Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Dan Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN DAN PENAWARAN DAGING SAPI DI

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh :

RONALD SIAHAAN

097040010

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Ronald Siahaan

NIM : 097040010

Program Studi : Ilmu Peternakan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. Dr.Ir. Rahmanta Ginting, M.Si.

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian


(3)

Tanggal Lulus : 2 Juli 2011

Tesis ini telah diuji di Medan pada Tanggal :

2 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS


(4)

Anggota : Dr.Ir. Rahmanta Ginting, M.Si.

Penguji : 1. Prof.Dr.Ir. Hasnudi, MS.

2. Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si.

LEMBARAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul :

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN

PENAWARAN DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA adalah benar

merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.

Medan, Juli 2011

Ronald Siahaan NIM 097040010


(5)

ABSTRAK

Ronald Siahaan, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Dan Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara. Dibimbing oleh Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr.Ir. Rahmanta Ginting, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menerangkan gambaran peternakan sapi potong di Sumatera Utara sebagai produksi daging, menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi, menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi, menerangkan elastisitas harga terhadap permintaan, menerangkan elastisitas pendapatan terhadap permintaan, menerangkan elastisitas silang antara daging ayam dengan daging sapi, dan menerangkan elastisitas harga terhadap penawaran.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011, metode penelitian yang digunakan adalah survey. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari kelompok peternak, dan data sekunder dari tahun 2001 hingga 2010 yang diperoleh dari instansi pemerintah. Metode perhitungan yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda (multiple regression) dengan 7 (tujuh) variabel. Program SPSS.18 for Windows (SPSS=Statistical Product and Service Solution) digunakan untuk mengolah Penelitian ini menggunakan analisis Deskriptif, analisis Regresi Linier Berganda dan analisis Elastisitas.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa usaha peternakan sapi potong di Sumatera Utara selama periode tahun 2001 hingga 2010 masih didominasi oleh peternakan rakyat, dengan sistem pemeliharaan yang masih sederhana dan tradisional (ekstensif). Permintaan daging sapi sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk, faktor harga daging, faktor pendapatan per kapita, faktor harga telur dan faktor harga ayam. Harga telur merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi permintaan daging sapi, sementara pendapatan per kapita merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya. Penawaran daging sapi dipengaruhi oleh faktor jumlah sapi impor, faktor harga daging, faktor jumlah sapi yang di inseminasi, faktor harga sapi, faktor daging impor dan faktor jumlah populasi sapi. Jumlah sapi impor merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi jumlah penawaran daging sapi, sementara harga sapi hidup merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya. Elastisistas harga terhadap permintaan daging sapi adalah sangat elastis (sangat responsif). Elastisitas pendapatan terhadap permintaan daging sapi adalah inelastis (kurang responsif). Elastisitas silang antara daging ayam dengan daging sapi adalah subsitusi (pengganti). Elastisitas harga terhadap penawaran daging sapi adalah inelastis (tidak responsif).


(6)

ABSTRACT

Ronald Siahaan, Analysis of Factors Affecting Demand And Offer Beef in North Sumatra. Guided by Dr. Ir Ma'ruf Tafsin, M.Si. Supervising Commission as Chairman, and Dr. Ir Rahmanta Ginting, M.Si. Commission Members as Mentors.

The purpose of this study is to describe the picture of beef cattle ranch in North Sumatra as the production of meat, outlines the factors that influence the demand for beef, outlines the factors that affect the supply of beef, explaining the price elasticity of demand, explaining the income elasticity of demand, explaining cross elasticity between chicken meat with beef, and explain the price elasticity of supply.

The experiment was conducted in April 2011, the research methods used are surveys. The data used are the primary data obtained from the breeder, and secondary data from 2001 to 2010 obtained from government agencies. Calculation method used is a Multiple Linear Regression (multiple regression) to 7 (seven) variables. SPSS.18 program for Windows (SPSS = Statistical Product and Service Solution) is used to process this research using descriptive analysis, Multiple Linear Regression analysis and analysis of Elasticity.

The results of this study concluded that beef cattle breeding business in North Sumatra during the period 2001 to 2010 is still dominated by the farm folk, with a maintenance system which is simple and traditional (extensive). Beef demand is strongly influenced by the population factor, the factor price of meat, per capita income factor, factor prices and factor prices of chicken eggs. Price of eggs is the biggest factor affecting the demand for beef, while income per capita is the smallest factor effect. Offers beef is influenced by factors of the number of imported cattle, beef prices factor, factor in the insemination of cattle, beef price factors, factors and factor the number of imported beef cattle population. The number of imported cattle is the biggest factor affecting the amount of supply of beef, live cattle prices while the smallest is a factor of influence. Elastisistas price of beef demand is very elastic (highly responsive). Income elasticity of demand for beef is inelastic (less responsive). Cross elasticity between chicken meat with beef is the substitution (replacement). The price elasticity of beef supply is Inelastic (unresponsive).


(7)

RIWAYAT HIDUP

Ronald Siahaan. Dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 6 Oktober 1969 dari Ayah H Siahaan SH. dan Ibu TE Udjung sebagai anak keempat dari lima

bersaudara. Penulis menyelesaikan

pendidikan dasar di SD Khatolik Sibolga tahun 1982, di SMP Khatolik Sibolga tahun 1985 dan di SMA Negeri 1 Bandung tahun 1988. Pendidikan sarjana strata satu (S1) diperoleh dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung tahun 1994. Pada tahun 1996 hingga 1997 mendapat kesempatan mengikuti pendidikan Profesional Development Program (PDP) di Institut Bankir Indonesia (IBI) Jakarta.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 tahun, penulis bekerja di PT.Bank CIC pada bagian operasional Kantor Pusat Jakarta (1994-2000). PT.Bank Mega sebagai Kepala Operasional Cabang Jembatan Lima Jakarta (2000-2003) dan PT.Strechline Indonesia Jakarta (2003-2008).

Pada tahun 2008 bekerja di PT.Global Livestock Cattle Medan sebagai Farm Manager. Semenjak bekerja di Medan tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan strata dua (S2) pada Program Megister Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Keanggotaan organisasi penulis adalah Ikatan Alumni SMA Negeri 1 Bandung (SMANSA), Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (Ika-UNPAD)-Jakarta, Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI)-Jakarta, Asosiasi Feedlot Indonesia (AFINDO)-Jakarta, Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI)-Jakarta.

Penulis menikah dengan Sandra Dina Novita pada tahun 2001 dan telah dikarunia satu orang putri yaitu, Kesya Siahaan berumur 9 tahun.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Dan Penawaran Daging

Sapi Di Sumatera Utara. Pada kesempatan ini ungkapan

terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr.Ir. Rahmanta Ginting, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing. Diskusi-diskusi semenjak awal penelitian hingga saat penulisan telah banyak memberikan arah dan konsistensi pada tesis ini.

Kepada Prof.Dr.Ir. Hasnudi, MS dan Dr.Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si selaku Komisi Penguji. Terima kasih atas koreksi, saran dan masukan yang disampaikan pada saat seminar kolikium,seminar hasil dan sidang sarjana.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Prof.Dr.Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku Ketua Program Magister Ilmu Peternakan, kepada Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kepada para dosen Program Studi Magister Ilmu Peternakan yang dalam hal ini tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, kepada para pegawai dan staf kampus. Terima kasih dan rasa hormat atas semua bantuannnya selama penulis mengikuti pendidikan hingga akhirnya dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Drh.Tetty Erlina Lubis, M.Si, Kepala Dinas Peternakan Dan Keswan Propinsi Sumatera Utara, Ir.Harapan Hutauruk, MMA dari UPT-BIBD. Kepada rekan-rekan di Dinas Peternakan Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, terima kasih atas bantuan memfasilitasi perolehan data-data primer dari peternak. Kepada Drh. Arief Setiawan, Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, kepada Drh. Satma Tarigan, Drh. Anwar Fuadi dan Tuah Hasibuan dari UPT Karantina Hewan Belawan, yang telah memberikan data rekapitulasi impor melalui pelabuhan Belawan. Kepada Drs. Baha Siahaan dan Irwanto dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, terima kasih atas data statistik harga produksi pertanian dan peternakan.

Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Peternakan yang selama pendidikan menjalin kebersamaan, penulis berharap semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud. Dan akhirnya ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada istri, orangtua dan saudara-saudara serta seluruh keluarga atas doa dan kasih

sayangnya. Penulis

menyadari tesis ini masih mengalami kekurangan baik karena keterbatasan data maupun keterbatasan metodelogi, oleh karenanya kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan senantiasa penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini memberi manfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, Juli 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… ... i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ... ii

HALAMAN SUSUNAN PANITIA ……… ... iii

LEMBARAN PERNYATAAN ……… ... iv

ABSTRAK……… ... v

ABSTRACT ………... ... vi

RIWAYAT HIDUP ………... ... vii

KATA PENGANTAR ………... ... viii

DAFTAR ISI ………... ... ix

DAFTAR TABEL ……… ... xi

DAFTAR GAMBAR ……… ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ... xiii

I. PENDAHULUAN ……..………. 1

... 1.1Latar Belakang ………..……….……… ... 1

1.2Tujuan Penelitian ………..……… ... 3

1.3Kegunaan Penelitian ………..… ... 4

1.4Hipotesis ………..……… ... 4

1.5Kerangka Pemikiran ……… ... 5

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ……….………….. ... 6

2.1Komoditi Pertanian Subsektor Peternakan ……… ... 6

2.2Hukum Permintaan ………..……… ... 8

2.3Hukum Penawaran ………..………... ... 10

2.4Konsep Elastisitas ………..……… ... 13

2.4.1Elastisitas Permintaan ………. ... 13

2.4.2Elastistas Pendapatan …….………. ... 16

2.4.3Elastisitas Silang ……… ... 17

2.4.4Elastisitas Penawaran ……….…………. ... 18

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN……….…………... 20

3.1Waktu Penelitian ……… ... 20

3.2Metode Dan Analisis Data ………..… ... 20

3.2.1Gambaran Peternakan Sapi Potong ……… ... 20

3.2.2Analisis Permintaan dan Penawaran ………. ... 20

3.3Variabel Penelitian ……….……… ... 21

3.4Prosedur Kerja ………….………. ... 22

3.4.1 Regresi Linier Berganda ....………..……… ... 22

3.4.2 Koefisien Regresi Parsial ……… ... 25

3.4.3 Varian dan Standar Error Estimator ……….. ... 26

3.4.4 Koefisien Determinasi ………...……... ... 27


(10)

