11. Krokot
Krokot yang memiliki daun berwarna hijau dan agak sedikit tersamar warna kuning, dengan rasa yang agak asam dan asin, serta
batangnya yang berwarna kemerahan; memiliki kadar air sebesar 92.53. Berdasarkan hasil analisis total fenol, diketahui bahwa kandungan fenol
pada krokot adalah sebanyak 33.46 mg100g sampel segar dan 447.91 mg100g sampel kering.
Gambar 57 menunjukkan kromatogram sampel krokot hasil analisis dengan HPLC. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa
puncak flavonoid yang muncul hanya quercetin pada menit ke-7.871. Untuk lebih meyakinkan dugaan komponen tersebut, maka dilakukan
injeksi sampel yang telah ditambahkan standar campuran. Hasil ko- kromatogram ektrak krokot dengan standar tersebut dapat dilihat pada
Gambar 58. Tabel 23 menunjukkan perbandingan luasan area antara ekstrak krokot, standar campuran, dan ekstrak krokot dengan standar
campuran. Kandungan flavonol dan flavone pada krokot hanya diberikan oleh
kontribusi dari quercetin, yaitu sebanyak 0.30 mg quercetin100g sampel segar dan 4.05 mg quercetin100g sampel kering dengan perhitungan
menggunakan kurva standar. Kandungan flavonol dan flavone pada krokot dengan perhitungan menggunakan eksternal standar memberikan
hasil sebanyak 0.14 mg quercetin100g sampel segar dan 1.83 mg quercetin100g sampel kering.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa krokot memiliki kandungan flavonol dan flavone yang paling sedikit diantara
sepuluh sampel lainnya. Total fenol pada krokot pun memiliki nilai yang terendah diantara seluruh sampel yang digunakan. Namun, bila
dibandingkan antara jumlah flavonol dan flavonenya dengan nilai total fenol, selisihnya sangat jauh. Hal ini berarti bahwa di dalam sampel
krokot memang tidak banyak mengandung komponen flavonol dan flavone, namun terdapat komponen fenolik lain yang jumlahnya cukup
banyak.
Tabel 23. Perbandingan luasan area kromatografi ektrak krokot
Komponen flavonoid
Area pada ektrak
krokot
mAUs Area pada
standar campuran
mAUs Area pada ekstrak
krokot dengan standar campuran
mAUs
Myricetin 263.62018
233.97159 Luteolin
118.35878 113.00703
Quercetin 18.87924 259.90009
273.30203 Apigenin
80.74374 75.91625
Kaempferol 168.29596
167.60463 Hertog et al. b 1992 melakukan penelitan yang sama terhadap
krokot. Hasil yang diperoleh melalui penelitian tersebut yaitu bahwa komponen yang teridentifikasi adalah quercetin dan kaempferol. Hal ini
agak berbeda dengan hasil dari penelitian kali ini, karena komponen yang teridentifikasi hanyalah quercetin. Namun bila dilihat dari jumlahnya,
Hertog et al. b 1992 juga mendeteksi komponen tersebut dalam jumlah yang sangat kecil dilaporkan hanya sebagai limit deteksi.
Bila melihat data pada Tabel 25, dapat diketahui bahwa krokot memiliki persentase jumlah komponen unknown yang paling besar
dibandingkan sampel lainnya. Hal ini berarti sebenarnya dalam tanaman krokot masih banyak senyawa golongan flavonol dan flavone yang lain
selain kelima senyawa yang diidentifikasi.
