Karet SIR-20 Latar Belakang

Berdasarkan Tabel 2.5 diatas dapat dinyatakan bahwa baik limbah cair yang berasal dari air rebusan maupun air rendaman kedelai berpotensi untuk mencemari lingkungan perairan disekitarnya. Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai mencapai 75 C. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yangtinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 – 30 C.Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu Wardhana, 2004. Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 10 C atau diatas 40 C. Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam air. Laju penurunan oksigen terlarut DO yang disebabkan oleh limbah organik akan lebih cepat karena laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih tinggi.

2.8 Karet SIR-20

Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber SIR. SIR adalah Karet bongkah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet SIR-20 berasal dari koagulum lateks yang sudah digumpalkan atau hasil olahan seperti lum,sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum. Prinsip tahapan proses pengolahan karet SIR-20 yaitu tahapan sortasi bahan baku, tahapan pembersihan dan pencampuran makro, tahapan peremahan pengeringan, tahapan pengempaan bandela, dan tahapan pengemasan. Universitas Sumatera Utara Perbedaan SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet SIR 20 bahan baku koagulum lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa. Disortasi dan dilakukan pembersihan dan pencampuran mikro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari, peremahan, pengeringan, pengempaan bandela, setiap bandela 33 Kg atau 35 Kg, pengemasan dan karet SIR-20 siap untuk diekspor Ompusunggu, 1987.

2.9 Uji Mutu Karet

2.9.1. Plastisitas Awal Po

Plastisitas awal Po menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman didalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan nilai Po. Nilai Po yang rendah juga bias disebabkan oleh adanya pengeringan suhu yang terlalu tinggi 130 C dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang matang.. Pemeraman juga dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI. Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku yaitu lateks kebun. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahanan karet terhadap pengusangan PRI.

2.9.2. Plastisitas Retention Index PRI

Plasticity Retention Index PRI adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degadasi oleh oksidasi pada suhu Universitas Sumatera Utara tinggi. Oksidasi karet oleh udara O 2 terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai polimer semakin pendek. Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah. Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat dari barang jadi karet yang lebih kuat. Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan karet. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya oksidasi pada karet antara lain adalah: a. Sinar Matahari Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan koagulum. b. Pengenceran lateks dan Koagulum Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat non-karet didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan barang jadi karet yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet. Universitas Sumatera Utara c. Zat-zat pro-oksidasi tembaga atau mangan Kandungan ion-ion log seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga Cu dan mangan Mn adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion merupakan katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah. d. Pengeringan karet Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127 o C, dengan waktu pengeringan 2 - 4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan. Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang Storage Hardening didalam lateks kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet menjadi melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas karet Po karet, maka akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun Omppusunggu, 1987. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi khususnya pada suhu tinggi, sebaliknya karet dengan nilai PRI rendah akan peka terhadap oksidasi dan pada suhu tinggi cepat lunak. Faktor utama yang mempengaruhi nilai PRI adalah perimbangan prooksidan dan antioksidan dalam karet Wadah, 1991. Pengujian ini meiiputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah pengusangan didalam oven. Nilai PRI diukur dari besarnya keliatan karet mentah yang masih tertinggal apabila sampel karet tersebut dipanaskan didalam oven selama 30 menit pada suhu 140 C. Nilai PRI adalah persentase keliatan karet sesudah dipanaskan dan ditentukan dengan alat ukur Wallace Plastimeter. Universitas Sumatera Utara Suhu dan waktu pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degadasi oleh oksidasi. Besarnya nilai plasticity retention index PRI dapat dihitung dengan rumus 2.1 sebagai berikut : Plasticity Retention Index PRI = × 100 2.1 dimana : Pa = plastisitas karet sesudah dipanaskan selama 30 menit setelah pengusangan Po = plastisitas karet sebelum dipanaskan sebelum pengusangan Kartowardoyo, 1980.

