Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008

(1)

PENGARUH MOTIVASI KERJA PETUGAS KIA TERHADAP MUTU PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

AGENDA ERLIANA GINTING 067013002/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH MOTIVASI KERJA PETUGAS KIA TERHADAP MUTU PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2008

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AGENDA ERLIANA GINTING 067013002/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI KERJA PETUGAS KIA TERHADAP MUTU PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TENGGARA

Nama Mahasiswa : Agenda Erliana Ginting Nomor Pokok : 067013002

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (dr. Surya Dharma, MPH) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 06 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir. Evawany Aritonang, MSi Anggota : 1. dr. Surya Dharma, MPH

2. Dra. Jumirah, Apt, MKes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI KERJA PETUGAS KIA TERHADAP MUTU PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 06 Juli 2009

Agenda Erliana Ginting 067013002/AKK


(6)

ABSTRAK

Mutu pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Ciri pelayanan yang bermutu adalah yang simpatik, disiplin, bertanggung jawab dan penuh perhatian sehingga memberikan kepuasan atas pelayanan yang diberikan. Pada Tahun 2007 pencapaian program KIA di puskesmas di Kabupaten Aceh Tenggara masih rendah, yaitu pelayanan antenatal sebesar 71%, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 66%, dan pelayanan neonatal sebesar 70%. Rendahnya mutu pelayanan KIA diasumsikan akibat motivasi kerja petugas KIA puskesmas yang belum optimal.

Penelitian adalah survei menggunakan pendekatan explanatory

research terhadap 56 pengelola program KIA Puskesmas di Kabupaten Aceh Tenggara. Bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi kerja petugas KIA terhadap mutu pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008. Analisis data menggunakan uji regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja intrinsik dan ekstrinsik petugas KIA pada kategori sedang sebesar 69,6% dan 76,8%. Variabel motivasi kerja intrinsik meliputi (tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian, dan pengakuan) dan ekstrinsik (administrasi dan kebijakan organisasi, penyeliaan, gaji, hubungan antar pribadi, dan kondisi kerja) berpengaruh terhadap mutu pelayanan KIA di Kabupaten Aceh Tenggara (p<0,05).

Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara supaya meningkatkan sosialisasi program KIA kepada masyarakat melalui penyuluhan dan perlu mengintensifkan pelaksanaan program KIA dengan membuat kebijakan organisasi yang dapat meningkatkan motivasi


(7)

kerja petugas. Koordinator Pengelola Program KIA Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara perlu melakukan peningkatan pengetahuan dengan memberikan pelatihan, seminar atau lokakarya kepada petugas KIA.


(8)

ABSTRACT

Service quality is a dynamic condition related to product, service, human, process and environment that meet and over expectation. The characteristics of quality service is sympathic, discipline, responsible and attentive so that provide satisfaction to are service delivered. Performance KIA Program of Puskesmas at Southeast Aceh Regency is low, antenatal care 71%, neonatal care is 70%. The low of performance KIA assumted because working motivation of the KIA officials is low

This study is a survey using an explanatory research approach health provider for 56 of KIA Program of Puskesmas at Southeast Aceh Regency. This study is to analyze know the effect of working motivation of the KIA officials on service quality of KIA at the Puskesmas of Southeast Aceh Regency in 2008. The data were analyzed using multiple regression test.

Based on the result of the study, it is formal that 51.85 of the respondents aged <35 years, 67.9% with the education rate of D-1 of midwifery, and having duration of duty service for > 6 years. 69.6% of the KIA officials have intrinsic motivation (responsible, progress, self-job, performance and recognition) of moderate category. Some 76.8% of the KIA officials have extrinsic motivation ( administration and policy of organization, provision, salary, interpersonal relationship, and work condition) of moderate category. The conclusion is that the intrinsic motivation has effect on service quality of KIA and the extrinsic motivation has effect on service quality of KIA in Southeast Aceh Regency.


(9)

support the implementation of KIA program and the coordinator of the program has to improve their support to the KIA officials. The public figures needs to give their advices and guidance for the community about the importance of KIA officials.

Keywords:working motivation, KIA officials, Service Quality.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul "Pengaruh Motivasi Kerja

Petugas KIA terhadap Mutu Pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008".

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan serta cinta kasih, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(11)

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ibu Dr. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Bapak dr. Surya Dharma, MPH, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Para dosen dan staf di lingkungan Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Administrasi Rumah Sakit.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara serta seluruh keluarga besar puskesmas di seluruh Kabupaten Aceh Tenggara, khususnya petugas KIA yang telah bersedia menjadi responden penelitian serta memberikan data yang dibutuhkan untuk kelengkapan penulisan tesis ini.


(12)

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada seluruh keluarga serta teman-teman satu angkatan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah memberikan dukungan baik moril dan do'a restu.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2009 Penulis


(13)

RIWAYAT HIDUP

Agenda Erliana Ginting, lahir pada tanggal 10 Agustus 1953 di Lau Baleng Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 2 Lau Baleng, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Lau Baleng, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 4 Medan, Sekolah Bidan RSUPP Medan, S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kota Medan ditugaskan di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Medan pada unit kerja Puskesmas Medan Labuhan Kota Medan.

Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Penelitian... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Motivasi Kerja ... 8

2.1.1. Pengertian Motivasi Kerja ... 8

2.1.2. Faktor-Faktor Penggerak Motivasi Kerja... 9

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja 12 2.1.4. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Motivasi Kerja.... 15

2.1.5. Bentuk-bentuk Motivasi Kerja ... 16


(15)

2.2.1. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan ... 17

2.2.2. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan ... 19

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan... 21

2.3. Program Kesehatan Ibu dan Anak... 23

2.3.1. Pelayanan Antenatal ... 24

2.3.2. Pertolongan Persalinan ... 26

2.3.3. Deteksi Dini Ibu Hamil Berisiko... 27

2.3.4. Penanganan Komplikasi Kebidanan... 27

2.3.5. Pelayanan Kesehatan Neonatal dan Ibu Nifas... 28

2.4. Landasan Teori ... 29

2.5. Kerangka Konsep Penelitian... 30

BAB 3 METODE PENELITIAN... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data... 33

3.4.1. Jenis Data ... 33

3.4.2. Cara Pengumpulan Data ... 33

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas... 34

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.6. Metode Pengukuran ... 38

3.7. Metode Analisis Data... 41

3.7.1. Uji t (Uji Secara Parsial) ... 41

3.7.2. Uji F (Uji Secara Serentak) ... 42


(16)

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 43

4.1. Lokasi Penelitian ... 43

4.2. Karakteristik Responden ... 45

4.3. Motivasi Kerja Petugas KIA ... 47

4.3.1. Motivasi Intrinsik ... 47

4.3.2. Motivasi Ekstrinsik ... 54

4.4. Mutu Pelayanan KIA ... 62

4.5. Pengaruh Motivasi Kerja KIA terhadap Mutu Pelayanan KIA 69

BAB 5 PEMBAHASAN... 71

5.1. Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Mutu Pelayanan KIA 71

5.2. Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Mutu Pelayanan KIA 76

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 88

6.1. Kesimpulan ... 88

6.2. Saran ... 88


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas... 39 3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat ... 40 4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Aceh

Tenggara ... 44 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas

Kabupaten Aceh Tenggara ... 45 4.3 Silang Umur dengan Motivasi Kerja Petugas KIA ... 45 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas

Kabupaten Aceh Tenggara ... 46 4.5 Silang Penduidikan dengan Motivasi Kerja Petugas KIA ... 46 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Puskesmas

Kabupaten Aceh Tenggara ... 47 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab Petugas

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 48 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab Petugas

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 48 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kemajuan Petugas KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 49 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan kemajuan Petugas KIA di


(18)

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan sebagai Petugas KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 51 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Petugas KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 51 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pencapaian Program KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 52 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Pencapaian Petugas KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 52 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengakuan terhadap Petugas

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 53 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengakuan terhadap Petugas

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 54 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Intrinsik

Petugas KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 54 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Administrasi dan Kebijakan

Organisasi KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 55 4.19. Distribusi Responden Berdasarkan Administrasi dan Kebijakan

Organisasi Program KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 55 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Penyeliaan terhadap Petugas

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 56 4.21. Distribusi Responden Berdasarkan Penyeliaan terhadap Petugas

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 57

4.22. Distribusi Responden Berdasarkan Gaji Petugas KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 58


(19)

