PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI DALAM PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS MREBET KABUPATEN PURBALINGGA

(1)

PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN

TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI

DALAM PELAYANAN KIA

DI PUSKESMAS MREBET

KABUPATEN PURBALINGGA

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat S-2

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama : Profesi Dokter

Diajukan oleh: B U D I A R S A NIM : S520907003

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN

TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI

DALAM PELAYANAN KIA

DI PUSKESMAS MREBET

KABUPATEN PURBALINGGA

Disusun oleh : Budiarsa S520907003

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK ... 14-1-2009 NIP. 130 543 994

Pembimbing II dr. Putu Suriyasa, MS.,PKK,Sp.OK ... 14-1-2009 NIP. 140 120 857

Mengetahui Ketua Program MKK

Prof. DR. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK NIP. 130 543 994


(3)

PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN

TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI

DALAM PELAYANAN KIA

DI PUSKESMAS MREBET

KABUPATEN PURBALINGGA

Disusun oleh : Budiarsa S520907003

Telah disetujui oleh Tim Peguji Dewan Peguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua : Prof. Dr. dr. Ahmad Djojosoegito,SpOT,MHA, FICS ... NIP. 140 030 236

Sekretaris : Dr. dr. Bhisma Murti, M.Sc, MPH, PhD ... NIP. 132 125 727

Anggota I : Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK ... NIP. 130 543 994

II : dr. Putu Suriyasa, MS.,PKK,Sp.OK ... NIP. 140 120 857

Mengetahui

Ketua Program Studi MKK Direktur PPs UNS

Prof. DR. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK Prof. Drs. Suranto, M.Sc, PhD NIP. 130 543 994 NIP. 131 472 192


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dalam naskah dalam daftar pustaka.

Purbalingga, Januari 2009

Budiarsa NIM : S520907003


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kekhadirat Allah SWT. Karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesikan penyusunan tesis ini, sebagai salah satu syarat untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana progam studi Kedokteran Keluarga minat utama Profesi Dokter pada Univrsitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak penulis tidak akan dapat berbuat banyak. Oleh karena itu penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, PAK, MM, MKK dan dr. Putu Suriyasa, MS, PKK, SpOK. dan Dr. dr. Bhisma Murti, M.Sc, MPH, PhD yang telah banyak memberi masukan, bimbingan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Pada kesempatan ini pula penulis sampaikan ucapan terimakasih setulus-tulusnya kepada :

A. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan Kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2).

B. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2).

C. Ketua Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) pada Program Studi Kedokteran Keluarga.


(6)

D. Ketua Minat Utama Profesi Dokter yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana pada Program Studi Kedokteran Keluarga.

E. Bupati Kabupaten Purbalungga yang telah memberi izin kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

F. Kepala DinasKesehatan Kabupaten Purbalingga yang telah memberi izin kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

G. Teman-teman satu angkatan yang telah membantu penulis dalam dalam penyusunan usulan proporsal tesis ini.

H. Istri, anak dan orang tua yang telah memberi do´a, dorongan dan semangat yang tulus kepada penulis.

I. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, yang telah memberi dukungan selama penulis menempuh pendidikan.

Penulis berharap semoga Allah SWT. senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sebagai buah karya manusia, tulisan ini tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu penulis memohon masukan membangun demi memperbaiki tulisan ini.

Purbalingga, Januari 2009 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN TESIS... iii

PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

ABSTRAK... xiv

ABSTRACT... xv

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

a. Latar Belakang ... 1

b. Rumusan Masalah ……… 5

c. Tujuan Penelitan ………. 5

d. Manfaat Penelitian ……….. 6

e. Ruang Lingkup Bidang Ilmu ……….. 7

f. Keaslian Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 8


(8)

c. Pengertian Peranan dan Perilaku ... 20

d. Peranan Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA ... 23

e. Making Pregnancy Safer (MPS)... 48

f. Kerangka Teori... 56

g. Hipotesis... ... 58

BAB III METODE PENELITIAN ... 59

1. Jenis Penelitian ... 59

2. Lokasi Penelitian ... 59

3. Subyek penelitian ... 59

4. Populasi Penelitian ... 59

5. Sampel Penelitian ... 59

6. Variabel Penelitian ... 60

7. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 60

8. Pengumpulan Data ... 61

9. Instrumen Penelitian ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 64

A. Hasil Penelitian... 64

B. Pengujian Hipotesis Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Dukun Bayi... 69

C. Pembahasan... 72

D. Keterbatasan Penelitian... 74


(9)

A. Kesimpulan... 75

B. Implikasi... 75

C. Saran... 76


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif... 16 Tabel 4.1. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok

perlakuan sebelum mengikuti bimbingan... 65 Tabel 4.2. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok

perlakuan sesudah mengikuti bimbingan... 65 Tabel 4.3. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan... 66 Tabel 4.4. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan... 66 Tabel 4.5. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok

perlakuan sebelum mengikuti bimbingan... 67 Tabel 4.6. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok

perlakuan sesudah mengikuti bimbingan... 67 Tabel 4.7. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan... 68 Tabel 4.8. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan... 68 Tabel 4.9. Hasil uji t perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan

sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan... 69


(11)

Tabel 4.10. Hasil uji t perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan... 71


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Stretegi MPS ... 54 Gambar 2.2. Kerangka teori ... 57 Gambar 3.1. Kerangka penelitian... 63 Gambar 4.1. Perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah

antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak

mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan... 70 Gambar 4.2. Perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah

antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak

mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan... 71


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian... 80 Lampiran 2. Kuesioner Pre dan Post Test Bimbingan Dukun Bayi... 81

Lampiran 3. Formulir Supervisi Dukun Bayi... 85 Lampiran 4. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet Sebelum

Bimbingan... 86 Lampiran 5. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet Sesudah

Bimbingan... 87 Lampiran 6. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan

(Kontrol) yang pertama... 88 Lampiran 7. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan

(Kontrol) yang kedua... 89 Lampiran 8. Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan

Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga... 90 Lampiran 9. Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan

Puskesmas Serayu Larangan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga... 92 Lampiran 10. Data Sebelum dan Sesudah Bimbingan Puskesmas Mrebet dan

Serayu Larangan... 94 Lampiran 7. Uji t-test Puskesmas Mrebet (Kelompok Perlakuan)... 97 Lampiran 8. Uji t-tes Puskesmas Serayu Larangan (Kelompok Kontrol)... 98


(14)

ABSTRAK

Budiarsa. S520907003. 2008. Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Dukun Bayi Dalam Pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga. Tesis : Program Studi Kedokteran Keluarga. Minat Utama Profesi Dokter. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar belakang : Angka kematian ibu di Indonesia 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tangah 121/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu di Kabupaten Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten, karena tidak kompeten maka tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya. Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peran penting, karena sekitar 70% - 80% pertolongan persalinan di pedesaan ditangani oleh dukun bayi. Di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2005 persalinan yang ditolong dukun bayi adalah 32,38%, sedangkan di wilayah Puskesmas Mrebet pada tahun 2006 adalah 19,75%. Bimbingan (Coaching) menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Bimbingan (Coaching) lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini.

Tujuan penelitian : Mengetahui pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet.

Metode penelitian : merupakan penelitian experimental quasi dengan kelompok pembanding/kontol, sampel penelitian diberikan bimbingan dengan metode ceramah dan peragaan, uji statistik t-test dengan taraf signifikan p = 0,05 ( alpha = 0,05).

Hasil penelitian : membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dukun bayi(mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) begitu juga terhadap keterampilan (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000).

Kesimpulan : Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang mendapat bimbingan tenaga kesehatan secara intensif dibanding dukun bayi yang tidak mendapat bimbingan secara intensif.


(15)

ABSTRACT

Budiarsa. NIM : S520907003.The Influence of The Professional Health Coaching to The Roles of Traditional Birth Attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center in Purbalingga District. Thesis : Family Doctor Division, Main interest in doctoral profession, Post Graduate Program of Sebelas Maret University.

Background : Maternal Mortality Rate (MMR)in Indonesia is 307/100.000 birth life, maternal mortality rate (MMR) in Central Java is 121/100.000 birth life and maternal mortality rate (MMR) in Purbalingga District is 109,07/100.000 birth life. This happened because of many giving birth in Indonesia has been helped by people who are not competent, because of that so they are not know that there are many risk in giving birth and so on. Traditional Birth Attendant in Indonesia have an important roles, because around 70% - 80% in assisting giving birth in the villages have been helped by traditional birth attendant. In 2005, giving birth in Purbalingga that helped by traditional birth attendant is 32,38%, and at Mrebet Health Center in 2006 is 19,75%. Coaching that related to expand traditional birth attendants knowledge in doing their job/their skill in this time is not only to renew their knowledge. This coaching is more related to the efford to fully improve the traditional birth attendants skill and knowledge in doing their job/skill in this time.

Goals : To know the influence of profesional coaching to the skill and knowledge of traditional birth attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center.

Research method : This thesis is an experimental quasi study that using the control groups, the sample study have been given a coaching using demos and giving speak, t-test point in a significant rate p = 0,05 (alpha = 0,05).

Result : This is proved that there is a significant influence between the professional health and the traditional birth attendants knowledge (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) it also happened to the skill of traditional birth attendant (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000).

Conclusion : There is an improvement in traditional birth attendants knowledge and skill who had a professional health coaching intensively rather than the traditional birth attendant who had not.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diperkirakan di Indonesia ada 5 juta ibu melahirkan pertahun. Angka kematian ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa 352 ibu besalin meninggal setiap minggu, atau 2 ibu meninggal setiap satu jam. Angka kematian ibu di Indonesia (307) masih jauh lebih tinggi dibanding dengan negara tetangga dekat seperti Thailand (129), Malaysia (39) dan Singapura (6). Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menunjukan tiga penyebab utama kematian ibu bersalin di Indonesia adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). Akses sepenuhnya dan penerapan pelayanan yang terbukti efektif dapat mencegah tiga perempat dari kematian ibu (Depkes RI. 2006).

