Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous Jawa Barat

(1)

SKRIPSI

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUSJAWA BARAT

Oleh :

HARDIANZAH RAHMAT F24104043

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUSJAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HARDIANZAH RAHMAT F24104043

Dilahirkan pada tanggal, 13 Januari 1987 di Tadang Palie

Tanggal Lulus :

Menyetujui Bogor, Februari 2009

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


(3)

Hardianzah Rahmat. F24104043.Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran

Indigenous Jawa Barat. Di bawah bimbinganNuri Andarwulan

RINGKASAN

Indonesia memiliki tanaman lokal yang sangat berlimpah. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang belum terjamah dan termanfaatkan untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebutlah yang dikenal dengan nama sayuran

indigenous. Salah satu daerah di Indonesia yang merupakan penghasil sayuran

indigenous yang cukup berperan adalah daerah Jawa Barat. Komponen fenolik dalam bahan pangan memiliki peran yang sangat baik salah satunya adalah sebagai antioksidan. Sayur-sayuran banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Oleh karena itu, pemanfaatan sayuranindigenous sebagai sumber flavonoid akan dapat meningkatkan nilai tambah tanaman-tanaman tersebut. Sejarah membuktikan bahwa leluhur kita sudah banyak memanfaatkan sayuranindigenouskarena sudah mengenal rasa dan manfaatnya berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Perkembangan budaya dan teknologi menyebabkan perkembangan sayuran

indegenous menjadi terdesak, maka potensi sayuran ini harus digali dan dikaji kembali untuk mendapatkan manfaat yang lebih baik dalam meningkatkan nutrisi bagi yang mengkonsumsinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengetahui kandungan komponen-komponen flavonoid yang berupa flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat. Pada penelitian ini jenis sayuran yang akan digunakan adalah sayuran-sayuran lokal yang banyak dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat. Sayuran tersebut adalah daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.), takokak (Solanum torvum.Swartz) antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioidesLmk), bunga pepaya (Carica papaya.L), daun jambu mete (Anacardium occidentale. L), pucuk mengkudu (Morinda citrifolia.L), daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), daun kacang panjang/lembayung (Vigna unguiculata(L.) Walp), daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching), kucai (Allium schoenoprasum L.), daun mangkokan putih (Nothopanax scutellarium

(Burm.f.) Fosb.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), dan terubuk (Saccharum edule.Hassk). Pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran dilakukan dengan menggunakan campuran pelarut air dan methanol. Selain itu, dilakukan pula pembuatan kurva standar flavonoid yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan komponen tersebut pada sampel. Standar yang digunakan adalah quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin, dan luteolin. Analisis yang dilakukan yaitu analisis kadar air, analisis total fenol, dan deteksi flavonoid dengan menggunakan HPLCcolumnC-18; Develosil ODS-UG-3.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data kadar air sayuran indigenous

berkisar antara 75%-90%. Total fenol (per 100gram berat kering) terbesar terdapat pada pucuk mete (2809.5 mg) dan terkecil pada terubuk (204.4). Sayuran

indigenousmemberikan komposisi senyawa flavonol dan flavone yang bervariasi. Namun, semua sampel mengandung senyawa quarcetin. Kandungan quarcetin


(4)

terbanyak ada pada pucuk mete (573.07 mg) dan yang paling sedikit mengandung quarcetin adalah terubuk yaitu 3.77 mg. Senyawa myricetin hanya ditemukan pada sayuran kucai (16.23 mg), takokak (21.29 mg), daun labu siam (69.39 mg), pucuk mete (37.85 mg), dan antanan beurit (10.46 mg). Senyawa luteolin hanya ditemukan pada sayuran daun kelor dan jumlahnya pun sangat sedikit, sedangkan apigenin hanya ditemukan pada daun kacang panjang (114.81mg), daun mangkokan putih (45.47 mg), dan bunga papaya (101.11 mg). senyawa kaempferol ditemukan hampir di semua sampel sayuran kecuali takokak dan terubuk. Kaempferol terbesar ditemukan pada bunga turi (189.05 mg) dan terendah pada daun pakis (18.63 mg). Total flavonol dan flavone terbesar terdapat pada pucuk daun mete (656.20 mg) dan total fenol tertinggi juga pada pucuk daun mete (2809.53 mg). Nilai-nilai tersebut dihitung berdasarkan 100 gram berat kering.


(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Tadang Palie pada tanggal 13 Januari 1987 dan memiliki nama lengkap Hardianzah Rahmat. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Rahimi dan Ibu Rahmatang. Penulis menempuh pendidikannya di TK Lamellong Kajaolaliddong, SDN 209 Wollangi, Madrasah Tsanawiyah Pesantren Ma’had Hadits Biru Bone, dan SMUN 2 Watampone. Melalui jalur masuk USMI, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan Organisasi. Penulis pernah menjadi pengurus Himitepa (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) divisi profesi dan internal periode 2005-2006. Selain itu penulis aktif pada beberapa kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB seperti Halal Expo HIMITEPA-FBI, BAUR 2006, FGD Formalin “necessary unnecessity”. Penulis juga pernah aktif dalam seni teater kampus dan terakhir penulis menjadi presenter dalamNational Student Conference

(NSC) 2008 yang diadakan oleh Universitas Soegijapranata, Semarang.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran

Indigenous Jawa Barat” dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan laboratorium Seafast Center, IPB.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat, anugerah dan karunia yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama mengerjakan tugas akhir ini, walaupun banyak kesulitan yang penulis harus hadapi, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. Selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan dukungan, bimbingan, saran serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ir. Elvira Syamsir, MSi selaku dosen penguji. Terima kasih telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan berupa saran dan pemikiran yang sangat berharga untuk menyempurnakan skripsi ini.

3. Dr.Endang Prangdimurti, MSi selaku dosen penguji. Terima kasih telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan berupa saran dan pemikiran yang sangat berharga untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. My family : Mama, Papa, Emmy, Tato, Nana, Iin. Terima kasih atas segala doa, semangat dan dukungannya. Cinta dan kasih sayang kalian telah memberikan aku kekuatan yang mampu mengalahkan segala kekuatan.

5. Amure-mareku yang selalu support aku. Puang : Tahir, Sultan, Danti, Ajju, Marwah, Lemang, Sitti, Wahidah, Hj.Saje, Hj.Mase, dan semua keluarga besarku. Terima kasih atas dukungannya.

6. My women in top : Iin Novianti, Githa, Maya, Puteri, Isabel, Melati, Nisa Holland, Rika, Andien, Kiky, Rini, Ade, Vina, dan Dewi Meitasari. Terima kasih sudah pernah menghiasi hari-hariku indahku..

7. Teman satu bimbinganku T. Aprilia Dewanti dan Astrida Renata, teman senasib dan sepananggungan.

8. Ucok in the Gank Crew : Edy Pepes Presto, Auu Tongseng, Riska Paha, Chabib Lele, Sisi Bawal. Terima kasih atas kebersamaannya dan doa-doanya selama ini


(7)

(meskipun terkadang saling mendoakan dalam keburukan. Hehe.. tapi salut atas semuanya). Remember Especto patronum.

9. Rekan-rekan penelitian diSoutheast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) IPB : Sofiyan, Netha, Sukma, Mas Rai, Mba Reno, Mas Ayusta, Mba Puspa, Mas Aziz, Mba Anggi atas bantuan, kebersamaan, canda tawa, dan dukungan selama penelitian.

10. 41 Futsal Team : Anto (strong defender) yang mahal senyum saat mencetak gol, Aris (goalkeeper paling brani yang pernah ada di squad), Iqbal (winger creative), Dody (1 to 2 yang brillian), Boing (striker yang harus gantung sandal karena sakit tapi da sembuh lagi dengan sentuhan magisnya), Dikin dengan hadangan tanpa ampunnya, Rhais yang mengaku dirinya titisan Zidane dan reserves (Nanang, Mpus, Bima). Terima kasih buat semua kekompakan dan kerja kerasnya sudah mampu mempertahankan gelar juara 2 tahun berturut-turut sekaligus mendeklarasikan diri sebagai team futsal terbaik ITP yang pernah ada.

11. PS Mania : Bima, Rhais, Dody, Mpus, Anto. Terima kasih buat kebersamaanya, canda tawa, kutukan, dan celotehannya menuju tahta juara. GLORY MU. 12. Karaoke Mania : Ririn sang mami, Lia, tante Au, Sisy, Chabib, Edy, dan

pendatang baru Sekar. Terima kasih buat suara sumbangnya yang cempreng dan serak-serak buecek gitu.

13. Aa’ dan Teteh Al Farabi. Terima kasih sudah mau menampung aku di saat aku tersesat mencari kosan. Ya meskipun harus berhadapan dengan kuburan dan teror hantu yang selalu menggila tiap malam bulan purnama.

14. BOLYPAD crew : Abang Bob, Ance, Wardi, Andre Bayor, dan Dayat. Terima kasih untuk kebersamaannya dalam suka dukanya sebagai anak kost-kostan. 15. Kost-kosan Pondok Lestari yang dihuni aroma setan-setan gentayangan : Om

Faisal, Ance Trio Marta, Andre Bayor, Dayat dan Pepen. Terima kasih untuk semua kekompakan dan teriakannya yang diadopsi dari suara-suara aneh yang tidak jelas.