3.4.6 Uji-t ……… ... 29

3.4.7 Uji F ……… ... 30

3.5 Analisis Elastisitas ……… .. 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. ... 33

4.1Gambaran Peternakan Sapi Potong di Sumatera Utara …... ... 33

4.2Permintaan Dan Penawaran Daging Sapi di Sumatera Utara ... 35

4.3Permintaan Daging Sapi di Sumatera Utara ……… ... 37

4.4Analisis Permintaan Daging Sapi di Sumatera Utara … ... 39

4.5Penawaran Daging Sapi di Sumatera Utara ……… ... 44

4.6Analisis Penawaran Daging Sapi di Sumatera Utara ……… ... 46

4.7Analisis Elastisitas Daging Sapi di Sumatera Utara ……… ... 50

4.7.1Elastisitas Harga terhadap Permintaan Daging Sapi ... 50

4.7.2Elastisitas Pendapatan terhadap Permintaan Daging Sapi ... 51

4.7.3Elastisitas Silang antara Daging Ayam dengan Daging Sapi ... 51

4.7.4Elastisitas Harga terhadap Penawaran Daging Sapi ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 53

5.1 Kesimpulan Khusus……….…… . 53

5.2 Kesimpulan Umum……….…… .. 54

5.3 Saran ……… ... 54

DAFTAR PUSTAKA ……… ... 55


(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Konsumsi dan Penyedian Daging Nasional 2007-2009…… ... 8

2. Ikhtisar hubungan Elastisitas Harga, Elastisitas Silang dan ... Elastisitas Pendapatan ………..….……… ... 19

3. Gambaran Umum Peternakan Sapi di Sumatera Utara……… 33

4. Realisasi Impor Daging (termasuk Daging Sapi, Tulang, Bebek, Jeroan) oleh Tiga Perusahaan di Sumatera Utara………. 35

5. Realisasi Impor Sapi oleh Tiga Perusahaan Importir di Sumatera Utara………. 36

6. Jumlah Permintaan Daging di Sumatera Utara 2001-2010 ... 37

7. Harga Daging Sapi di Sumatera Utara 2001-2010………… ... 38

8. Konsumsi Daging Sapi di Sumatera Utara 2001-2010…. ... 39

9. Hubungan Variabel Peubah dan Tanda Koefisien dari Model ... Permintaan Daging di Sumatera Utara……….. ... 43

10. Perkembangan Penawaran Impor Sapi dan Impor Daging di ... Sumatera Utara 2001-2010……… ... 44

11. Penawaran Daging dan Populasi Sapi di Sumatera Utara2001-2010 … . 45 12. Hubungan Antara Variabel dan Tanda Kooefisien Model ... Penawaran Daging di Sumaera Utara ……… ... 49


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Alur Kerangka Pemikiran ……… ... 5

2. Kurva Permintaan ……… ... 8

3. Berbagai Kurva Penawaran ……..……….. ... 11

4. Kurva Elastisitas Permintaan ……… ... 14


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Data Peternak di Kabupaten Langkat, Deli Serdang dan Serdang

Bedagai ... 58

2. Variabel Permintaan dan Penawaran Daging di Sumatera ... Utara 2001-2010……… ... 61

3. Analisis Permintaan Menggunakan SPSS 18. for Windows. ... 62

4. Analisis Penawaran Menggunakan SPSS 18. for Windows . ... 67


(14)

ABSTRAK

Ronald Siahaan, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Dan Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara. Dibimbing oleh Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr.Ir. Rahmanta Ginting, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menerangkan gambaran peternakan sapi potong di Sumatera Utara sebagai produksi daging, menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi, menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi, menerangkan elastisitas harga terhadap permintaan, menerangkan elastisitas pendapatan terhadap permintaan, menerangkan elastisitas silang antara daging ayam dengan daging sapi, dan menerangkan elastisitas harga terhadap penawaran.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011, metode penelitian yang digunakan adalah survey. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari kelompok peternak, dan data sekunder dari tahun 2001 hingga 2010 yang diperoleh dari instansi pemerintah. Metode perhitungan yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda (multiple regression) dengan 7 (tujuh) variabel. Program SPSS.18 for Windows (SPSS=Statistical Product and Service Solution) digunakan untuk mengolah Penelitian ini menggunakan analisis Deskriptif, analisis Regresi Linier Berganda dan analisis Elastisitas.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa usaha peternakan sapi potong di Sumatera Utara selama periode tahun 2001 hingga 2010 masih didominasi oleh peternakan rakyat, dengan sistem pemeliharaan yang masih sederhana dan tradisional (ekstensif). Permintaan daging sapi sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk, faktor harga daging, faktor pendapatan per kapita, faktor harga telur dan faktor harga ayam. Harga telur merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi permintaan daging sapi, sementara pendapatan per kapita merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya. Penawaran daging sapi dipengaruhi oleh faktor jumlah sapi impor, faktor harga daging, faktor jumlah sapi yang di inseminasi, faktor harga sapi, faktor daging impor dan faktor jumlah populasi sapi. Jumlah sapi impor merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi jumlah penawaran daging sapi, sementara harga sapi hidup merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya. Elastisistas harga terhadap permintaan daging sapi adalah sangat elastis (sangat responsif). Elastisitas pendapatan terhadap permintaan daging sapi adalah inelastis (kurang responsif). Elastisitas silang antara daging ayam dengan daging sapi adalah subsitusi (pengganti). Elastisitas harga terhadap penawaran daging sapi adalah inelastis (tidak responsif).


(15)

ABSTRACT

Ronald Siahaan, Analysis of Factors Affecting Demand And Offer Beef in North Sumatra. Guided by Dr. Ir Ma'ruf Tafsin, M.Si. Supervising Commission as Chairman, and Dr. Ir Rahmanta Ginting, M.Si. Commission Members as Mentors.

The purpose of this study is to describe the picture of beef cattle ranch in North Sumatra as the production of meat, outlines the factors that influence the demand for beef, outlines the factors that affect the supply of beef, explaining the price elasticity of demand, explaining the income elasticity of demand, explaining cross elasticity between chicken meat with beef, and explain the price elasticity of supply.

The experiment was conducted in April 2011, the research methods used are surveys. The data used are the primary data obtained from the breeder, and secondary data from 2001 to 2010 obtained from government agencies. Calculation method used is a Multiple Linear Regression (multiple regression) to 7 (seven) variables. SPSS.18 program for Windows (SPSS = Statistical Product and Service Solution) is used to process this research using descriptive analysis, Multiple Linear Regression analysis and analysis of Elasticity.

The results of this study concluded that beef cattle breeding business in North Sumatra during the period 2001 to 2010 is still dominated by the farm folk, with a maintenance system which is simple and traditional (extensive). Beef demand is strongly influenced by the population factor, the factor price of meat, per capita income factor, factor prices and factor prices of chicken eggs. Price of eggs is the biggest factor affecting the demand for beef, while income per capita is the smallest factor effect. Offers beef is influenced by factors of the number of imported cattle, beef prices factor, factor in the insemination of cattle, beef price factors, factors and factor the number of imported beef cattle population. The number of imported cattle is the biggest factor affecting the amount of supply of beef, live cattle prices while the smallest is a factor of influence. Elastisistas price of beef demand is very elastic (highly responsive). Income elasticity of demand for beef is inelastic (less responsive). Cross elasticity between chicken meat with beef is the substitution (replacement). The price elasticity of beef supply is Inelastic (unresponsive).


(16)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program swasembada daging sapi adalah bagian tak terpisahkan dari program revitalisasi pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan yang dicanangkan Presiden Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005. Targetnya, memenuhi kebutuhan minimal protein hewani asal daging 10,1 kg per kapita, yang saat ini baru dicapai sekitar 8 kg per kapita. Sedangkan kontribusi daging sapi baru mencapai 1,84 kg per kapita (2007). Dari program tersebut diharapkan kontribusi dari daging sapi akan mencapai sekitar 2 kg per kapita pada 2010.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2009), Indonesia dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 mencapai 230 juta jiwa, total permintaan daging sapi mencapai kurang lebih 400 ribu ton. Jumlah ini dipenuhi dari pemotongan ternak dalam negeri sebesar 330 ribu ton (setara dengan 2,2 juta ekor sapi) dan daging impor 70 ribu ton. Angka ini terus meningkat, bahkan menurut penelitian Kariyasa (2005), selama 10 tahun terakhir telah terjadi peningkatan permintaan 1,78 persen per tahun, sementara produksi daging sapi hanya bisa meningkat 0,002 persen per tahun.

Diberlakukannya perdagangan bebas, dalam bidang peternakan disatu sisi merupakan peluang dan disisi lain sekaligus juga merupakan sebuah tantangan bagi peternak-peternak Indonesia. Dari aspek produksi hal tersebut sangat tergantung kepada harga sarana produksi, seperti pakan dan harga komoditas peternakan dan efisiensi produksi. Biaya produksi diduga akan naik, tergantung kepada komponen impor bahan baku industri pakan dan obat hewan serta bibit unggul. Sementara itu, harga produk peternakan diduga akan turun, sehingga peternakan dihadapkan pada persaingan terbuka dengan negara-negara produsen lebih maju yang tentunya sudah efisien dalam biaya produksi. Sumatera Utara dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 13.042.317 jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,57 persen per tahun (BPS Sumut, 2008) memiliki tingkat konsumsi daging sapi pada tahun 2008 baru mencapai 0,99 kg per kapita dengan pertumbuhan konsumsi 17.82 persen (Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2008). Angka ini masih jauh dari angka rata-rata konsumsi nasional sebesar 1,84 kg per kapita


(17)

(2007). Total produksi daging sapi di Sumatera Utara pada tahun 2008 adalah 12.957,96 ton dengan pertumbuhan rata-rata 46.40 persen per tahun.

Tahun 2008 tercatat jumlah pemasukan sapi ke Sumatera Utara adalah 66.000 ekor dengan tingkat pemotongan ternak mencapai 69.000 ekor. Peran ternak potong lokal hanya mampu memenuhi 3.000 ekor (5%) dari total pemotongan (Sembiring, 2009). Hasil penelitian Siregar (2009) menyebutkan bahwa pertumbuhan sapi potong di Sumatera utara berjalan sangat lambat, yaitu rata-rata sebesar 0,24 persen per tahun, sedangkan jumlah pemotongan mencapai 21,24 persen. Kekurangan ini biasanya ditutupi dari pemasukan propinsi lain (Lampung) dan impor dari Australia yang mencapai 50 ribu

ekor per tahun. Potensi sumber daya peternakan yang dimiliki wilayah Propinsi

Sumatera Utara sebenarnya sangatlah besar, antara lain dari sisi penyediaan pakan yang dapat tersedianya bahan baku dari limbah pertanian dan perkebunan. Hasil laporan Siregar (2009), salah satu potensi Sumatera Utara yang dapat digunakan untuk mendukung pengembangan sapi potong adalah hasil samping perkebunan berupa bungkil inti sawit, serat sawit, pelepah daun sawit, lumpur sawit, tepung umbut sawit, pod kakao, pucuk tebu, dan molases. Selanjutnya disebutkan bahwa dengan areal luas perkebunan kelapa sawit sebesar lebih dari 1 juta hektar, potensi hasil samping perkebunan ini dapat menampung pengembangan sapi potong lebih dari 800 ribu ekor sapi per tahun. Angka ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pemotongan yang 69.000 ekor per tahun.