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 58

4.24. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan antar Pribadi

Petugas KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 59

4.25. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan antar pribadi

Petugas KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 60 4.26. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja Petugas KIA

di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 61 4.27. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja Petugas KIA

di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 61

4.28. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi

Ekstrinsik Petugas KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 62 4.29. Distribusi Responden Berdasarkan Keterjangkauan Masyarakat

terhadap Pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 63 4.30. Distribusi Responden Berdasarkan Keterjangkauan Pelayanan

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 63 4.31. Distribusi Responden Berdasarkan Keresposifan Petugas dalam

Pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 64 4.32. Distribusi Responden Berdasarkan Keresponsifan Petugas KIA

di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 65 4.33. Distribusi Responden Berdasarkan Wujud Pelayanan KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 66 4.34. Distribusi Responden Berdasarkan Wujud Pelayanan KIA di


(20)

di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 67 4.36. Distribusi Responden Berdasarkan Wujud Pelayanan KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 67 4.37. Distribusi Responden Berdasarkan Empati Pelayanan KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 68 4.38. Distribusi Responden Berdasarkan Empati terhadap Pelayanan

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 69 4.39. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Mutu Pelayanan

KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara ... 69 4.40. Hasil Uji Regresi Seluruh Variabel Motivasi Kerja terhadap


(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 93 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 105 3. Hasil Uji Regresi... 111 4. Master Data... 112 5. Dokumentasi Penelitian ... 115

6. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Dinas Kesehatan


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Mutu pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Ciri pelayanan yang bermutu adalah yang simpatik, disiplin, bertanggung jawab dan penuh perhatian sehingga memberikan kepuasan atas pelayanan yang diberikan.

Mutu pelayanan sangat terkait dengan standarisasi faktor input

(tenaga, dana, sarana dan prasarana) maupun faktor proses (alur kerja, praktek, atau perilaku pelayanan). Hal ini akan berdampak positif pada berkurangnya variasi dalam proses pelayanan sehingga hasil (output) akan lebih baik dan konsisten.

Seiring dengan semakin kritisnya masyarakat, mereka akan semakin menuntut pelayanan yang lebih baik dan bermutu di setiap lini dan jenis pelayanan kesehatan, maka fungsi pelayanan kesehatan perlu terus ditingkatkan termasuk pelayanan kesehatan KIA di puskesmas.


(24)

dan memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka menciptakan SDM bermutu dan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara menyeluruh, merata, terjangkau serta dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Peran puskesmas menjadi sangat menentukan dengan munculnya berbagai perubahan epidemiologi penyakit, struktur demografis serta belum teratasinya beberapa masalah gizi buruk, kesehatan maternal dan perinatal. Kondisi seperti ini menuntut puskesmas untuk memberikan pelayanan yang lebih bermutu, terjangkau serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tuntutan itu akan semakin berat dalam menghadapi kondisi global yang perubahannya semakin cepat dan serentak. Apabila tidak diikuti ketersediaan dan peningkatan mutu petugas pelayanan kesehatan masyarakat yang memadai, maka akan semakin berat jika tanggung jawab hanya dibebankan pada institusi kesehatan saja tanpa keterlibatan sektor lain. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat secara langsung memiliki unit-unit pelayanan di bawahnya yaitu puskesmas, pustu dan polindes sebagai unit terdepan.


(25)

Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang meliputi pelayanan antenatal, pelayanan pertolongan persalinan, deteksi dini ibu hamil berisiko, penanganan komplikasi kebidanan, pelayanan kesehatan neonatal dan ibu nifas (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan data WHO (2005) angka kematian ibu paling tinggi di dunia terdapat di negara Nepal yaitu sebesar 865 per 100.000 penduduk, selanjutnya di Buthan sebesar 710 per 100.000 penduduk dan India sebesar 630 per 100.000 penduduk. Di Indonesia masalah kematian ibu juga masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan. Sampai saat ini AKI di Indonesia menempati teratas di negara-negara Asean, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2002-2003).

Cakupan pelayanan antenatal untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2004 K1 sebesar 75,68 persen dan K4 68,17 persen, untuk tahun 2005 K1 67,7 persen dan K4 67,31 persen untuk tahun 2006 K1 86,2 persen dan K4 adalah 77 persen serta persalinan oleh tenaga Kesehatan sebesar 69,8 persen. Pencapaian ini sebenarnya kurang dari target yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 95 persen (Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2006).


(26)

Pencapaian program KIA pada sarana pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) di Kabupaten Aceh Tenggara masih rendah, hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal sebesar 71% (target nasional 100%), pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 66% (target nasional 90%), dan pelayanan neonatal sebesar 70% (target nasional 90%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).

Penelitian secara nasional untuk cakupan pelayanan antenatal baik dari segi kuantitas maupun dari segi mutu masih tergolong rendah. Hal ini belum sesuai dengan sasaran pembangunan kesehatan Nasional tahun 2005-2009 adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang mencakup: meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 67,9 tahun, menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup, menurunnya AKI dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 25,8% menjadi 20%. (Depkes RI, 2005).

Menurut Mangkunegara (2000) motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan kondisi pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan


(27)

organisasi (tujuan kinerja), motivasi tersebut terbentuk dari sikap seseorang menghadapi situasi kerja. Motivasi ini terkait dengan sikap mental sebagai kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja yang maksimal, serta memahami tujuan utama dan target kerja yang dicapai.

Dari gambaran permasalahan tersebut di atas menunjukkan bahwa antara keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan petugas KIA untuk bekerja lebih baik menurut persepsinya, berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya, sehingga secara tidak langsung ikut mempengaruhi motivasi kerjanya.

Survei pendahuluan yang dilakukan pada beberapa puskesmas di Kabupaten Aceh Tenggara menunjukkan faktor penyebab utama pencapaian program KIA belum memenuhi target adalah rendahnya motivasi kerja petugas kesehatan yang mengelola program KIA. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya motivasi tersebut, antara lain yang berasal dari dalam diri petugas itu sendiri, yaitu: rendahnya tanggung jawab terhadap pekerjaannya, kurangnya kemajuan yang dirasakan petugas dalam pekerjaannya, besarnya tantangan yang dirasakan petugas


(28)

dari pekerjaannya, rendahnya kemungkinan petugas mencapai prestasi kerja tinggi, serta kurangnya pengakuan yang diberikan kepada petugas atas hasil kerja.

Fenomena yang menunjukkan rendahnya motivasi kerja petugas yang mengelola program KIA di puskesmas dapat dilihat dari keaktifan petugas dalam melaksanakan pelayanan posyandu, kunjungan lapangan untuk melakukan supervisi dan evaluasi program serta, rendahnya ketepatan dan kelengkapan laporan pelaksanan program KIA. Keberhasilan program KIA di Kabupaten Aceh Tenggara masih sangat rendah, bahkan termasuk paling rendah dibandingkan seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi Aceh Nanggroe Aceh Darussalam, yang dilihat dari masih tingginya AKI dan AKB. Pada tahun 2006 AKI Kabupaten Aceh Tenggara sebesar 534 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI Propinsi NAD sebesar 224 per 100.000 kelahiran hidup. Demikian juga dengan AKB Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2006 sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKB Propinsi NAD hanya 16 per 1000 kelahiran hidup.

Penelitian Hasan (2004) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan di puskesmas dipengaruhi oleh motivasi kerja perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Demikian juga penelitian Napitupulu


(29)

(2004) menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan bidan di desa sebagai ujung tombak pelaksanaan program KIA di desa, menunjukkan, bahwa secara umum tingkat pelaksanaan kegiatan bidan di desa masih rendah, yaitu 1) frekuensi penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK), 2) kerjasama bidan antara kader dan dukun bayi dalam kegiatan KIA di Polindes/Pustu, tentang ketegasan pembagian wewenang dan jasa antara bidan dan dukun bayi begitu juga peralatan dan obat-obatan yang digunakan dalam perawatan, 3) kegiatan KIA di Posyandu, 4) koordinasi dengan Puskesmas dan Perangkat Desa dan 5) Pembinaan kader dan dukun bayi.

Penelitian Wakur, dkk (2007) bahwa faktor SDM Seksi Kesehatan Ibu dan Anak yang sangat terbatas baik secara mutu maupun kuantitas, walaupun input dana mencukupi. Hal ini menyebabkan dukungan dinas dalam pelaksanaan program KIA di puskesmas belum optimal. Peran dinas kesehatan dalam proses mendukung pelaksanaan program KIA berupa dukungan terhadap ketersediaan input dan proses, seta dalam proses mendukung ketersediaan input pelaksanaan program KIA hanya berfungsi mendistribusikan sarana.