Untuk mengetahui status kesehatan di Indonesia, sesuai dengan indikator yang berlaku diseluruh dunia, salah satu indikatornya adalah kematian ibu bersalin. Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Depkes RI. 2006).

Angka kematian ibu di Jawa Tengah 121/100.000 kalahiran hidup (Dinkes Prop. Jateng. 2006). Rata-rata angka kematian ibu (AKI) di tingkat Kabupaten Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Purbalingga. 2005).

Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten. Karena tidak kompeten , maka dia tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya. Padahal kalau dalam persalinan terjadi perdarahan, jika tidak segera


(17)

tindakan / pelayanan pesalinan tidak terlatih. Untuk mengatasi hal itu, harus dilihat akar permasalahannya antara lain: pertama, persalinan itu harus ditolong oleh tenaga yang betul-betul kompeten dan bisa mengetahui ada tidaknya risiko. Kedua, pertolongan itu harus, segera, cepat dan tepat. Ketiga, upaya lain adalah tranfusi darah (Soeparmanto, 2006).

Persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2005 adalah 67,62% dan 32,38% ditolong oleh dukun bayi (Dinkes Kab. Purbalingga, 2005).

Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga tahun 2006 adalah 79,25% dan 19,75% ditolong oleh dukun bayi (Puskesmas Mrebet, 2006).

Adapun target/sasaran pembangunan kesehatan tahun 2010, cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah 90% (Dinkes Kab. Purbalingga, 2006).

Upaya mempercepat penurunan AKI masih merupakan salah satu program prioritas, melalui peningkatan pelayanan maternal diberbagai tingkat. Penurunan AKI di Indonesia hanya mencapai 25% sampai dengan tahun 1997, dimana AKI tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 1997 adalah 334 per 100.000 kalahiran hidup. Keadaan ini dinilai masih jauh dari tingkat harapan yaitu 50%, sangat lambat dan sampai saat ini Indonesia masih mempunyai AKI tertinggi di ASEAN (Dinkes Prop. Jateng. 2004).

Mengingat faktor pentingnya menurunkan tingkat kematian ibu pada khususnya dan meningkatkan asuhan kesehatan ibu pada umumnya, dan juga mengingat masih


(18)

banyaknya pelayanan kesehatan ibu dan anak yang tidak/belum terlayani oleh tenaga medis terlatih, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dan berpendidikan rendah, maka peran dukun bayi sebagai salah satu sumber daya manusia, belumlah dapat dihilangkan, dan masih perlu dibina secara lebih intensif dan lebih terarah sebagai mitra kerja bidan di wilayah kerja masing-masing (Gunawan, 1992).

Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peran penting , karena sekitar 70%-80% pertolongan persalinan di pedesaan di tangani oleh dukun bayi. Dukun bayi mendapat kepercayaan penuh sebagai orang tua yang dapat melindungi klien dan keluarga. Biaya pertolongan bayi oleh dukun diberikan secara bertahap yang dianggap murah, meskipun bila dihitung relatif mahal (Depkes RI. 1996).

Hasil penelitian di Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Utara, menunjukkan bahwa dukun bayi masih merupakan pilihan terbanyak sebagai tenaga penolong persalinan (55,8%) dibandingkan tenaga kesehatan (44,2%). Hal ini disebabkan oleh mudahnya mendapatkan tenaga dukun bayi di desa, biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah. Disamping itu, dukun bayi dapat membantu ibu yang baru melahirkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah termasuk merawat dan memandikan bayi (Bangsu, 2001).

Kebijaksanaan menempatkan bidan di desa sejak tahun 1988 / 1990 belum serta merta mengalihkan pola penolong persalinan tersebut karena banyak faktor yang berpengaruh, termasuk faktor biaya. Dengan demikian, tenaga profesional di lingkungan puskesmas, termasuk bidan di desa perlu secara terus menerus membina dukun bayi. Petugas puskesmas / bidan mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam memilih keterampilan dan pengetahuan yang diharapkan minimal


(19)

dilaksanakan oleh dukun bayi berdasarkan pengamatan akan keperluan dan kemampuan dukun bayi (Depkes RI. 1996).

Dengan menetapnya bidan di desa, maka hubungan bidan dengan anggota masyarakat, tokoh masyarakat, kader atau dukun bayi akan semakin akrab, sehingga bidan diharapkan dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa. Dan sudah selayaknya para bidan di desa perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut: membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat dan dukun bayi, meningkatkan profesionalisme, memobilisasi pendanaan masyarakat dan mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan. Kemitraan bidan desa dan dukun bayi merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di Polindes (Depkes & Kesos RI. 2000).

Menjalin kemitraan dukun bayi dan bidan di desa merupakan upaya strategis untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, mengingat keberadaan dukun bayi masih cukup banyak di tengah masyarakat. Dengan kemitraan ini diharapkan, walaupun persalinan ditolong oleh dukun bayi tetapi mendapat pendampingan dan arahan dari bidan yang berada dan bertanggung jawab di wilayah itu, atau sebaliknya yakni apabila bidan desa hendak memberikan pertolongan persalinan, maka dia akan memanggil dukun bayi yang ada untuk ikut serta dalam melakukan pertolongan persalinan, sehingga proses transfer of knowledge dari bidan ke dukun bayi dapat terjadi (Dinkes Kab. Purbalingga, 2007).

Dengan keadaan seperti diatas maka sangat perlu adanya bimbingan yang teratur dari petugas Puskesmas bagi para dukun bayi, sehingga pengetahuan praktis dukun bayi tetap dapat dibina bahkan dikembangkan sehingga dukun bayi dapat


(20)

melaksanakan tugas-tugasnya dengan lebih baik agar tingkat kematian bayi dan ibu dapat diturunkan (Depkes RI. 1993).

Perlu diteliti pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap peran (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dukun bayi dalam pelayanan KIA.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dukun bayi? 2. Apakah bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan keterampilan dukun bayi?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA

di Kecamatan Mrebet.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dukun bayi

b. Mengetahui bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan keterampilan dukun bayi


(21)

1. Manfaat Teoritik

a. Bimbingan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengembangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam

pekerjaan / keterampilan mereka saat ini

b. Bimbingan mengembangkan peserta dalam pekerjaan / keterampilan saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan

2. Manfaat Aplikatif

a. Bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan duku bayi

b. Ibu hamil, bersalin dan nifas mendapat penyuluhan dan perawatan yang optimal serta rujukan bila perlu dari dukun bayi

c. Bagi Puskesmas dan DKK mendapat informasi bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA.

E. Ruang Lingkup Bidang Ilmu

Penelitian ini dalam lingkup ilmu kebidanan khususnya kajian tentang penelitian kompetensi dukun bayi dalam pelayanan KIA.

F. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis belum menemukan penelitian yang menulis khusus tentang Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Kompetensi Dukun Bayi


(22)

dalam Pelayanan KIA, tatapi penelitian yang hampir mirip mungkin sudah banyak dilakukan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemitraan

Kemitraan adalah upaya untuk melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peranan masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar masalah yang dihadapi dapat diupayakan pemecahannya secara bertahap dengan kerjasama melalui kemitraan sehingga didapati solusi yang terbaik (Fajar, 2006).

Kemitraan yang digalang itu harus berdasarkan pada tiga prinsip dasar (1) kesetaraan, (2) keterbukaan, dan (3) saling menguntungkan.

1. Kesetaraan

Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis. Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan, yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan/kepentingan bersama. Bila kemudian dibentuk struktur yang hirarkhis (dalam organisasi kelompok kemitraan, misalnya), adalah karena kesepakatan.

2. Keterbukaan

Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu. Pada awalnya hal ini mungkin akan


(24)

menimbulkan diskusi yang seru layaknya ”pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari ”pertengkaran” tersebut.

3. Saling menguntungkan

Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang didapat oleh semua pihak yang terlibat. Perilaku sehat dan kegiatan-kegiatan kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-keuntungannya (baik langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis, bila mungkin (Depkes RI. 2007).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kemitraan untuk promosi kesehatan agar apa ynag diharapkan dapat tercapai secara maksimal.

1. Persyaratan Kemitraan

Kemitraan dapat memberikan kekuatan kepada masing-masing pihak dalam melaksanakan misinya dengan ketentuan :

a. Harus ada keadaan saling mengerti tentang mengapa kemitraan diperlukan. b. Harus ada kesamaan dan kesepakatan Visi dan Misi serta nilai-nilai yang sama

mengenai pelayanan kesehatan serta mempunyai komitmen bersama untuk menanggulangi sesuatu masalah secara bersama-sama.

2. Landasan 7 Saling

Dalam melakukan kemitraan dengan pihak swasta untuk pengembangan promosi kesehatan perlu mempunyai landasan 7 saling :


(25)

b. Saling memahami kemampuan masing-masing. c. Saling menghubungi.

d. Saling mendekati.

e. Saling bersedia membantu dan dibantu. f. Saling mendorong dan mendukung. g. Saling menghargai.

3. Prinsip Dasar a. Kesetaraan. b. Keterbukaan.

c. Saling menguntungkan (Fajar, 2006).

B. Bimbingan (Coaching)

Bimbingan merupakan sarana yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dan perilaku seseorang, baik secara formal maupun informal. Melalui bimbingan diharapkan adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan perilaku yang mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam perkembangan IPTEK saat ini.