Peningkatan kontribusi daging sapi sebagai sumber protein hewani ini dapat didekati dari sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, rendahnya permintaan daging sapi dapat diduga karena bagi sebagian penduduk masih menganggap konsumsi mewah, sehingga permintaannya hanya pada hari-hari tertentu saja (hari besar keagamaan). Tingginya harga daging sapi dan rendahnya daya beli masyarakat (rendahnya pendapatan per kapita) diperkirakan juga menjadi faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan daging sapi.

Harga daging ayam, harga ikan dan harga telur yang relatif lebih murah juga mempengaruhi konsumen dalam mengganti jenis sumber proteinnya.

Mahalnya harga sapi bakalan impor maupun lokal dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi penyebab tidak berkembangnya usaha ternak (inelastis) dilihat dari sisi penawaran, Padahal, jika hanya mengandalkan produksi peternakan rakyat akan sangat


(18)

sulit dilakukan efisiensi produksi. Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam memacu produksi ternak dalam negeri seperti : pengembangan pakan ternak, peningkatan mutu bibit melalui program inseminasi buatan dan embrio transfer serta dan program pemberantasan penyakit ternak. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana usaha peternakan sapi di Sumatera Utara sebagai sumber produksi daging?, 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi?,

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran daging sapi?, 4. Bagaimana elastisitas (respon) harga terhadap permintaan daging sapi?,

5. Bagaimana elastisitas (respon) pendapatan masyarakat terhadap permintaan daging

sapi?,

6. Bagaimana elastisitas (respon) silang antara daging ayam dengan daging sapi?, 7. Bagaimana elastisitas (respon) harga terhadap penawaran daging sapi?.

a. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Menerangkan usaha peternakan sapi di Sumatera Utara sebagai sumber produksi daging,

2. Menguraikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi, 3. Menguraikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran daging sapi, 4. Menerangkan elastisitas (respon) harga terhadap permintaan daging sapi,

5. Menerangkan elastisitas (respon) pendapatan masyarakat terhadap permintaan daging sapi,

6. Menerangkan elastisitas (respon) silang antara daging ayam dengan daging sapi, 7. Menerangkan elastisitas (respon) harga terhadap penawaran daging sapi.

1.3. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pelaku usaha peternakan memberikan informasi dalam rangka meningkatkan hasil penjualan/penerimaan melalui strategi kebijakan harga jual daging sapi,


(19)

2. Bagi pemerintah daerah dapat menjadi rujukan dalam menentukan kebijakan dalam bidang penyediaan daging sapi.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Usaha peternakan sapi di Sumatera Utara sebagai sumber produksi daging masih

didominasi oleh peternakan rakyat.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan daging sapi adalah : harga

daging sapi, harga daging ayam, harga telur, harga ikan, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran daging sapi adalah : harga daging sapi, harga sapi hidup, jumlah populasi sapi, jumlah impor sapi, jumlah impor daging sapi dan jumlah sapi yang di inseminasi.

4. Elastisitas (respon) harga terhadap permintaan daging sapi adalah negatif.

5. Elastisitas (respon) pendapatan masyarakat terhadap permintaan daging sapi adalah positif.

6. Elastisitas (respon) silang antara daging ayam dengan daging sapi adalah negatif. 7. Elastisitas (respon) harga terhadap penawaran daging sapi adalah positif.


(20)

1.5. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Alur kerangka berpikir

keterangan: = Fokus Penelitian Sektor Pertanian

Subsektor Peternakan

Jumlah Penawaran Jumlah Permintaan

Daging Sapi

Faktor yang mempengaruhi :

1.Harga daging sapi 2.Harga sapi hidup 3.Jumlah populasi sapi 4.Jumlah impor sapi 5.Jumlah import daging sapi 6.Jumlah sapi yang di inseminasi

Faktor yang mempengaruhi :

1.Harga daging sapi 2.Harga daging ayam 3.Harga telur 4.Harga ikan 5.Pendapatan per kapita 6.Jumlah penduduk

Analisis regresi linier berganda Analisis elastisitas

Implikasi kebijakan Peternakan Sapi Potong


(21)

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Komoditi Pertanian subsektor Peternakan

Pertanian adalah salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor yang paling dasar dalam perekonomian yang merupakan penopang kehidupan produksi sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian diantaranya mencakup : (1) subsektor-sektor perkebunan, (2) subsektor perikanan dan, (3) subsektor peternakan. Sebagaimana diketahui hasil-hasil dari sektor pertanian adalah produk yang bersifat tidak tahan lama, sangat dibutuhkan tapi permintaannya bersifat tidak elastis atau inelastis (turun naik harga tidak terlalu berpengaruh pada permintaan).

Putong (2005) menyebutkan bahwa dalam jangka panjang konsumsi produk dari sektor pertanian bertambah secara alami, artinya pertambahan itu bukan karena semakin tingginya daya beli masyarakat melainkan karena pertambahan jumlah penduduk. Untuk hal ini dasar teorinya telah dikemukan oleh ENGEL yang mengisyarakatkan bahwa: Apabila pendapatan masyarakat bertambah besar dari sebelumnya, maka konsumsi barang primer (hasil pertanian) relatif semakin menurun (rasionya). Karena diketahui komoditas pertanian tergolong sebagai komoditas konsumsi primer maka dalam jangka panjang permintaan atas produk tersebut relatif tetap jumlahnya namun menurun dalam proporsinya, permintaan produk pertanian ini tidak peka terhadap harga, akan tetapi harga relatif peka terhadap permintaan (harga cenderung naik bila permintaan naik). Oleh karenanya dari sisi pandangan hukum permintaan, permintaan komoditas pertanian relatif

bersifat inelastis. Sisi produsen (penawaran) memandang

bahwa, oleh karena produk pertanian tidak bersifat siap jadi (instant) sebagaimana halnya produk manufaktur, penawaran relatif tidak merespon perubahan harga (berapapun harga, jumlah barang yang ditawarkan tetap). Pertambahan produksi hanya bisa dilakukan dengan cara memperluas lahan produksi (ektensifikasi) atau penemuan teknologi pertanian baru yang dapat meningkatkan produktivitas lahan secara intensif. Dalam jangka panjang teknologi pertanian semakin berkembang pesat (teknologi pengolahan lahan, teknologi reproduksi, pengawetan) sementara permintaan kearah produk pertanian relatif lambat sehingga hasil pertanian relatif akan semakin banyak, dan ini menyebabkan harganya


(22)

turun. Akan tetapi persentase perubahan harga lebih besar dari persentase perubahan permintaan. Sebaliknya persentase perubahan jumlah penawaran yang relatif kecil dari komoditas pertanian tersebut justru menyebabkan terjadinya penurunan yang lebih besar

pada persentase perubahan harga. Meningkatnya jumlah

penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat. Hasil penelitian Kariyasa (2005), selama 10 tahun terakhir jumlah produksi daging sapi hanya bisa meningkat 0,002 persen per tahun, sementara permintaan naik 1,78 persen per tahun. Secara nasional terdapat kesenjangan antara permintaan dan penawaran daging. Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia masih dipenuhi dari tiga sumber yaitu: sapi lokal, sapi impor dan daging impor. Menurut hasil laporan Syamsudin (2009), perkembangan konsumsi dan penyedian daging nasional menunjukkan tren yang terus meningkat seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Konsumsi dan Penyedian Daging Sapi Nasional 2007-2009

Uraian 2007 2008 2009*

KONSUMSI Konsumsi Nasional

Daging Sapi (ribu ton) 369 380,76 400 Konsumsi per Kapita (Kg/orang/tahun) 1,64 1,67 1,74 Jumlah Penduduk (juta jiwa)

225 227 231,6

PENYEDIAAN 1.Pemotongan dalam

negeri (ribu ekor) 1.888 2.015 2.230 Setara Daging Sapi (ribu ton) 308,99 317,86 329,1 a. Sapi lokal (ribu ekor)

1.461 1.515 1.880 b. Sapi ex-import (ribu ekor) 424 500 350

2.Daging Import (ribu ton)** 60,01 63,13 70,01

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan,Departemen Pertanian (2009) * Angka estimasi ** Volume impor (2009) 70,01 ribu ton tetapi angka tersebut belum termasuk pengurangan komponen tulang dari secondary cut

dan lemak dari trimming

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2003) melaporkan bahwa peranan daging impor masih dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan daging nasional. Hal tersebut dikarenakan perkembangan usaha ternak sapi potong belum sepenuhnya mampu menunjang penawaran sapi nasional. Faktor harga daging tidak mampu merangsang kinerja perkembangan usaha ternak sapi potong yang ada. Kebijakan tarif impor daging hanya mampu menekan impor daging sapi, tetapi tidak berdampak kepada impor sapi


(23)

bakalan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi et al. (1999), yang memperkirakan bahwa jika tidak ada perubahan teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi dalam negeri serta tidak adanya peningkatan populasi sapi yang berarti, maka senjang antara produksi daging (penawaran) sapi dalam negeri dengan jumlah permintaan akan semakin melebar, sehingga berdampak pada volume impor yang semakin besar.

2.2. Hukum Permintaan Jumlah

permintaan (quantity demanded) dari suatu barang adalah jumlah barang yang rela dan mampu dibayar oleh pembeli (Mankiw, 2006). Ada banyak variabel yang mempengaruhi jumlah permintaan akan suatu barang. Mankiw (2006) menyebutkan bahwa harga barang tersebut, pendapatan, harga barang terkait, selera, harapan dan jumlah pembeli adalah beberapa faktor yang dapat menentukan besar kecilnya jumlah permintaan.