Sehubungan dengan uraian di atas, mendasari keinginan peneliti mengkaji lebih jauh pengaruh motivasi kerja petugas KIA terhadap mutu


(30)

pelayanan KIA di Kabupaten Aceh Tenggara.

1.2. Permasalahan

Tingginya AKI dan AKB di Kabupaten Aceh Tenggara serta cakupan pelayanan KIA yang belum memenuhi target nasional yang diasumsikan sebagai akibat dari rendahnya mutu pelayanan KIA di puskesmas dan motivasi kerja petugas KIA puskesmas yang belum optimal. Dengan demikian yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh motivasi kerja petugas KIA terhadap mutu pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh motivasi kerja petugas KIA terhadap mutu pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008.

1.4. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: terdapat pengaruh motivasi kerja


(31)

petugas KIA terhadap mutu pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat:

1. Bagi Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara,

sebagai bahan masukan dalam menangani masalah kesehatan ibu dan anak.

2. Bagi tenaga kesehatan yang mengelola program KIA di puskesmas,

sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, khusus kesehatan ibu dan anak.

3. Bagi masyarakat sebagai bahan masukan dalam upaya menjaga


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Kerja

2.1.1. Pengertian Motivasi Kerja

Robbins (1996) mengatakan motivasi kerja sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh

kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Sedangkan Munandar (2001) mendefinisikan motivasi kerja dapat dipandang sebagai suatu ciri

yang ada pada calon tenaga kerja ketika diterima masuk kerja di suatu perusahaan atau organisasi.

Menurut Hasibuan (2004), motivasi kerja merupakan daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama dan bekerja

efektif dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Sementara itu Siagian (2002) mendefinisikan definisi motivasi kerja sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan konstribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan

organisasi mencapai tujuannya, dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang

bersangkutan.

Motivasi kerja merupakan suatu modal dalam menggerakkan dan mengarahkan para karyawan atau pekerja agar dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dalam


(33)

(Anoraga, 1998).

Motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan kebersamaan. Motivasi terbagi dua, yaitu segi pasif dimana motivasi tampak sebagai kebutuhan dan

sekaligus pendorong, dan dari segi aktif dimana motivasi tampak sebagai satu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi tenaga kerja agar secara produktif

berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja dengan mengeluarkan tingkat upaya untuk memberikan konstribusi yang sebesar mungkin

demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. 2.1.2. Faktor-Faktor Penggerak Motivasi Kerja

Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2001) motivasi kerja pada seseorang pekerja dapat menimbulkan kepuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja

terbagi dua yaitu : a. Faktor Intrinsik yang terdiri atas :

1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.

2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.


(34)

4. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja tinggi.

5. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerja.

b. Faktor Ekstrinsik yang terbagi atas :

1. Administrasi dan kebijaksanaan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.

2. Penyeliaan, derajat kewajaran penyelia yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.

3. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan untuk kerjanya.

4. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lain.

5. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaan-pekerjaannya.

Jika faktor intrinsik tersebut ada dapat memberi motivasi yang kuat dan kepuasan dalam diri seseorang, namun tidak menyebabkan ketidak puasan bila faktor tersebut tidak ada. Sedangkan faktor ekstrinsik, bila kurang atau tidak diberikan maka akan menyebabkan ketidak puasan pada tenaga kerja tetapi dapat menyebabkan tidak

adanya ketidak puasan jika faktor tersebut ada.


(35)

ditentukan oleh perangsangnya, perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi tenaga kerja, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu

tenaga kerja yang bersangkutan. Adapun unsur penggerak motivasi kerja tersebut adalah :

a. Kinerja, seberapa besar kemungkinan seseorang untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Kebutuhan ini merupakan daya penggerak yang memotivasi kerja karyawan.

b. Penghargaan, pengakuan yang diperoleh seseorang atas suatu kinerja yang telah dicapainya.

c. Tantangan, suatu sasaran yang memiliki tingkat kesulitan merupakan perangsang kuat bagi manusia dan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.

d. Tanggung jawab, adanya suatu rasa ikut memiliki akan menimbulkan motivasi seseorang untuk bekerja.

e. Pengembangan, pengembangan kemampuan-kemampuan dan kesempatan untuk maju, merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat. f. Keterlibatan, adanya rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan

atau langkah-langkah kebijakan yang akan diambil pihak perusahaan.

g. Kesempatan, adanya peluang untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat.


(36)

dua bagian, yaitu :

a. Faktor individual yang mencakup kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap-sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities)

b. Faktor organisasional meliputi gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workes), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (the work it self).

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penggerak dari motivasi kerja pada diri seseorang terdiri atas faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut atau disebut intrinsik dan faktor yang berasal dari luar diri individu atau disebut juga faktor ekstrinsik.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut Siagian (1995) faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dapat diketahui berdasarkan karakteristik dari individu yang

bersifat khas yang terdiri dari delapan faktor yaitu : 1. Karakteristik Biografikal yang meliputi :

a. Usia, hal ini penting karena usia mempunyai kaitan yang erat

dengan berbagai segi kehidupan organisasional. Misalnya kaitan usia dengan tingkat “kedewasaan” seseorang, yang dimaksud


(37)

disini adalah kedewasaan teknis yaitu keterampilan melaksanakan tugas.

b. Jenis Kelamin, karena jelas bahwa implikasi jenis kelamin para

pekerja merupakan hal yang perlu mendapat perhatian secara wajar dengan demikian perlakuan terhadap merekapun dapat disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

c. Status perkawinan, dengan status perkawinan ini secara tidak

langsung dapat memberikan petunjuk cara, dan teknik motivasi yang cocok digunakan bagi para pagawai yang telah menikah dibandingkan dengan pagawai yang belum menikah.

d. Jumlah tanggungan, dalam hal ini jumlah tanggungan dilihat dari kaca mata “sosial budaya”. Pada masyarakat yang menganut

konsep “Extended family system” yang dianggap menjadi

tanggungan seorang pencari nafkah utama keluarga adalah semua orang yang biaya hidupnya tergantung pada pencari nafkah utama tersebut, tidak terbatas hanya pada istri atau suami dan anak-anaknya. Interpretasi ini mempunyai implikasi yang kompleks


(38)

karena dalam masyarakat demikian, secara formal yang diperhitungkan sebagai tanggungan seorang pegawai hanyalah istri atau suami dan anak-anak kedua orang tua yang bersangkutan, padahal dalam kenyataannya yang menjadi tanggungan seseorang bisa lebih dari jumlah tanggungan yang secara sah diakui berdasarkan peraturan perundang-undangan. e. Masa kerja, dalam organisasi perlu diketahui masa kerja seseorang

karena masa kerja merupakan salah satu indikator kecenderungan para pekerja dalam berbagai segi organisasional seperti ; produktivitas kerja dan daftar kehadiran. Karena semakin lama seseorang bekerja ada kemungkinan untuk mereka mangkir atau tidak masuk kerja disebabkan karena kejenuhan.

2. Kepribadian

Kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang karena kepribadian sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi da berinteraksi dengan orang lain.


(39)

Interpretasi seseorang tentang kesan sesnsorinya mengenai lingkungan sekitarnya akan sangat berpengaruh pada perilaku yang pada gilirannya menentukan faktor-faktor yang dipandangnya sebagai faktor organisasional yang kuat.

4. Kemampuan belajar

Belajar adalah proses yang berlangsung seumur hidup dan tidak terbatas pada pendidikan formal yang ditempuh oleh seseorang diberbagai tingkat lembaga pendidikan. Salah satu bentuk nyata dari telah belajarnya seseorang adalah perubahan dalam persepsi, perubahan dalam kemauan, dan perubahan dalam tindakan.

5. Nilai-nilai yang dianut

Sistem nilai pribadi seseorang biasanya dikaitkan dengan sistem nilai sosial yang berlaku di bebagai jenis masyarakat diama seseorang menjadi anggota.

6. Sikap

Sikap merupakan suatu pernyataan evaluatif seseorang terhadap objek tertentu, orang tertentu atau peristiwa tertentu. Artinya sikap merupakan pencerminan perasaan seseorang terhadap sesuatu.


(40)

7. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang yang positif terhadap kehidupan organisasionalnya.

8. Kemampuan

Kemampuan dapat digolongkan atas dua jenis yaitu kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan fisik meliputi kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas yang bersifat teknis, mekanistik dan repetatif, sedangkan kemampuan intelektual meliputi cara berfikir dalam menyelesaikan masalah.

