Interpretasi Model Fixed Effect Efek Tetap dengan Pembobotan Pajak Daerah sebagai Komponen Penerimaan yang Mempengaruhi

6.2.2. Interpretasi Model Fixed Effect Efek Tetap dengan Pembobotan

Cross Section Weighted dan White Heteroscedasticity yang di Log kan Setelah mengestimasi model fixed effect efek tetap dengan pembobotan cross section weighted dan white heteroscedasticity yang di log kan pada Tabel 6.3., maka langkah selanjutnya adalah interpretasi terhadap persamaan regresi dari model. Model tersebut menunjukkan koefisien PD sebesar 0,0679 artinya jika penerimaan daerah dari pajak naik sebesar satu persen maka akan terjadi peningkatan PDRB perkapita provinsi sebesar 0,0679 persen. Koefisien RD sebesar 0,0098 artinya jika penerimaan daerah dari retribusi meningkat sebesar satu persen maka akan terjadi peningkatan PDRB perkapita provinsi sebesar 0,0098 persen. Koefisien DAU sebesar 0,0190 artinya jika penerimaan daerah dari dana alokasi umum naik satu persen maka PDRB perkapita provinsi akan meningkat sebesar 0,0190 persen. Nilai R-squared atau koefisien determinasi 0.999997 yang menunjukkan bahwa 99,99 persen keberagaman shifting dapat dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang ada di luar model. Hasil uji ini diperkuat dengan tingginya F-statistik yang signifikan pada tingkat α=5 persen sebesar 0,0000.

6.2.3. Pajak Daerah sebagai Komponen Penerimaan yang Mempengaruhi

PDRB Perkapita Hasil estimasi dengan menggunakan model fixed effect efek tetap dengan pembobotan cross section weighted dan estimasi white heteroscedasticity yang di log kan pada Tabel 6.3. menyatakan bahwa ada hubungan positif antara penerimaan pajak daerah dengan PDRB perkapita provinsi. Ini berarti bahwa dengan meningkatnya penerimaan pajak daerah maka PDRB perkapita juga meningkat. Hubungan positif antara penerimaan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan karena provinsi dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan untuk menyediakan sarana dan prasarana sehingga menunjang kegiatan ekonomi. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, Undang-undang tentang Pemerintah Daerah, yaitu: UU No. 22 tahun 1999, dan UU No. 32 tahun 2004 menetapkan pajak dan retribusi menjadi sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan potensi masing-masing daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan ekonomi Siahaan, 2005. Pajak provinsi di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 terdiri dari: pajak kendaraan bermotor, dan kendaraan di atas air; bea balik nama kendaraan bermotor, dan kendaraan di atas air; pajak bahan bakar kendaraan bermotor; pajak pengambilan, dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan; pajak hotel; pajak restoran; pajak hiburan; pajak reklame; pajak penerangan jalan; pajak pengambilan bahan galian; dan pajak parkir. Total pajak seluruh provinsi dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 semakin meningkat Lampiran 4. Provinsi DKI Jakarta mendominasi dengan penerimaan pajak lebih dari tiga puluh persen terhadap total penerimaan pajak seluruh provinsi, dilanjutkan oleh Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Sedangkan untuk Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan penerimaan pajak terbesar, dilanjutkan oleh Riau dan Lampung. Untuk Pulau Kalimantan, Provinsi Kalimantan Tengah adalah provinsi yang paling kecil penerimaan pajaknya. Sedangkan untuk Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki penerimaan pajak paling besar. Penerimaan pajak setiap provinsi semakin meningkat dengan laju pertumbuhan tahunan yang semakin kecil.

6.2.4. Retribusi Daerah sebagai Komponen Penerimaan yang