P D

q/t 0

Gambar 2. Kurva Permintaan

Hukum permintaan (law of demand) menyebutkan bahwa, jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah permintaannya akan menurun, dan ketika harganya turun maka jumlah permintaannya akan naik. Jadi dapat dikatakan

bahwa jumlah permintaan berhubungan secara negatif terhadap harga. Sebagaimana

terlihat pada Gambar 2, Kurva permintaan (D = demand) menurun dari kiri ke kanan. Perlu diingat bahwa sumbu horisontal dengan q/t (quantity per unit of time) adalah sumbu kuantitas atau jumlah barang, sedangkan sumbu vertikal adalah P (price) atau harga


(24)

barang. Konsep kuantitas per unit waktu ini penting mengingat dalam menganalisa suatu kejadian perlu rentang waktu (Bilas, 1992). Contohnya adalah kita hendak menghitung jumlah permintaan beras di Kotamadya Medan selama tahun 2010. Tapi ini bukan berarti bahwa waktu (t) telah diperlakukan sebagai sebuah variabel. Analisanya tetap memperhatikan waktu sebuah kejadian yang berlangsung dalam satu rentang waktu

tertentu. Pendapatan masyarakat juga dapat mempengaruhi

jumlah permintaan. Pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi, orang akan membeli lebih banyak barang dan (atau) jasa demikian pula sebaliknya. Jika permintaan terhadap suatu barang berkurang ketika pendapatan berkurang, maka barang itu disebut barang normal (normal good). Tetapi tidak semua barang adalah barang normal. Jika permintaan suatu barang bertambah ketika pendapatan berkurang, barang itu disebut barang inferior (inferior good). Bilas (1992) melihat pengaruh pendapatan ini ternyata jauh lebih kuat dari

dibanding pengaruh subsitusi. Harga barang terkait juga dapat mempengaruhi

jumlah permintaan. Ketika terjadi penurunan harga suatu barang maka akan mengurangi permintaan akan barang lain. Contohnya orang akan cenderung membeli daging ayam ketika harga daging sapi naik. Dalam hal ini kedua barang tersebut dapat disebut barang subsitusi (substitutes) atau barang pengganti. Adakalanya penurunan harga suatu barang akan meningkatkan permintaan barang lain, maka keduanya disebut barang komplementer (complements) atau barang pelengkap. Barang komplementer biasanya saling melengkapi dan digunakan secara bersamaan. Hasil penelitian Kariyasa (2005) menyebutkan bahwa, daging ayam merupakan barang komplementer dari daging sapi, sementara komoditas ikan, telur dan daging kambing merupakan barang subsitusi dari daging sapi.

Hal lain yang paling menentukan permintaan tentunya adalah selera namun para ekonom biasanya tidak mencoba menjelaskan selera masyarakat karena selera didasarkan atas kekuatan-kekuatan historis sekaligus psikologis yang berada diluar ranah ilmu ekonomi. Namun demikian para ekonom meneliti apa yang terjadi ketika selera masyarakat ternyata berubah (Mankiw, 2006).

Harapan atau pandangan tentang masa yang akan datang dan faktor-faktor psikologis lainnya dapat menyebabkan perubahan-perubahan mendadak dalam permintaan masyarakat. Misalnya, desas-desus atau rasa takut bahwa harga-harga akan naik mendorong orang untuk segera membeli banyak (sebelum harga naik) sehingga jumlah


(25)

yang diminta akan naik pada harga yang sama (Hanafie, 2010). Bilas (1992) menyederhanakan pembahasan faktor-faktor permintaan tersebut dengan bahasa matematika.

QdA = ƒ (PA , PB , … PZ , I , T

dimana : Q

, W )

dA

= Kuantitas barang A yang diminta per unit waktu PA = Harga barang

A PB,.. PZ

Bar (garis dibawah huruf pada rumus) menunjukkan bahwa variabel ini adalah konstan (cateris paribus). Dengan demikian,

= Harga barang-barang

lainnya I = Income (pendapatan)

T = Selera

W = Kemakmuran/kekayaan

QdA = ƒ (PA ) ……….. cateris paribus

2.3. Hukum Penawaran Jumlah

penawaran (quantity supplied) dari suatu barang adalah jumlah barang yang rela dan mampu dijual oleh penjual (Mankiw, 2006). Ada banyak hal yang menentukan jumlah penawaran barang, tapi ketika kita mengalisis bagaimana pasar bekerja , salah satu penentunya adalah harga barang itu. Disamping itu disebutkan juga bahwa : harga input, teknologi, harapan, dan jumlah penjual dapat mempengaruhi jumlah penawaran.

Bilas (1992) menyatakan, kita tidak dapat membuat generalisasi berkenaan dengan kemiringan kurva penawaran seperti yang dapat kita lakukan pada kurva permintaan; sebab kurva penawaran dapat bergerak ke semua arah, walaupun pada umumnya orang mengunakan kurva penawaran yang naik dengan kemiringan ke kanan.

Gambar 3 memperlihatkan beberapa kemungkinan bentuk kurva penawaran. S1

menggambarkan kurva penawaran normal, S2 menggambarkan kurva penawaran jangka

panjang dari industri dengan biaya konstan, S3 menggambarkan kurva penawaran jangka

panjang bagi industri dengan biaya yang menurun, dan S4 menggambarkan kurva


(26)

P S4 S

1

S2

S3

q/t 0

Gambar 3. Berbagai Kurva Penawaran

Hukum penawaran (law of supply) menyebutkan bahwa, jika semua dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat, maka jumlah penawarannya akan meningkat, dan ketika harganya turun, maka jumlah penawarannya akan ikut menurun. Dapat dikatakan bahwa jumlah penawaran berhubungan positif dengan harga. Hubungan antara harga dan jumlah penawaran ini berlaku untuk kebanyakan jenis barang didalam perekonomian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kariyasa (2005) melaporkan, produksi daging sapi nasional paling respon terhadap harga daging sapi dan harga ternak sapi. Jika terjadi kenaikan harga daging sapi dalam negeri sebesar 10 persen maka akan menyebabkan kenaikan produksi daging dalam negeri masing-masing dalam jangka pendek 10,6 persen dan dalam jangka panjang 13,6 persen. Demikian sebaliknya, jika terjadi kenaikan harga ternak sebesar 10 persen maka akan menyebabkan menurunnya produksi daging sapi dalam negeri dalam jangka pendek 11,6 persen dan dalam jangka panjang 14,9 persen.

Harga Input atau harga faktor produksi merupakan input dalam proses produksi menentukan biaya produksi biaya produksi. Hanafie (2010) menyebutkan, jika harga


(27)

a. Menjual (menghasilkan) lebih banyak pada tingkat harga yang sama atau,

b. Menghasilkan dan menjual jumlah yang sama pada harga yang lebih rendah, demikian sebaliknya. Ini berarti kuantitas barang yang ditawarkan berhubungan secara negatif

dengan harga setiap input untuk membuat barang tersebut. Teknologi untuk

memproses input atau faktor produksi menjadi suatu barang juga merupakan penentu lain kuantitas yang ditawarkan. Teknik mekanisasi akan mengurangi jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu barang. Melalui penurunan biaya produksi, perkembangan teknologi akan menaikkan kuantitas barang yang ditawarkan. Dalam bidang peternakan, pengembangan pakan ternak, peningkatan mutu bibit melalui Inseminasi Buatan (IB) dan program pemberantasan penyakit, telah dilakukan guna

memacu produksi ternak dalam negeri (Ilham et al, 2001). Harapan atau

perkiraan orang tentang masa yang akan datang berpengaruh pula terhadap jumlah yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga. Kalau perkiraan harga akan naik, banyak penjual akan mencoba menahan barangnya, menunggu kenaikan harga (dan akibatnya harga memang akan naik). Sebaliknya jika harga akan merosot, penjual justru akan berusaha menjual sebanyak mungkin selama harga belum benar-benar merosot (Hanafie, 2010).

Jumlah penjual, jika jumlah produsen bertambah banyak maka penawaran total akan bertambah: pada tingkat harga yang berlaku, lebih banyak barang/jasa yang ditawarkan untuk dijual di pasaran. Masuknya sapi impor ex-Australia juga menyebabkan naiknya jumlah populasi ternak disuatu daerah (Ilham, 1998), yang pada akhirnya akan menaikkan jumlah penawaran. Jumlah produsen sapi di Propinsi Sumatera Utara setiap tahunnya terus meningkat, hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya jumlah populasi sapi di propinsi tersebut. Pada tahun 2008 jumlah populasi sapi potong di Sumatera Utara adalah 388.240 ekor dengan rata-rata peningkatan 13.98 persen per tahun (Dinas Peternakan Sumut, 2008). Bilas (1992) menyederhanakan pembahasan faktor-faktor penawaran tersebut dengan bahasa matematika.

QsA = ø (PA ,

dimana : Qs

S, F, X, T)

A

= Kuantitas barang A yang ditawarkan per unit waktu PA = Harga

barang A S = Penawaran Input


(28)

X = Pajak atau subsidi atau keduanya

T = Teknologi

Bar (garis dibawah huruf pada rumus) menunjukkan bahwa variabel ini adalah konstan (cateris paribus). Dengan demikian,

QsA = ø (PA) ……….. cateris paribus

2.4. Konsep Elastisitas

Elastisitas adalah sebuah ukuran akan seberapa besar respon para pembeli dan penjual terhadap perubahan yang terjadi dalam kondisi pasar (Mankiw,2006). Selanjutnya Hanafie (2010) menyebutkan, konsep elastisitas digunakan untuk mengukur (secara kuantitatif) besar-kecilnya perubahan jumlah barang yang diminta konsumen sebagai akibat dari perubahan harga. Bila jumlah barang disebut X dan harga barang adalah P maka, elastisitas (e) adalah persentase perubahan X dibagi dengan persentase perubahan P atau dalam rumus :

e = (∆X/X) / (∆P/P)

2.4.1. Elastisitas Permintaan

Elasitasitas harga permintaan (price elasticity of demand) mengukur seberapa besar jumlah permintaan berubah seiring perubahan harga. Permintaan suatu barang dikatakan elastis jika jumlah permintaan berubah banyak, sedangkan permintaan dikatakan inelastis apabila jumlah permintaan mengalami sedikit perubahan ketika harga berubah (Mankiw, 2006).