2.1.4. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Kerja

Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, menurut Arep & Tanjung (2004) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi kerja adalah :

1. Bekerja sesuai standar, dimana pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat waktu dan dalam waktu yang sudah ditentukan.


(41)

2. Senang dalam bekerja, yaitu sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat ia senang untuk mengerjakannya.

3. Merasa berharga, dimana seseorang akan merasa dihargai, karena

pekerjaannya itu benar-benar berharga bagi orang yang termotivasi.

4. Bekerja keras, yaitu seseorang akan bekerja keras karena dorongan

yang begitu tinggi untuk menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.

5. Sedikit pengawasan, yaitu kinerjanya akan dipantau oleh individu

yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi kerja memiliki ciri-ciri antara lain bekerja sesuai standar, senang dalam bekerja, merasa berharga, bekerja keras, dan sedikit pengawasan.

2.1.5. Bentuk-bentuk Motivasi Kerja

Pada umumnya bentuk motivasi kerja yang sering dianut perusahaan meliputi empat unsur utama (Sastrohadiwiryo, 2003), yaitu :


(42)

a. Kompensasi bentuk uang

Salah satu bentuk yang paling sering di berikan kepada tenaga kerja adalah berupa kompensasi dan kompensasi yang sering di berikan berbentuk uang. Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para pegawai memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adlah pengaruh yang paling luas, yang kedua adalah negatif dari sudut pandang perusahaan adalah dan cenderung terbatas dan hanya pada tenaga kerja yang pendapatanya tidak lebih dari tingkat “standar kehidupan yang layak” dan cenderung menganggap kompensasi bentuk uang tidak seimbang.

b. Pengarahan dan pengendalian

Pengarahan maksudnya menentukan apa yang harus mereka kerjakan atau tidak mereka kerjakan, sedangkan pengendalian maksudnya menentukan bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstruksikan.

c. Penentapan pola kerja yang efektif


(43)

produktifitas kerja untuk menanggapinya di guanakn beberapa tehnik

1. Memperkaya pekerjaan yaitu penyesuaian tuntutan pekerjaan

dengan kemampuan tenaga kerja.

2. Manajemen partisipatif yaitu penggunaan berbagai cara utuk

melibatkan pekerja dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

3. Mengalihkan perhatian para pekerja dari pekerjaan yang

membosankan kepada instrumen (alat), waktu luang untuk istirahat atau sarana lain yang lebih fantastis.

d. Kebajikan

Kebajikan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para tenaga kerja.

2.2. Mutu Pelayanan Kesehatan

2.2.1. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan merupakan gabungan dari dua dimensi yaitu

quality (mutu) dan health service (pelayanan kesehatan). Mutu pelayanan kesehatan sering menjadi masalah di tengah masyarakat pengguna pelayanan kesehatan, namun


(44)

penjelasannya seringkali tidak memuaskan sehingga orang memiliki persepsi yang beragam mengenai mutu pelayanan kesehatan tersebut (Azwar, 1996).

Menurut Tjiptono (2000), menyebutkan mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan

yang simpatik, disiplin, bertanggung jawab dan penuh perhatian kepada setiap pelayanan yang diberikan sehingga memberikan kepuasan atas pelayanan yang

diberikan.

Sedangkan menurut Depkes RI (2000) menyebutkan “mutu” dapat diartikan sebagai kesempurnaan atau tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan.

Untuk mengukur derajat kesempurnaan, harus dibandingkan dengan suatu keadaan kesempurnaan yang diidamkan atau yang ditetapkan (standar). Dengan demikian untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan bisa dilakukan dengan membandingkan

penampilan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Mengacu kepada beberapa pengertian mutu pelayanan kesehatan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA), mutu pelayanan mempunyai dua komponen, yaitu kepatuhan terhadap standar dan kepatuhan terhadap harapan pengguna pelayanan kesehatan. Sedangkan dari segi pemberi pelayanan kesehatan, mutu merupakan sesuatu yang sesuai dengan standar

yang ditetakan. Kemampuan untuk mencapai sesuatu yang sesuai dengan standar tersebut merupakan fungsi dari serangkaian faktor proses pelayanan.


(45)

2.2.2. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Parasuraman et al (1985) mengemukakan bahwa mutu pelayanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu pelayanan yang baik. Sedangkan

Gronroos, dkk dalam Pujawan (1997) mendefinisikan mutu pelayanan (service quality) sebagai hasil penilaian dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual pelayanan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi

mutu jasa yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka mutu jasa dinilai baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka mutu jasa dinilai sebagai mutu yang ideal. Dan jika mutu jasa yang diterima lebih rendah dari

pada yang diharapkan, maka mutu jasa akan dinilai buruk atau tidak memuaskan. Dengan demikian baik tidaknya mutu jasa tergantung pada kemampuan penyediaan jasa dalam memenuhi harapan pemakainya secara konsisten. Selanjutnya

Pujawan (1997), mengemukakan tentang pengertian pelayanan jasa yang unggul (service excellence) : yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan

secara memuaskan. Sasaran dan manfaat dari service excellence secara garis besar terdapat empat unsur pokok yaitu : kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan. Keempat unsur pokok tersebut merupakan suatu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, artinya pelayanan atau jasa menjadi tidak sempurna bila ada salah

satu dari unsur tersebut diabaikan. Untuk mencapai hasil yang unggul, setiap karyawan harus memiliki keterampilan tersebut, diantaranya berpenampilan baik


(46)

dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan dengan baik, maupun kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, bisa memahami

bahasa isyarat dan yang penting adalah mampu menangani keluhan pelanggan secara baik.

Model mutu pelayanan menurut Parasuraman et al (1985) menyoroti syarat-syarat utama untuk memberikan mutu pelayanan yang diharapkan. Adapun model dibawah

ini mengindentifikasikan lima kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian pelayanan, yaitu :

1.Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen :

Manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginnan pelanggan/pasien.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu pelayanan. Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan pasien, tetapi tidak

menetapkan standart pelaksanaan yang spesifik.

3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu pelayanan dan penyampaian pelayanan Para personal mungkin tidak terlatih baik yang tidak mampu memenuhi standart.

4. Kesenjangan antara penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal. Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh wakil-wakil dan

promosi institusi.

5. Kesenjangan antara pelayanan yang dialami dan pelayanan yang diharapkan. Terjadi bila konsumen mengukur kinerja institusi dengan cara yang berbeda dan


(47)

Ada lima determinan mutu pelayanan menurut Parasuraman et al (1985) yang dapat dirinci sebagai berikut :

1.Keterjangkauan (accesibility) : kemampuan untuk menjangkau pelayanan yang disediakan secara cepat, tepat dapat dipercaya.

2.Keresponsifan (resvonsiveness) : kemampuan untuk membantu pasien dan memberikan pelayanan yang cepat ata ketanggapan.

3.Keyakinan (confidence) : pengetahuan dan kesopanan karyawan / petugas serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau ”assurance”.

4.Empati (emphaty) ; syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pasien. 5.Wujud (tangibel) : penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media

komunikasi.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (1996) terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, yaitu faktor masukan, faktor proses dan faktor lingkungan. Baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh ketiga faktor

tersebut. 1. Faktor Masukan

Faktor masukan meliputi unsur tenaga, sarana/prasarana serta dana. Apabila tenaga dan sarana/prasarana baik mutu maupun kuantitas tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan akan berpengaruh terhadap mutu pelayanan. Demikian


(48)

diharapkan mutu pelayanan kesehatan yang optimal. 2. Faktor Proses

Pelaksanaan pelayanan kesehatan membutuhkan suatu panduan pelaksanaan berupa prosedur tetap (protap) sehingga mutu pelayanan mudah diukur dan dievaluasi serta dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pelayanan kesehatan, tindakan medis dan tindakan non medis dinamakan proses. Secara umum apabila

kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayaan kesehatan.

3. Faktor Lingkungan

Yang dimaksud dengan faktor lingkungan adalah kebijakan, organisasi dan manajemen. Apabila kebijakan organisasi dan manajemen baik dan berjalan akan

memberi suasana kerja yang baik pula, sehingga petugas pelayanan memiliki jaminan dari pekerjaan yang akan dilaksanakannya.

Dalam program KIA puskesmas faktor masukan seperti tenaga lebih fokus kepada keberadaan tenaga bidan yang secara kompetensi lebih tepat dalam

pelaksanaan program KIA, sarana dan prasarana umumnya terkait dengan perlengkapan bidan (bidan kit) yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kisa

khsusnya pertolongan persalinan. Untuk pengadaan perlengkapan peralatan bidan dan kebutuhan bidan dalam pelayanan KIA tentunya dibutuhkan dana sesuai dengan

kondisi daerah pelayanan masing-masing.