2.9.3. Viskositas Mooney

Viskositas mooney menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semangkin tinggi berat molekul BM hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran, dengan kata lain karetnya semakin viskous dan keras. Apabila berat molekul tinggi maka viskositas mooneyakan naik sehingga karet menjadi viskous dan keras sehingga energi yang dibutuhkan untuk melumat karet sangat besar maka akan kurang menguntungkan maka hal itu tidak dikehendaki oleh konsumen. Sebaliknya apabila viskositasnya rendah hidrokarbon karet dengan berat molekul yang rendah membutuhkan energi yang lebih sedikit jumlahnya, tetapi sifat fisika yang dihasilkan kurang baik. Oleh karena itu karet alam dengan berat molekul yang medium dapat memberikan titik temu antara energi yang hemat dengan sifat fisika yang unggul. Pengukuran viskositas mooney dilakukan dengan mooney viskometer, yaitu berdasarkan pengukuran gesekan rotor pada karet padat yang berfungsi sebagai tahanan dengan meletakkan sampel karet di atas dan di bawah rotor yang Universitas Sumatera Utara dapat berputar.Sebelum rotor dijalankan, dipanaskan 1 menit. Kemudian rotor dijalankan dan rotor akan berputar. Tenaga yang digunakan untuk memutar rotor didalam sampel karet dapat dibaca pada skala. Pembacaan dilakukan setelah 5 menit. Bila pada skala tercatat 55, artinya viskositas mooney adalah 55 ML1+4 pada suhu 100˚C dengan pengertian satuan sebagai berikut : M = Mooney L = Large rotorrotor ukuran besar 1 = Pemanasan pendahuluan 1 menit 100˚C = Suhu yang dipakai untuk pengujian 5 = Pembacaan 5 menit setelah rotor dipanaskan dan dijalankan. Mooney viskometer pada dasarnya adalah alat untuk mengukur aliran viskositas gesek yang dirancang pada ML 1+4 dengan tingkat ketegangan ± 1,5detik setelah pemanasan pendahuluan pada suhu 100 C selama 1 menit, kemudian dilanjutkan periode gesekan selama 4 menit. Pengukuran aliran dilakukan selama kompresi sederhana pada suhu 100 C.

2.9.4 Kadar Kotoran

Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis. Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan didalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat untuk memudahkan larutnya karet rubber peptiser. Larutan kotor yang tertinggal kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada Universitas Sumatera Utara saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah didinginkan. Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah bergeraknya kotoran kering didalam saringan . Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus 2.2 sebagai berikut : Kadar kotoran = × 100 2.2 dimana: A = bobot saringan + kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot contoh

2.9.5 Kadar Abu

Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium, Magnesium, Kalsium, Natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silicat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet. Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur dimana daun akan membusuk. Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakukan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan menggunakan ammonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi. Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum Kartowardoyo, 1980. Universitas Sumatera Utara Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul heat build - up dan ketahanan retak Ientur flex cracking resistance dari vulkanisat karet slam. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus 2.3 sebagai berikut : Kadar Abu = × 100 2.3 dimana : A = bobot cawan + abu B = bobot kosong C = bobot contoh