Putong (2005) mendefinisikan elastisitas permintaan (ed) adalah derajat (dalamsatuan

angka) kepekaan dari permintaan suatu barang terhadap perubahan harga barang yang dimaksud. Atau ratio antara persentase perubahan permintaan terhadap persentase perubahan harga. Bila dinyatakan dengan angka maka, ada 3 besaran elastisitas

permintaan : (1) ed > 1 , dinamakan

permintaan elastis (2) ed < 1 , dinamakan permintaan

inelastis (3) ed = 1 , dinamakan permintaan uniter

elastis (4) ed = ∞ (tidak terhingga) , dinamakan elastistis


(29)

Model matematis untuk mengukur koefisien elastistas permintaan adalah sebagai berikut (Mubyarto, 1973)

% perubahan jumlah barang yang diminta ed =

%

perubahan harga

Adapun dalam menuliskan angka elastisitas ini sering kita lihat tanda negatif dimukanya. Ini menunjukkan bahwa harga naik diikuti oleh penurunan jumlah yang diminta dan sebaliknya harga turun dengan kenaikan jumlah yang diminta (Mubyarto,1973). Pengukuran angka elastisitas dalam praktek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. elastisitas pada satu titik didalam kurva permintaan (point elasticity), b. elastisitas diantara dua titik pada kurva permintaan, atau elastisitas busur (arc elasticity)

Dalam Gambar 4 ditunjukkan bahwa garis yang menyinggung kurva permintaan pada titik A menunjukkan elastisitas harga atas permintaan pada titk A atau dapat dituliskan sebagai :

dQ P ed =

x dP Q

dimana, Q =

Jumlah barang yang diminta P = Harga barang

Harga D

P₂ B

P A P₁ C D


(30)

0 Q₂ Q Q₁ Jumlah

Gambar 4. Kurva Elastisitas Permintaan

Dalam prakteknya menghitung elastistas ini lebih banyak menggunakan cara kedua yang disebutkan diatas, yaitu elastisitas busur (arc elasticity). Pada Gambar 4 kurva diantara 2 titik B dan C. Elastisitas yang dihitung disini merupakan angka rata-rata dari elastisitas titik sepanjang kurva diantara dua titik tersebut (Mubyarto, 1973).

∆Q P₁ + P₂ ed =

x ∆P Q₁

+ Q₂

dimana, ∆Q =

Perubahan jumlah yang diminta ∆P = Perubahan harga

P₁ = Harga yang pertama P₂ = Harga yang kedua

Q₁ = Jumlah yang pertama Q₂ = Jumlah yang kedua

Bilas (1992) menyatakan elastisitas harga permintaan ditentukan oleh berbagai faktor. Pertama, semakin banyak barang pengganti bagi produk tersebut, semakin elastis permintaannya. Kedua, semakin banyak jenis penggunaan produk tersebut, semakin elastis permintaannya. Selanjutnya disebutkan. Produk yang mengambil bagian terbesar dari pendapatan konsumen cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis dibanding produk yang hanya mengambil bagian pendapatan konsumen dalam ukuran yang relatif kecil. Misalnya, permintaan akan garam bersifat agak inelastis, sedangkan permintaan akan mobil bersifat lebih elastis.

2.4.2. Elastisitas Pendapatan Banyak

sedikitnya barang yang diminta atau dikonsumsi tergantung dari besar kecilnya pendapatan konsumen. Putong (2005) mengatakan bahwa faktor pendapatan merupakan faktor utama setelah faktor harga yang menentukan jumlah permintaan. Dalam hubungan antara perubahan pendapatan dan permintaan terhadap suatu barang , besaran elastisitas pendapatan terhadap permintaan (income elasticity of demand) adalah penting. Dengan


(31)

diketahuinya elastisitas pendapatan terhadap permintaan (e₁), dapat diketahui arah dan perubahan selera konsumen untuk menentukan pilihan terhadap barang yang dibeli. Mubyarto (1973) menyatakan konsep elastististas pendapatan terhadap permintaan penting sekali dalam ilmu ekonomi karena mampu menerangkan perbedaan perilaku ekonomi dari golongan pendapatan masyarakat dalam pembelian barang-barang.

Adapun model matematis untuk mengukur koefisien elastistas pendapatan adalah sebagai berikut (Mubyarto, 1973)

% perubahan jumlah barang yang diminta e₁ =

%

perubahan pendapatan

Hal ini memberi pengertian bahwa pendapatan adalah merupakan satu-satunya faktor mengubah dan faktor-faktor lainnya terutama harga barang yang bersangkutan adalah tetap

tidak mengalami perubahan. Kalau pada elastistas harga atas

permintaan tandanya hampir selalu negatif (< 0) maka, pada elastistas pendapatan atas permintaan tandanya hampir selalu positif (> 0). Untuk barang-barang yang elastis maka angka elastisitasnya lebih besar dari satu, sedangkan yang inelastis lebih kecil dari 1 (Mubyarto, 1973).

Hanafie (2005) memberikan rumusan elastisitas pendapatan terhadap permintaan sebagai berikut :

(Q₂ - Q₁) / (Q₂ + Q₁) e₁ =

(I₂ - I₁) / (I₂ + I₁)

Dimana : Q₁ =

Barang yang diminta pada periode 1 Q₂ = Barang yang

diminta pada periode 2 I₁ = Pendapatan pada periode

1 I₂ = Pendapatan pada periode 2

Putong (2005) dan Hanafie (2010) mengatakan bahwa, jika e₁ memiliki angka negatif tergolong barang yang inferior dan apabila positif maka tergolong barang normal. Barang normal yang termasuk barang mewah mempunyai e₁ lebih besar dari 1, sedangkan


(32)

barang normal yang merupakan keperluan sehari-hari memiliki e₁ antara 0 dan 1.

Bilas (1992) mengatakan barang-barang yang dipandang mewah mempunyai elastisitas pendapatan yang tinggi. Selanjutnya disebutkan bahwa cara termudah untuk menentukan apakah barang itu barang kebutuhan pokok atau barang mewah adalah dengan menggunakan konsep elastisitas pendapatan terhadap permintaan.

2.4.3. Elastisitas Silang

Mubyarto (1973) menyatakan bahwa barang konsumsi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan yang erat dengan barang yang lain dalam fungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Misalnya beras dan jagung, keduanya merupakan bahan makanan yang dapat dipertukarkan. Juga beras dengan gandum, gula pasir dengan gula merah. Karena sifatnya yang dapat dipertukarkan ini maka harga-harganya masing-masing juga berhubungan erat. Dalam hal ini kita berbicara mengenai elastisitas silang (cross elasticity) yang diberi definisi sebagai :

% perubahan jumlah barang yang diminta atas barang X esl =

%

perubahan harga barang Y

Hal ini memberi pengertian bahwa perubahan jumlah barang X yang diminta tersebut

adalah semata-mata diakibatkan oleh perubahan harga barang Y. Hanafie (2005)

memberikan pengertian bahwa, elastisitas silang harga terhadap permintaan besaran elastisitas yang tidak saja menunjukkan perubahan suatu barang yang diminta, tetapi juga terhadap perubahan harga barang lain yang berkaitan dengan barang yang dimaksud.

(Q₂A - Q₁A) / (Q₂A + Q₁A) esl =

(P₂B - P₁B) / (P₂B + P₁B)

Dimana : Q₁A =

Barang A baru yang diminta Q₂A = Barang A lama

yang diminta P₂B = Harga B yang baru


(33)

Dalam arti ekonomi maka selain besar kecilnya angka elastisitas silang yang lebih penting lagi artinya adalah tandanya. Tanda positif berarti kedua barang adalah barang pengganti atau subsitusi, sedangkan bila tandanya negatif maka kedua barang adalah saling melengkapi atau komplementer (Mubyarto,1973). Rahim dan Hastuti (2008), membuat ikhtisar mengenai hubungan elatisitas permintaan (elastistas harga,silang dan pendapatan) seperti pada Tabel 2.

2.4.2. Elastisitas Penawaran

Putong

(2005) mendefinisikan elastisitas penawaran (es) adalah derajat kepekaan perubahan

harga terhadap perubahan jumlah barang yang ditawarkan. Atau nilai bagi antara persentase perubahan jumlah yang ditawarkan dengan persentase perubahan harga.

% perubahan jumlah yang ditawarkan es

Jika : (1) e

=

%

perubahan harga

s >

1 , dinamakan penawaran elastis (2) es < 1 , dinamakan

penawaran inelastis (3) es = 1 , dinamakan penawaran

uniter elastis (4) es = ∞ (tidak terhingga), dinamakan penawaran

elastistis sempurna

Hasil penelitian Kariyasa (2005) menyebutkan, nilai elastisitas penawaran daging sapi dalam jangka panjang pendek maupun jangka panjang sangat responsif (elastisitas > 1) terhadap harga daging sapi dan harga ternak sapi. Jika terjadi kenaikan harga daging sapi 10 persen maka akan menyebabkan kenaikan produksi (penawaran) dalam jangka pendek 10,6 persen dan dalam jangka panjang 13,6 persen. Demikian juga sebaliknya, jika terjadi penurunan harga daging sapi 10 persen maka akan menyebabkan menurunnya produksi daging sapi dalam jangka pendek 11,6 persen dan dalam jangka panjang 14,9 persen.

Tabel 2. Ikhtisar Hubungan antara Elastisitas Harga, Elatisitas Silang, dan Elastistas Pendapatan

Nilai Elastisitas Sebutan Kenaikan Harga Penurunan Harga Harga

Komoditas Akan Komoditas Akan Mengakibatkan

Mengakibatkan Ep > 1 Elastis


(34)

Permintaan naik Permintaan menurun Ep

Nilai Elastisitas Hubungan Kenaikan Harga Penurunan Harga

Komoditas Komoditas A Silang Komoditas A

Mengakibatkan Mengakibatkan E

= 1 Unitari Permintaan tetap Permintaan tetap

c > 0 atau > 1

Subsitusi Komoditas B yang Komoditas B yang

diminta naik diminta menurun Ec < 0 atau -1 Komplementer Komoditas B yang Komoditas B yang

diminta turun diminta naik Ec

Nilai Elastisitas Sebutan Kenaikan Pendapatan Penurunan Pendapatan

Komoditas Mengakibatkan Mengakibatkan E

= 0 Netral Komoditas B yang Komoditas B yang diminta tetap diminta tetap

i < 1

Inferior Jumlah komoditas yg Jumlah komoditas yg

diminta menurun diminta naik 0 < Ei < 1 Kebutuhan Pokok

Jumlah komoditas yg Jumlah komoditas yg diminta naik dengan diminta turun dengan

persentase lebih rendah persentase lebih rendah 1 < Ei

Sumber, Rahim dan Hastuti (2008).

Mewah Jumlah komoditas yg Jumlah komoditas yg

diminta naik dengan diminta turun dengan persentase lebih tinggi persentase lebih tinggi


(35)

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga April 2011 meliputi penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan laporan dalam bentuk tesis.