Faktor proses dalam pelaksanaan program KIA tentunya mengacu kepada Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk masing-masing kegiatan, karena


(49)

pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan) mempunyai SOP tersendiri, demikian juga SOP untuk pertolonan persalinan. Sesuai dengan program KIA tahun 2005, bahwa untuk memudahkan pengukuran, evaluasi serta pertanggungjawabkan program dilakukan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehata Ibu dan Anak (KIA).

PWS-KIA ini merupakan alat manajemen program PWS-KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan pelayanan KIA-nya masih rendah. Penyajian PWS-KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi

dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran agar mendapat pelayanan KIA, maupun

membantu memecahkan masalah non teknis rujukan kasus risiko tinggi. Faktor lingkungan yang terkait dengan kebijakan dan manajemen organisasi cenderung kepada intensifikasi penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA.

2.3. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.


(50)

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIAsecara efektif dan efisian. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu

sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran

2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur.

3. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus menerus.

4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.

5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.

2.3.1. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal mencakup banyak hal, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi

dasar dan khusus (sesuai risiko yang ada termasuk penyuluhan dan konseling). Namun dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan standar minimal ”5T” untuk pelayanan antenatal, yang terdiri atas: (a) timbang berat badan dan ukur tinggi badan,

(b) tekanan darah, (c) tinggi fundus uteri, (d) Tetanus Toksoid (TT) lengkap, (e) Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.


(51)

Dengan demikian, apabila pelayanan antenatal tidak memenuhi standar ”5T” tersebut, belum dianggap suatu pelayanan antenatal. Selain itu pelayanan antenatal

ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan, tidak oleh dukun bayi. Menurut Depkes RI (2007) dalam program perencanaan kesehatan ibu dan anak memlaui pendekatan tim, menyebutkan bahwa kebijaksanaan pelayanan antenatal terdiri dan kebijaksanaan umum adalah memberikan pelayanan antenatal

sesuai dengan standar pada jenjang pelayanan yang ada yaitu : (a) meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, kader) dalam menunjang penyelenggaraan

pelayanan antenatal dan pencegahan risiko tinggi melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan, (b) meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun

peralatan fasilitas pelayanan antenatal, (c) melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali yaitu : pada triwulan pertama 1 kali, triwulan ke dua 1 kali, dan pada

triwulan ke tiga 2 kali, (d) meningkatkan sistem rujukan kehamilan risiko tinggi, mendapatkan umpan balik rujukan sesuai dengan jenjang pelayanan.

Ditingkat pelayanan dasar, pemeriksaan antenatal hendaknya memenuhi tiga aspek pokok, yaitu ; (a) aspek medik, yang meliputi: diagnosis kehamilan, penemuan

kelainan secara dini dan pemberian terapi sesuai dengan diagnosis, (b) penyuluhan, komunikasi dan motivasi ibu hamil, antara lain mengenai : penjagaan kesehatan dirinya dan janin, pengenalan tanda-tanda bahaya dan faktor risiko yang dimilikinya dan pencarian pertolongan yang memadai secara tepat waktu, (c) rujukan, ibu hamil dengan risiko tinggi harus dirujuk ke tempat pelayanan yang mempunyai fasilitas


(52)

2.3.2. Pertolongan Persalinan

Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memebrikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah dokter

spesialis kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat bidan.

Masalah pertolongan persalinan di daerah pedesaan sangat memprihatinkan, hal ini semakin diperparah apabila selama masa kehamilan seorang ibu juga tidak

pernah melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan, kalaupun dilakukan pemeriksaan hanya kepada dukun bayi yang tentunya tidak memiliki kemampuan dan

fasilitas yang cukup untuk mengetahui dan mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan atau penyakit yang mengiringi kehamilan tersebut

(www.promosikesehatan.com).

Masalah mendasar yang sering menjadi kendala dalam peningkatan kesehatan perempuan adalah sering terjadinya nilai-nilai sosial budaya yang menempatkan posisi perempuan pada posisi subordinatif yaitu stereotip masyarakat terhadap peran

dan kedudukan perempuan (Sumaryoto, 2003).

Upaya untuk meningkatkan harga diri dan martabat perempuan selain pendidikan keterampilan, juga sangat memperhatikan character building. Pembangunan hanya bias sukses jika masyarakat termasuk perempuan mempunyai

karakter yang baik. Penerapan kemampuan harus berjalan secara selaras. Negara hanya dapat bertahan jika etika dan moral penduduknya bagus. Masyarakat yang pintar secara intelektual tidak bermanfaat apabila moral dan etikanya rusak karena kurang memperhatikan kepentingan masyarakat. Kenyataan selama ini perempuan


(53)

baru bisa dihargai jika memiliki kemampuan intelektual dan emosi yang seimbang (www.promosikesehatan.com).

2.3.3. Deteksi Dini Ibu Hamil Berisiko

Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Dalam rangka

itulah deteksi ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan perlu difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh

dukun bayi.

Tingginya AKI di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan

yang lebih mampu. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Penempatan bidan di desa memungkinkan penanganan dan rujukan ibu hamil berisiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil sesuai dengan risiko yang

disandangnya.

2.3.4. Penanganan Komplikasi Kebidanan

Kejadian komplikasi kebidanan dan risiko tinggi diperkirakan terdapat pada sekitar 15-20% ibu hamil. Komplikasi dana kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya, sehingga ibu hamil harus berada sedekat


(54)

PONED maka harus didukung pula oleh tenaga medis terampil yang telah dilatih dan adanya sarana medis maupun non medis yang memadai.

Kebijakan dalam penyediaan puskesmas yang mampu melaksanakan PONED adalah bahwa setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas yang mampu melaksanakan PONED. Untuk keperluan tersebut Depkes RI telah menerbitkan pedoman khusus yang dapat menjadi acuan pengembangan puskesmas

yang mampu melaksanakan PONED.

Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari: (a) pencegahan dan penanganan perdarahan, (b) pencegahan

dan penanganan pre-eklamsia dan aklamsia, (c) pencegahan dan penanganan infeksi, (d) penanganan partus lama/macet, (e) pencegahan dan penanganan abortus.

2.3.5. Pelayanan Kesehatan Neonatal dan Ibu Nifas

Masa nifas atau pueperium adalah masa setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat “kandungan seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama + 6

minggu (Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2002). Masa nifas adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dan seluruh alat genital pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu

3 bulan pulih kembali mulai dari partus selesai sampai alat kandungan kembali seperti pra hamil kehamilan lamanya 6-8 minggu (Prawirohardjo, 2002).

Pergerakan yang segera mungkin dilakukan dapat mengurangi angka kejadian dari gangguan trombo simbolik dan sebagian wanita akan merasa nyaman dalam melakukan ambulasi. Untuk wanita Asia mereka juga membutuhkan rawat gabung


(55)

dengan bayinya yang bertujuan untuk istirahat dan penyembuhan sesudah bayi lahir untuk mempermudah melakukan konsep dari perawatan dari post natal dan mereka

juga menemukan hal yang tidak cocok dari apa yang mereka harapkan untuk melakukan tahap sesegera mungkin.

Perawatan post natal untuk ibu dan bayinya merupakan pertimbangan dari suku dan budaya. Ambulasi yang terlambat pada wanita akan mengalami gangguan

epidural sampai kembalinya stimulus seperti semula dan juga membutuhkan pertolongan yang intensif dari seseorang.

Perawatan post partum sejak uri lahir dengan menghindari kemumgkinan perdarahan post partum dan infeksi 8 jam post partum, wanita harus tidur terlentang

untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum. Setelah 8 jam boleh miring ke kiri dan kanan untuk mencegah terjadinya trombosis.

2.4. Landasan Teori

Mengacu kepada telaah beberapa teori, diketahui bahwa motivasi kerja merupakan kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan secara sadar. Motivasi kerja berkaitan dengan tingkat

upaya atau usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Kaitan motivasi kerja pada seseorang yang dapat menimbulkan kepuasan kerja seperti teori Herzberg dalam Munandar (2001) meliputi faktor intrinsik: tanggung jawab, kemajuan dalam pekerjaan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian


(56)

prestasi, pengakuan atas hasil kerja. Dan faktor ekstrinsik: administrasi dan kebijaksanaan, penyeliaan, gaji, hubungan antar pribadi, serta kondisi kerja.