16. Staf laboratorium SEAFAST Center IPB : Pak Soenar, Mba Ria dan Mas Arief, Mansyah, Pak Sukarna (Abah), Sofah, Mba Ari, Mba Ria dan Mba Deni, Mba


(8)

Nia, Mas Wawan, Mba Ira, Mba Hanna, Gugun, dan semuanya. Terima kasih atas bantuan, kerjasama, dan, kebersamaan selama penelitian.

17. Staf SEAFAST Center IPB : Bu Tri Susilo, Pak Zul, Mba Virna, Bu Elly, Pak Nana, Pak Udin, Bi Ana, Bi Entin, dan seluruh keluarga SEAFAST Center IPB. 18. Pak Aang, Pak Ahi, dan seluruh pihak Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat (BALITRO), Cimanggu. Terima kasih atas kerjasamanya. 19. Nia dan Mega Horti. Terima kasih atas sumbangan terubuknya.

20. Mba Lia dan pihak Puslit Biologi - LIPI, Cibinong. Terima kasih atas kerjasamanya.

21. Teman-teman ITP 41: Arief Otot, Tuko, Tomi (terima kasih buat rumus-rumus ajaibnya). Arum, Titin, Risma ( teman praktikum permanen slalu aja mereka, bosen d..hehehe). Jendi (sang konsultan virus), Faried, Rina, Sinta, Sabina, Citra Devi, Indra, Rani, Novi, Amel, Andry Bawang Bacem, Jamal Zamrud, Ary, Lulail, Hajrah, Sucen, Tikainchan, Dhya Jember dan semua ITP 41 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata, hanya kepada Tuhan jualah segalanya dikembalikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Penulis pun menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, disebabkan karena berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang.

Bogor, Januari 2009


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 6

C. MAMFAAT ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. SAYURANINDIGENOUS ... 7

B. FLAVONOID ...43

C. IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID ...46

III. BAHAN DAN METODE ...50

A. BAHAN DAN ALAT ...50

1. Bahan ...50

2. Alat ...50

B. METODE PENELITIAN ...51

1. Persiapan Sampel ...51

C. METODE ANALISIS ...52

1. Analisis Kadar Air ...52

2. Analisis Total Fenol ...53

3. Analisis dan Identifikasi Flavonoid ...53

a. Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Sayuran Indigenous...53

b. Analisis Flavonoid dengan HPLC ...54

4. Analisis Data ...56

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...61

A. IDENTIFIKASI/DETERMINASI TUMBUHAN ...61

B. STANDAR FLAVONOID DAN LIMIT DETEKSI ...61

1. Standar Flavonoid Bentuk Tunggal ...61


(10)

b. Luteolin ...62

c. Quercetin ...63

d. Apigenin ...64

e. Kaempferol ...64

2. Standar Campuran Senyawa Flavonoid ...66

C. TOTAL FENOL ...70

D. ANALISIS FLAVONOID PADA SAYURANINDEGENOUS ...71

1. Bunga Turi ...76

2. Kucai ...78

3. Takokak ...79

4. Daun Kelor ...81

5. Pucuk Mengkudu ...86

6. Lembayung/daun kacang panjang ...88

7. Terubuk ...91

8. Mangkokan Putih ...93

9. Daun Labu Siam ... 96

10. Bunga Pepaya ... 97

11. Pucuk Mete ... 101

12. Pakis ... 104

13. Antanan Beurit ... 106

E. REKAPITULASI HASIL DAN SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN INDIGENOUS ... 109

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. KESIMPULAN ... 118

B. SARAN ... 118


(11)

SKRIPSI

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUSJAWA BARAT

Oleh :

HARDIANZAH RAHMAT F24104043

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUSJAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HARDIANZAH RAHMAT F24104043

Dilahirkan pada tanggal, 13 Januari 1987 di Tadang Palie

Tanggal Lulus :

Menyetujui Bogor, Februari 2009

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


(13)

Hardianzah Rahmat. F24104043.Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran

Indigenous Jawa Barat. Di bawah bimbinganNuri Andarwulan

RINGKASAN

Indonesia memiliki tanaman lokal yang sangat berlimpah. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang belum terjamah dan termanfaatkan untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebutlah yang dikenal dengan nama sayuran

indigenous. Salah satu daerah di Indonesia yang merupakan penghasil sayuran

indigenous yang cukup berperan adalah daerah Jawa Barat. Komponen fenolik dalam bahan pangan memiliki peran yang sangat baik salah satunya adalah sebagai antioksidan. Sayur-sayuran banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Oleh karena itu, pemanfaatan sayuranindigenous sebagai sumber flavonoid akan dapat meningkatkan nilai tambah tanaman-tanaman tersebut. Sejarah membuktikan bahwa leluhur kita sudah banyak memanfaatkan sayuranindigenouskarena sudah mengenal rasa dan manfaatnya berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Perkembangan budaya dan teknologi menyebabkan perkembangan sayuran

indegenous menjadi terdesak, maka potensi sayuran ini harus digali dan dikaji kembali untuk mendapatkan manfaat yang lebih baik dalam meningkatkan nutrisi bagi yang mengkonsumsinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengetahui kandungan komponen-komponen flavonoid yang berupa flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat. Pada penelitian ini jenis sayuran yang akan digunakan adalah sayuran-sayuran lokal yang banyak dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat. Sayuran tersebut adalah daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.), takokak (Solanum torvum.Swartz) antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioidesLmk), bunga pepaya (Carica papaya.L), daun jambu mete (Anacardium occidentale. L), pucuk mengkudu (Morinda citrifolia.L), daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), daun kacang panjang/lembayung (Vigna unguiculata(L.) Walp), daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching), kucai (Allium schoenoprasum L.), daun mangkokan putih (Nothopanax scutellarium

(Burm.f.) Fosb.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), dan terubuk (Saccharum edule.Hassk). Pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran dilakukan dengan menggunakan campuran pelarut air dan methanol. Selain itu, dilakukan pula pembuatan kurva standar flavonoid yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan komponen tersebut pada sampel. Standar yang digunakan adalah quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin, dan luteolin. Analisis yang dilakukan yaitu analisis kadar air, analisis total fenol, dan deteksi flavonoid dengan menggunakan HPLCcolumnC-18; Develosil ODS-UG-3.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data kadar air sayuran indigenous

berkisar antara 75%-90%. Total fenol (per 100gram berat kering) terbesar terdapat pada pucuk mete (2809.5 mg) dan terkecil pada terubuk (204.4). Sayuran

indigenousmemberikan komposisi senyawa flavonol dan flavone yang bervariasi. Namun, semua sampel mengandung senyawa quarcetin. Kandungan quarcetin


(14)

terbanyak ada pada pucuk mete (573.07 mg) dan yang paling sedikit mengandung quarcetin adalah terubuk yaitu 3.77 mg. Senyawa myricetin hanya ditemukan pada sayuran kucai (16.23 mg), takokak (21.29 mg), daun labu siam (69.39 mg), pucuk mete (37.85 mg), dan antanan beurit (10.46 mg). Senyawa luteolin hanya ditemukan pada sayuran daun kelor dan jumlahnya pun sangat sedikit, sedangkan apigenin hanya ditemukan pada daun kacang panjang (114.81mg), daun mangkokan putih (45.47 mg), dan bunga papaya (101.11 mg). senyawa kaempferol ditemukan hampir di semua sampel sayuran kecuali takokak dan terubuk. Kaempferol terbesar ditemukan pada bunga turi (189.05 mg) dan terendah pada daun pakis (18.63 mg). Total flavonol dan flavone terbesar terdapat pada pucuk daun mete (656.20 mg) dan total fenol tertinggi juga pada pucuk daun mete (2809.53 mg). Nilai-nilai tersebut dihitung berdasarkan 100 gram berat kering.


(15)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Tadang Palie pada tanggal 13 Januari 1987 dan memiliki nama lengkap Hardianzah Rahmat. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Rahimi dan Ibu Rahmatang. Penulis menempuh pendidikannya di TK Lamellong Kajaolaliddong, SDN 209 Wollangi, Madrasah Tsanawiyah Pesantren Ma’had Hadits Biru Bone, dan SMUN 2 Watampone. Melalui jalur masuk USMI, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan Organisasi. Penulis pernah menjadi pengurus Himitepa (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) divisi profesi dan internal periode 2005-2006. Selain itu penulis aktif pada beberapa kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB seperti Halal Expo HIMITEPA-FBI, BAUR 2006, FGD Formalin “necessary unnecessity”. Penulis juga pernah aktif dalam seni teater kampus dan terakhir penulis menjadi presenter dalamNational Student Conference

(NSC) 2008 yang diadakan oleh Universitas Soegijapranata, Semarang.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran

Indigenous Jawa Barat” dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan laboratorium Seafast Center, IPB.


(16)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat, anugerah dan karunia yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama mengerjakan tugas akhir ini, walaupun banyak kesulitan yang penulis harus hadapi, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. Selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan dukungan, bimbingan, saran serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ir. Elvira Syamsir, MSi selaku dosen penguji. Terima kasih telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan berupa saran dan pemikiran yang sangat berharga untuk menyempurnakan skripsi ini.