Komponen utama dalam bimbingan berdasarkan kompetensi adalah penggunaan bimbingan, dimana para fasilitator klinis memberikan mengenai keterampilan atau aktivitasnya terlebih dahulu, kemudian memberikan demonstrasi dengan menggunakan model atau alat ajar seperti slide, video. Setelah melakukan demonstrasi prosedur dan diskusi kemudian para fasilitator dapat mengamati dan berkomunikasi untuk membimbing peserta dalam mempelajari keterampilan dan kegiatan yang memerlukan perhatian kemajuan belajar serta membantu mengatasi masalah yang dihadapi peserta.


(26)

Ada perbedaan antara bimbingan berdasarkan kompetensi dan proses belajar secara tradisional. Bimbingan berdasarkan kompetensi dapat memberikan keberhasilan kinerja dalam pekerjaan mereka seperti : keterampilan memberi pelayanan kesehatan karena lebih menekankan pada bagaimana perserta mengerjakan sesuatu (kombinasi antara pengetahuan, sikap dan keterampilan), sedangkan pengajaran tradisional yang menekankan penilaian pada informasi apa yang sudah dipelajari oleh peserta.

1. Pengertian

Bimbingan adalah suatu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta baik perorangan atau kelompok untuk memecahkan permasalahannya sendiri dan didampingi oleh fasilitator. Bimbingan melibatkan peserta dan fasilitator dalam dialog satu lawan satu dan mengikuti suatu proses yang tersusun, diarahkan pada tanggung jawab memelihara kemajuan dan kinerja yang baik serta hubungan kerja positif antara fasilitator dan staf.

2. Tujuan

Kegiatan ini bertujuan agar peserta dapat :

a. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual. b. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman

pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional peserta.

c. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan


(27)

mendatang.

d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka.

3. Proses Bimbingan

a. Sebelum praktek peserta sebaiknya mengadakan pertemuan untuk mereview kegiatan, termasuk langkah-langkah yang perlu ditekankan dalam praktek kinerja.

b. Dalam praktek, fasilitator mengamati, membimbing, dan memberikan umpan balik kepada peserta pada saat mereka melaksanakan langkah/kegiatan termasuk buku penuntun belajar.

c. Setelah praktek, umpan balik seharusnya diberikan secepatnya. Dengan menggunakan penuntun belajar atau checklist keterampilan, fasilitator berdiskusi tentang kemampuan belajar peserta sesuai dengan kinerja mereka dan memberi saran perbaikan.

Apabila pelatihan berdasarkan kompetensi digabungkan denga prinsip belajar orang dewasa, mastery learning, coaching dan humanistic, maka hasilnya akan sangat mengagumkan dan merupakan metoda yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan teknis. Dengan menggunakan pendekatan yang manusiawi maka dapat mengurangi ketegangan para peserta dan memperkecil ketidaknyamanan klien. Oleh karena itu, pendekatan dalam coaching yang lebih manusiawi adalah komponen yang penting untuk memperbaiki kualitas pelatihan keterampilan klinik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pelayanan.


(28)

4. Ciri-ciri Fasilitator yang Efektif

Seorang pelatih klinik yang efektif harus :

a. Mahir/proficient dalam keterampilan yang akan diajarkan b. Mendorong peserta mempelajari keterampilan baru c. Meningkatkan komunikasi terbuka (dua arah)

d. Memberikan umpan balik sesegera mungkin dengan cara antara lain : 1) Menggunakan humor yang tepat

2) Mengamati peserta dan memperhatikan tanda-tanda stress 3) Memberikan istirahat yang teratur selama sesi coaching 4) Mengadakan perubahan terhadap suasana coaching yang rutin 5) Memusatkan perhatian pada keberhasilan peserta dan bukan pada kegagalan

e. Gunakan metoda coaching dan alat bantu audiovisual yang bervariasi 1) Ceramah ilustrasi, peragaan, curah pendapata, diskusi

2) Latihan/exercise pemecahan masalah untuk kelompok kecil atau individu

3) Bermain peran

f. Melibatkan peserta sebanyak mungkin dalam merencanakan semua sesi sebelum coaching dan memberi peserta jadual dan garis besar coaching, penugasan pekerjaan rumah dan bahan-bahan, yang diperlukan.

Selain ciri-ciri diatas seorang fasilitator juga hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut :


(29)

b. Memberikan penghargaan dan dukungan yang positif

c. Memperbaiki kesalahan peserta sambil tetap memelihara harga diri peserta

d. Mendengar dan memperhatikan.

Peran pembimbing yang efektif melibatkan semua peserta dan memberi mereka umpan balik yang positif sementara fasilitator yang tidak efektif mengendalikan dan menolak keterlibatan dan secara khusus gagal memberikan umpan balik yang positif.

5. Model Bimbingan

Model perilaku talah digunakan pada coaching di bidang industri dan telah berhasil dengan baik. Elemen yang esensial dari strategi coaching dalam coaching klinik dapat diuraikan dalam lima konsep yang membentuk akronim COACH. Setiap coaching klinis hendaknya menyertakan elemen-elemen ini : C = CLEAR PERFORMANCE MODEL (MODEL KERJA YANG JELAS)

Kepada para peserta hendaknya diperhatikan secara jelas dan efektif keterampilan yang akan mereka pelajri

O = OPENESS TO LEARNING (KETERBUKAAN UNTUK BELAJAR) Hendaknya menyertakan peserta dalam berbagai kegiatan yang dirancang untuk mempersiapkan belajar dan menggunakan keterampilan-keterampilan baru

A = ASSESSMENT OF PERFORMANCE (PENILAIAN KINERJA) Coaching klinik hendaknya mengupayakan pengukuran kompetensi keterampilan yang diajarkan serta memberikan umpan balik terhadap


(30)

kemajuan kearah kinerja standar yang diinginkan C = COMMUNICATION (KOMUNIKASI)

Komunikasi dua arah yang efektif antara peserta dan fasilitator merupakan faktor penting untuk memperoleh keterampilan awal dan dicapainya kompetensi keterampilan.

H = HELP AND FOLLOW UP (MENOLONG DAN TINDAK LANJUT) Bimbingan klinis hendaknya mencakup juga perencanaan untuk aplikasi keterampilan baru pada lingkungan baru peserta dan

membantu mengatasi hambatan dalam penggunaan keterampilan baru tersebut.

Tabel 2.1. Perbandingan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif Pembimbingan yang efektif Pembimbingan yang tidak efektif 1. Memfokuskan perhatian pada

praktek klinis

1. Memfokuskan perhatian pada teori 2. Mendorong kerjasama dan hubungan

antar sejawat

2. Menjaga jarak (status diatas peserta) 3. Berusaha mengurangi stress 3. Sering membuat stress

4. Mengadakan komunikasi dua arah 4. Menggunakan komunikasi satu arah 5. Melihat dirinya sebagai fasilitator 5. Melihat dirinya sebagai penguasa

atau satu sumber pengetahuan


(31)

minatnya.

b. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode penilaian termasuk observasi dan interview

c. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta

d. Coaching/Bimbingan lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training kelompok

e. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk melakukan keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan

berlangsung terus menerus dan personal. 7. Faktor Penghambat dalam Bimbingan / Coaching

Untuk mengadakan suatu coaching tidaklah mudah karena banyak faktor yang harus terlibat. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah kepribadian yaitu kesesuaian dan ketidak sesuaian antara bawahan dan atasan. Yang menjadi hambatan disini adalah :

a. Peran yang kurang jelas

Sering terjadi ketidak jelasan apa sesungguhnya yang dilibatkan baik dari segi keterampilan maupun kegiatan. Disamping itu kurangnya pemahaman tentang siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab dalam coaching, apa yang harus dilakukan, kapan dan bagagaimana melakukannya. Selain itu terdapat ketidak pastian mengenai seberapa banyak penyuluhan, pengarahan dan dukungan sosio-emosional yang dibutuhkan, apakah peserta siap, dan bersedia menerima bantuan.


(32)

Kepercayaan peserta seringkali dipengaruhi oleh pandangan fasilitator mengenai tabiat atau sifat manusia. Besarnya pengawasan atau

kebebasan yang diberikan oleh fasilitator kepada peserta seringkali tergantung pada anggapan fasilitator terhadap peserta.

Dilain fihak, sikap yang ditunjukan oleh peserta sangat tergantung pada harapan dan keinginan mereka, apakah mereka menginginkan fasilitator dengan jiwa kepemimpinan yang kuat, apakah mereka menunjukkan kemandirian, ketergantungan, inisiatif dan kretifitas. Coaching

mempertegas hubungan baik yang terjalin antara fasilitator dan peserta sekaligus perilaku dan harapan kedua belah pihak.

c. Kesulitan dalam kontak pribadi secara langsung

Coaching melibatkan pengarahan dengan kontak langsung, hal ini sering menimbulkan kesulitan bagi fasilitator yang tidak terbiasa melakukan hubungan tatap muka satu lawan satu dengan peserta untuk jangka

waktu tertentu.

Fasilitator merasa takut bahwa situasi ini akan dapat membongkar kekurangannya, baik yang berkaitan dengan pengetahuan teknis maupun keahlian khususnya.

d. Keterampilan komunikasi tidak memadai

Keterampilan komunikasi tulis dan lisan sangat penting dalam situasi coaching. Keberhasilan dan kegagalan fasilitator tergantung pada kemampuan mereka dalam menyampaikan pikiran, perasaan dan kebutuhan.