Selanjutnya mutu pelayanan program KIA dapat diukur melalui 5 dimensi mutu pelayanan yang dikemukakan Parasuraman et al (1985) bahwa suatu pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang mampu memberikan pelayanan yang

terjangkau, dapat direspon dengan baik, dapat meyakinkan masyarakat dengan keramahtamahan dalam pelayanan serta dalam wujud yang dapat dirasakan oleh

masyarakat.

Oleh karena penilaian mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan menggunakan persepsi pengguna maupun penyelenggara pelayanan kesehatan, namun mengingat keterbatasan ruang lingkup penelitian, maka mutu pelayanan program KIA yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berkisar pada tingkat

kesempurnaan pelayanan yang diberikan petugas KIA (5 dimensi mutu oleh Parasuraman et al). Sedangkan dari aspek motivasi kerja petugas KIA mengacu kepada konsep teori yang dikemukakan Herzberg yang kemudian di susun dalam

suatu kerangka konsep penelitian.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melihat pengaruh motivasi kerja (intrinsik dan ekstrinsik) terhadap mutu pelayanan program KIA, seperti terlihat pada bagan


(57)

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.1

Kerangka Konsep Penelitian

Mutu Pelayanan KIA - Keterjangkauan (Accessible)

- Keresposifan (Responsiveness)

- Wujud (Tangible)

- Keyakinan (Confidence)

- Empati (Emphaty) Motivasi Intrinsik

− Tanggung jawab (responsibility) − Kemajuan (advancement)

− Pekerjaan itu sendiri (the work it self) − Pencapaian (achievement)

- Pengakuan (recognition) Motivasi Ekstrinsik − Administrasi dan kebijaksanaan

organisasi − Penyeliaan − Gaji

− Hubungan antar pribadi − Kondisi kerja


(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei dengan menggunakan pendekatan tipe

explanatory research.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tenggara dengan alasan bahwa di kabupaten tersebut masih tingginya AKI dan AKB serta cakupan pelayanan

KIA yang belum memenuhi target nasional di Kabupaten Aceh Tenggara yang diasumsikan sebagai akibat dari rendahnya mutu pelayanan KIA di puskesmas dan

motivasi kerja petugas KIA puskesmas yang belum optimal. Penelitian ini direncanakan dilakukan mulai Oktober sampai Desember 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua petugas kesehatan yang mengelola atau melaksanakan program KIA di 14 unit puskesmas di Kabupaten Aceh Tenggara. Unit

analisis ada 14 puskesmas, sedangkan sampel adalah 56 pengelola program KIA karena setiap puskesmas mempunyai pengelola program KIA 4 orang. Karena jumlah

populasi relatif kecil, maka seluruh populasi diambil sebagai sampel, dengan demikian jumlah sampel sebanyak 56 orang.


(59)

3.4.1. Jenis Data

Data yang yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data primer meliputi karakteristik responden, motivasi kerja responden serta mutu pelayanan KIA.

b. Data sekunder meliputi deskripsi wilayah penelitian, jumlah tenaga dan pelaksanaan program KIA serta pencapainnya, serta data lain yang mendukung analisis terhadap data primer.

3.4.2. Cara Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan:

a Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung berpedoman kepada kuesioner penelitian, serta observasi (pengamatan langsung) untuk melihat pelaksanaan pelayanan KIA oleh petugas di lapangan untuk pembahasan, dilakukan terhadap terhadap petugas KIA di Puskesmas Kota,

Puskesmas Kutambaru dan Puskesams Biakmuli.

b Data Sekunder dikumpulkan dengan cara mengutip laporan dan hasil kegiatan program KIA melalui PWS-KIA Kabupaten dan Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara.


(60)

a. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data. Untuk

mengetahui validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor r masing-masing pertanyaan dengan skor totalnya

dalam suatu variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah Pearson Product Moment Correlation, dengan kriteria :

- bila r-hitung > r-tabel maka pertanyaan valid - bila r-hitung < r-tabel maka pertanyaan tidak valid

b. Uji Reliabilitas

Setelah semua pertanyaan sudah valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk mengetahui reliabilitas suatu pertanyaan dengan membandingkan nilai r-hasil (alpha cronbach)

dengan r-tabel :

- bila r- alpha cronbach > r-tabel maka pertanyaan reliabel - bila r- alpha cronbach < r-tabel maka pertanyaan tidak reliabel

Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap semua butir pertanyaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

a). Variabel motivasi intrinsik dengan 20 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,05 dengan nilai alpha cronbach = 0,9195>0,6, artinya item


(61)

wawancara kepada responden.

b). Variabel motivasi ekstrinsik dengan 20 item pertanyaan dengan nilai koefisien p=<0,05 dengan nilai alpha cronbach = 0,7590>0,6, artinya item pertanyaan

untuk pertanyaan motivasi ekstrinsik valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden.

c). Variabel mutu pelayanan KIA dengan 28 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,05 dengan nilai alpha cronbach = 0,9408>0,6, artinya item pertanyaan untuk mutu pelayanan KIA valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden, (hasil uji validitas dan reliabilitas terlampir).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel motivasi kerja terdiri dari 2 sub variabel, yaitu: motivasi ekstrinsik dan intrinsik dengan definisi operasional sebagai berikut:

a). Motivasi intrinsik adalah dorongan atau kekuatan dari dalam (inner motivation) diri petugas KIA untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya

sesuai pedoman yang ditetapkan. Motivasi intrinsik diukur dari aspek: 6. Tanggung jawab (responsibility) adalah besar kecilnya tanggung jawab

diberikan kepada petugas KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara. 7. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan petugas KIA di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.


(62)

8. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya beban kerja yang dirasakan petugas KIA di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara.

9. Pencapaian (achievement), besar kecilnya prestasi kerja yang mungkin dicapai oleh petugas KIA di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara. 10.Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan

kepada petugas KIA di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara atas hasil kerja.

b). Motivasi ekstrinsik adalah, motivasi yang bersumber dari luar yang mendorong petugas KIA melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai pedoman yang ditetapkan. Motivasi ekstrinstik diukur dari aspek: (1).Administrasi dan kebijaksanaan perusahaan adalah pelaksanaan

kebijakan dan peraturan yang dirasakan petugas KIA di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara di unit kerjanya.

(2).Penyeliaan adalah derajat kewajaran penyelia yang dirasakan dan diterima oleh petugas KIA di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara. (3).Gaji adalah derajat kewajaran dari gaji yang diterima petugas KIA di

puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara sebagai imbalan untuk kerjanya. (4).Hubungan antar pribadi adalah derajat kesesuaian yang dirasakan

petugas KIA di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara dalam berinteraksi dengan petugas lain.


(63)

(5).Kondisi kerja adalah derajat kesesuaian kondisi kerja petugas KIA di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara dengan proses pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak.

3.5.2. Variabel mutu pelayanan KIA diukur melalui aspek: (a) keterjangkauan

(accessible), (b) keresponsifan (responsiveness), (c) wujud (tangible), (d) keyakinan (confidence), dan (e) empati (emphaty), dengan definisi sebagai

berikut:

a) Keterjangkauan (accesibility) adalah kemampuan masyarakat secara geografis dan ekonomis untuk menjangkau pelayanan KIA yang tersedia. b) Keresponsifan (resvonsiveness) adalah kemampuan untuk membantu

pengguna program KIA dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.

c) Keyakinan (confidence) adalah keramahan dan kesopanan petugas KIA serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau ”assurance”.

d) Empati (emphaty) adalah sikap untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pengguna program KIA.

e) Wujud (tangibel) adalah penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan personel yang digunakan dalam pelaksanaan program KIA.


(64)

3.6. Metode Pengukuran

Motivasi kerja dapat disusun menjadi 3 kategori (mengacu kepada skala Likert dalam Notoatmodjo, 2005), yaitu Tinggi, Sedang dan Rendah, dengan

pengertian sebagai berikut:

1) Kategori tinggi apabila pengelola program KIA memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan secara penuh dengan tujuan mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pengelola program KIA puskesmas (>75% dari total nilai tertinggi kuesioner penelitian)

2) Kategori sedang apabila pengelola program KIA memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan dengan cukup yang bertujuan mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pengelola program KIA (40-75% dari total nilai tertinggi kuesioner penelitian).

