Harga Dasar Kedelai Bea Masuk Impor

2.5 Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kedelai

Dalam upaya meningkatkan kualitas perkedelaian di Indonesia, yaitu untuk peningkatan produksi, perbaikan tataniaga, perbaikan harga produsen dan yang pasti mengurangi jumlah impor pemerintah melakukan beberapa langkah kebijakan. Berikut ini dijelaskan beberapa kebijakan pemerintah mengenai komoditas kedelai.

2.5.1 Harga Dasar Kedelai

Kebijakan penetapan harga dasar kedelai dilakukan selama lima Pelita dan dilakukan penyesuaian-penyesuaian, yaitu pada tahun 1969, 1973, 1974, 1978, 1979, 1983, 1984, 1988 dan 1990. Pada tahun 1988 harga dasar kedelai Rp 733kg menjadi Rp 889kg pada tahun 1990. Kebijakan harga dasar dimulai sejak tahun 197980 sampai akhir tahun 1991 dan setiap tahun ditetapkan melalui Inpres pada tanggal 1 Nopember kecuali untuk tahun 1991 yang ditetapkan sebulan lebih awal. Seperti terlihat pada Tabel 3 harga dasar kedelai dimulai pada tingkat Rp 210 per kg dan berakhir pada tingkat Rp 500 per kg selama kurun waktu 12 tahun tersebut. Kebijakan harga dasar telah dihentikan pemerintah sejak tahun 1991 sampai sekarang.

2.5.2 Bea Masuk Impor

Kebijaksanaan pengenaan bea masuk kedelai impor perlu diterapkan agar dapat memberikan tingkat proteksi yang diperlukan untuk melindungi produsen kedelai di dalam negeri. Dengan tingkat bea masuk tertentu akan dapat dibentuk tingkat harga yang tidak akan menyaingi harga kedelai lokal. Strategi ini sejalan dengan era tarifikasi yang dikehendaki dalam globalisasi perdagangan untuk Universitas Sumatera Utara menggantikan segala bentuk kebijaksanaan pengaturan tata niaga untuk melindungi produsen dalam negeri. Pemerintah menunjuk Bulog untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut dengan dukungan penuh. Tarif tersebut dimulai sejak 1974 sebesar 30 persen yang dipertahankan sampai tahun 1980. Sejak tahun 1981 – 1993 tarif impor kedelai diturunkan menjadi 10 persen dan kemudian pada tahun 1994 – 1996 tarif diturunkan menjadi lima persen dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan World Trade Organization melalui UU No.71994. Konsekuensinya adalah Indonesia dituntut untuk segera melakukan penyesuaian kebijaksanaan pertanian dan kebijaksanaan perdagangannya. Pada tahun 1997 tarif tersebut diturunkan lagi menjadi 2.5 persen dan akhirnya tarif impor kedelai ditiadakan mulai tahun 1998 – 2003. Terhitung 29 September 1998 melalui Kepmen Keuangan No. 444KMK.011998, tarif bea masuk kedelai impor dihilangkan. Kebijakan tersebut justru memperburuk kondisi petani kedelai dalam negeri. Berdasarkan teori perdagangan Salvatore, kebijakan tersebut akan menyebabkan turunnya harga kedelai pada tingkat petani. Sebaliknya, kebijakan tersebut menguntungkan industri pengolahan kedelai, karena dapat menikmati murahnya harga kedelai impor dengan kualitas dan pasokan yang lebih menjamin kontinuitas produknya. Berdasar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557KMK. 012003, pada tahun 2003 tarif bea masuk impor kedelai menjadi 15 persen dan diperbaharui lagi menjadi 10 persen pada tahun 2006 serta yang terakhir yaitu tahun 2008 tarif bea masuk impor kedelai diubah menjadi nol persen kembali, yang untuk kali ini bukan hanya melalui satu keputusan menteri saja melainkan juga dengan Universitas Sumatera Utara dikeluarkannya Keppres. Hal tersebut dilakukan karena terjadi sangat tingginya perubahan harga kedelai di dalam negeri yang mencapai lebih dari 100 persen. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557 tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan stok kedelai di dalam negeri, peningkatan konsumsi dan semakin tingginya harga dalam negeri.Tarif impor kedelai ditetapkan menjadi 5 pada tahun 2010. Tarif bea masuk atas kacang kedelai menjadi 0 dan berlaku mulai tanggal 24 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2011. Pada 1 Januari 2012, tarif bea masuk kedelai kembali menjadi 5. Pada tanggal 3 Oktober 2013 tarif bea masuk impor dibebaskan menjadi 0 .

2.5.3 Kebijakan Tata Niaga