3. Dr.Endang Prangdimurti, MSi selaku dosen penguji. Terima kasih telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan berupa saran dan pemikiran yang sangat berharga untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. My family : Mama, Papa, Emmy, Tato, Nana, Iin. Terima kasih atas segala doa, semangat dan dukungannya. Cinta dan kasih sayang kalian telah memberikan aku kekuatan yang mampu mengalahkan segala kekuatan.

5. Amure-mareku yang selalu support aku. Puang : Tahir, Sultan, Danti, Ajju, Marwah, Lemang, Sitti, Wahidah, Hj.Saje, Hj.Mase, dan semua keluarga besarku. Terima kasih atas dukungannya.

6. My women in top : Iin Novianti, Githa, Maya, Puteri, Isabel, Melati, Nisa Holland, Rika, Andien, Kiky, Rini, Ade, Vina, dan Dewi Meitasari. Terima kasih sudah pernah menghiasi hari-hariku indahku..

7. Teman satu bimbinganku T. Aprilia Dewanti dan Astrida Renata, teman senasib dan sepananggungan.

8. Ucok in the Gank Crew : Edy Pepes Presto, Auu Tongseng, Riska Paha, Chabib Lele, Sisi Bawal. Terima kasih atas kebersamaannya dan doa-doanya selama ini


(17)

(meskipun terkadang saling mendoakan dalam keburukan. Hehe.. tapi salut atas semuanya). Remember Especto patronum.

9. Rekan-rekan penelitian diSoutheast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) IPB : Sofiyan, Netha, Sukma, Mas Rai, Mba Reno, Mas Ayusta, Mba Puspa, Mas Aziz, Mba Anggi atas bantuan, kebersamaan, canda tawa, dan dukungan selama penelitian.

10. 41 Futsal Team : Anto (strong defender) yang mahal senyum saat mencetak gol, Aris (goalkeeper paling brani yang pernah ada di squad), Iqbal (winger creative), Dody (1 to 2 yang brillian), Boing (striker yang harus gantung sandal karena sakit tapi da sembuh lagi dengan sentuhan magisnya), Dikin dengan hadangan tanpa ampunnya, Rhais yang mengaku dirinya titisan Zidane dan reserves (Nanang, Mpus, Bima). Terima kasih buat semua kekompakan dan kerja kerasnya sudah mampu mempertahankan gelar juara 2 tahun berturut-turut sekaligus mendeklarasikan diri sebagai team futsal terbaik ITP yang pernah ada.

11. PS Mania : Bima, Rhais, Dody, Mpus, Anto. Terima kasih buat kebersamaanya, canda tawa, kutukan, dan celotehannya menuju tahta juara. GLORY MU. 12. Karaoke Mania : Ririn sang mami, Lia, tante Au, Sisy, Chabib, Edy, dan

pendatang baru Sekar. Terima kasih buat suara sumbangnya yang cempreng dan serak-serak buecek gitu.

13. Aa’ dan Teteh Al Farabi. Terima kasih sudah mau menampung aku di saat aku tersesat mencari kosan. Ya meskipun harus berhadapan dengan kuburan dan teror hantu yang selalu menggila tiap malam bulan purnama.

14. BOLYPAD crew : Abang Bob, Ance, Wardi, Andre Bayor, dan Dayat. Terima kasih untuk kebersamaannya dalam suka dukanya sebagai anak kost-kostan. 15. Kost-kosan Pondok Lestari yang dihuni aroma setan-setan gentayangan : Om

Faisal, Ance Trio Marta, Andre Bayor, Dayat dan Pepen. Terima kasih untuk semua kekompakan dan teriakannya yang diadopsi dari suara-suara aneh yang tidak jelas.

16. Staf laboratorium SEAFAST Center IPB : Pak Soenar, Mba Ria dan Mas Arief, Mansyah, Pak Sukarna (Abah), Sofah, Mba Ari, Mba Ria dan Mba Deni, Mba


(18)

Nia, Mas Wawan, Mba Ira, Mba Hanna, Gugun, dan semuanya. Terima kasih atas bantuan, kerjasama, dan, kebersamaan selama penelitian.

17. Staf SEAFAST Center IPB : Bu Tri Susilo, Pak Zul, Mba Virna, Bu Elly, Pak Nana, Pak Udin, Bi Ana, Bi Entin, dan seluruh keluarga SEAFAST Center IPB. 18. Pak Aang, Pak Ahi, dan seluruh pihak Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat (BALITRO), Cimanggu. Terima kasih atas kerjasamanya. 19. Nia dan Mega Horti. Terima kasih atas sumbangan terubuknya.

20. Mba Lia dan pihak Puslit Biologi - LIPI, Cibinong. Terima kasih atas kerjasamanya.

21. Teman-teman ITP 41: Arief Otot, Tuko, Tomi (terima kasih buat rumus-rumus ajaibnya). Arum, Titin, Risma ( teman praktikum permanen slalu aja mereka, bosen d..hehehe). Jendi (sang konsultan virus), Faried, Rina, Sinta, Sabina, Citra Devi, Indra, Rani, Novi, Amel, Andry Bawang Bacem, Jamal Zamrud, Ary, Lulail, Hajrah, Sucen, Tikainchan, Dhya Jember dan semua ITP 41 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata, hanya kepada Tuhan jualah segalanya dikembalikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Penulis pun menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, disebabkan karena berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang.

Bogor, Januari 2009


(19)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 6

C. MAMFAAT ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. SAYURANINDIGENOUS ... 7

B. FLAVONOID ...43

C. IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID ...46

III. BAHAN DAN METODE ...50

A. BAHAN DAN ALAT ...50

1. Bahan ...50

2. Alat ...50

B. METODE PENELITIAN ...51

1. Persiapan Sampel ...51

C. METODE ANALISIS ...52

1. Analisis Kadar Air ...52

2. Analisis Total Fenol ...53

3. Analisis dan Identifikasi Flavonoid ...53

a. Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Sayuran Indigenous...53

b. Analisis Flavonoid dengan HPLC ...54

4. Analisis Data ...56

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...61

A. IDENTIFIKASI/DETERMINASI TUMBUHAN ...61

B. STANDAR FLAVONOID DAN LIMIT DETEKSI ...61

1. Standar Flavonoid Bentuk Tunggal ...61


(20)

b. Luteolin ...62

c. Quercetin ...63

d. Apigenin ...64

e. Kaempferol ...64

2. Standar Campuran Senyawa Flavonoid ...66

C. TOTAL FENOL ...70

D. ANALISIS FLAVONOID PADA SAYURANINDEGENOUS ...71

1. Bunga Turi ...76

2. Kucai ...78

3. Takokak ...79

4. Daun Kelor ...81

5. Pucuk Mengkudu ...86

6. Lembayung/daun kacang panjang ...88

7. Terubuk ...91

8. Mangkokan Putih ...93

9. Daun Labu Siam ... 96

10. Bunga Pepaya ... 97

11. Pucuk Mete ... 101

12. Pakis ... 104

13. Antanan Beurit ... 106

E. REKAPITULASI HASIL DAN SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN INDIGENOUS ... 109

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. KESIMPULAN ... 118

B. SARAN ... 118


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi tebu terubuk per 100 gram ...24

Tabel 2. Penggunaan sayuranindigenous secara tradisional sebagai tanaman obat di Indonesia ...40

Tabel 3. Spesifikasi HPLC ...51

Tabel 4. Hasil penginjeksian standar flavonoid dalam bentuk tunggal ...62

Tabel 5. Hasil penginjeksian standar flavonoid dalam bentuk campuran ...64

Tabel 6. Total fenol sayuran indigenous...66

Tabel 7. Hasil perhitungan konsentarsi flavonoid pada sampel dengan menggunakan kurva standar campuran ...68

Tabel 8. Hasil perhitungan konsentrasi flavonoid pada sampel dengan menggunakan eksternal standar campuran ...70

Tabel 9. Perbandingan hasil analisis flavonol dan flavone dengan perhitungan kurva standar campuran dan eksternal standar campuran ...75

Tabel 10. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak bunga turi ...78

Tabel 11. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak kucai ...79

Tabel 12. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak takokak ...81

Tabel 13. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak daun kelor ...82

Tabel 14. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak pucuk mengkudu ...88

Tabel 15. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak lembayung...89

Tabel 16. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak terubuk ...93

Tabel 17. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak mangkokan putih ...94

Tabel 18. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak daun labu siam ...97

Tabel 19. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak bunga papaya ... 101

Tabel 20. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak pucuk mete ... 103

Tabel 21. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak pakis ... 106

Tabel 22. Perbandingan luas area kromatografi ekstrak antanan beurit ... 107

Tabel 23. Kandungan flavonoid dalam sayuranindigenous segar ... 110

Tabel 24. Kandungan flavonoid sayuranindigenous segar yang telah diteliti .. 111

Tabel 25. Rekapitulasi total fenol, total flavonoid, dan kadar air dari sayuran indigenous ... 115


(22)