Gambar 57. Kromatogram ekstrak krokot
Gambar 58. Ko-kromatogram ekstrak krokot dengan standar campuran
D. REKAPITULASI HASIL DAN SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN
INDIGENOUS
Sayur-sayuran merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kadar air pada
sayuran indigenous. Kadar air sayuran indigenous berkisar antara 82-93. Sayuran indigenous yang memiliki kadar air tertinggi adalah krokot, yaitu
sebesar 92.53. Sedangkan sayuran dengan kadar air terendah dimiliki oleh katuk 82.85. Perhitungan kadar air secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 2. Total flavonol dan flavone yang terdapat di dalam sayuran-sayuran
yang digunakan sangatlah bervariasi. Perhitungan jumlah komponen flavonol dan flavone selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Jumlah flavonol dan flavone terbanyak ada pada daun katuk, yaitu sebesar 831.6963 mg; diikuti oleh kenikir 420.8578 mg, dan kedondong cina
358.1691mg per 100 gram berat kering. Flavonol dan flavone yang terdeteksi pada sampel, jumlahnya hampir sama variasinya dengan hasil yang
diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Miean dan Mohamed 2001. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa seluruh sampel
yang digunakan dalam penelitian ini, mengandung senyawa quercetin. Hal ini memperkuat dugaan yang dikemukakan oleh Hertog et al. a 1992, yang
menyebutkan bahwa di dalam sayuran, komponen yang paling menonjol adalah quercetin glikosida. Tiga sayuran yang paling banyak mengandung
quercetin adalah kenikir, kedondong cina, dan antanan, dengan konsentrasi berturut-turut sebesar 413.5735 mg, 195.4651 mg, dan 154.6059 mg per 100
gram berat kering. Stavric et al. 1992 menyatakan bahwa pengujian quercetin baik
secara in vitro dan in vivo membuktikan bahwa quercetin mampu menghambat senyawa mutagen dan karsinogen. Senyawa karsinogenik yang
digunakan pada kedua pengujian ini adalah benzoapyrene, aflatoksin B1, dan beberapa amino-imidazo-azaarenes, yaitu 2-amino-3-methylimidazo
[4,5-f]-quinoline, 2-amino-3,4dimethylimidazo [4,5-f]-quinoline, 3-amino- 1,4-dimethyl-5H-pyrido [4,3-b]-quinoline, dan 3-amino-1-methyl-5H-pyrido
[4,3-b]-indole. Hasil yang diberikan dari pengujian tersebut cukup signifikan bila dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberikan quercetin.
Berdasarkan data pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki nilai total fenol yang jauh lebih besar dari total flavonol dan
flavonenya. Hal ini dikarenakan total fenol yang terdeteksi merupakan jumlah seluruh senyawa fenol dalam sayuran. Berarti di dalam sampel tersebut
terdapat banyak senyawa fenol yang lain selain flavonol dan flavone yang diidentifikasi.
Miean dan Mohamed 2001, melakukan penelitian terhadap kandungan flavonoid myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin, dan
apigenin pada 62 jenis tanaman pangan daerah tropis. Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah kandungan kelima komponen tersebut per 100 gram
sampel kering pada ke-62 jenis tanaman yang diteliti berkisar antara 1.45 mg hingga 272.05 mg. Bila hasil penelitian kali ini dibandingkan dengan hasil
tersebut, sebagian besar jumlah flavonol dan flavone pada sayuran indigenous ada pada kisaran tersebut juga. Namun pada sayuran kedondong cina, kenikir,
dan katuk, jumlahnya melebihi dari batas kisaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Bahkan pada sampel daun katuk, jumlahnya sekitar tiga kalinya
dari batas kisaran atas. Bila melihat data pada Tabel 12, perhitungan persentase antara selisih
hasil perhitungan dengan kurva standar dan perhitungan dengan eksternal standar pada kecombrang dan krokot memiliki perbedaan nilai yang lebih
besar dari 10. Hal ini mengindikasikan bahwa perhitungan dengan menggunakan eksternal standar tidak memberikan hasil yang baik bila
kandungan komponen yang diidentifikasi memiliki jumlah yang sangat rendah di dalam sampel. Berdasarkan hasil pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa bila
konsentrasi komponen lebih rendah dari 15 mg100 gram berat kering, maka hasil yang diberikan oleh perhitungan dengan menggunakan eksternal standar
campuran menjadi tidak benar dan memiliki tingkat kesalahan yang besar lebih dari 10.