(33)

Besar kemungkinan fasilitator juga gagal dan tidak berniat mengungkapkan pengalamannya atau pengetahuan pribadinya yang dapat membantu peserta untuk belajar.

e. Kurangnya kesediaan atau kemauan

Seorang peserta harus siap dan bersedia menerima fasilitator. Kedua belah fihak harus menganggap coaching sebagai proses meraih kemajuan dan peningkatan yang bertujuan mengebangkan keterampilan dalam suatu lokasi kerja. Peserta yang menunjukkan sikap kurang kemauan dan bekerja tidak sebagaimana mestinya dapat menyulitkan dalam proses coaching.

f. Kurangnya motivasi

Sebagai fasilitator akan mempunyai tugas tambahan untuk menciptakan lingkungan bermotivasi bagi peserta. Oleh karenanya motivasipun lebih banyak ditumpukan pada keinginan menguasai pengetahuan keterampilan baru dan mendapatkan kesempatan dalam mengambil keputusan.

g. Tekanan dalam pekerjaan

Ada beberapa alasan mengapa fasilitator tidak termotivasi dan ragu menjadi fasilitator, satu diantaranya karena mereka menganggap organisasi menitik beratkan pada sikap “ Lakukan sendiri tugasmu; untuk itu kamu dibayar” Alasan lain pelatihan akan menyita banyak waktu, kecemasan menghadapi kegagalan.


(34)

Sekalipun orang tahu bahwa dari kesalahan kita dapat memetik suatu pelajaran namun baik fasilitator maupun peserta takut melakukan dan mengakui kesalahan dan cenderung menyembunyikannya rapat-rapat. Padahal seandainya kesalahan itu diakui lebih awal akan lebih banyak waktu dan tenaga yang dapat diselamatkan. Membangun kepercayaan dalam hubungan coaching akan menyingkirkan situasi seperti ini. 8. Kesimpulan

Coaching menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan /

keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Coaching lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini.

Dengan kata lain coaching membantu peserta untuk tumbuh dan berfikir bagi diri sendiri, lebih percaya diri serta sekaligus mempunyai kepercayaan untuk menangani lebih banyak tanggung jawab dan menghadapi tantangan yang lebih besar (UGM. 2003).

C. Pengertian Peranan dan Perilaku 1. Pengertian Peranan

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan.


(35)

Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan, kedudukan tidak berfungsi tanpa peranan.

Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : (a) ketentuan peranan, (b) gambaran peranan, dan (c) harapan peranan. Ketentuan peranan adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam menbawakan perannya (Setiabudi, 1998).

2. Pengertian Perilaku.

Apa sebenarnya Perilaku ? Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan. Dalam konteks ini maka setiap perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu pastilah terkonseptualisasikan dari ketiga ranah ini. Perbuatan seseorang atau respon seseorang terhadap rangsang yang datang, didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap obyek rangsang tersebut, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan.


(36)

Perubahan perilaku yang diinginkan atau diharapkan pada proses pendidikan, dapat terjadi melalui perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan atau masing-masing berpengaruh langsung pada perubahan perilaku, walaupun kondisi yang terakhir ini dapat terjadi dengan tidak mudah.

Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia. Dengan demikian pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah bervariatif dengan asumsi senantiasa manusia akan mendapatkan proses pengalaman atau mengalami. Proses pengetahuan tersebut menurut Brunner melibatkan tiga aspek : (a) proses mendapatkan informasi baru dimana seringkali informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya, (b) proses transpormasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru, (c) proses mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai.

Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Ini berarti sikap seseorang akan keterampilan pada kesetujuan – ketidak setujuan, atau suka – tidak suka terhadap sesuatu. Sikap adalah sebagai a favourable or unfavourable evaluative reaction toward something or someone, exhibited in one`s belief, feeling or intended behavior.

Keterampilan adalah aktivitas fisik yang dilakukan seseorang yang menggambarkan kemampuan kegiatan motorik dalam kawasan psikomotor. Seseorang


(37)

dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja karena ia dapat melakukan hal-hal atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga karena mereka melakukannya dalam keseluruhan gerak yang lancar dan tepat waktu. Dalam hal ini terdapat kecenderungan terkoordinasikannya aktivitas fisik karena pengenalan dan kelenturan jasmani untuk digerakkan sesuai ketentuan gerakan yang mestinya dilakukan. Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif (Bapenas, 2008).

D. Peranan Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA

Dukun Bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat. Keterampilan dukun bayi pada umumnya didapat melalui sistim ”magang”. Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun bayi berkait pula dengan sistem nilai budaya masyarakat. Sehingga dukun bayi pada umumnya diperlakukan sebagi tokoh masyarakat setempat. Dengan demikian, dukun bayi merupakan potensi sumber daya manusia dalam pelayanan kesehatan (Dekes RI. 1993)

WHO sejak tahun 1992 menetapkan dukun bayi adalah seseorang yang membantu ibu selama melahirkan bayi dan pada awalnya keterampilan tersebut diperoleh dari melahirkan bayinya sendiri atau belajar dari pengalaman dukun bayi lain, yang membedakan nya dengan dukun bayi terlatih adalah karena mereka telah


(38)

menerima pelatihan dengan kursus singkat melalui sektor pelayanan kesehatan modern untuk meningkatkan keterampilannya (Floyd and Jenkins, 2005).

1. Dukun Bayi Tradisional : Hubungan Komunitas dan Pelayanan.

Dukun bayi berhadapan dengan kebutuhan vital sebuah komunitas dengan mendukung para wanita selama masa kehamilan, melahirkan dan postpartum.

Dukun bayi tradisional adalah anggota kunci dari sebuah komunitas dimana program Meternal & Neonatal Health (MNH) memberikan bantuan untuk memastikan bahwa para wanita dapat memperoleh pelayanan yang mereka butuhkan.

Dukun Bayi Tradisional ( Traditional Birth Attendant / TBA ) adalah bagian dari proses kelahiran di seluruh dunia yang sedang berkembang, mendampingi saat proses melahirkan dengan porsi yang substansial dalam dunia kelahiran. Biasanya mereka belajar sendiri secara turun-temurun atau mendapat pelatihan secara informal, TBA juga memberikan saran-saran dan pertolongan praktis dalam membersihkan, memasak, dan perawatan segala kebutuhan rumah tangga wanita-wanita hamil dan para ibu-ibu baru karena TBA secara umum memegang posisi yang dihormati dan berpengaruh dalam komunitasnya, mereka secara unik diperbantukan untuk memberikan informasi, dan mendampingi para wanita dan keluarganya dalam mempersiapkan kelahiran.

Meskipun program MNH mendukung bahwa setiap wanita hamil mencari perawatan dari seseorang yang mempunyai keterampilan dibidangnya ( seseorang yang telah diberi pelatihan secara formal dari sebuah sekolah medis, sekolah keperawatan, sekolah kebidanan ), MNH juga mengakui peran penting TBA dalam menyediakan pelayanan tambahan, pertolongan praktis, pendidikan dan konseling kepada para


(39)

wanita. Meskipun TBA tidak dapat menggantikan petugas kesehatan yang mempunyai keterampilan, mereka dapat memberikan kontribusi untuk para ibu dan bayi yang baru lahir yang sedang berjuang dengan menyediakan fasilitas untuk dapat mengakses informasi-informasi, dukungan dan pelayanan klinis yang dibutuhkan.

2. Anggota dari sebuah komunitas : Tipe-tipe TBA.

Peran TBA biasanya merefleksikan kultur dan struktur sosial dalam komunitasnya. Dalam beberapa komunitas seorang TBA mungkin merupakan seseorang yang bekerja full-time, seseorang yang dapat dipanggil oleh siapapun dan seseorang yang mengharapkan imbalan baik secara tunai atau selayaknya. Tipe TBA lainnya, mungkin seorang wanita yang dituakan oleh saudara atau tetangganya yang tidak mengharapkan imbalan atas pekerjaannya tersebut dan hanya akan membantu dalam sebuah persalinan jika si ibu adalah keluarganya atau anaknya atau anak tiri tetangganya atau teman dekatnya. Ia hanya membantu persalinan seorang bayi sebagai sebuah perbuatan baik dan menyenangkan dan tidak mengharapkan imbalan, tapi mungkin menerima hadiah sebagi bentuk penghargaan atas apresiasinya. Tipe TBA yang ketiga adalah dukun bayi keluarga yaitu seseorang yang hanya membantu persalinan bayi dari saudara-saudara dekatnya saja.

3. Pengaruh Program Pelatihan TBA.

Peran TBA telah mulai ditangani secara serius pada awal tahun 1950-an saat tingkat kematian ibu yang tinggi menjadi pusat perhatian diberbagai negara berkembang. Sejumlah studi, survey dan review membangkitkan perhatian internasional pada para petugas perawatan kesehatan tradisional, dan beberapa negara telah mulai memberikan pelatihan kepada para TBA dalam cara melahirkan di rumah


(40)

secara bersih dan aman dan beberapa peran-peran perawatan kesehatan yang lain yang berhubungan. Selama lebih dari 20 tahun, agen-agen donor bilateral dan internasional dan non pemerintah dan organisasi-organisasi lokal telah menyalurkan sumber-sumber tersebut ke dalam program-program pelatihan TBA dengan harapan bahwa TBA akan dapat memberikan kontribusi dalam menekan tingkat kematian ibu.

Studi-studi atas keefektifan program pelatihan tersebut, bagaimanapun juga telah menunjukkan bahwa reduksi pada tingkat kematian ibu, muncul hanya pada daerah-daerah dimana TBA telah mendapatkan back up dukungan keterampilan. Studi-studi tersebut telah menemukan bahwa mayoritas program-program tersebut tidak efektif karena TBA tidak mempunyai literatur atau pengetahuan umum yang cukup pada saat mereka mulai melakukan pelatihan. Tanpa supervisi dan back up dukungan, mereka berusaha kembali pada cara lama mereka dan tidak mampu mencegah kematian saat komplikasi yang menakutkan terjadi dalam kehidupan muncul selama masa persalinan.

Meskipun program pelatihan untuk TBA tidak memberikan kontribusi secara langsung dalam mereduksi tingkat kematian ibu, mereka benar-benar ada untuk meningkatkan keefektifan TBA di daerah yang lain. Program pelatihan TBA telah memberikan kontribusi keefektifan TBA dalam mereduksi neonatal tetanus, meningkatkan penggunaan dan penambahan perawatan antenatal dan meningkatkan jumlah rujukan kepada pihak rumah sakit untuk kasus komplikasi.

