4.2. Model Umum Penelitian
Model yang digunakan untuk melihat hubungan antara penerimaan provinsi dan PDRB per kapita adalah sebagai berikut.
Y
it
= α + β
1
PD
it
+ β
2
RD
it
+ β
3
BH
it
+ β
4
DAU
it
+
it
4.1 Keterangan :
Y
it
: PDRB per kapita dengan harga konstan tahun 2000 rupiah PD
: penerimaan dari pajak daerah rupiah RD
: penerimaan dari retribusi daerah rupiah BH
: penerimaan dari bagi hasil pajakbukan pajak rupiah DAU : penerimaan dari Dana Alokasi Umum rupiah
α : intersep
β : slope
i : individu ke-i
t : periode waktu ke-t
: errorsimpangan.
PDRB perkapita dengan harga konstan tahun 2000 PDRB dengan harga konstan tahun 2000
= Jumlah penduduk
4.2
4.3. Metode Analisis
4.3.1. Kofisien Korelasi
Untuk melihat keeratan hubungan antara jumlah penerimaan dan jumlah PDRB per kapita digunakan analisis koefisien korelasi dengan rumus :
∑ ∑
∑
=
2 2
y x
xy r
4.3 -1
≤ r ≤ 1 Keterangan :
r : koefisien korelasi
x : jumlah penerimaan
y : jumlah PDRB perkapita
Jika koefisien korelasi mendekati angka 1 atau -1, maka korelasi yang terjadi akan semakin kuat baik positif maupun negatif. Sebaliknya jika semakin
mendekati 0, maka korelasi yang terjadi lemah.
4.3.2. Panel Data
Metode analisis Panel Data digunakan untuk mengetahui komponen penerimaan provinsi yang mempengaruhi PDRB perkapita. Model ini
menggunakan kombinasi set data runtun waktu time series dan kerat lintang cross section. Analisis panel data adalah subjek dari salah satu bentuk yang
cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini dikarenakan panel data menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik
estimasi dan hasil teoritikal. Dalam bentuk praktis, peneliti telah dapat menggunakan data runut waktu time series dan kerat lintang cross section
untuk menganalisis masalah yang tidak dapat diatasi jika hanya menggunakan salah satunya saja. Banyak keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan data
panel, yang diantaranya sebagai berikut: 1
Mampu mengontrol heterogenitas individu,
2 Banyak memperoleh informasi lebih bervariasi, mengurangi kolinieritas antar
variabel, meningkatkan derajat kebebasan serta lebih efisien, 3
Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment, 4
Mampu lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time
series murni, 5
Dapat menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. Keunggulan fundamental panel data daripada runut waktu time series
ataupun kerat lintang cross section adalah bahwa panel data akan membiarkan peneliti untuk lebih fleksibel dalam memodelkan perbedaan sifat tiap data
pengamatan.
4.3.2.1.Model Dalam Panel Data
Model panel data memiliki 3 model yaitu Pooled OLS, Fixed Effect LSDV atau model efek tetap, dan Random Effect GLS atau model efek acak.
Model Pooled OLS tidak dapat digunakan pada penelitian ini karena tidak dapat menganalisis heterogenitas individu.
4.3.2.1.1.Model Efek Tetap Fixed Effect
Masalah terbesar dalam pendekatan model kuadrat terkecil adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar
individu maupun antar waktu yang mungkin kurang beralasan. Untuk mengatasi masalah ini maka kita bisa menggunakan Model Efek Tetap Fixed Effect.
Model Efek Tetap Fixed Effect yaitu model yang didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat
mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah boneka dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk
memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini lalu model diduga dengan OLS, dengan persamaan sebagi berikut.
Y
it
= ∑αiDi+ β X
it
+
it
4.4 Keterangan :
Y
it
: variabel
endogen X
it
: variabel
eksogen α
i
: intersep model yang berubah-ubah antar cross section unit β :
slope D
: variabel boneka dummy i
: individu ke-i t
: periode waktu ke-t :
errorsimpangan.
4.3.2.1.2.Model Efek Acak Random Effect
Keputusan untuk memasukan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi. Penambahan variabel
boneka akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Untuk mengatasi
masalah tersebut maka kita bisa menggunakan Model Efek Acak Random Effect.
Dalam model efek acak parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukan ke dalam error. Karena hal inilah model efek acak sering juga
disebut model komponen error error component model. Bentuk model efek acak ini bisa dijelaskan pada persamaan berikut :
Y
it
= α
+ β X
it
+
it
4.5
it =
u
it +
v
it +
w
it
4.6 Keterangan :
u
it
~ N0, u
2
: komponen cross section error v
it ~
N0, v
2
: komponen
time series error w
it ~
N0, w
2
: komponen combinations error, Diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkolerasi dan begitu
juga dengan error kombinasinya. Penggunakan model efek acak dapat menghemat pemakaian derajat
kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi, parameter yang merupakan hasil estimasi akan
menjadi semakin efisien.
4.3.2.2.Pemilihan Model Dalam Pengolahan Panel Data
Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan
yang efisien. Untuk memilih model Fixed Effect LSDV atau model efek tetap, dan Random Effect GLS atau model efek acak dapat menggunakan Hausman
Test.
Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect.
Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel
dummy. Namun, penggunaan metode random effect pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.
Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut.
H : Model
Random Effects Model H
1
: Model Fixed Effects Model.
Sebagai dasar penolakan Hipotesa nol maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square.
Statistik Hausman dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut.
1 1
m b
M M
b
-
= -
- -
b b
~ 4.7
2
K c
Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fix effect, b adalah vektor statistik
variabel random effect, M adalah matriks kovarians untuk dugaan Fixed Effects
Model dan
1
M adalah matriks kovarians untuk dugaan Random Effects Model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari
-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan
adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.
2
c
4.3.2.3.Evaluasi Model
Sebagai upaya untuk menghasilkan model yang efisien, tidak bias, dan konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggarangangguan
asumsi dasar ekonometrika, yang berupa gangguan antar waktu time-related disturbance, gangguan antar individu atau variabel cross sectional disturbance,
dan gangguan akibat keduanya. Pengujian model yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
4.3.2.3.1.Multikolinearitas
Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak
signifikan sementara dari hasil F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan menghilangkan variabel
yang tidak signifikan.
4.3.2.3.2.Autokorelasi
Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya, untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin Watson DW
dalam eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW tabel. Adapun kerangka
identifikasi Autokorelasi terangkum dalam Tabel 4.1. Autokorelasi ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling
berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan
autokorelasi, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Penanganan untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR1
atau AR2 dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang digunakan.
Tabel 4.1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai DW Hasil
4-dlDW4 Tolak H
, korelasi serial negatif 4-dlDW4-dl
Hasil tidak dapat ditentukan 2DW4-du Terima
H , tidak ada korelasi serial
duDW2 Terima H
, tidak ada korelasi serial dlDWdu
Hasil tidak dapat ditentukan 0DWdl Tolak
H , korelasi serial positif
4.3.2.3.3.Heteroskedastisitas
Dalam regresi linier ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var ui=
σ
2
konstan, semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas
diperoleh pada data kerat lintang cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan
konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi ”misleading”
Gujarati,1978. Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas,
digunakan uji-white heteroscedasticity yang diperoleh dalam program eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs R-Squared dengan X Chi-Squared
tabel, jika nilai Obs R-Squared lebih kecil daripada X Chi-Squared tabel maka
tidak ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1 yang menggunakan metode General Least Square Cross Section
Weights, maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisistas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square
resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics Sum Square resid Unweighted statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk
men-treatment pelanggaran tersebut, bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.
4.3.3. Analisis Deskriptif