Hubungan Penerimaan dan Produk Domestik Regional Bruto

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan dijabarkan dalam tiga bagian. Bagian pertama akan membahas hasil estimasi yang dilakukan dengan menggunakan metode koefisien korelasi. Bagian kedua akan membahas hasil estimasi yang dilakukan dengan menggunakan metode panel data yang diawali dengan pemilihan model, evaluasi model, dan interpretasi model. Bagian ketiga akan membahas hasil estimasi yang dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui sektor yang mendominasi perekonomian pada provinsi yang termasuk kategori penerimaan tinggi, sedang, dan rendah.

6.1. Hubungan Penerimaan dan Produk Domestik Regional Bruto

Perkapita Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan penerimaan provinsi dan Produk Domestik Regional Bruto PDRB perkapita adalah Koefisien Korelasi r. Estimasi ini dilakukan dengan menggunakan program software Mirosoft Excel. Hasil perhitungan koefisien korelasi yang menyatakan kuat tidaknya hubungan antara penerimaan provinsi yang dinyatakan dengan variabel X dengan PDRB perkapita yang dinyatakan dengan variabel Y dari tahun 2000 sampai tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 6.1. Berdasarkan hasil perhitungan Koefisien Korelasi dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara penerimaan provinsi dengan PDRB perkapita pada setiap tahun, dimana koefisien korelasi mendekatai satu. Koefisien korelasi dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2002 dan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 meningkat. Sedangkan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2002 ,dan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 menurun. Koefisien korelasi dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 menunjukkan tidak ada kecenderungan meningkat atau menurun, tetapi berkisar antara 0,6122 dan 0,7032. Tabel 6.1. Hasil Estimasi Metode Analisis Koefisien Korelasi TAHUN KOFISIEN KORELASI 2000 0,6122 2001 0,7022 2002 0,6746 2003 0,7032 2004 0,6358 Penerimaan total seluruh provinsi dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 semakin meningkat Lampiran 2., tetapi laju pertumbuhannya semakin menurun. Laju pertumbuhan penerimaan total seluruh provinsi paling tinggi dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 sebesar 59,10 persen, sedang yang paling rendah dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 sebesar 6,91 persen. Penerimaan setiap provinsi cenderung meningkat sampai dengan tahun 2004, kecuali Provinsi Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Provinsi yang memiliki persentase penerimaan terbesar adalah provinsi DKI Jakarta dengan persentase rata-rata sebesar 29,04 persen per tahun terhadap penerimaan total, dilanjutkan oleh Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Provinsi yang memiliki pertambangan minyak lebih menonjol jika dibandingkan dengan provinsi lain, contohnya : Provinsi Kalimantan Timur dan Riau. Provinsi yang memiliki PDRB perkapita paling menonjol ada lima provinsi Lampiran 3., yaitu : Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Riau, Nangroe Aceh Darussalam, dan Papua. Dimana dari kelima provinsi tersebut terdapat empat provinsi yang berada di luar Pulau Jawa dan merupakan provinsi penghasil pertambangan. Persentase laju pertumbuhan PDRB perkapita cenderung stabil atau menurun dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Hanya ada empat provinsi yang konsisten memiliki laju pertumbuhan PDRB per kapita terus meningkat, yaitu : Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.

6.2. Hubungan Komponen Penerimaan Provinsi dan PDRB Perkapita