4. Mengakui Kontribusi Utama TBA.

Meskipun TBA tidak dapat disamakan dengan petugas kesehatan yang mempunyai keterampilan, mereka mempertahankan posisi spesial dalam beberapa


(41)

komunitas dan seharusnya menjadi bagian yang sama dalam sistem perawatan kesehatan informal komunitas tersebut. Perencana kesehatan, petugas perawatan kesehatan, dan anggota sistem perawatan kesehatan formal yang lain seharusnya menghargai TBA sebagai suatu penghubung antara komunitas dan pelayanan kesehatan. Saat TBA berada di dalam sebuah fasilitas perawatan kesehatan atau saat petugas kesehatan yang berketerampilan ada di rumah seorang klien, petugas kesehatan yang berketerampilan seharusnya melibatkan TBA dalam mendukung seorang wanita dan keluarganya selama masa kehamilan, persalinan, melahirkan anak, dan postpartum.

TBA juga seharusnya dilibatkan dalam komunitas pendidikan dan usaha-usaha mobilisasi. Mereka dapat menyampaikan informasi-informasi vital kepada keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas dengan suatu cara yang sesuai secara kultur yang akan membantu para keluarga dalam memahami bagaimana cara untuk mengenal tanda-tanda bahaya selama masa kehamilan dan kemana mereka harus pergi untuk mencari pertolongan. Selama para wanita dan komunitas-komunitas tersebut melihat TBA untuk mencari saran-saran dan informasi, TBA harus diberi informasi-informasi yang benar dan tepat dan dapat mendukung pemahaman mereka mengenai pesan-pesan yang aman tentang para ibu.

Sebagai petugas pembantu dalam menyediakan dukungan emosional dan rumah tangga bagi para wanita dan keluarganya. TBA mungkin menyediakan informasi kesehatan tentang nutrisi, pencegahan penularan infeksi-infeksi seksual (termasuk HIV), pemberian ASI dan keluarga berencana. Dalam beberapa program kesehatan ibu TBA mendistribusikan suplemen-suplemen folat dan zat besi atau vitamin A kepada para wanita-wanita hamil atau menyuplai kontrasepsi oral pada komunitasnya. Pada


(42)

daerah lain, mereka bekerjasama dengan bidan-bidan untuk menyediakan perawatan bayi baru lahir selama masa postpartum. TBA juga dapat menjadi sumber yang berharga untuk menghindari informasi-informasi yang tidak benar dan praktek-praktek yang berbahaya seperti gangguan yang tidak diinginkan selama kehamilan dan ritual-ritual pemotongan genital wanita.

5. Memfokuskan Kembali Peran TBA.

Program MNH percaya bahwa TBA berhadapan dengan sebuah komunitas yang vital dalam mensuport wanita selama masa kehamilan, melahirkan, dan postpartum. Beberapa cara kerja mereka dapat digabungkan dengan tim perawatan kesehatan diantaranya sebagai berikut :

1. Berpartner dengan petugas kesehatan yang berketerampilan.

2. Berperan sebagai tenaga pendidik komunitas untuk memberikan dukungan untuk pesan-pesan kesehatan ibu dan anak yang akurat.

3. Mengidentifikasi ibu hamil di komunitasnya yang mempunyai kemungkinan besar membutuhkan pelayanan ibu hamil.

4. Mendistribusikan suplemen zat besi dan folat (dan di daerah tertentu, vitamin A dan/atau sulfadoxine-pyrimethamine) untuk wanita hamil di komunitas tersebut. Hanya TBA saja yang diperlukan untuk bekerjasama dengan petugas yang terampil agar berdampak pada tingkat kematian ibu, petugas yang berketerampilan memerlukan TBA untuk membantu membangun hubungan dengan komunitas tersebut. TBA adalah anggota utama dari komunitas damana program MNH bekerja, membantu untuk memastikan bahwa para wanita dapat mengakses pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan. Seperti, mereka sebagai partner dalam program-program usaha untuk


(43)

menurunkan kematian ibu dan bayi (U.S. Agency for International Development, 2001).

Peranan dukun bayi dalam pelayanan KIA adalah : 1. Perawatan Ibu Hamil.

a. Tugas :

- Mengusahakan para ibu hamil dalam wilayahnya untuk memeriksakan diri ke Bidan di desa/Puskesmas, fasilitas kesehatan lainnya yang terdekat dan mendapat pelayanan ”5T”.

- Observasi ibu hamil dan mengenal secara dini kehamilan dengan risiko tinggi untuk dirujuk.

- Meningkatkan pengetahun ibu hamil mengenai kebutuhan gizi selama kehamilan.

- Membantu menanggulangi anemia pada ibu hamil. - Memberikan motivasi KB.

b. Kegiatan :

- Mengadakan motivasi pemeriksaan antenatal kepada ibu hamil dengan jalan kunjungan rumah.

- Mengadakan pemeriksaan kehamilan: mengenali tanda-tanda kehamilan, anamnesa, periksa pandang, periksa raba, memberikan pelajaran cara perawatan payudara dan mengenali kehamilan dengan risiko tinggi dan cara-cara merujuknya.

- Memberikan nasehat makanan bergizi kepada ibu-ibu hamil sesuai dengan keadaan makanan setempat.


(44)

- Membagi tablet zat besi.

- Memberikan penjelasan tentang KB. 2. Perawatan Ibu Bersalin.

a. Tugas :

- Memberikan pertolongan persalinan secara bersih (”3 bersih”) dan aman. b. Kegiatan :

- Mengenali tanda-tanda persalinan.

- Mempersiapkan alat-alat pertolongan persalinan.

- Mempersiapkan kebutuhan untuk : ibu yang akan melahirkan dan bayi yang akan lahir.

- Mempersiapkan diri untuk menolong persalinan.

- Kerjasama dengan keluarga dalam mempersiapkan persalinan.

- Memimpin persalinan normal dengan tehnik sederhana. Caranya : mengejan, menahan perineum dan menjaga kebersihan dalam persalinan. 3. Perawatan Bayi Baru Lahir.

a. Tugas :

- Menjaga kebersihan luka potong pada tali pusat. - Menjaga kebersihan saluran napas bayi baru lahir.

- Mengupayakan agar ASI diberikan dalam jam pertama setelah bersalin. - Membersihkan tubuh bayi dan menjaga agar tubuhnya tetap hangat. - Mengupayakan agar tali pusat tetap dirawat dengan baik.

- Mengenali tanda bahaya dan cara merujuk. b. Kegiatan :


(45)

- Memberikan pertolongan persalinan ”3 bersih” dan merawat tali pusat dengan benar.

- Membersihkan mulut dan hidung bayi dari lendir. - Memberikan motivasi kepada ibu untuk menyusui.

- Memandikan bayi dan menghangatkannya dengan pakaian yang memadai. - Memberi penyuluhan kepada keluarga bayi tentang cara perawatan tali

pusat yang benar. 4. Perawatan Ibu Nifas/Menyusui.

a. Tugas :

- Menjaga higiene jalan lahir.

- Mengenali tanda bahaya pada masa nifas dan ke mana merujuknya. - Mengupayakan agar payudara terawat dengan baik.

b. Kegiatan :

- Membersihkan perineum setelah persalinan/lahirnya plasenta. - Mengamati perdarahan, demam atau tanda bahaya lain. - Mengunjungi ibu secara teratur selama masa nifas. - Memberikan penyuluhan perawatan payudara. 5. Penyuluhan Kesehatan kepada Ibu.

a. Tugas :

- Memotivasi ibu tentang : gizi ibu hamil, bayi dan anak, pemberian ASI eksklusif, KB, imunisasi ibu dan bayi, dan higiene perorangan.

- Memperkenalkan tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan persalinan, serta pada bayi.


(46)

b. Kegiatan :

- Memberikan penyuluhan kepada ibu tentang hal-hal tersebut.

- Memberikan penyuluhan mengenai tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai oleh ibu.

6. Pencatatan dan Pelaporan. a. Tugas :

- Membantu dalam pendataan sasaran.

- Melaporkan kelahiran/persalinan, kematian ibu dan bayi. b. Kegiatan:

- Mendata ibu hamil dan bayi disekitar tempat tinggalnya untuk dilaporkan. - Melaporkan setiap persalinan, kematian ibu dan bayi yang ditemukan. 7. Pelaksanaan Rujuk.

a. Tugas :

- Merujuk setiap ibu/bayi yang perlu dirujuk. b. Kegiatan :

- Memantau kesehatan ibu dan bayi disekitar tempat tinggalnya.

- Memotivasi ibu yang perlu dirujuk untuk mendapatkan pertolongan yang memadai (Depkes RI. 1996).

Dengan menetapnya bidan di desa, maka hubungan bidan dengan anggota masyarakat, tokoh masyarakat, kader dan dukun bayi akan semakin akrab, sehingga bidan diharapkan dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa.

Untuk itu sudah selayaknya para bidan perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut : 10. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, dukun bayi dll.


(47)

11. Meningkatkan profesionalisme. 12. Memobilisasi pendanaan masyarakat.

13. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan.

Kemitraan bidan dan dukun bayi merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di Polindes (Depkes RI. 2000).