3) Kategori rendah apabila pengelola program KIA memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik yang tidak mendorong pekerjaan secara penuh dengan tujuan mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pengelola program KIA (<40% dari total nilai tertinggi kuesioner penelitian)

Variabel mutu pelayanan KIA dapat disusun menjadi 3 kategori, yaitu Baik, Sedang dan Kurang, dengan pengertian sebagai berikut:

1) Kategori baik apabila pengelola program KIA puskesmas mampu melaksanakan program KIA meliputi seluruh aspek: keterjangkauan, keresponsifan, wujud, keyakinan, dan empati (>75% dari total nilai tertinggi kuesioner penelitian).


(65)

2) Kategori sedang apabila pengelola program KIA puskesmas mampu melaksanakan program KIA meliputi sebagian besar aspek: keterjangkauan,

keresponsifan, wujud, keyakinan, dan empati (40-75% dari total nilai tertinggi kuesioner penelitian)

3) Kategori kurang apabila pengelola program KIA puskesmas mampu melaksanakan program KIA meliputi sebagian kecil aspek: keterjangkauan,

keresponsifan, wujud, keyakinan, dan empati (<40% dari total nilai tertinggi kuesioner penelitian)

Metode pengukuran variabel bebas dan variabel terikat menggunakan skala interval yang berpedoman kepada skala Likert sebagai berikut:

Tabel 3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas Skala Interval Jlh

Per-tanyaan No Variabel Bebas

Bobot nilai 1 variabel = satu indikator

Bobot nilai 1 variabel -tiga indikator (Motivasi)

Intrinsik

1. 1).Tinggi = >75%

dari skor tertinggi (nilai 46-60) −Tanggung jawab

(responsibility)

4 −Kemajuan

(advancement)

4 −Pekerjaan itu sendiri

(the work it self)

4 −Pencapaian

(achievement)

4

- Pengakuan (recognition)

4

Ya = 3 Kadang-kadang = 2

Tidak = 1

2).Sedang = 40-75% dari skor tertinggi (nilai 24-45)

3).Rendah = <40% dari skor tertinggi (<24)


(66)

Tabel 3.1. Lanjutan Kategori Motivasi

Intrinsik

1). Tinggi = >75% dari skor tertinggi (nilai 46-60)

20

2). Sedang = 40-75% dari skor tertinggi (nilai 24-45)

3) Rendah = <40% dari skor tertinggi (<24) Ekstrinsik

2

4 −Administrasi dan

kebijaksanaan organisasi

Ya = 3

1).Tinggi = >75% dari skor tertinggi (nilai 46-60) 2).Sedang = 40-75%

dari skor tertinggi (nilai 24-45)

−Penyeliaan 4

−Gaji 4 Kadang-kadang = 2

Tidak = 1

3) Rendah = <40% dari skor tertinggi −Hubungan antar

pribadi

4

(<24) −Kondisi kerja 4

Kategori Motivasi Ekstrinsik

1). Tinggi = >75% dari skor tertinggi (nilai 46-60)

2). Sedang = 40-75% dari skor tertinggi (nilai 24-45)

3) Rendah = <40% dari skor tertinggi (<24) 20

Tabel 3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat Skala Interval No Variabel Terikat Jlh

Per-tanyaan (Mutu Pelayanan

KIA)

Bobot Nilai 1 Variabel = Satu Indikator

Bobot Nilai 1 Variabel -2 Indikator 1 Keresponsifan

(responsiveness)

8

Ya = 2 Tidak = 1

1).Baik = >75% dari skor tertinggi (nilai 44 - 56)

2).Sedang=40-75% dari skor tertinggi (nilai 22-43)

3).Buruk=<40% dari skor tertinggi (nilai < 22)

5 Wujud (tangible)

2

3 Keyakinan (confidence)

5 Empati (emphaty)

4 5


(67)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif merupakan metode untuk menguji data dalam bentuk angka. Dalam metode ini penulis akan menggunakan uji regresi berganda untuk melihat seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel terikat dengan menggunakan bantuan program komputer, dengan persamaan regresi untuk variabel motivasi intrinsik sebagai berikut:

Y = g + IX1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6+ 7X7 + 8X8 + 9X9 + 10X10 + µ

Keterangan:

Y = Variabel Dependen (Mutu Pelayanan KIA) = Konstanta Regresi

X1 = Tanggung jawab (responsibility)

X2 = Kemajuan (advancement)

X3 = Pekerjaan itu sendiri (the work it self) X4 = Pencapaian (achievement)

X5 = Pengakuan (recognition)

X6 = Administrasi dan kebijaksanaan organisasi X7 = Penyeliaan

X8 = Gaji

X9 = Hubungan antar pribadi X10 = Kondisi kerja β1-β10 = Koefisien Regresi

μ = Error term

3.7.1. Uji t (Uji Secara Parsial)

Analisis secara parsial adalah menguji variabel independen (X1 dan X2), apakah mempunyai pengaruh yang signifikan positif atau negatif terhadap variabel


(68)

dependen (Y). Kriteria pengujian sebagai berikut:

Ho i = 0: artinya tidak terdapat pengaruh i terhadap kinerja petugas KIA Ha i ≠ 0: artinya terdapat pengaruh i terhadap kinerja petugas KIA

Dengan menggunakan tingkat signifikan (alpha) 5% dan derajat kebebasan (n-k), kemudian dibandingkan dengan t-hitung ≥ t-tabel maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang nyata i terhadap kinerja petugas KIA.

3.7.2. Uji F (Uji Secara Serentak)

Uji F statistik digunakan untuk menguji keberartian pengaruh seluruh variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen. Kriteria uji secara serentak dengan cara membandingkan nilai F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang nyata seluruh variabel independen terhadap kinerja petugas KIA.

3.7.3. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian kontribusi dari seluruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen dilihat dari koefisien determinasi (R2), dimana 0<R2<1, hal ini menunjukkan jika nilai R2 semakin dekat dengan nilai 1 maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen semakin kuat, sebaliknya jika nilai R2 semakin dekat dengan nilai 0 maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen semakin lemah.


(69)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai luas wilayah 4.182,3 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kabupaten Tamiang

- Sebelah Timur : Provinsi Sumatera Utara

- Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Singkil

- Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Selatan

Jumlah kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara sebanyak 16 kecamatan dengan jumlah desa 384 dan 1 kelurahan. Jumlah penduduk berdasarkan data terakhir sebanyak 260.925 jiwa (57.821 KK). Jumlah penduduk laki-laki sebanya 119.191 jiwa dan perempuan 141.734 jiwa.

Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Aceh Tenggara umumnya SD sebanyak 49.306 jiwa (39,46%), sedangkan yang tamat


(70)

Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari sarana pelayanan kesehatan dasar yang ditujukan sebagai tempat pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari Puskesmas sebanyak 14 unit, puskesmas pembantu sebanyak 40 unit, puskesmas keliling sebanyak 10 unit roda empat dan 28 roda dua. Sebagai penunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat terdapat 371 unit posyandu.

Komposisi tenaga kesehatan berdasarkan tingkat pendidikan di puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara yang paling banyak adalah tenaga bidan, yaitu sebanyak 183 orang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Aceh Tenggara

No Jenis Tenaga Jumlah Persen

1 Pascasarjana (S2) 2 0.41

2 Dokter Spesialis 4 0.82


(71)

4 Dokter Umum PTT 5 1.03

5 Dokter Gigi 5 1.03

6 Apoteker 5 1.03

7 Sarjana Kesehatan

Masyarakat 59 12.16

8 Sarjana Non Kesehatan 9 1.86

9 Bidan (D.3) 13 2.68

10 Perawat (D.3) 40 8.25

11 D.3 Kesling 7 1.44

12 Perawat 77 15.88

13 Bidan 183 37.73

14 SPRG 7 1.44

15 SPPH 12 2.47

16 SPAG 5 1.03

17 Fisioterapi 1 0.21

18 SMAK 6 1.24

19 SMA 10 2.06

20 SMEA 2 0.41

21 STM 1 0.21

22 SMP 5 1.03

23 SD 2 0.41

Jumlah 485 100.0

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2007

4.2. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini karakteristik responden yang diamati adalah: umur, pendidikan, lama kerja, dan puskesmas tempat bekerja. Jumlah dan


(72)

persentase responden berdasarkan identitas dapat dilihat pada uraian berikut.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berumur <

35 tahun, yaitu sebanyak 29 orang (51,8%), selebihnya berusia ≥ 35

tahun.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara

No Umur Jumlah Persen

1 < 35 tahun 29 51.8

2 ≥ 35 tahun 27 48.2

Jumlah 56 100.0

Tabel silang antara umur dengan motivasi kerja menunjukkan bahwa dari 29 responden yang berumur <35 tahun, 75,9% diantaranya memiliki motivasi kerja yang sedang, demikian juga dari 27 responden yang berumur ≥ 35 tahun sebesar 70,4% diantaranya memiliki motivasi kerja yang sedang. Ada perbedaan penyebaran responden yang mempunyai motivasi intrinsik tinggi dan buruk berdasarkan umur responden.