Tabel 26. Rekapitulasi komponen yang terdeteksi pada sampel

dengan menggunakan HPLC ... 116


(23)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kimia dari 6 kelas flavonoid ... 4 Gambar 2. Pohon turi ...10 Gambar 3. Bunga turi ...10 Gambar 4. Kucai ...12 Gambar 5. Takokak ...15 Gambar 6. Daun kelor ...18 Gambar 7. Daun mengkudu ...20 Gambar 8. Tanaman kacang panjang ...22 Gambar 9. Terubuk ...24 Gambar 10. Mangkokan putih...27 Gambar 11. Daun labu siam ...30 Gambar 12. Bunga papaya ...33 Gambar 13. Daun jambu mete ...35 Gambar 14. Pakis ...37 Gambar 15. Antanan beurit ...39 Gambar 16. Struktur kimia flavonoid ...43 Gambar 17. Struktur kimia Flavonol dan flavones yang diidentifikasi ...46 Gambar 18. Persiapan sampel ...58 Gambar 19. Prosedur analisis total fenol ...59 Gambar 20. Proses pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran indigenous ...60 Gambar 21 . Pembuatan larutan standar flavonoid ...61 Gambar 22. Kromatogram standar myricetin ...62 Gambar 23. Kromatogram standar luteolin ...62 Gambar 24. Kromatogram standar quercetin ...63 Gambar 25. Kromatogram standar apigenin ...63 Gambar 26. Kromatogram standar kaempferol ...65 Gambar 27. Kromatogram standar campuran ...68 Gambar 28. Kurva standar campuran myricetin ...69 Gambar 29. Kurva standar campuran luteolin ...69 Gambar 30. Kurva standar campuran quercetin ...69


(24)

Gambar 31. Kurva standar campuran apigenin ...69 Gambar 32. Kurva standar campuran kaempferol ...70 Gambar 33. Kromatogram ekstrak bunga turi ...77 Gambar 34. Ko-kromatogram ekstrak bunga turi dengan standar campuran ...77 Gambar 35. Kromatogram ekstrak kucai ...83 Gambar 36. Ko-kromatogram ekstrak kucai dengan standar campuran ...83 Gambar 37. Kromatogram ekstrak takokak ...84 Gambar 38. Ko-kromatogram ekstrak takokak dengan standar campuran ...84 Gambar 39. Kromatogram ekstrak daun kelor ...85 Gambar 40. Ko-kromatogram ekstrak daun kelor dengan standar campuran ...85 Gambar 41. Kromatogram ekstrak pucuk mengkudu...87 Gambar 42. Ko-kromatogram ekstrak pucuk mengkudu dengan standar

campuran ...87 Gambar 43. Kromatogram ekstrak lembayung ...90 Gambar 44. Ko-kromatogram ekstrak lembayung dengan standar campuran ...90 Gambar 45. Kromatogram ekstrak terubuk ...92 Gambar 46. Ko-kromatogram ekstrak terubuk dengan standar campuran ...92 Gambar 47. Kromatogram ekstrak mangkokan putih ... 95 Gambar 48. Ko-kromatogram ekstrak mangkokan putih

dengan standar campuran... 95 Gambar 49. Kromatogram ekstrak daun labu siam ... 99 Gambar 50. Ko-kromatogram ekstrak daun labu siam dengan standar

campuran ... 99 Gambar 51. Kromatogram ekstrak bunga pepaya ... 100 Gambar 52. Ko-kromatogram ekstrak bunga pepaya dengan standar

campuran ... 100 Gambar 53. Kromatogram ekstrak pucuk mete ... 103 Gambar 54. Ko-kromatogram ekstrak pucuk mete dengan standar campuran . 103 Gambar 55. Kromatogram ekstrak pakis ... 105 Gambar 56. Ko-kromatogram ekstrak pakis dengan standar campuran ... 105 Gambar 57. Kromatogram ekstrak antanan beurit ... 108 Gambar 65. Ko-kromatogram ekstrak antanan beurit dengan standar


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kurva standar dan limit deteksi myricetin... 126 Lampiran 2. Kurva standar dan limit deteksi luteolin... 127 Lampiran 3. Kurva standar dan limit deteksi quarcetin ... 128 Lampiran 4. Kurva standar dan limit deteksi apigenin ... 129 Lampiran 5. Kurva standar dan limit deteksi myricetin... 130 Lampiran 6. Kurva standar asam galat... 131 Lampiran 7. Hasil uji tukey kadar air sayuran indigenous ... 132 Lampiran 8. Hasil uji tukey fotal fenol sayuran indigenous ... 133 Lampiran 9. Hasil uji tukey senyawa myricetin pada sampel ... 134 Lampiran 10. Hasil uji tukey senyawa quarcetin pada sampel ... 135 Lampiran 11. Hasil uji tukey senyawa apigenin pada sampel ... 136 Lampiran 12. Hasil uji tukey senyawa kaempferol pada sampel ... 137 Lampiran 13. Hasil uji tukey total flavonoid pada sampel ... 138 Lampiran 14. Kadar air sayuranindigenous ... 139 Lampiran 15. Kadar air sayuranindigenoussetelahfreeze drayer ... 142 Lampiran 16. Total fenol sayuranindigenous ... 145 Lampiran 17. Hasil perhitungan jumlah myricetin pada sayuran

indigenousdengan menggunakan kurva standar campuran ... 148 Lampiran 18. Hasil perhitungan jumlah luteolin pada sayuranindigenous

dengan menggunakan kurva standar campuran ... 149 Lampiran 19. Hasil perhitungan jumlah quarcetin pada sayuran

indigenous dengan menggunakan kurva standar campuran ... 150 Lampiran 20. Hasil perhitungan jumlah apigenin pada sayuranindigenous

dengan menggunakan kurva standar campuran ... 153 Lampiran 21. Hasil perhitungan jumlah kaempferol pada sayuran

indigenous dengan menggunakan kurva standar campuran ... 154 Lampiran 22. Hasil perhitungan jumlah myricetin pada sayuran

indigenousdengan menggunakan eksternal standar campuran . 157 Lampiran 23. Hasil perhitungan jumlah luteolin pada sayuranindigenous

dengan menggunakan eksternal standar campuran ... 158 Lampiran 24. Hasil perhitungan jumlah quercetin pada sayuran


(26)

Lampiran 25. Hasil perhitungan jumlah apigenin pada sayuranindigenous

dengan menggunakan eksternal standar campuran ... 162 Lampiran 26. Hasil perhitungan jumlah kaempferol pada sayuran


(27)

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang memiliki tanaman lokal yang sangat berlimpah. Tanaman lokal tersebut sampai saat ini masih banyak yang belum terjamah dan termanfaatkan, baik untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan sendiri maupun sebagai zat-zat yang yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Selain itu saat ini di Indonesia belum tercapai keseimbangan antara penyediaan pangan dengan jumlah yang diperlukan oleh masyarakat, sementara pertambahan penduduk yang terus meningkat sangat memerlukan peningkatan dalam hal penyediaan makanan.

Sayur-sayuran merupakan jenis makanan yang sangat dianjurkan dalam menu makanan manusia. Golongan makanan ini merupakan sumber mineral dan vitamin terutama yang berwarna hijau atau merah kekuningan. Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2003 konsumsi sayur-sayuran/ kapita/ hari mencapai 40.95 gram dengan memberi sumbangan sebanyak 2.6 % kkal per hari. Sampai saat ini pula konsumsi sayuran bangsa kita hanya 37,94 kg/kapita/tahun, sementara standar FAO 65,75 kg. Jumlah konsumsi sayur-sayuran tersebut masih sangat terbatas dalam jenis sayur-sayuran tertentu. Oleh karena itu pengadaan sumber daya hayati jenis sayur-sayuran perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Usaha penganekaragaman sumber makanan merupakan salah satu pemecahan dalam rangka mengurangi ketergantungan pada salah satu jenis makanan termasuk dalam penganekaragaman dalam konsumsi sayur-sayuran.

Jenis sayur-sayuran yang dibudidayakan sekarang sangatlah terbatas pada beberapa tanaman tertentu saja. Bila menilik kekayaan alam Indonesia, masih banyak jenis sayur-sayuran lain yang belum terungkap secara ilmiah dan dikembangkan untuk kepentingan nasional serta masyarakat luas. Peluang untuk pengembangan dan penganekaragamannya pun cukup besar.

Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil sayur-sayuran yang memiliki peran yang cukup signifikan dalam menghasilkan jenis sayur-sayuran di Indonesia. Sayuran-sayuran lokal ini dikenal dengan istilah


(28)

sayuranindigenous. Yang dimaksud dengan sayuranindigenous adalah sejenis sayuran yang walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari Indonesia, namun tanaman tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah dianggap sebagai tanaman turun-temurun dan telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia (Anonim, 2008). Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) bekerjasama dengan Asian Vegetables Research Development Center (AVRDC) telah melakukan pendataan terhadap sayuran ini terutama yang mempunyai kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia yaitu vitamin A, zat besi dan antioksidan.

Pada penelitian ini jenis sayuran yang akan digunakan adalah sayuran-sayuran lokal yang banyak dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat. Sayuran tersebut adalah daun kelor (Moringa pterygosperma

Gaertn.), takokak (Solanum torvum.Swartz) antanan beurit (Hydrocotyle

sibthorpioides Lmk), bunga pepaya (Carica papaya.L), pucuk mete

(Anacardium occidentale. L), pucuk mengkudu (Morinda citrifolia.L), daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), daun kacang panjang/lembayung (Vigna unguiculata (L.) Walp), daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching), kucai (Allium schoenoprasum L.), daun mangkokan putih (Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.), bunga turi (Sesbania grandiflora

(L.) Pers.), dan terubuk (Saccharum edule.Hassk).