6. Dukun Beranak Masih Jadi Favorit Bagi Keluarga Miskin

Hasil penelitian yang dilakukan Woman Research Institute (WRI) selama 2007 di tujuh kabupaten di Indonesia menunjukkan, hingga kini sebagian perempuan dari keluarga miskin masih memilih menggunakan jasa dukun beranak untuk membantu proses persalinan. Jaminan pelayanan kesehatan gratis ternyata tidak serta merta mengurangi pilihan perempuan miskin untuk ke dukun. Ini masih terjadi di beberapa daerah seperti di Lebak, Lampung Utara dan Sumba Barat.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Lampung Utara (Lampung), Lebak (Banten), Indramayu (Jawa Barat), Solo (Jawa Tengah), Jembrana (Bali), Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), dan Sumba Barat (Nusa Tenggara Timur) hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor yang berpengaruh, meliputi belum meratanya sosialisasi layanan kesehatan gratis, tingkat pendidikan dan pendapatan, jumlah anak, jarak rumah dan fasilitas/tenaga kesehatan serta besarnya biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan.

Semakin rendah tingkat pendidikan dan pendapatan, pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin banyak anak pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin jauh dan semakin sulit jarak tempuh ke fasilitas/tenaga kesehatan, dukun menjadi alternatif pilihan utama. Apalagi dukun lebih mudah di akses karena lebih


(48)

dekat dengan masyarakat dan lebih dipercaya, pelayanannya dianggap paripurna dan pembayarnnya lebih fleksibel karena kadang bisa dibayar dengan barang.

Menurut hasil penelitian, sebagian besar perempuan miskin memandang biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan mahal, minimal Rp. 300 ribu, sementara biaya persalinan di dukun beranak kurang dari Rp. 300 ribu.

Kendati fasilitas dan tenaga kesehatan rata-rata cukup tersedia di semua daerah namun menurut sebagian besar perempuan miskin jarak antara tempat tinggal mereka dengan fasilitas/tenaga kesehatan cukup jauh, waktu tempuhnya lama dan biaya transportasinya mahal.

Berkenaan dengan hal itu, Direktur Bina Kesehatan Ibu Departemen Kesehatan menjelaskan bahwa persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan terampil memang meningkatkan risiko kematian ibu melahirkan. Namun demikian, dukun beranak yang seringkali dipilih ibu hamil untuk membantu persalinan secara tradisional tidak bisa langsung dihilangkan keberadaannya. Karena mereka telah sejak lama menjadi bagian dari tradisi dan hingga kini masih banyak dipercaya untuk membantu persalinan.

Oleh karena itu, dalam kebijakannya Depatemen Kesehatan juga tak hendak langsung menghapuskan peran dukun beranak dalam proses persalinan. Justru berupaya membangun kemitraan antara bidan dan dukun untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan. Dalam kemitraan itu, ada pembagian tugas antara bidan dan dukun, bidan bertugas membantu keseluruhan proses kelahiran dan dukun membantu kegiatan lain di luar persalinan seperti membawa ibu hamil ke tenaga kesehatan, memandikan bayi dan yang lainnya.


(49)

Departemen Kesehatan, juga memberikan pelatihan bagi dukun dan mendidik keturunan para dukun menjadi bidan. Profesi dukun beranak biasanya diturunkan, dengan mendidik keturunan mereka menjadi bidan harapan selanjutnya tidak ada lagi keturunannya menjadi dukun (Harian Global, 2008).

Dukun bayi sering berasal dari kelompok kultur yang sama dengan wanita yang memerlukan perawatan mereka. Mereka sering berbicara dengan bahasa yang sama, mengerti kulturnya, hidup cukup dekat sehingga siap sedia setiap saat, dan dapat menyediakan dukungan secara emosional dan fisik bagi para wanita hamil. Namun, kebanyakan dukun bayi tidak mempunyai pengetahuan atau keterampilan teknis untuk membantu wanita dengan beberapa komplikasi kehamilan, seperti kelainan hipertensi kehamilan, perdarahan, infeksi, obstructed labor, dan komplikasi keguguran atau aborsi. Dukun bayi membutuhkan training yang ektensive dan peralatan-peralatan untuk dapat membantu wanita dengan komplikasi kehamilan.

Dukun bayi mempunyai pengetahuan yang sangat luar biasa tentang kelahiran. Mereka tidak mempunyai banyak pengetahuan tentang beberapa hal penting, namun mereka mempunyai pemahaman yang luas tentang cara kerja kelahiran secara normal (Haney, 2001).

Interview-interview dengan dukun bayi secara jelas mengindikasikan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan praktek persalinan mereka dan pengetahuannya melalui training dan memperketat pengawasannya. Khususnya untuk praktek-praktek berikut ini yang membutuhkan perhatian dan peningkatan :

a. Menekan dan mendorong abdomen agar placenta dapat keluar. b. Metode sterilisasi.


(50)

c. Memeras tali pusat.

d. Memandikan bayi baru lahir.

e. Saran-saran kepada ibu paska persalinan. f. Menghangatkan ibu yang baru melahirkan. g. Penggunaan obat-obatan.

h. Identifikasi wanita hamil yang berisiko buruk dalam persalinannya.

Mayoritas`dukun bayi mengekspresikan untuk berkolaborasi dengan para staf pusat-pusat kesehatan untuk menerima training dan tergabung dalam asosiasi dukun bayi. Dukun bayi seharusnya menerima training tambahan dan menyediakan informasi-informasi yang akurat kepada para staf di pusat-pusat kesehatan untuk membantu dan mengerjakan tugas-tugas mereka (Parco, Jacobs, 2000).

7. Dukun bayi di negara-negara berkembang.

Dukun bayi (TBA), juga dikenal dengan sebutan bidan tradisional (Tms/traditional midwife), adalah yang memberikan perawatan primer pada ibu hamil dan bayi baru lahir. Dukun bayi sebagian besar memberikan perawatan primer pada kehamilan di negara-negara berkembang, dan mungkin mempunyai fungsi dalam kelompok masyarakat tertentu di negara-negara berkembang. Bidan tradisional biasanya mereka belajar keterampilannya secara magang pada orang lain, walaupun mungkin beberapa dari mereka umumnya belajar sendiri. Mereka tidak bersartifikat dan berlisensi.

Bidan tradisional sering memberikan informasi dan pendidikan kesehatan, dan perawatan kesehatan melebihi dari pada rumah bersalin. Di sebagian besar di dunia,


(51)

salah satu kriteria untuk menjadi seorang bidan tradisional adalah telah berpengalaman menjadi seorang ibu. Beberapa bidan tradisional adalah seorang ibu yang sudah tua; beberapa diantaranya sudah menopause. Beberapa bidan tradisional juga ahli obat tradisional (herbalis), atau ahli pengobatan tradisional. Mereka mungkin atau tidak mungkin terintegrasi dalam sebuah sistem perawatan kesehatan formal. Mereka sering menjalankan sebagai jembatan/perantara antara masyarakat dan sistem kesehatan formal, yang mana mendampingi ibu-ibu ke fasilitas kesehatan.

Fokus pekerjaan mereka biasanya mendampingi ibu-ibu selama melahirkan bayi dan pada periode segera seteleh melahirkan. Seringkali pendampingan mereka juga termasuk membantu mengurus pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Banyak bidan tradisional berkunjung ke rumah ibu-ibu hamil untuk memberikan perawatan; ibu-ibu mungkin juga berkunjung ke mereka untuk mendapatkan perawatan dari mereka. Bidan tradisional biasanya dibantu oleh saudara-saudara dari ibu-ibu yang melahirkan.

Banyak bidan tradisional tinggal di daerah pedesaan terpencil, dan sering berada di masyarakat yang terisolasi. Mereka mungkin bekerja pada jarak yang sangat jauh dari sarana kesehatan.

Terdapat usaha-usaha yang cukup besar untuk meningkatkan pendidikan para bidan tradisional, dukun bayi, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini, dengan hasil yang kurang sukses. Kebanyakan program latihan difokoskan pada pelatihan bidan tradisional dengan sedikit perhatian diberikan kepada lingkungan dimana mereka bekerja. Masalah lainnya harus ditujukan pada bidan tradisional untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal termasuk integrasi dari ahli pengobatan tradisional ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal, kondisi untuk memberikan


(52)

rujukan, mengakses peralatan yang ada, transportasi yang memadai, dan masalah-masalah lain yang berhubungan.

Pada negara-negara berkembang, tradisional, menempatkan para bidan tradisional barangkali untuk meningkatkan tekanan agar mengusulkan peraturan-peraturan dari praktek mereka. Banyak dari mereka mungkin menolak dengan tegas terhadap bebagai bentuk sartifikasi atau perijinan, mereka nyaman/puas dengan penempatan status mereka dan merasa senang dengan kesederhanaan, lingkungan domestik dari profesi mereka. Beberapa dari mereka mungkin secara hati-hati menolak untuk berada diluar itervensi, mempercayai bahwa peraturan-peratuan mungkin menempatkan mereka sama seperti keluarga-keluarga yang mereka layani pada sebuah posisi yang dapat dikompromikan sesuai secara fisik, emosional, mental dan spiritual yang baik untuk menjadi seorang ibu, anak dan anggota keluarga. Sebuah gambaran umumnya adalah bahwa dukun bayi adalah sebuah seni budaya masa lalu yang menjadi satu dengan komunitas para wanita. Beberapa masukan dari dukun bayi percaya mereka dipanggil untuk melakukan pekerjaan ini dan untuk melihat pencipta mereka dan siapapun yang mereka layani untuk memberikan dukungan dari pada berada di luar organisasi yang telah mereka buktikan sendiri secara historis untuk menjadi tidak ramah kepada para dukun bayi sebaik para keluarga yang mencari pelayanan mereka. Untuk alasan ini dan yang lainnya dukun bayi mungkin dinilai dan ditolak secara semena-mena atas usaha yang dilakukannya oleh berbagai organisasi utuk ditegaskan, diprofesionalisasikan, atau diregulasikan praktek-praktek mereka.