3.2. Metode dan Analisis Data

3.2.1 Profil Peternakan Sapi Potong Untuk

mengetahui usaha peternakan sapi potong di Sumatera Utara sebagai sumber produksi daging maka dilakukan survey terhadap antara lain:

1. Peternakan rakyat, dipilih 77 kelompok peternak di tiga kabupaten, meliputi Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat dan Kabupaten Serdang Bedagai. Wawancara dilakukan secara langsung untuk menjawab pertanyaan yang telah disiapkan.

2. Perusahaan peternakan, dipilih 3 perusahaan peternakan dan importir daging di wilayah Sumatera Utara.

3.2.2. Analisis Permintaan dan Penawaran Untuk

menganalisis permintaan dan penawaran daging digunakan metode regresi berganda (multiple regression) dengan 7 (tujuh) variabel, yang terdiri dari 6 (enam) variabel bebas dan 1 (satu) variabel terikat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel, yaitu data yang memiliki dimensi waktu (time series) dari tahun 2001 hingga 2010. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara, Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Propinsi Sumatera Utara, Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, PD Pasar Kotamadya Medan serta beberapa literatur dari berbagai instasi yang relevan dengan tesis ini. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS.18 for Windows (SPSS=Statistical Product and Service Solution). Penelitian ini menggunakan dua analisis, yaitu analisis Regresi Linier Berganda dan analisis Elastisitas.


(36)

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dari sisi permintaan adalah :

1. Permintaan daging (QD) adalah jumlah konsumsi daging sapi dalam satuan ton.

Sumber data: Dinas Peternakan dan Keswan Propinsi Sumatera Utara,

2. Harga daging sapi (HD) adalah harga per kilogram daging sapi kualitas biasa (beef normal quality) yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara,

3. Harga daging ayam (HA) adalah harga ayam kampung hidup (local live chicken)

dengan berat 1.5 kg per ekor, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara,

4. Harga telur (HT) adalah harga 1 (satu) butir telur ayam kampung dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara,

5. Harga ikan (HI) adalah harga rata-rata per kilogram komoditi pertanian kelompok

perikanan, antar lain ikan selar (yellow strip trevallies), tongkol (tuna), gembung, dan lain sebagainya, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.

6. Pendapatan per kapita (PK) adalah pendapatan rata-rata setiap penduduk, yang

dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Sumber data : Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.

7. Jumlah penduduk (JP) adalah jumlah populasi penduduk yang dinyatakan dalam satuan jiwa. Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.

Variabel dari sisi penawaran adalah :

1. Penawaran daging (QS) adalah jumlah produksi daging sapi dalam satuan ton. Sumber data: Dinas Peternakan dan Keswan Propinsi Sumatera Utara.

2. Harga daging sapi (HD) adalah harga per kilogram daging sapi kualitas biasa (beef normal quality) yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.

3. Harga sapi (HS) adalah harga sapi potong hidup dengan berat rata-rata 200 kg yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.


(37)

4. Jumlah sapi (JS) adalah jumlah populasi sapi potong yang dinyatakan dalam satuan ekor. Sumber data: Dinas Peternakan dan Keswan Propinsi Sumatera Utara.

5. Jumlah sapi impor (SI) adalah jumlah pemasukan sapi impor yang tercatat melalui

pelabuhan Belawan, yang dinyatakan dalam satuan ekor. Sumber data: Balai Besar Karantina Pertanian Belawan-UPT Karantina Hewan.

6. Jumlah impor daging (DI) adalah jumlah pemasukan daging sapi impor yang tercatat

(antar area) melalui pelabuhan Belawan, yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

Sumber data: Balai Besar Karantina Pertanian Belawan-UPT Karantina Hewan. 7. Jumlah sapi yang diinseminasi (IB) adalah jumlah realisasi pelaksanaan inseminasi

buatan yang dinyatakan dalam satuan ekor. Sumber data: UPT-Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD), Dinas Peternakan dan Keswan Propinsi Sumatera Utara.

3.4. Prosedur Kerja Dalam

penelitian ini akan dikembangkan sebuah persamaan regresi (estimating equation), yaitu suatu formula untuk mencari nilai variabel terikat (dependent variabel) dari variabel bebas (independen variabel) yang diketahui.

3.4.1. Regresi Linier Berganda Bentuk umum

fungsi permintaan:

QDt = f (HDt, HAt, HIt, HTt, PKt, JPt

Dimana : QD

)

t

= Jumlah permintaan daging (ton) HDt = Harga

daging sapi (Rp) HAt = Harga daging ayam

(Rp) HTt = Harga telur (Rp)

HIt = Harga Ikan (Rp)

PKt = Pendapatan per kapita (Rp)

JPt

Bentuk umum fungsi penawaran :

= Jumlah penduduk (Jiwa)

QSt = f (HDt, HSt, JSt, SIt, DIt, IBt

Dimana : QS

)

t

= Jumlah penawaran daging (ton) HDt = Harga

daging sapi (Rp) HSt = Harga sapi hidup

(Rp) JSt = Jumlah populasi sapi (ekor)


(38)

DIt = Jumlah impor daging sapi (kg)

IBt

Model statistik adalah model Analisis Regresi Berganda (multiple regression), sehingga persamaan linier permintaan yang terbentuk menjadi :

QD = Jumlah sapi yang di Inseminasi (ekor)

t = a₀ + a₁HDt + a₂HAt + a₃HIt

+ a₄ HTt + a5PKt + a6JPt

Dimana : QD

+ U₁

t

= Jumlah permintaan daging (ton) HDt = Harga

daging sapi (Rp) HAt = Harga daging ayam

(Rp) HTt = Harga telur (Rp)

HIt = Harga ikan (Rp)

PKt = Pendapatan per kapita (Rp)

JPt = Jumlah penduduk (Jiwa) a₀

= Konstanta permintaan a₁…a6 =

Koefisien regresi variabel bebas permintaan U₁ = Variabel pengganggu

permintaan

Persamaan linier penawaran :

QSt = b₀ + b₁HDt + b₂HSt + b₃JSt + b₄SIt + b5DIt + b6IBt

Dimana : QS

+ U₂

t

= Jumlah penawaran daging (ton) HDt = Harga

daging sapi (Rp) HSt = Harga sapi hidup

(Rp) JSt = Jumlah populasi sapi (ekor)

SIt = Jumlah impor sapi (ekor)

DIt = Jumlah impor daging sapi (kg)

IBt = Sapi yang di inseminasi (ekor) b₀

= Konstanta penawaran b₁...b6

Untuk menjaga agar OLS (Ordinary Least Square) dapat menghasilkan

estimator-estimator yang paling baik pada model regresi, maka digunakan kerangka CLRM

(Classical Linier Regression Model) dengan asumsi-asumsi sebagai berikut (Sarwoko,2005) :

=

Koefisien regresi variabel bebas penawaran U₂ = Variabel

penggangu penawaran

1. Model regresi linier: linier dalam parameter , terspesifikasi dengan benar dan memiliki error term yang bersifat additive.


(39)

Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + ui

2. Nilai rata-rata atau nilai yang diharapkan dari u (variabel disturbance) atau error term adalah nol.

E(Ui|X1iX2i

3. Kovarian antara variabel disturbance, U ) = 0

i dan variabel Xi

Cov (U

adalah nol

iXi

4. Varian dari residu variabel disturbance adalah sama (homoskedastisitas) ) = 0

Var(ui|Xi) = σ

5. Tidak ada otokorelasi antara variabel disturbance pada pengamatan satu dan variabel disturbance pada pengamatan lain.

2

Cov (uiuj|XiXj

6. Tidak ada korelasi sempurna antar variabel-variabel bebas ) = 0

Xi = λ X

7. Variabel error term memiliki distribusi normal (asumsi ini bersifat option, namun biasanya diikut sertakan).

j

3.4.2. Koefisien Regresi Parsial

Koefisien β1 mengukur perubahan nilai rata-rata Y per unit perubahan X1 dengan

menjaga X2 konstan. Dengan kata lain, β1 merupakan efek langsung dari setiap unit

perubahan X1 terhadap nilai Y, dengan X2 tetap. Demikian juga β2 merupakan efek

langsung dari setiap unit perubahan X2, terhadap nilai rata-rata Y, dengan

mempertahankan X1 konstan. Prosedur OLS

(Ordinary Least Square) adalah menentukan jumlah nilai kuadrat residu atau ∑û2i

Min ∑ û

adalah seminimal mungkin,

2


(40)

Untuk memperoleh nilai minimum dari persamaan adalah dengan mendeferensialkan persamaan tersebut, menyamakan hasil deferensial itu sama dengan nol dan memecahkan penaksiran-penaksiran yang dicari secara simultan (Sarwoko,2005). Sehingga nilai rata-ratanya diperoleh,

b0 = �� - b1�� - b

Persamaan ini merupakan estimator dari OLS untuk intersep (intercept) populasi atau β

2��

0.

Selanjutnya diperoleh nilai b

1 dan b2

(∑yx

sebagai berikut :

1) (∑x22) – (∑yx2) (∑x1x2) b1 =

(∑x12)

(∑x22) – (∑x1x2)2

(∑yx2) (∑x12) – (∑yx1) (∑x1x2) b2 =

(∑x12)

(∑x22) – (∑x1x2)2

Masing-masing merupakan estimator-estimator koefisien-koefisien regresi (slope

coefficient) populasi, β1dan β2.

3.4.3. Varian dan Standar Error Estimator Setelah

memperoleh estimasi koefisien-koefisien regresi parsial, selanjutnya kita perlu menentukan varian dan standar error masing-masing koefisien regresi itu. Formula yang dipakai adalah sebagai berikut (Sarwoko,2005) :

1 ��R1

2 ∑x

2i2 + ��R2

2 ∑x

1i2 - 2��R1��2 ∑x1ix2i Var (b0) = +

n (∑x1i2) (∑x2i2) - (∑x1ix2i)2


(41)

∑x2i2 Var (b1) =

σ2

(∑x1i2)

(∑x2i2) - (∑x1ix2i)

atau,

2

σ2 Var

(b1) =

∑x1i2 (1-r122)

Se(b1) = + ���� (�₁)

∑x1i2 Var (b2) =

σ2

(∑x1i2)

(∑x2i2) - (∑x1ix2i)

atau,

2

σ2 Var

(b2) =

∑x2i2 (1-r122)

Se(b2) = + ���� (�₂)

-r12 σ2 Covar (b1b2

Selanjutnya estimator untuk tidak bias dari σ² adalah

)

=

�(� − �₁₂²)|�₁�²|�₂�²

∑ ûi2 ��² =

(n-3)

3.4.4. Koefisien Determinasi Untuk

melihat sejauh mana kecocokan antara data dengan garis estimasi regresi digunakan koefisien determinasi, (mengukur Goodness of Fit). Apabila data hasil pengamatan


(42)

terletak dalam garis regresi maka kita memperoleh kecocokan sempurna. Sayangnya hal tersebut jarang terjadi. Umumnya hasil-hasil pengamatan itu akan menyebar diseputar garis estimasi regresi sehingga ûi positif jika pengamatan-pengamatan di atas garis

estimasi regresi, atau sebaliknya ûi negatif jika pengamatan-pengamatan di bawah garis

estimasi regresi.