Bagian tanaman kelor, labu, lembayung, mangkokan, mete, mengkudu, dan pakis, yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun yang masih muda (daun yang dekat dengan pucuk). Daun muda atau pucuk ini dapat dilihat dari warna daun yang lebih hijau muda dibandingkan dengan daun bagian lainnya pada tanaman tersebut. Bagian tanaman antanan beurit dan kucai yang digunakan adalah seluruh bagiannya, sedangkan untuk tanaman turi, terubuk, dan pepaya, bagian yang digunakan adalah bunganya. Bagian tanaman takokak yang digunakan adalah buahnya. Pemilihan bagian-bagian tanaman tersebut didasarkan pada bagian-bagian yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan penelitian ini diharapakan untuk dapat lebih mempromosikan keamanan pangan dan peningkatan kesehatan yang lebih baik bagi bagi setiap individu yang


(29)

mengkonsumsinya melalui akselerasi pemanfaatan sayuranindegenous. Sejarah membuktikan bahwa leluhur kita sudah banyak memanfaatkan sayuran

indigenous karena sudah mengenal rasa dan manfaatnya berdasarkan

pengetahuan secara turun temurun. Perkembangan budaya dan teknologi menyebabkan perkembangan sayuran indegenous menjadi terdesak, maka potensi sayuran ini harus digali dan dikaji kembali untuk mendapatkan manfaat yang lebih baik dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

Flavonoid merupakan salah satu kelas dari polifenol yang terdiri dari beberapa sub kelas sepertiflavone, flavonol, flavanonol, flavanon, flavan dan anthocyanin (Gambar 1). Menurut Peterson dan Dwyer (2000), anthosianin adalah flavonoid bermuatan yang biasanya berikatan dengan gula. Anthosianin bertanggung jawab atas sebagian besar adanya warna merah, biru dan ungu pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Flavonon ditemukan pada famili jeruk. Biasanya mengandung gula yang berkontribusi pada karakteristik flavor. Flavone umumnya ditemukan pada daun, sedangkan isoflavon seringkali ditemukan pada kacang-kacangan (legume) terutama kacang kedelai. Isoflavon berbeda dengan flavon hanya pada penempatan cincin benzene. Isoflavon umumnya dikenal karena aktivitas estrogeniknya. Seperti halnya flavanon, flavonol umumnya juga mengandung gula. Flavonoid yang paling mudah ditemukan (ubiquitious) dalam makanan adalah quercetin yang termasuk dalam kelas flavonol. Flavan adalah flavonoid yang mempunyai struktur kimia paling kompleks. Beberapa flavonoid yang termasuk dalam kelas flavan adalah catechin, procyanidin, theaflavin dan flavonoid polimerik lainnya seperti thearubigin.

Flavonoid dapat berada dalam bentuk aglikonnya yaitu saat hidrogennya tidak tersubtitusi oleh gula. Flavonoid yang dapat terbentuk secara alami kecuali catechin, terglikosilasi pada posisi C3, C7, dan C4’. Pada awalnya, flavonoid dikenal sebagai pigmen yang bertanggung jawab terhadap semburat warna (autumnal burst) serta warna kuning, orange dan merah pada bunga dan makanan. Namun kemudian ditemukan juga pada buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, batang tanaman, bunga, teh dan anggur, serta merupakan konstituen penting dalam diet manusia (Middelton dan


(30)

Kandaswami, 1993). Lebih lanjut Middelton dan Kandaswami(1993) menyebutkan flavonoid merupakan komponen yang jelas terlihat pada buah jeruk dan sumber makanan lain.

Gambar 1. Struktur kimia dari 6 kelas flavonoid (Peterson dan Dwyer, 2000)

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Golongan flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae.

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deret senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubtitusi) disambungkan oleh rantai alifatik ketiga karbon. Flavonoid mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam, sebagian besar

flavanonol

flavone flavanon

flavonol


(31)

merupakan pigmen warna kuning, dapat larut dalam air dan pelarut organik, mudah terurai pada temperatur tinggi.

Flavonoid punya sejumlah kegunaan. Pertama, terhadap tumbuhan, yaitu sebagai pengatur tumbuhan, pengatur fotosintesis, kerja antimiroba dan antivirus. Kedua, terhadap manusia, yaitu sebagai antibiotik terhadap penyakit kanker dan ginjal, menghambat perdarahan. Ketiga, terhadap serangga, yaitu sebagai daya tarik serangga untuk melakukan penyerbukan. Keempat, kegunaan lainnya adalah sebagai bahan aktif dalam pembuatan insektisida nabati dari kulit jeruk manis (Anonim, 2008).

Komponen flavonoid yang dianalisis dalam penelitian ini adalah golongan flavonol dan flavone. Senyawa yang dianalisis dari golongan flavonol terdiri atas myricetin quercetin, , dan kaempferol, sedangkan dari golongan flavone terdiri atas apigenin dan luteolin. Pengidentifikasian dibatasi hanya pada kedua golongan ini karena kedua golongan senyawa ini merupakan komponen flavonoid yang mayoritas (secara kualitatif) terdapat pada sayuran (Lee, 2000). Analisis komponen fenolik pada bahan pangan dapat menggunakan berbagai macam cara, mulai dari cara paling sederhana; seperti uji kolorimetri, hingga penggunaan instrumen yang canggih dan mutakhir; untuk pemisahan, perhitungan kuantitas, dan pengkarakterisasian masing-masing komponen. Berbagai metode kromatografi cair (kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, dan High Performance Liquid Chromatography) (Lee, 2000). Deteksi komponen flavonol dan flavone yang terdapat pada sayuran indigenous daerah Jawa Barat yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography

(HPLC). Dibandingkan dengan metode kromatografi cair lainnya, HPLC merupakan metode yang paling mendekati untuk dapat menyediakan dan memberikan respon yang tepat, baik dalam sensitivitas yang tinggi maupun dalam hal efisiensi pemisahan karena menggunakan kolom berpartikel kecil terbungkus dengan ketat. Selain itu, deteksi komponen dengan penggunaan metode kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas, bila dibandingkan dengan HPLC, membutuhkan konsentrasi yang lebih besar. Pada analisis dengan metode HPLC, tidak ada pembatasan dalam hal volatilitas sampel


(32)

maupun derivatisasi, seperti yang diperlukan dalam kromatografi gas (Lee, 2000). Komponen flavonoid bukan merupakan komponen volatil, oleh karena itu, analisis yang tepat adalah dengan menggunakan HPLC.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi dan mengetahui kandungan komponen-komponen flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuranindigenousdaerah Jawa Barat.

C. MANFAAT

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai komposisi komponen flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuranindigenous


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURANINDIGENOUS

Indonesia sebagai bangsa dengan keragaman sumber daya hayati yang dimiliki sangat berpotensi untuk dikembangkan dan digali lebih dalam. Seperti halnya sayur-sayuran lokal tentunya sangat berkontribusi terhadap suplai pangan dan kesehatan masyarakat Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa leluhur kita sudah banyak memanfaatkan sayuran indigenous karena sudah mengenal rasa dan manfaatnya berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Sayuranindigenous adalah sejenis sayuran yang walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari Indonesia, namun tanaman tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah dianggap sebagai tanaman turun-temurun dan telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia (Anonim, 2008). Sayuran

indigenous biasanya tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak maupun lalapan. Pada kenyataannya di daerah Jawa Barat sayuran

indigenous sudah memasuki pasar di rumah makan yang digunakan sebagai lalap. Banyak sayuran indigenous yang berfungsi sebagai obat dari suatu penyakit manusia.

Pada penelitian ini akan diididentifikasi kandungan flavonoid dari sayuranindigenoustersebut. Sayur yang digunakan adalah sayur-sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan banyak tumbuh di daerah Jawa Barat. Bagian dari sayur-sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat berupa batang, daun, bunga atau seluruh bagian tanaman). Sayuran tersebut diantaranya adalah bunga turi, daun pakis, kucai, daun mangkokan putih, daun labu siam, takokak, kelor, pucuk mengkudu, pucuk mete, terubuk, bunga pepaya, antanan beurit, dan daun kacang panjang atau lembayung.


(34)

1. Bunga Turi (Sesbania grandiflora (L.)Pers.) Klasifikasi dari bunga turi adalah :

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta Sub Division : Angiospermae Class : Dicotyledonea Order : Rosales Family : Leguminosae Genus :Sesbania

Spesies : (Sesbania grandiflora (L.)Pers.)

Turi umumnya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias, di tepi jalan sebagai pohon pelindung, atau ditanam sebagai tanaman pembatas pekarangan. Tanaman ini dapat ditemukan di bawah 1.200 m dpl. Pohon 'kurus' berumur pendek, tinggi 5-12 m, ranting sering kali menggantung. Kulit luar berwarna kelabu hingga kecoklatan, tidak rata, dengan alur membujur dan melintang tidak beraturan, lapisan gabus mudah terkelupas. Di bagian dalam berair dan sedikit berlendir. Percabangan baru keluar setelah tinggi tanaman sekitar 5 m. Berdaun majemuk yang letaknya tersebar, dengan daun penumpu yang panjangnya 0,5-1 cm. Panjang daun 20-30 cm, menyirip genap, dengan 20-40 pasang anak daun yang bertangkai pendek. Helaian anak daun berbentuk jorong memanjang, tepi rata, panjang 3-4 cm, lebar 0,8-1,5 cm. Bunganya besar dalam tandan yang keluar dari ketiak daun, letaknya menggantung dengan 2-4 bunga yang bertangkai, kuncupnya berbentuk sabit, panjangnya 7-9 cm. Bila mekar, bunganya berbentuk kupu-kupu.

