan dapat memacu pertumbuhan masal blooming makrofita akuatik yang selanjutnya berdampak
terhadap kehidupan ikan Pada umumnya, masyarakat di DAS dan subDAS di sekitar waduk belum
mengelola limbah sabun, dan lebih suka membuangnya ke badan air. Sabun dan deterjen mengandung Sodum tripolifosfat Na
3
PO
4
yang akan terhidrolisis menghasilkan ortofosfat Supangat, 1988. Komponen limbah domestik yang lain
adalah kotoran manusia yang mengandung P antara 3-5 dan urine yang mengandung P antara 2-5 Mara, 1984. Kondisi itu memberikan gambaran bahwa aktivitas MCK
dapat sebagai sumber ortofosfat. Kandungan ortofosfat juga berasal dari kegiatan budi daya karamba. Pnggunaan pakan buatan akan menghasilkan sisa yang merupakan
sumber ortofosfat.
3.4.6. Kelimpahan Plankton
Kelimpahan zooplankton dan fitoplankton di waduk PB. Soedirman cenderung sama. Namun demikian, kelimpahan tersebut tidak menunjukan adanya perbedaan
yang nyata. Dari akumulasi hara dan kondisi lingkungan perairan akan terjadi kompetisi
atau persainan makrofita akuatik dengan fitoplankton. Mekanisme sederhana persaingan tersebut adalah bahwa betambahnya hara menyebabkan populasi plankton
bertambah dan menyebabkan turunya intensitas cahaya matahari dalam badan air yang kemudian adanya naungan dari fitoplankton menyebabkaan makrofita akuatik yang ada
di substrat berkembang walaupun naungan bukan salah satu faktor penbatas Wibowo, 2003.
Plankton akan tumbuh pada perairan terbuka dan relatif dalam. Fitoplankton mampu berkembang dengan baik pada zone tengah, karena zone ini merupakan daerah
yang lebih terbuka dengan ketersediaan cahaya matahari Komposisi jenis fitoplankton yang dijumpai di kedua Waduk termasuk dalam
kelompok Cyanophyta, Chlorophyta Chrysophyta, Phyrophyta, dan Euglenophyta
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Semarang, 7 Februari
Biplot axes F1 and F2: 53.48
Obs1 Obs2
Obs3
Obs4 Obs5
Obs6 Obs7
Obs8 Obs9
TSS
DHL Transparansi
Suhu Air
Suhu Udara O2 Terlarut
PH CO2
BOD5 COD
P total NH3-N
NO3-N NO2-N
N total Orthofosfat
-10 -5
5 10
-15 -10
-5 5
10 15
F1 32.62 F2 20.
86
5.4. 8. Analisis Komponen Utama Kualitas Air Waduk