(73)

Motivasi Kerja

Umur Rendah Sedang Tinggi

n % n % n %

< 35 tahun 3 10.3 22 75.9 4 13.8

≥ 35 tahun 2 7.4 19 70.4 6 22.2

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan kebidanan D.I, yaitu sebanyak 38 orang (67,9%), selebihnya adalah bidan dengan pendidikan Akademi D.III Kebidanan.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara

No Pendidikan Jumlah Persen

1 Bidan D.I 38 67.9

2 Bidan D.III 18 32.1

Jumlah 56 100.0

Tabel silang antara pendidikan dengan motivasi kerja menunjukkan bahwa dari 38 responden yang berpendidikan Bidan D.I, 84,2% diantaranya memiliki motivasi kerja yang sedang, demikian juga dari 18 responden yang berpendidikan Bidan D.III sebesar 50,0% diantaranya memiliki motivasi kerja yang sedang. Ada perbedaan


(74)

penyebaran responden yang mempunyai motivasi intrinsik tinggi dan buruk berdasarkan pendidikan responden.

Tabel 4.5 Tabel Silang Penduidikan dengan Motivasi Kerja Petugas KIA

Motivasi Kerja

Pendidikan Rendah Sedang Tinggi

n % n % n %

Bidan D.I 4 10.5 32 84.2 2 5.3

Bidan D.III 1 5.6 9 50.0 8 44.4

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden

mempunyai masa kerja ≥ 6 tahun, yaitu sebanyak 35 orang (62,5%),

sedangkan responden yang mempunyai masa kerja < 6 tahun sebanyak 21 orang (37,5%).

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara

No Masa Kerja Jumlah Persen

1 < 6 tahun 21 37.5


(75)

Jumlah 56 100.0

Hasil penelitian menunjukkan petugas KIA yang bertugas di setiap puskesmas di Kabupaten Aceh Tenggara yaitu Puskesmas masing-masing 4 orang.

4.3. Motivasi Kerja Petugas KIA

Pengukuran motivasi kerja petugas KIA dilihat dari motivasi intrinsik meliputi aspek tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian, dan pengakuan. Motivasi ekstrinsik diukur berdasarkan aspek administrasi dan kebijakan organisasi, penyeliaan, gaji, hubungan antar pribadi, dan kondisi kerja.

4.3.1. Motivasi Intrinsik a. Tanggung Jawab

Berdasarkan tanggung jawab petugas KIA didapatkan bahwa sebagian besar (50,0%) petugas KIA tidak bertanggung jawab dengan program KIA yang dipercayakan atasannya, hanya 23,2% yang merasa bertanggung jawab. Sebagian besar (42,9%) tidak bertanggung jawab


(76)

apabila pencapaian program KIA tidak sesuai dengan target, hanya 19,6% yang merasa bertanggung jawab atas pencapaian tersebut. Sedangkan tentang melaksanakan pelayanan KIA sesuai dengan rencana, sebagian besar (44,6%) petugas tidak melaksanakan pelayanan KIA sesuai dengan rencana, hanya 17,9% yang melaksanakan pelayanan KIA sesuai dengan rencana. Demikian juga, sebagian besar petugas (44,6%) tidak melaksanakan pelayanan KIA sesuai dengan waktu kerja yang ditetapkan. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab Petugas KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara

Ya

Kadang-kadang

Tidak

No Tanggung Jawab

n % n % n %

1 Bertanggung jawab dengan program KIA yang dipercayakan atasan

13 23.2 15 26.8 28 50.0

2 Bertanggung jawab bila

pencapaian program KIA tidak sesuai dengan target

11 19.6 21 37.5 24 42.9

3 Melaksanakan pelayanan KIA

sesuai dengan rencana 10 17.9 21 37.5 25 44.6


(1)

mutu pelayanan KIA di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara (p<0,05).

d. Motivasi kerja yang paling dominan berpengaruh terhadap mutu pelayanan KIA adalah motivasi intrinsik yaitu aspek kemajuan.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diberikan saran sebagai rekomendasi sebagai berikut:

a. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, khususnya pengelola program KIA supaya meningkatkan sosialisasi program KIA kepada masyarakat melalui penyuluhan, sehingga petugas KIA mendapat pengakuan dari masyarakat dalam melaksanakan tugasnya.

b. Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara perlu mengintensifkan pelaksanaan program KIA dengan membuat kebijakan organisasi yang dapat meningkatkan motivasi kerja petugas, melalui peningkatan pemahaman komprehensif tentang program KIA melalui pemberian gaji maupun penyediaan insentif yang sesuai dengan beban kerja.


(2)

c. Kepada Koordinator Pengelola Program KIA Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara perlu melakukan peningkatan pengetahuan dengan memberikan pelatihan, seminar atau lokakarya kepada petugas KIA.

d. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P. 2001. Psikologi Kerja. (Edisi ke-3). Jakarta : Rineka Cipta

Arep, Ishak, dan Tanjung, Hendri. (2004). Manajemen Motivasi. PT. Gramedia, Jakarta.

Azwar, Azrul. 1996. Konsep Mutu dalam Pelayanan Kesehatan, MKMI, Jakarta.

Depkes RI, 2000, Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Depkes RI, Jakarta

_________, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta.

_________, 2004. Pedoman Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta.

_________, 2005. Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009, Jakarta

_________, 2007. Program Perencanaan Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2007. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007, Kutacane.


(4)

Dinas Kesehatan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam., 2006. Profil Kesehatan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2006. Banda Aceh.

Hasan M., 2004. Analisis Hubungan Motiavsi Kerja Perawat dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kota Banda Aceh (Tesis), Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gomes, F.C, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 3, Andi Offset, Yogyakarta.

Hasibuan, M. 2004. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.

Mangkunegara, AA Anwar Prabu. 2000, Manajemen Sumber Daya

Manusia, Bandung, PT Remaja Rosdakarya

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit UI Press

Napitupulu B., 2004, Peran Bidan Desa Pelaksanaan Program KIA di Desa (Tesis), Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

Parasuraman A, 1998, Assesment of Expectations as A Comparison Standart in Measure of Quality: Implications for Further


(5)

pp.111-124.

Parasuraman, Zeithaml, , Berry ,1990. “Delivering Quality Service”, New York : The Free Press, International Journal Of Retail and Distribution Management).

Pujawan , Nyoman I, 1997:8). Pelaksanaan Dekonsentrasi dan

Peningkatan Mutu Pelayanan Publik, Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Robbin SP., Perilaku Organisasi, (Terjemahan) Jakarta: Bumi Aksara.

Sagir, Soeharsono, 2002. Motivasi Kerja Pegawai Suatu Kajian Teoritis, Bandung

Sastrohadiwiryo. B., Siswanto, 2003. Manajemen Tenaga Kerja

Indonesia, Pendekatan Admnistratif dan Operasional, Bumi

Aksara, Jakarta

Siagian, S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumaryoto, 2003, Angka Kematian Ibu (AKI) karena Hamil,

Melahirkan, dan Nifas di Indonesia, Kementerian Negara

Pemberdayaan Perempuan http://www.kompas.co.id

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2002 dan 2003,

Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan, http//www.depkes.go.id.


(6)

Tjiptono, F., 2000. Manajemen Jasa, Yogyakarta : Penerbit Andi Offset

Wakur, 2007. Program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas (Studi

Fungsi Dinas Kesehatan di Keerom Papua). Program Magister

Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wijono 1999 Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, volume 1 : Surabaya : Airlangga University Press

Winarni LP., 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Peranan Bidan Desa dalam Upaya Menurunkan Angka

Kematian Ibu di Kabupaten Aceh Utara tahun 2007. Tesis:

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

WHO, 2005. The Millennium Development Goals for Health: A Review of the Indicators, Jakarta, disadur oleh Pusat Data Depertemen Kesehatan RI, Jakarta.

Yukl, G., 2002. Leadership in Organization (5th Ed.).New Jersey: Prentice Hall, Inc

www.promosikesehatan.com, Peran Dukun Bayi dalam pemeriksaan