Turi memiliki 2 varietas, ada yang berbunga putih dan ada juga berbunga merah. Turi berbunga putih dapat dimakan sebagai sayur atau dipecel. Bunganya gurih dan manis, biasanya bunga berwarna putih yang dikukus dan dimakan sebagai pecel. Selain bunganya yang enak di makan, daun dan polong turi juga sering diolah sebagai masakan. Masarakat Jawa mengolahnya untuk campuran urapan, pecel, ditumis


(35)

atau dibuat sayur. Rasanya hampir mirip dengan bunga pepaya namun tidak pahit. Turi berbunga merah lebih banyak dipakai dalam pengobatan, karena memang lebih berkhasiat. Mungkin kadar taninnya lebih tinggi, sehingga lebih manjur untuk pengobatan luka ataupun disentri.

Daun muda setelah dikukus kadang dimakan oleh ibu yang sedang menyusui anaknya untuk menambah produksi asi, walaupun baunya tidak enak dan berlendir. Daun dan ranting muda juga merupakan makanan ternak yang kaya protein. Turi juga dipakai sebagai pupuk hijau. Daunnya mengandung saponin sehingga dapat digunakan sebagai pengganti sabun setelah diremas-remas dalam air untuk mencuci pakaian.

Buah bentuk polong yang menggantung, berbentuk pita dengan sekat antara, panjang 20-55 cm, lebar 7-8 mm. Biji 15-50, letak melintang di dalam polong. Akarnya berbintil-bintil, berisi bakteri yang dapat memanfaatkan nitrogen, sehingga bisa menyuburkan tanah. Sari kulit batang pohon turi digunakan untuk menguatkan dan mewarnai jala ikan. Kulit batang turi merah kadang dijual dengan nama kayu timor.

Turi (Sesbania grandiflora) termasuk keluarga kacang kacangan. Tanaman ini cukup berharga bila dikembangkan sebagai bahan pakan karena kadar proteinnya yang tinggi, tetapi turi juga mengandung berbagai senyawa anti-nutrisi, di antaranya kanavanin, penghambat tripsin, saponin, tanin dan alkaloid (Anonim, 2008p). Banyak cara untuk menghilangkan senyawa-senyawa ini, di antaranya dengan cara membuat konsentrat protein dan membuang kulitnya. Hasil pembuatan konsentrat protein sangat rendah (3,9%) dari bahan awal. Di samping itu, senyawa yang anti-nutrisi hanya berhasil dikurangi tapi tidak bisa hilang sama sekali. Pengupasan kulit (sekitar 35-40% dan biji utuh) menghasilkan lebih banyak senyawaan yang bisa dibuang. Disarankan untuk menggunakan biji tanpa kulit ini untuk hewan non-ruminansia.

Bunga atau kembang turi memiliki efek farmakologis sebagai pelembut kulit, pencahar, dan penyejuk. Selain itu kandungan kimia dari bunga turi ini antara lain kalsium, zat besi, zat gula, vitamin A dan B (Anonim, 2008q).


(36)

Gambar 2. Pohon turi


(37)

2. Kucai (Allium schoenoprasumL.) Klasifikasi dari kucai adalah : Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Order : Asparagales Family : Alliaceae Genus :Allium

Spesies : (Allium schoenoprasumL.)

Kucai (Allium schoenoprasum L.), atau bawang kucai serta daun kucai, dikenal sebagai sayuran daun dan biasa disajikan dalam irisan kecil-kecil. Kucai tidak terlalu sering dipakai dalam menu Indonesia. Penggunaannya umum dalam masakan dengan pengaruh Tiongkok, seperti bubur ayam. Pada budaya boga Tiongkok dan Jepang, kucai merupakan bahan campuran isi Jiaozi (Gy za). Kucai berdaun pipih dan bunganya berwarna putih. Aroma kucai lebih dekat ke bawang putih sehingga dalam bahasa Inggris disebut garlic-chives dan dalam bahasa Jerman disebut Knoblauch-Schnittlauch. Daunnya beraroma tajam dan pekat namun berbeda dengan aroma daun prei (A. porrum) maupun daun bawang (A. cepa, A. fistulosum, A. ascalonicum). Bunga kucai dapat digunakan pula sebagai rempah penyedap.

Kucai adalah gugusan dari tanaman bawang yang kebanyakan ditanam untuk tujuan hiasan (hanya berbunga) dan sebagai sayuran. Tanaman ini mengambil sedikit ruang dan boleh dimakan keseluruhanya (dari pucuk sampai bawangnya). Variasi kucai yang popular adalah Kucai Cina yang mempunyai aroma menyerupai bawang putih pada daunnya. Bunganya juga berwarna putih. Kucai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Pertumbuhannya akan sangat baik jika ditanam pada tanah yang agak dalam dan dipenuhi dengan kompos serta bahan organik.

Kucai dapat tumbuh di bawah panas matahari ataupun di tempat yang teduh. Jika musim kemarau juga tidak terlalu berpengaruh karena


(38)

bawangnya masih ada. Sama seperti bawang, kucai mempunyai akar berbawang dan daun. Selain itu, kucai pun dapat ditanam dari bijinya. Kucai adalah tanaman yang berumur panjang (perennial). Ia dapat terus hidup hingga beberapa tahun jika keadaannya tanahnya terus dijaga, yaitu tanah yang subur. Kalau menanam kucai untuk di makan, bunganya perlu dibuang untuk meningkatkan pertumbuhan daun saja.

Kucai merupakan jenis sayuran yang berasal dari keluarga Lili (tanaman berumbi). Tumbuhan ini mempunyai aroma yang agak tengik tetapi enak dimakan sebagai sebagai sayur atau ulam. Tumbuhan ini juga mengandung vitamin B dan C, karoten dan komponen belerang (Anonim, 2008r). Masyarakat Indonesia telah lama memanfaatkan kucai untuk pengobatan, diantaranya untuk mengatasi keputihan, darah tinggi dan sembelit. Selain itu, kucai diyakini mempunyai khasiat antiseptik untuk membunuh kuman bakteri dalam usus dan menjadi perangsang dalam proses pengasaman usus. Kucai juga berkhasiat melancarkan aliran darah, sekaligus menghindarkan pembekuan darah.


(39)

3. Takokak (Solanum torvumSwartz) Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta Sub Division : Angiospermae Class : Dicotyledonae Order : Solanales Family : Solanaceae Genus :Solanum

Spesies :Solanum torvumSwartz

Takokak merupakan tanaman perdu yang kecil, tumbuh tegak dengan tinggi 1-3 meter. Daunnya tunggal, letaknya berseling, bentuk bulat telur melebar, panjang daun 6-30 cm, berujung runcing, tepi berlekuk menyirip, warnanya hijau muda dan memiliki tangan yang berambut rapat bahkan seringkali dengan beberapa duri tempel. Buahnya berwarna kuning orange, licin dan bergaris tengah 12-15 cm. Buah takokak sering dimakan sebagai lalap mentah, direbus atau dimasak dengan tauco, dan cabe hijau atau sesuai selera.

Tumbuhan ini tergolong perdu dan masuk ke dalam famili

Solanaceae. Tumbuhan ini hidup liar di berbagai daerah, baik di daratan rendah hingga ke pegunungan. Perbanyakannya menggunakan biji yang banyak terdapat di dalam buah. Tinggi tumbuhannya bisa mencapai dua meter lebih dengan batang berwarna hijau kecoklatan penuh duri tajam dan berbulu halus. Daunnya besar bergerigi lebar dan permukaannya pun berbulu. Bunganya kecil berwarna putih berkelompok lima hingga enam dalam satu tangkai dengan putiknya berwarna kuning.

Bila bunga dibuahi, maka muncullah bakal buah berwarna hijau. Buahnya terus berwarna hijau dengan biji berwarna putih lunak. Bila buah sudah matang, berwarna kehitaman dengan biji berwarna kecoklatan dan keras. Pemeliharaan tanaman ini cukup mudah. Selain memang dapat hidup liar, tumbuhan ini juga memerlukan cukup air dengan penyiraman


(40)

atau menjaga kelembaban tanah. Pemupukan juga diperlukan, tapi cukup dengan pupuk dasar saja.

Selain leunca, tumis oncom merah dan sayur oncom hitam di daerah Jawa Barat, juga sering melengkapinya dengan buah takokak. Tak hanya jadi penambah di dalam sayuran saja, takokak juga kerap menjadi lalapan yang sangat digemari di beberapa daerah. Takokak (Solanum torvum Swartz atau S ferrugium Jacq) cukup terkenal di beberapa daerah Indonesia. Di beberapa daerah, takokak dinamai cepoka, cokowana, pokak, atau terong pipit.