2.9.6. Kadar Karet Kering

Kadar karet kering adalah banyaknya kadar karet kering yang terdapat didalam lateks yang digumpalkan dengan asam, digiling dan kemudian dikeringkan pada suhu 70 o C selama 16 jam atau pada suhu 100 C selama 2 jam. Kadar karet kering DRC pada lateks pekat dengan Medium Amonia adalah 60. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum yang dipakai sebagai penggumpal lateks adalah bahan yang mampu menetralkan muatan negatif dari lateks dan yang mampu mengikat air dari fasa karet. Zat-zat seperti asam, alkohol, dan elektrolit yang mengandung ion logam dapat digunakan untuk menggumpalkan lateks Dalimunthe, 1983. Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan merapatkan butir - butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi bahan pembeku koagulan seperti asam formiat atau asam asetat. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai pH 4,7 Setyamidjaja, 1993. Selama ini bahan penggumpal lateks kebun yang baik dan dianjurkan adalah asam formiat atau asam asetat, akan tetapi karena kedua jenis asam tersebut harganya mahal sehingga sulit bagi petani karet untuk membelinya Deboer, 1952. Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri - industri masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri - industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Demikian pula dengan industri tempe yang pada umumnya merupakan industri rumah tangga. Limbah dari pabrik pengolahan tempe masih banyak yang belum dimanfaatkan. Universitas Sumatera Utara Limbah industri tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD Chemical Oxygen Demand di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4 - 5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial. Hasil analisa kandungan limbah cair tempe pada rendaman kedelai pada suhu 32 o C yang memiliki pH 4,16 mengandung BOD Biological Oxygen Demand sebesar 31.380,87 dan mengandung COD Chemical Oxygen Demand sebesar 35.398,87. Terdapat senyawa kimia berupa asam nitrat sebesar 14,08 dan amonia bebas sebesar 26,7 Erry Wiryani. Penelitian mengenai jenis asam yang digunakan sebagai penggumpal lateks telah banyak dilakukan diantaranya : Rudi Munzirwan 2004 telah melakukan penelitian menggunakan asam asetat dan asam formiat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam formiat lebih baik digunakan sebagai penggumpal lateks karena menghasilkan nilai Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Index, Viskositas Mooney dan Kadar Abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat. Khairana Safitri 2009 telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak belimbing wuluh Averrhoa billimbi L sebagai penggumpal lateks kebun pH 4.7 yang membentuk koagulum. Sebagai kontrol digunakan asam formiat sebagai penggumpal lateks. Dari hasil penilitian menunjukkan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh Averrhoa billimbi L 20:100 vv karet memilki nilai Plastisitas Awal Po 39.33; Plastisitas Retensi Index PRI 50 ; Viskositas Mooney VM 65.5 dan Kadar Abu 0.16 serta sifat fisika yang dihasikan menurut Standar Indonesia Rubber SIR-20-1990. Riko Putra 2013 telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan biji kelor sebagai koagulan pada proses koagulasi limbah cair industri tahu dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan jar test. Pemanfaatan biji kelor yang selama ini hanya sebagai limbah yang jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan limbah cair yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Variabel penelitian adalah dosis serbuk biji kelor 2000, 3000, 4000, 5000 dan 6000 mgliter limbah cair industri tahu, waktu pengendapan 50, 60 dan 70 menit dengan ukuran partikel 50 mesh dan pH yang digunakan adalah pH limbah cair industri tahu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rentang pengamatan yang dilakukan, dosis biji kelor sebagai koagulan yang optimum adalah 3000 mgliterlimbah cair industri tahu, dimana waktu pengendapan 50 menit mampu menyisihkan turbiditas sebesar 89,42 , TSS sebesar 98,73 dan COD sebesar 69,58. Rizka Hardiyanty 2013 telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sari mengkudu sebagai penggumpal lateks. Kandungan asam yang terdapat dalam buah mengkudu dan dengan pH yang berkisar dari 3,6 - 4,3 apabila dicampurkan dengan lateks maka akan membentuk koagulan. Sari buah mengkudu yang digunakan adalah sari buah mengkudu matang dan sari buah mengkudu peram. Berdasarkan hasil pengamatan, volume koagulan optimum adalah 10 ml. Baik untuk sari mengkudu matang maupun sari mengkudu dengan pemeraman. Waktu kontak penggumpalan optimum untuk sari mengkudu matang adalah 36 jam sedangkan untuk sari mengkudu dengan pemeraman 24 jam. Dan temperatur sari mengkudu optimum adalah 30 o C, baik untuk sari mengkudu matang maupun dengan pemeraman. Farida ali 2014 telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan nira aren sebagai koagulan alami lateks studi pengaruh volume koagulan, waktu kontak dan temperature. Nira Aren yang digunakan merupakan nira setelah pemeraman dan mengalami fermentasi. Nira yang berasal dari bunga jantan pohon Aren ini mengandung sejumlah asam-asam organic yang dapat digunakan sebagai koagulan. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa nira aren dapat dijadikan koagulan alternatif lateks. Dengan variable optimal yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu dengan perbandingan volume 1:1 antara koagulan dan lateks, waktu kontak optimal selama 24 - 30 jam dan pada temperature ruang Universitas Sumatera Utara antara 20-30 derajat. Dengan nilai kadar kering karet yang didapat pada variable optimal tersebut ialah lebih dari 28 yang menunjukkan bahwa hasil koagulasi karet yang didapat memiliki mutu yang baik. Selpiana 2015 telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sari buah ceremai Phyllanthus Acidus sebagai alternatif koagulan lateks.Sari buah ceremai Phyllanthus Acidus mengandung asam askorbat, salah satu jenis asam karboksilat yang dapat menyebabkan koagulasi koloid karet. Perbedaan bahan senyawa yang digunakan sebagai koagulan lateks dapat mempengaruhi dosis penggunaan koagulan, waktu koagulasi dan kualitas karet hasil proses koagulasi.Berdasarkan hasil penelitian koagulasi lateks, hasil optimum diperoleh pada penggunaan sari buah ceremai Phyllanthus acidus adalah dengan rasio volume 10 dan waktu kontak 24 jam. Persentase kadar karet kering diuji dengan SNI 06-2047-2002 bernilai 55.47, telah memenuhistandar SNI KKK minimal 28 untuk lateks kebun mutu I. Peningkatan nilai persentase kadar karet kering dipengaruhi oleh konsentrasi asam, pH koagulan dan waktu kontak koagulasi. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk memanfaatkan limbah yang berasal dari tempe untuk bahan koagulan lateks kebun, yang akhirnya dapat digunakan oleh petani sebagai bahan pengganti asam formiat yang pada saat ini masih digunakan oleh petani.

1.2 Perumusan Masalah