Secara tradisional, penempatan dukun bayi adalah seperti untuk menyatukannya kepada subkultur yang sesuai atau kelompok-kelompok keagamaan. Dari para dukun


(53)

bayi yang melakukan prakteknya secara keagamaan, sebuah fokus praktek-praktek mereka mungkin baik untuk menjadi pendamping kelahiran yang eksklusif dari wanita-wanita seperti yang telah dipercaya.

Diantara keluarga-keluarga yang pertolongan persalinannya ditolong oleh bidan profesional, ada yang memerlukan pelayanan dari dukun bayi dimana mereka mau dan sanggup untuk melayani tanpa minta kompensasi. Suatu cara yang mungkin dapat disempurnakan adalah untuk mereka yang percaya dalam berbagai pemberian lokal untuk menyediakan sebuah rangkaian kesatuan praktek-praktek yang mendukung, yang mana sebagai mata pencaharian, dll untuk kelompok dukun bayi (Wikipedia, 2007).

Dimana seorang wanita memilih seorang dukun bayi untuk menemaninya dalam melakukan persalinan mereka, hubungan kerja seharusnya dibangun antara perawat yang berketerampilan dan dukun bayi, dengan menggugah para dukun bayi untuk memandu para wanita ke rumah-rumah bersalin atau perawat yang berpengalaman dan memberikan dukungan secara emosional kepada wanita tersebut saat melahirkan. Dimana dukun bayi melanjutkan untuk membantu saat persalinan, mereka seharusnya selalu meng-update pentingnya identifikasi dan membuat rujukan secepatnya atas permasalahan-permasalahan kebidanan yang terjadi. Beberap bidan di pusat-pusat kesehatan menyediakan insentif yang kecil bagi para dukun bayi yang membawa ibu akan melahirkan dengan waktu dan cara yang tepat.

Dukun bayi dapat menjadi pendidik kesehatan yang baik atau agen-agen perubahan agar menjadikan kebiasaan yang sehat pada kesehatan reproduksi dan masalah-masalah kesehatan anak. Para dukun bayi diawasi oleh bidan pada Sabatia Health Centre di Vihiga yang telah dikembangkan dengan lagu-lagu/tarian-tarian untuk menggambarkan


(54)

masalah wanita-wanita yang mengalami pengalaman selama melahirkan dan saat harus melahirkan anak di pusat kesehatan (Kenya Ministry of Health, 2003).

Seorang dukun bayi ada dikomunitas tertentu biasanya adalah seorang yang sudah tua yang sudah pernah melahirkan anak beberapa kali dan kemudian menjadi dukun bayi atas permintaan membantu kelahiran teman-teman atau saudara-saudaranya, yang secara perlahan-lahan melakukan pengalamannya untuk membantu persalinan oleh dirinya sendiri. Beberapa dari mereka melakukan pembelajaran dari dukun bayi yang lain dalam waktu yang lama, sebaliknya sebagian yang lain belajar secara sederhana dengan menghadiri sebuah persalinan. Dari sudut pandang lokal, terdapat suatu perbedaan yang sangat besar antara bidan profesional dan dukun bayi (bidan dalam suatu komunitas) adalah bahwa dukun bayi diakui oleh komunitas mereka sebagai pembantu kelahiran yang terligitimasi, sedangkan bidan profesional sering dilihat sebagai seorang wanita muda dan tidak berpengalaman yang harus membuktikan nilai mereka kepada para penduduk desa sebelum mereka dapat dipercaya.

Tujuan pelatihan dukun bayi secara umum telah mendidik para dukun bayi tentang bagaimana mengidentifikasi risiko-risiko yang memerlukan transport dan meningkatkan perawatan ibu dan bayi. Didisain oleh personil biomedis, kegiatan tersebut berisi tentang seringnya ketidak sesuaian terhadap lingkungan sekitar dan kenyataan yang ada. Kegiatan ini sering mengasumsikan akses terhadap sumber materi yang buruk secara lokal, yang dipikirkan dalam sebuah bentuk yang tidak sesuai dengan tidak adanya keterampilan dan bentuk-bentuk pembelajaran bidan, dan kegagalan untuk melayani para dukun bayi pada kedudukan yang terhormat dan tempat


(55)

yang efektif dalam sebuah sistem integrasi pengobatan. Beberapa antropolog telah dipanggil untuk mengganti beberapa sistem level atas-bawah dengan sebuah model akomodasi yang saling menguntungkan. Saat bidan-bidan profesional membuat sebuah usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar dan menghargai budaya-budaya dan tradisi lokal, saat mereka melakukan pendekatan kepada masyarakat lokal dengan tingkah laku yang dapat menghargai dan menunjukkan keinginan untuk dapat bekerjasama dengan dukun bayi di komunitas setempat, akomodasi yang saling menguntungkan akan tercapai.

Hal tersebut penting tidak untuk membuatnya romantis atau demonize para bidan profesional dan dukun bayi. Keduanya bekerja dibawah sistem biomedis diskrimatoris dan biasanya keduanya berusaha untuk memberikan keterampilan dan perawatan yang sesuai dan baik, di beberapa bagian dunia, hanya pilihan untuk dapat terus berjalan bagi berjuta-juta wanita. Para antropolog bertanya pembagian bidan profesional dan dukun bayi secara bijaksana dengan sebuah jalan secara hierarki yang memberikan ruang kepada agen pemerintah dan perencana-perencana pembangunan untuk mendukung satu kelompok disamping berusaha untuk menghilangkan yang lainnya, dan menyarankan agar seorang bidan yang baik mungkin dapat menerima yang lainnya dengan pemerintahannya atau komunitasnya sebagai contohnya.

Ratusan bidan-bidan profesional di negara yang sedang berkembang menghargai bidan-bidan tradisional (dukun bayi) di negara yang sedang berkembang seperti ideologi ”saudara perempuan” dan bekerja untuk mendukung dan mempertahankan kelanggengan bidan tradisional (dukun bayi) dan perkembangannya dimasa yang akan datang. Sebagai bidan kombinasi elemen dari bidan-bidan


(56)

tradisional, pengetahuan bidan profesional dalam prakteknya secara personal, mendedikasikan kehidupan profesionalisme mereka kepada sekitar, dan dapat membantu orang lain, ”dengan wanita” selama proses kehamilan, kelahiran, dan masa pasca melahirkan (Floyd and Jenkins, 2005).

8. Permasalahan Kebidanan dan Peran Dukun Bayi di Negara-negara Berkembang.

Mayoritas kelahiraan di Negara-negara berkembang, sebagian di daerah pedalaman, bertempat di rumah, biasanya dibantu oleh keluarga atau pembantu kelahiran tradisional (dukun bayi).

Sering munculnya vaginal examination dengan tangan yang tidak bersih dan pemanfaatan kotoran hewan dan obat-obatan herbal ke vulva atau vagina merupakan beberapa praktek yang mungkin menyebabkan infeksi genital.

Pelvic sepsis mungkin turut terjadi setelah persalinan atau aborsi dan saat tidak dirawat (seperti biasa terjadi di negara-negara berkembang) mungkin menimbulkan penyakit chronic pelvic inflammatory disease yang merupakan penyebab utama beberapa kasus infertilitas, ketidak normalan menstruasi, dan kehamilan ektopik.

a. Intervensi.

Tujuan untuk mencegah kematian dari komplikasi-komplikasi kebidanan telah dilakukan selama bebrapa decade, antibiotic untuk infeksi, operasi sesar untuk kelahiran yang tidak normal, transfusi darah dan obat-obatan oxytocic untuk perdarahan, sedative dan obat-obatan yang lain untuk eklampsia. Namun sayang, beberapa pengobatan tersebut tidak dapat diakses oleh kebanyakan wanita di Negara-negara miskin.


(57)

Banyaknya jumlah dukun bayi yang ada di Negara-negara berkembang di kebanyakan daerah pedalaman dimana disana tidak terdapat fasilitas perawatan kesehatan yang disediakan. Dan mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama nagar-negara berkembang tersebut dapat sekuat tenaga menyediakan dokter ahli atau perawat-perawat untuk seluruh bagian populasi mereka. Jadi ini sangat penting untuk menggunakan potensi-potensi yang sangat besar yang berada di komunitas mereka sendiri untuk menyediakan perawatan kesehatan dasar, kemudian membuatnya mungkin dapat terjadi pada beberapa komunitas untuk meningkatkan kapasitas mereka untuk melayani diri mereka sendiri. Dukun bayi merupakan sebuah segmen yang luas atas apa yang potensial. Hal ini dibuktikan dengan beberapa studi yang dengan training dukun bayi pada saat sekarang ini yang telah diatur dan rujukan kehamilan/persalinan/komplikasi neonatal pada situasi yang sehat dapat ditingkatkan. Maka sebuah perhatian yang amat besar dikembangkan pada peran dukun bayi dan berbagai skema training untuk dukun bayi yang telah dimulai di berbagai Negara-negara berkembang sejak awal tahun 1970-an.

Bidang-bidang utama pada training dukun bayi adalah :

1) Meningkatkan keamanan dalam praktek-praktek dukun bayi, seperti kebersihan, khususnya mencuci tangan dan prosedur mencuci atau mensterilkan peralatan pemotong.


(58)

3) Perawatan ibu sebelum, selama dan setelah persalinan. 4) Identifikasi dan rujukan bagi ibu yang berisiko.

5) Menjauhi melakukan sesuatu yang berhubungan dengan praktek tradisional yang berbahaya dan hidup menyendiri atau mendukung hal-hal tersebut yang mengangkat dukungan psykososial.

Saat konsep dukun bayi menjadi lebih populer hari demi hari masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi.

1) Buruknya system organisasi untuk mengawasi dukun bayi yang telah dilatih. 2) Menyediakan training yang berkelanjutan untuk mereka.

3) Ketersediaan suplai dasar, seperti peralatan tali perawatan (cord care kits).