Selanjutnya dari Gambar 5, total penyimpangan (Total Sum of Square, TSS) terdiri dari dua komponen, yaitu jumlah kuadrat penyimpangan yang dapat dijelaskan oleh model regresi (Explained Sum of Square, ESS), dan jumlah kuadrat nilai sisa (Residual Sum of

Square, RSS). Ukuran relative koefisien determinasi (r2)

ESS RSS ∑û

adalah :

i2 r2 =

= 1 - = 1 - TSS

TSS ∑ (Yi - ��)

b1∑yix1i + b2 ∑ ∑yix2i R2 =

∑yi2

Nilai R² umumnya terletak antara 0 dan 1. Jika sama dengan 1 maka 100 persen variasi Y diterangkan oleh perubahan-perubahan variabel penjelas. Jika sama dengan 0, maka tidak ada variasi Y yang terangkan oleh perubahan- perubahan variabel-variabel penjelas. Sayangnya nilai R² selalu bertambah besar jika ditambah variabel penjelas, walaupun tidak jelas apakah variabel itu relevan atau tidak relevan. Cara yang terbaik untuk mengukur kecocokan data dengan garis estimasi adalah dengan menggunakan R² yang disesuaikan (R²adjusted

RSS / (n-k)

), yaitu :

adjusted


(43)

TSS = ESS + RSS

Y

û = residual Total = (Yi

(Ỳ - Y� Y

�)

) = penyimpangan regresi

0

Xi

Gambar 5. Pemecahan variasi total menjadi dua komponen variasi.

(Sumber: Sarwoko,2005)

X

3.4.5. Koefisien Regresi dan Pengujian Hipotesis

Dua tipe

pengujian hipotesis, yaitu uji-t untuk menguji hipotesis pada koefisien regresi secara

individual dan uji F untuk menguji hipotesis pada koefisien-koefisien simultan

(Sarwoko,2005).

3.4.6. Uji-t Uji-t

digunakan untuk menguji hipotesis tentang koefisien-koefisien slope regresi secara

individual. Uji-t dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan unit-unit pengukuran variabel-variabel dan deviasi standar dari koefisien-koefisien yang diestimasi (Sarwoko,2005). Untuk persamaan regresi ganda :

Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + u

Maka,

i

(bh-βh)

th = ……. (h=1,2,3…….,H)


(44)

Dimana, bh

= koefisien regresi hasil estimasi untuk variabel ke h βh =

parameter koefisien regresi populasi (βH0) untuk variabel ke h, biasanya

dianggap nol (βh=0), Nilai ini menunjukkan hipotesi nol bagi βh.

Se(bh) = standard error koefisien bh

Setelah diperoleh nilai t

h (thitung) dan tt (ttabel) dapat dilakukan penolakan hipotesi

nol, yaitu jika th lebih besar (dalam nilai absolut) dari tt. Dan jika nilai thitung, th memiliki

tanda yang dinyatakan dalam hipotesis alternatif, H1

Menolak H

. Dengan demikian, aturan untuk mengetrapkan kapan pengujian sebuah koefisien regresi tunggal adalah :

0 jika | th | > tt

Prosedur pengujiannnya adalah sebagai berikut :

dan jika tanda yang dimiliki oleh koefisien seperti dinyatakan dalam hipotesis alternatif. Tidak menolak jika sebaliknya

(Sarwoko,2005).

(1) H₀ : a₁= 0, tidak terdapat pengaruh X₁ terhadap Y H₁ : a₁ ≠

0, terdapat pengaruh X₁ terhadap Y

(2) H₀ : a₂ = 0, tidak terdapat pengaruh X₂ terhadap Y H₁ : a₂

≠ 0, terdapat pengaruh X₂ terhadap Y

(3) H₀ : a₃ = 0, tidak terdapat pengaruh X₃ terhadap Y H₁ : a₃

≠ 0, terdapat pengaruh X₃ terhadap Y

(4) H₀ : a₄ = 0, tidak terdapat pengaruh X₄ terhadap Y H₁ : a₄

≠ 0, terdapat pengaruh X₄ terhadap Y

(5) H₀ : a5= 0, tidak terdapat pengaruh X5 terhadap Y H₁ : a5

≠ 0, terdapat pengaruh X5

(6) H₀ : a

terhadap Y

6 = 0, tidak terdapat pengaruh X6 terhadap Y H₁ : a6

≠ 0, terdapat pengaruh X6

Kaidah keputusan : Hasil

perhitungan nilai t

terhadap Y

hitung tersebut dibandingkan dengan ttabel. Apabila thitung ≥ ttabel maka,

tolak H₀ terima H₁, dengan demikian variabel independen berpengaruh nyata terhadap Y. Apabila thit < ttab maka, terima H₀, atau variabel independen tidak berpengaruh nyata


(45)

3.4.7. Uji F Uji F adalah suatu cara menguji hipotesis nol yang melibatkan lebih dari satu koefisien; cara bekerjanya adalah dengan menentukan apakah kecocokan (the over all) dari sebuah persamaan regresi berkurang secara signifikan dengan membatasi persamaan tersebut untuk menyesuaikan diri terhadap hipotesis nol. Apabila kecocokan itu berkurang secara berarti , maka kita menolak hipotesis nol. Sedangkan apabila apabila berkurang secara tidak berarti, maka kita tidak dapat menolak hipotesis nol (Sarwoko,2005). Hipotesis nol dalam sebuah uji F menyatakan bahwa koefisien dalam sebuah persamaan adalah sama dengan nol secara serentak.

Pengujian dilakukan dengan uji F melalui prosedur sebagai berikut :

H₀ :a₁ = a₂ = a₃ = a₄ = a5 = a6 = 0, tidak terdapat pengaruh X1,X2,X3,X4,X5 dan X6

H₁:a₁ = a₂ = a₃ = a₄ = a

terhadap Y

5 = a6≠ 0, terdapat pengaruh X1,X2,X3,X4,X5 dan X6

Persamaan Uji F adalah,

terhadap Y, paling tidak ada satu slope yang

tidak sama dengan nol

ESS/k F =

RSS/(n-k-1)

Atau

∑(Ỳi - Y�) F =

∑ûi2/ (n-k-1)

Kaidah keputusan : Hasil

perhitungan nilai Fhitung tersebut dibandingkan dengan Ftabel pada derajat pembilang k dan

derajat bebas penyebut adalah n-k-1 serta α yang ditentukan. Apabila Fhitung ≥ Ftabel maka,

tolak H₀ terima H₁, dengan demikian model secara serempak dapat diigunakan. Apabila Fhitung < Ftabel maka, tidak menolak H₀, atau model secara serempak tidak dapat diigunakan


(46)

3.5. Analisis Elastisitas Chiang (1986) menyatakan bahwa dalam suatu fungsi :

y = f ( x1, x2, x3…. xn

dimana variabel x

)

i ( i = 1,2,3…,n) seluruhnya bebas satu terhadap lainnya, sehingga

masing-masing dapat berubah dengan sendirinya tanpa mempengaruhi lainnya. Bila x1

mengalami suatu perubahan ∆ x1 sedangkan x2, x3…. xn seluruhnya tetap atau konstan maka akan ada suatu perubahan dalam y yaitu ∆y. Hal ini dinamakan derivatif parsial (partial derivative) y terhadap x1

Sehingga, jika persamaan permintaan daging adalah :

, atau dapat dinyatakan dengan simbol �

��1 y.

QDt = a₀ + a₁HDt + a₂HAt + a₃HIt + a₄ HTt + a5PKt + a6JPt

Maka,

+ U₁

1. Elatisitas (respon) harga terhadap permintaan daging sapi dapat dihitung menggunakan rumus:

ed

Dimana : ���

��� =

Derivatif parsial fungsi permintaan terhadap harga daging sapi HD = Rata-rata harga

daging sapi QD = Rata-rata jumlah permintaan

daging sapi

= ���

��� x �� ��

2. Elastisitas (respon) pendapatan masyarakat terhadap permintaan daging sapi dapat dihitung menggunakan rumus:

e1

Dimana : ���

��� =

Derivatif parsial fungsi permintaan terhadap pendapatan perkapita PK = Rata-rata

pendapatan perkapita QD = Rata-rata jumlah

permintaan daging sapi

= ���

��� x �� ��


(47)

3. Elastisitas (respon) silang antara daging ayam dengan daging sapi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

esl

Dimana : ���

��� =

Derivatif pasial fungsi permintaan terhadap harga daging sapi HA = Rata-rata harga

daging ayam QD = Rata-rata jumlah permintaan

daging sapi

= ���

��� x �� ��

Selanjutnya, jika persamaan penawaran adalah :

QSt = b₀ + b₁HDt + b₂HSt, + b₃JSt + b₄SIt + b5DIt + b6IBt

Maka elastisitas (respon) harga terhadap penawaran daging sapi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

+ U₂

es

Dimana : ���

��� =

Derivatif parsial fungsi penawaran terhadap harga daging sapi HD = Rata-rata harga

daging sapi QD = Rata-rata jumlah penawaran

daging sapi = ���

��� x �� ��


(48)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Usaha Peternakan Sapi Potong di Sumatera Utara

Menurut laporan dari Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Propinsi Sumatera Utara, sasaran populasi sapi potong tahun 2011 adalah sebanyak 423.936 ekor, atau naik 1.5 persen dari tahun sebelumnya 417.894 ekor. Upaya peningkatan jumlah ini dilakukan dengan berbagai program seperti, Sarjana Membangun Desa (SMD), Lembaga Masyarakat Mandiri (LMD), Bantuan Ternak Langsung (BTL) ke masyarakat, serta penyebaran ternak dari pemerintah propinsi ke daerah berpotensial.