Dalam farmakologi Cina disebutkan bahwa takokak memiliki rasa pedas, sejuk, dan agak beracun. Untuk itu, bila digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu, perlu diperhatikan dosisnya, karena dapat menimbulkan keracunan. Selain itu, penderita kecenderungan glaucoma dilarang meminumnya.

Efek farmakologi takokak diperoleh dari daun dan akarnya. Akarnya dicuci dan dipotong-potong secukupnya. Lalu, akar itu dijemur dan disimpan bila sudah kering. Daunnya digunakan dalam keadaan segar. Takokak memiliki banyak berkhasiat misalnya, melancarkan sirkulasi dan menghilangkan darah beku, menghilangkan sakit (analgetik), menghilangkan sakit (analgetik), dan mengatasi batuk (antitusif). Dari pengalaman secara turun temurun di berbagai negara dan daerah, tanaman ini dapat mengatasi dan menyembuhkan beberapa penyakit. Contohnya, bengkak, sakit lambung, bisul, batuk kronis, dan koreng. Buah muda takokak dikenal masyarakat Sunda sebagai lalap mentah maupun sayur matang. Orang Jawa menyebutnya poka atau cepoka, terongan, cong belut, atau cokowana. Di Sumatra dikenal sebagai terong pipit.

Kandungan penting takokak antara lain terdapat pada buah mentah, buah kering, daun, dan akarnya. Pada buah mentah terdapatchlorogenin, sisalogenone, torvogenin, dan vitamin A. Buah keringnya terdapat solasonin 0,1 persen. Daunnya terdapatneo-chlorogenine, panicolugenin. Sedangkan pada akarnya terdapat kandunganjurubine (Anonim, 2007i). Buah dan daun tanaman ini mengandung alkaloid steroid jenis solasodin


(41)

0,84% yang merupakan bahan baku hormon seks untuk kontrasepsi. Juga memiliki senyawa sterol carpesterol sebagai antiradang (Anonim, 2007j). Manfaat lain takokak juga untuk sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang haid, wasir atau ambeien, radang payudara, influenza, panas dalam, pembengkakan, bisul, koreng, sakit pinggang, asam urat tinggi, keropos tulang, jantung berdebar-debar, menetralkan racun dalam tubuh, dan melancarkan sirkulasi darah (Anonim, 2007i)

Gambar 5. Takokak

4. Daun Kelor (Moringa pterygospermaGaertn.) Klasifikasi dari kelor adalah :

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta Sub Division : Angiospermae Class : Dicotyledonae Order : Brassicales Family : Moringaceae Genus :Moringa


(42)

Kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7 -11 meter. Di Jawa, kelor sering dimanfaatkan sebagai tanaman pagar. Pohon Kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut. Bunganya berwarna putih kekuning kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa), sedangkan getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).

Menurut sejarahnya, tanaman kelor atau marongghi (Moringa oleifera), berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia-Barat. Bahkan, di beberapa negara di Afrika, seperti di Etiopia, Sudan, Madagaskar, Somalia, dan Kenya, sekarang mulai dikembangkan pula di Arab Saudi dan Israel, menjadi bagian untuk program pemulihan tanah kering dan gersang, karena sifat dari tanaman ini mudah tumbuh pada tanah kering ataupun gersang, dan bila sudah tumbuh maka lahan di sekitarnya akan dapat ditumbuhi oleh tanaman lain yang lebih kecil, sehingga pada akhirnya pertumbuhan tanaman lain akan cepat terjadi.

Walaupun di Indonesia, khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun dan karangan bunga serta buah muda sebagai sayuran, sudah sejak lama digunakan. Sebagai tanaman berkhasiat obat, tanaman kelor mulai dari akar, batang, daun, dan bijinya, sudah dikenal sejak lama di lingkungan pedesaan. Seperti akarnya, campuran bersama kulit akar pepaya kemudian digiling, dihancurkan, banyak digunakan untuk obat luar (balur) penyakit beri-beri dan sebangsanya. Daunnya ditambah dengan


(43)

kapur sirih, juga merupakan obat kulit seperti kurap dengan cara digosokkan.

Di lingkungan pedesaan, penanaman kelor yang paling umum cukup dengan cara setekan batang tua atau cukup tua, yang langsung ditancapkan ke dalam tanah, apakah sebagai batas tanah, pagar hidup ataupun batang perambat. Disamping itu, manfaat lain dari batang bersama daun kelor, umumnya digunakan sebagai “alat” untuk melumerkan atau menon-aktifkan “kekuatan magis” seseorang, yaitu dengan cara disapu-sapukan ke bagian muka ataupun dijadikan “alat tidur”, misal seseorang yang tahan terhadap pukulan, bacokan, bahkan tidak mempan oleh terjangan peluru, maka dengan cara disapu-sapukan ke bagian tubuhnya, ataupun dijadikan alas tidurnya, atau ada pula air tanaman kelor disiramkan ke seluruh tubuhnya, maka kekuatan magis tubuhnya akan lumer atau hilang. Sangat unik adalah kebiasaan penduduk sekitar Arba Minch yang memiliki lahan terbatas, mulai dari sekitar 0,1 ha atau 1.000 meter persegi, atau hanya ratusan bahkan puluhan meter persegi saja. Sehingga pohon kelor hanya dijadikan pagar hidup, pembatas tanah ataupun pohon perambat sama seperti di Indonesia. Akan tetapi hasilnya, kalau daunnya dapat langsung digunakan sebagai sayuran, maka bunganya akan tetap dipelihara hingga menjadi buah dan menghasilkan biji yang dapat dijual kepada perusahaan asing yang memerlukan untuk pembuatan tepung atau minyak sebagai bahan baku pembuatan obat dan kosmetik bernilai tinggi.

Salah satu sifat yang menguntungkan untuk membudidayakan pohon kelor yang sudah diketahui sejak lama, yaitu minimnya penggunaan pupuk dan jarang diserang hama (oleh serangga) ataupun penyakit (oleh mikroba). Sehingga biaya untuk pemupukan dan pengontrolan hama dan penyakit relatif sangat murah. Bahkan, dari pengalaman para petani kelor yang sudah lama berkecimpung, diketahui bahwa pemupukan yang baik adalah berasal dari pupuk organik, khususnya berasal dari kacang-kacangan (misal kacang hijau, kacang kedelai ataupun kacang panjang) yang ditanamkan sekitar pohon kelor.


(44)

Pengalaman panjang secara tradisi penggunaan tanaman kelor sebagai bahan berkhasiat obat di kawasan tersebut adalah bahwa akarnya sangat baik untuk pengobatan malaria, mengurangi rasa sakit, penurun tekanan darah tinggi, dan sebagainya, sedang daunnya untuk penurun tekanan darah tinggi, diare, diabetes melitus (kencing manis), dan penyakit jantung.

Kandungan kimia dari akar dan daun kelor mengandung zat yang berasa pahit , getir dan pedas. Biji kelor juga mengandung minyak dan lemak (Anonim, 2007i). Juga kandungan senyawa yang terdapat pada serbuk biji kelor memiliki sifat antimikroba, khususnya terhadap bakteri. Sehingga kalaupun di dalam air terdapat bakteri Coli (salah satu yang disyaratkan tidak terdapat di dalam air minum), akan tereduksi atau mati (Anonim, 2007c).


(45)

5. Pucuk Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Klasifikasi dari mengkudu adalah : Kingdom : Plantae

Division : Lignosae Sub Division : Angiospermae Class : Dicotyledonae Order : Brassicales Family : Rubiaceae Genus :Morinda

Spesies :Morinda citrifolia L.

Mengkudu tanaman perdu atau bentuk pohon kecil. Tumbuhan ini tidak terlalu besar dengan tinggi pohon 3 hingga 8 meter banyak bercabang, kulit batangnya berwarna coklat, cabang- cabangnya kaku, kasar tapi mudah patah. Daunnya bertangkai, berwarna hijau tua, duduk daun bersilang, berhadapan, bentuknya bulat telur, lebar, sampai berbentuk elips, helaian daun tebal, mengkilap, tepi daun rata, ujungnya meruncing, pangkal daun menyempit, tulang daun menyirip, bersusun berhadapan, panjang daun 20 hingga 40 cm dan lebar 7 hingga 15 cm. Bunganya berwarna hijau, bentuk lonjang. Bijinya banyak dan kecil-kecil terdapat dalam isi buah.

Permukaan buah tidak merata, terbagi kedalam sel-sel poligonal yang berbintik-bintik dan berkutil. Buah muda berwarna hijau, makin tua kulit buah agak menguning, dan buah yang matang berwarna putih menguning, dan transparan. Buah yang matang dagingnya lunak berair dan bau busuk. Mengkudu berkembang biak dengan biji. Dalam satu buah banyak terdapat biji. Dalam satu buah dapat mengandung lebih dari 300 biji. Bentuk biji pipih lonjong, berwarna hitam kecoklatan, kulit biji tidak teratur/tidak rata.

Mengkudu termasuk jenis kopi-kopian. Tumbuh secara liar di hutan, di lembah yang berair seperti di tepi-tepi sungai. Daun mengkudu untuk membalut tungku karena khasiatnya dapat mengecutkan rahim wanita


(46)

setelah bersalin. Caranya adalah ambil beberapa buah mengkudu yang sudah masak, bersihkan dan kisarkan buah-buahan itu sehingga hancur dengan air, tapiskan untuk mendapatkan airnya. Airnya ditambahkan madu lebah untuk memaniskan kerana rasanya agak masam dan pedas sedikit.