Pengawasan dukun bayi merupakan hubungan yang utama antara mereka dan system perawatan kesehatan formal. Pemotongan pengawasan personal kesehatan, system transportasi yang tidak memadai dan sumber financial yang tidak mencukupi, masalah-masalah yang disebutkan pada suvei WHO pada tahun 1972 mengingatkan kita pada rintangan utama untuk mengembangkan pengawasan yang baik.

Meskipun memberikan perhatian pada dukun-dukun bayi namun bukan merupakan sesuatu yang berarti bahwa mereka kurang mementingkan memberikan rujukan ke rumah sakit, personil pusat pengobatan dan atau Gyn & Obs dengan dokter dan perawat-perawat yang berkualifikasi baik. Meskipun disana tidak terdapat transportasi yang disediakan untuk para ibu yang dengan risiko kematian tinggi. Sama jika kita tidak memiliki ketersediaan obat-obatan yang cukup dan aman untuk penyakit-penyakit ringan pada saat hamil kondisinya mungkin juga tidak mengalami perubahan. b. Halangan Implementasinya.


(59)

Akses terhadap perawatan adalah halangan yang paling utama. Kami memerlukan sebuah jaringan pengembangan yang baik dari bidan atau dukun bayi dengan rumah sakit yang sedang berkembang. Dokter dan dukun bayi harus mempunyai hubungan kerja yang sangat baik untuk bekerja bersama-sama. Oposisi dari para staf medis (dokter, perawat, dan bidan) merupakan rintangan yang besar untuk pengimplementasian training dukun bayi dan hubungan rujukan. Namun, jika terdapat sedikit orang yang dapat mendengarkan kebutuhan budaya dan ekonomi populasi, segala sesuatu dapat berubah.

Ketersediaan ambulan gratis adalah faktor yang lain, yang mungkin yang mungkin sulit namun tidaklah tidak mungkin agar persalinan dengan risiko tinggi dapat ditangani di rumah sakit atau pusat Gyn & Obs dengan peralatan yang baik tanpa membuang waktu dan juga tepat bahwa keluarga mungkin terlalu miskin untuk mengusahakan ambulan.

Selain mendiskusikan masalah-masalah/komplikasi-komplikasi kebidanan kami juga tidak melupakan masalah-masalah sosial, kemasyarakatan dan menutupi penyebab rendahnya kesehatan wanita di Negara-negara tersebut. Kecuali kami menunjukkan masalah ini dengan ide-ide untuk meningkatkan kesehatan wanita di Negara-negara berkembang cukup sulit dijangkau. Sampai masyarakat mengerti pentingnya kesehatan wanita itu mungkin sebuah masalah yang sulit untuk mengalokasikan suber daya yang ada bagi bagi kesehatan wanita dalam hal ekonomi yang hampir hilang di bawah penghalang dari banyaknya hutang, korupsi atau kolusi dan hasil dari peperangan rakyat. Kecuali para pejabat kesehatan atau para pembuat kebijakan dapat menyusun perbedaan-perbedaan ini atau kelemahan-kelemahan ini dalam suatu cara yang dramatis


(1)

tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.

Dengan bimbingan yang intensif oleh tenaga kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi sehingga meningkatkan kompetensi dukun bayi dalam pelayanan KIA.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Penelitian ini menarik dua buah kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh tenaga kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.

2. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh tenaga kesehatan terhadap peningkatan ketrampilan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan mampu meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.

SARAN


(2)

a. Penelitian ini untuk digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya. b. Sebagai acuan pembelajaran bimbingan dukun bayi.

2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas

a. Untuk tetap diadakan bimbingan dukun bayi dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang ada diwilayah kerja puskesmas khususnya dan umumnya di Kabupaten Purbalingga. b. Diharapkan dialokasikan dana secara rutin untuk bimbingan dukun bayi maka pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dapat dipertahankan dengan demikian diharapkan membantu menurunkan angka kematian ibu di kabupaten Purbalingga.

DAFTAR PUSTAKA

Asghar. 1999. Obstetric complication and role of Traditional Birth Attendants in developing countries. http://www.geocities.com/SoHo/Cafe/9653 [16-08-2008]. Aswin. 1997. Metodologi Penelitian Kedokteran.Yogyakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Gajah Mada.

Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kuantitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Bangsu. 2001. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan. http://www.geocities.com/ejurnal/files/lp/2001/104.pdf. [02-09-2008].


(3)

Bapenas. 2008. Perilaku Individu Dalam Membentuk Kualitas Kinerja yang Baik. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/publikasi_files/modul/modul

gg2.pdf. [17-09-2008].

Floyd and Jenkins. 2005. Midwifery. http://www.davisfloyd.com/USERIMAGES/ File/Midwifery.pdf. [05-09-2008]

DEPKES RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

DEPKES RI. 1993. Kurikulum Latihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND.

DEPKES RI. 1993. Pedoman Supervisi Dukun Bayi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND.

DEPKES RI. 1996. Kurikulum Pelatihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatahn Keluarga Depkes RI.

DEPKES RI. 1996. Panduan Bidan di Tingkat Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Depkes RI.

DEPKES & KESOS RI. 2000. Pedoman Pemberdayaan Pondok Bersalin Desa. Jakarta: Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI.

DEPKES RI. 2006. Buku saku Bidan Poskesdes Untuk Mewujudkan Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

DEPKES RI. 2007. Penggerakkan dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kemitraan. Jakarta:DepartemenKesehatan RI.

DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Marketing Public Relation (MPR) Pelayanan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK – SMPFA Propinsi Jawa Tengah.

DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Mutu Pelayanan Kesehatan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK- SMPFA Propinsi Jawa Tengah.

DINKES PROP JATENG. 2006. Materi Rapat Kerja Kepala Puskesmas Se-Jateng. Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.

DINKES KAB PURBALINGGA. 2005. Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga.


(4)

DINKES KAB PURBALINGGA. 2007. Materi Rakerkesda Pemerintah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga.

Fajar. 2006. Kemitraan Dalam Promosi Kesehatan di Rumah Sakit. dalam Majalah Kesehatan Depkes RI Nomor 172, hal 13-17. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Haney. 2001. Midwifery Education. http://haneydaw.myweb.uga.edu/twwh/ midwifery.html [05-09-2008].

Gunawan. 1992. Studi PerbandinganKarakteristik dan Perilaku Antara Konsumen Dukun Bayi dan Konsumen Bidan Terhadap Antenatal Care, Postnatal Care, Keluarga Berencana dan Imunisasi di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2abstrakpdf.jsp?id=81939&lokasi=l okal [10-09-2008].

Parco and Jacobs. 2000. Knowledge, attitude and practices of traditional attendant in Maung Russey: scope and ways for improvement. http://rc.rocha. org.kh/docDetails.asp?resourceID=46&categoryID=8 [12- 09-2008].

Puskesmas Mrebet. 2006. Profil UPTD Puskesmas Mrebet 2006. Purbalingga: Puskesmas Mrebet.

Ramdhani. 2008. Sikap & Beberapa Definisi untuk Memahaminya?. http://neila. Staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/03/definisi.pdf [01-11-2008].

Setiabudi. 1998. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/setiabudiipbtin jauanpustaka.pdf. [17-09-2008].

Soeparmanto. 2006. Desa Siaga Benteng Utama Menanggulangi masalah Kesehatan di Indonesia. dalam Mediakom edisi 03 Desember 2006, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

UGM. 2003. Bimbingan (Coaching). http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/ 6g-BIMBINGAN%20(Matet03).doc. [01-11-2008].

Universitas Kristen Petra. 2006.Teori Penunjang. http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe /s1/hotl/2006/jiunkpe-ns-s1-2006-33401115-6170-alumny-chapter2.pdf [01-11-2008].


(5)

KML120/METODOLOGI%20PENELITIAN%20MZ-S-2-2006-2007.pdf [01-11-2008].

_______. 2008. Dukun Beranak Masih Jadi Pavorit Bagi Keluarga Miskin. http://www.harian-global.com/news.php?extend.43262 [10-09-2008].

_______. The Traditional Birth Attendant Linking Communities and Services. http://www.planetwire.org/files.fcgi/3441_BPtba-Ja02e.pdf [15-08-2008].

_______. 2007. Traditional birth attendant. http://en.wikipedia.org/wiki/Traditional birth_attendant [03-09-2008].

_______.2003. Traditional Birth Attendants in Maternal Health Programmes. https://www.popcouncil.org/pdfs/SafeMom_TBA.pdf [03-09-2008].


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sosiodemografi, Sosiopsikologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Puskesmas oleh Masyarakat Raja Maligas Kec. Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun

6 120 176

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Dukun Bayi terhadap Tindakan Pertolongan Persalinan oleh Dukun Bayi di Kecamatan Baktiya Kabupaten Aceh Utara

2 40 79

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

4 82 129

Persepsi Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Terhadap Pelayanan Kefarmasian Sesuai PP No. S1 Tahun 2009

1 47 57

Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008

0 29 139

PENGARUH PELATIHAN PIJAT BAYI TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DUKUN BAYI DI WILAYAH KERJA Pengaruh Pelatihan Pijat Bayi Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Dukun Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdowo Klaten.

2 14 16

PENGARUH PELATIHAN PIJAT BAYI TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DUKUN BAYI DI WILAYAH KERJA Pengaruh Pelatihan Pijat Bayi Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Dukun Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdowo Klaten.

0 1 11

TINGKAT PARTISIPASI SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMP NEGERI 2 MREBET KECAMATAN MREBET KABUPATEN PURBALINGGA.

0 1 93

REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DALAM MENINGKATKAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DI FASILITAS KESEHATAN KABUPATEN KUPANG

0 0 8

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN DBD DI WILAYAH PUSKESMAS PURBALINGGA KABUPATEN PURBALINGGA

0 0 16