Tabel 3. Usaha Peternakan Sapi Rakyat di Sumatera Utara

Gambaran Peternakan Sapi Potong Jumlah Persentase

1. Tujuan Usaha : Penggemukan 20 26 % Budidaya 42 55 % Penggemukan + Budidaya 15 19 % Total 77 100 % 2. Jenis/Bangsa Sapi : Lokal (PO dan Bali) 20 26 % Brahman Cross (BX) 37 48 % Lokal + BX 20 26 % Total 77 100 % 3. Sumber Bakalan : Daerah sekitar 3 4 % Dinas/Feedlot 27 35 % Lokal + Dinas/Feedlot 47 61 % Total 77 100 % 4. Jumlah Ternak : Jantan 267 23 % Betina 901 77 % Total 1168 100 % 5. Pakan : Hijauan 32 42 % Hijauan + Konsentrat 45 58 % Total 77 100 % 6. Sistem Penjualan : Penimbangan 62 81 % Taksir BB 15 19 % Total 77 100 % 7. Lokasi Penjualan : Ps.Hewan 54 70 % RPH 23 30 % Total 77 100 % 8. Inseminasi Buatan : Pernah 66 86 % Tidak Pernah 11 14 % Total 77 100 %

Bagi peternak di Sumatera Utara budaya memelihara ternak, khususnya sapi potong adalah merupakan warisan turun-temurun. Hal ini terlihat jelas di pedesaan yang


(49)

berdekatan dengan lokasi perkebunan, hampir semua responden peternak sapi potong mempunyai kemampuan beternak berdasarkan pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan. Sistem pemeliharaannya masih tergolong sederhana dan tradisional (ekstensif). Biasanya pada pagi hingga siang ternak digembalakan di padang rumput disekitar perkebunan, dan pada sore hari ternak dibawa kembali ke kandang. Tujuan beternak umumnya (55%) adalah untuk memperoleh anakan sapi (budidaya), 26 persen untuk penggemukan serta 19 persen kombinasi keduanya. Rata-rata periode pemeliharaan lebih dari satu tahun untuk setiap ekor ternak

Para peternak umumnya sudah tergabung dalam kelompok tani-ternak yg merupakan persyaratan mendapatkan bantuan ternak dan bantuan penyuluhan dari Dinas Peternakan setempat. Rata-rata kepemilikan ternak sapi adalah 16 ekor per kelompok dengan komposisi jantan dan betina adalah 23 persen dan 77 persen. Sumber bakalan berasal dari daerah sekitar atau sapi lokal (4%), bantuan dari Dinas Peternakan (35%), serta kombinasi keduanya (61%). Jenis sapi yang dipelihara umumnya (48%) berasal dari persilangan antara sapi lokal dan sapi impor secara Inseminasi Buatan (IB). Sapi betina yang dijadikan induk umumnya jenis Peranakan Ongole (PO) dengan semen beku dari jenis Simmental, Limousine, Brahman, Angus dan Ongole. Pengembang-biakan ternak umumnya (86%) telah menerapkan teknologi IB dengan bantuan petugas inseminator dari Dinas Peternakan setempat. Bahkan 38 persen responden telah melakukan IB lebih dari dua kali. Angka service per conception (S/C) adalah 2.17 dan rata-rata calvin rate (C/R) adalah 40–42%. Pertemuan dengan inseminator dilakukan setiap awal bulan, pertemuan dengan kelompok akseptor dilakukan setiap bulan. Pertemuan evaluasi IB dilakukan 2 kali dalam setahun.

Porsi terbesar pakan ternak adalah hijauan dari rumput, batang jagung, legum dan limbah tanaman pangan seperti jerami padi dan lainnya. Sumber pakan berasal dari lahan perkebunan dan lahan pertanian milik peternak. Penggunaan konsentrat sebagai pakan tambahan telah diberikan oleh 58 persen responden. Pakan tambahan umumnya berupa berupa dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit, ampas tahu, bungkil kedelai dan gaplek.

Pemasaran ternak umumnya (70%) dilakukan dengan cara peternak menjual ternak di Pasar Hewan (PH) kepada pedagang pengumpul ditingkat desa. Hanya 30% peternak


(50)

yang menjual sapi langsung ke Rumah Potong Hewan (RPH). Sistem penjualan umumnya (81%) dengan penimbangan berat hidup dan hanya 19 pesen responden yang menjual dengan cara penaksiran berat badan.

4.2. Permintaan dan Penawaran Daging Sapi di Sumatera Utara

Kebutuhan daging sapi untuk konsumsi warga Sumatera Utara masih bergantung pada daging sapi impor yang sampai saat ini masih diimpor dari Australia. Sumatera Utara belum mampu menyediakan swasembada pangan khususnya daging sapi. Jika impor daging sapi ini ditutup, akan kekurangan pasokan daging sapi sebanyak 150 ton per tahun, padahal kebutuhan daging sapi di Sumatera Utara sangat tinggi khususnya menjelang hari-hari besar keagamaan (Lubis, 2009).

Tabel 4. Realisasi Impor Daging (termasuk daging, jeroan, tulang, dan daging bebek) oleh Tiga Perusahaan di Sumatera Utara

Nama Perusahaan Realisasi 2010 s/d Maret 2011

(kg) (kg)

1. PT.Sukanda Djaya 48.976 16.610

2. UD.Multi Jaya Abadi 129.000 72.000 3. PT.Mujuras ADHB 485.250 118.367

Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging di Sumatera Utara, hingga bulan Maret 2011 telah beredar sebanyak 16.800 kg daging impor. Dari jumlah itu, termasuk di antaranya daging sapi, bebek, tulang dan jeroan yang sebagian besar didatangkan dari Australia. Daging sapi impor dilakukan oleh PT.Sukanda Djaya, yang hingga Maret 2011 telah mengimpor sebanyak 16.610 kg daging sapi. Sedangkan sepanjang tahun lalu perusahaan ini mengimpor sebanyak 48.976 kg daging sapi. Kemudian perusahaan UD.Multi Jaya Abadi yang mengimpor daging bebek impor sebanyak 72.000 kg dimana sepanjang tahun lalu terealisasi 129.000 kg, dan PT.Mujuras ADHB mengimpor daging, tulang dan jeroan sebanyak 118.367 kg dimana tahun lalu teralisasi 485.250 kg.

Tabel 5. Realisasi Impor Sapi oleh Tiga Perusahaan Importir di Sumatera Utara


(51)

(ekor) (ekor) 1. PT. Lembu Andalas Langkat (LAL) 19.400 12.056 2. PT. Agro Giri Perkasa (AGP) 21.000 17.119 3. PT. Eldira Fauna 9.000 6.570

Realisasi impor sapi hingga Maret 2011 ini dari tiga perusahaan pengimpor di Sumatera Utara belum ada yang melakukan pemasukan sapi impor. Tahun 2010 lalu PT.Lembu Andalas Langkat (LAL) mengimpor sebanyak 12.056 ekor sapi dari kuota yang diberikan sekitar 19.400 ekor, PT.Agro Giri Perkasa (AGP) mengimpor sebanyak 17.119 ekor sapi dari kuota yang diberikan 21.000 ekor, PT.Eldira Fauna mengimpor sebanyak 6.570 ekor sapi dari kuota yang diberikan 9.000 ekor. Tahun 2010 lalu PT.Lembu Andalas Langkat (LAL) mengirim 4.380 ekor (35 persen) memenuhi kebutuhan konsumsi di Propinsi Aceh.

Tingginya pasokan sapi impor asal Australia masuk ke Sumatera Utara, khususnya kota Medan membuat pasar-pasar di daerah ini dibanjiri daging sapi impor. Hal ini disebabkan karena pasokan daging sapi lokal masih minim. Dominasi daging sapi impor saat ini bisa dilihat dari persentase daging sapi yang dijual pedagang. Persentasenya sekitar 70 persen daging sapi impor, sisanya dari peternak lokal. Umumnya daging sapi impor yang banyak diperjual-belikan di pasar berasal dari Australia sedangkan sapi ternak lokal dipasok dari Propinsi Lampung dan daerah Pantai Cermin (Kabupaten Serdang Bedagai).

Harga daging sapi ini pun di pasar beragam. Daging sapi impor dijual seharga Rp 68.000 per kg, sedangkan daging sapi lokal dihargai sekitar Rp 63.000 hingga Rp 65.000 per kg. Dominasi daging impor ini disebabkan semakin sedikitnya produksi sapi ternak lokal sehingga tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Harga daging sapi import ini yang cukup mahal dan memang tidak banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum. Karena pembelinya rata-rata adalah pengusaha hotel, café dan restoran.

4.3. Permintaan Daging Sapi di Sumatera Utara Selama

periode tahun 2001 hingga 2010, rata-rata permintaan daging di Sumatera Utara adalah 9.842,63 ton (Tabel 6).

Tabel 6. Jumlah Permintaan Daging Sapi di Sumatera Utara 2001-2010


(1)

Lampiran 4 (lanjutan 5)


(2)

GRAPH /LINE(MULTIPLE)=MEAN(Sapiimport) MEAN(Dagingimpor) MEAN(Inseminasi) BY Tahun /MISSING=LISTWISE /TITLE='Grafik Sapi Impor (ekor), Daging Import (Kg) dan Sapi Yang di Inseminasi di Sumatera Utara Selama Periode 2001-2010'.


(3)

Lampiran 4 (lanjutan 6)


(4)

(5)

Lampiran 5. Perhitungan Elastisitas

QD rata-rata = - 275803.858 – 0.660 HDrata-rata + 0.323 HArata-rata – 13.860 HTrata-rata + 1.477 HIrata-rata – 0.001 PKrata-rata + 0.025 JPrata-rata

= - 275803.858 – 0.660 (47908.33) + 0.323 (25535.71) – 13.860 (1068.00) + 1.477 (11193.64) – 0.001 (6769900.91) + 0.025 (12513486.27)

= 8.622,514

1.

Elastisitas Harga terhadap Permintaan Daging Sapi :

= dQD/dHD x HDrata-rata / QDrata-rata = - 0.660 x 47908.33 / 8622.514

= - 3.67

2.

Elastisitas Pendapatan terhadap Permintaan Daging Sapi :

= dQD/dPK x PKrata-rata / QDrata-rata = - 0.001 x 6769900.91 / 8622.514 = - 0.79

3.

Elatisitas Silang antara Daging Ayam dengan Daging Sapi :

= dQD/dHA x HArata-rata / QDrata-rata = 0.323 x 25535.71 / 8622.514

= 0.96


(6)

0.236 SIrata-rata + 0.068DI rata-rata + 0.199 IBrata-rata

= 10102.334 + 0.015 (47908.328) - 0.002 (5300307.527) - 0.010 (308082.4) + 0.236 (12663.500) + 0.068 (22333.6) + 0.199 (37399.9)

= 9,089.371

4.

Elatisitas Harga terhadap Penawaran Daging Sapi :

= dQS/dHD x HDrata-rata/ QSrata-rata = 0.015 x 47908.33 / 9,089.371 = 0.079