Pada daun mengkudu terkandung protein, zat kapur, zat besi, karoten dan askorbin. Efek farmakologis daun mengkudu pertama kali ditemukan oleh Raj dalam Darusman (2002), dilaporkan bahwa ekstrak kloroform daun muda mengkudu secara in-vitro mempunyai aktivitas antihelmintik, cukup baik melawan cacingAscaris lumbricoides yang ada pada usus. Aalbersberg (1993) melaporkan bahwa kandungan karoten pada daun mengkudu lebih tinggi dibanding dengan yang terkandung pada daun cay sin (Brassica chinensis) danColocasia esculenta.

Pucuk mengkudu biasanya dimasak atau dicelur untuk dijadikan perencah urap dan pecal. Pucuk mengkudu kaya dengan beta karoten dan zat besi yang baik digunakan untuk mengatasi masalah kurang darah (Anonim, 2007h).


(47)

6. Lembayung / Daun Kacang Panjang (Vigna unguiculata(L.) Walp.) Klasifikasi tanaman kacang panjang adalah :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Fabales

Family : Fabaceae Genus :Vigna

Spesies : (Vigna unguiculata(L.) Walp.)

Kacang panjang adalah sejenis sayuran yang populer dikalangan penduduk Indonesia. Tanaman diduga berasal dari India, tapi sekarang ditanam secara merata di kawasan yang beriklim tropika yaitu Asia, Afrika Timur dan Amerika Tengah. Pada kebiasaannya daun kacang panjang yang muda digunakan untuk berbagai jenis masakan dan juga dimakan mentah sebagai lalap.

Kacang Panjang adalah sejenis tanaman semusim yang tumbuh memanjat. Ciri-cirinya, mempunyai akar tunjang dan berkembang akar lateral yang meluas. Batangnya memanjat dengan cara melilit pada penyokong dan boleh mencapai hingga 4 m. Jenis daunnya majemuk. Bunganya berwarna putih kuning atau ungu, berukuran 2- 2.5 cm dan terdapat dalam kelompok 3 - 6 kuntum setiap tangkai bunga. Buahnya berukuran antara 20 - 70 cm dan putaran garis pusat 1.2 cm. Warnanya berbeda dari hijau muda hingga merah hati mengikut varietas. Biji dapat mencapai 10-30 biji setiap buah. Warna mengikut varietas dari putih cerah, perang hitam dan berbintik hitam

Kacang panjang (Vigna spp.) merupakan tanaman sayuran penting dari golongan kacang-kacangan, karena mengandung nutrisi yang relatif lengkap dan cukup tinggi, terutama protein nabati. Bagian tanaman kacang panjang yang biasa digunakan sebagai sayuran adalah polong muda, biji, dan daun muda (Anonim, 2008z). Spesies kacang panjang yang umum dibudidayakan antara lain:


(48)

a. Kacang panjang tipe merambat (V.sinensis var.sesquipedalis) yang kita kenal sebagai kacang panjang biasa. Varietas yang ditanam adalah varietas unggul KP1 dan KP2, varitas lokal Purwokerto, no 1494 Cikole, Subang, Super Subang , Usus hijau Subang dll.

b. Kacang panjang tipe tegak yaitu kacang tunggak/tolo/dadap/sapu (V.

unguiculata L.), dan kacang uci/ondel (V. umbellata ). Varietas unggul adalah KT1, KT2, KT3.

c. Kacang panjang hibrida (V. sinensis ssp. Hybridus) seperti kacang bushitao. Varitas yang dirilis adalah No. 10/a, 12/a, 13/a, 14/a, 17/a, 18/a dan EG BS/2

Pada penelitian ini jenis daun kacang panjang yang digunakan adalah daun kacang panjang tipe tegak dalam hal ini Vigna unguiculata L. Tanaman kacang panjang (Vigna spp.) memiliki buah polong yang panjang. Berbunga putih atau hijau muda, bentuknya mirip kupu-kupu. Daunnya berbentuk segitiga, bisa dimakan sebagai sayur maupun dimanfaatkan untuk pengobatan alami. Daun dan buah kacang panjang mengandung zat-zat protein, kalsium, fosfor, besi, belerang, magnesium, mangan, niasin, vitamin B1, B2, dan C (Anonim, 2008p)


(49)

7. Terubuk (Saccharum edule Hassk) Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Sub-class : Commelinidae Ordo : Poales

Family : Poaceae Genus : Saccharum

Spesies :Saccharum edule Hassk

Tebu terubuk (Saccharum edule Hassk) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae. Tanaman ini sudah dikenal di daerah Jawa dan Madura. Di daerah Jawa Barat tanaman ini dikenal dengan nama “tiwu endog” atau “terubus”, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama “tebu endog” atau “tebu terubuk” dan di Madura dikenal dengan nama “tebu telur”. Sebutan “telur” atau “endog” yang disertakan pada nama tanaman ini di duga karena tekstur bagian tanaman yang dimakan menyerupai telur ikan.

Menurut OCHSE (1931) tebu terubuk mungkin merupakan suatu bentuk tanaman tebudengan pertumbuhan tidak normal atau mungkin merupakan suatu hibrida dari tanaman tebu. Tanaman ini dikembangbiakkan dengan cara menanam potongan batang (stek) karena tanaman ini tidak memproduksi benih. Batang stek akan berakar dan membentuk suatu rumpun tanaman. Bunga tebu terubuk terbentuk di dalam batang di antara pelepah daun.

Tebu terubuk umumnya dapat dipanen lima bulan setelah waktu penanaman. Setelah dua atau tiga tahun maka tanaman perlu diganti dengan tanaman baru (OCHSE, 1931). Bagian yang dipanen dari tanaman ini adalah bagain daun yang masih muda, sedangkan yang dikonsumsi adalah bagian bunga yang terbungkus dalam pelepah daun. Bunga


(50)

tanaman ini biasa dimakan dalam bentuk mentah (lalap), dikukus atau digoreng sebagai bahan sayur, bahkan seringkali masayarakat sunda menjadikanya campuran dalam rebusan indomie. Sayur yang dikenal dengan bahan dasar bunga terubuk antara lain, sayur lodeh, tumis, kare, dan sayur asam. Di Eropa tebu terubuk sering digunakan sebagai bahan pengganti daricauliflower (OCHSE, 1931 dan TERRA, 1966).

Menurut TERRA (1966) bunga tebu terubuk mengandung protein sekitar 4.6 - 6 %. Selain itu, tebu terubuk banyak mengandung mineral terutama kalsium dan fosfor, di samping vitamin C (asam askorbat). komposisi tebu terubuk.dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi tebu terubuk per 100 gram*)

Komponen Kandungan

Karbohidrat 3.0 g

Protein 4.6 g

Lemak 0.4 g

Kalsium 40.0 mg

Fosfor 80.0 mg

Fe 2.0 mg

Vitamin A 0.0 SI Vitamin B1 0.08 mg Vitamin C 80.0 mg

Air 91.0 g

*) Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979).


(51)

8. Mangkokan Putih (Nothopanax scutellarium(Burm.f.) Fosb.) Klasifikasi mangkokan:

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Apiales

Family : Araliaceae Genus :Nothopanax

Spesies : (Nothopanax scutellarium(Burm.f.) Fosb.)

Mangkokan putih (Nothopanax scutellarium(Burm.f.) Fosb.) adalah tanaman suku araliaceae yang secara tradisional telah digunakan untuk menghilangkan bau badan, pelumas kepala terhadap kerontokan rambut, menyembuhkan buah dada yang bernanah, diuretika, dan peluruh keringat. Akan tetapi hal ini masih bersifat empiris karena belum ada data klinis tentang khasiat mangkokan, bahkan tentang golongan kandungan kimia.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian pendahuluan, yaitu penelitian taksonomi dan skrining fitokimia. Penelitian taksonomi meliputi klasifikasi, tatanama serta identifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi dan anatomi. Hal ini dilakukan untuk mengenal identitas tumbuhan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekeliruan. Sedangkan skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman (Anonim, 2008v).

Golongan kandungan kimia dari mangkokan belum diketahui, maka sebagai dasar panduan digunakan golongan kandungan kimia tanaman dan suku yang sama karena menurut kemotaksonomi, hubungan yang erat ini memungkinkan persamaan zat kandungan. Zat yang terkandung dalam suku Araliaceae antara lain saponin; alkaloid; senyawa asetilenat; diterpenoid; triterpenoid; panaksosida A, B, C, D, E, F; minyak atsiri; dan emetin (Anonim, 2007d)


(52)

Penelitian dilakukan terhadap daun karena bagian yang paling banyak digunakan dalam pengobatan dengan mangkokan adalah daunnya. Penelitian makroskopis terutama untuk mengetahui habitus-morfologi tanaman mangkokan, sedang secara mikroskopis dilakukan terhadap irisan melintang daun, sayatan membujur epidermis atas dan bawah daun, serta fragmen serbuk untuk mengetahui anatomi dari daun mangkokan. Untuk penelitian skrining fitokimia dilakukan maserasi terhadap serbuk kering daun dengan menggunakan pelarut diklormetana dan metanol untuk memeriksa golongan kandungan alkaloid, saponin, flavonoid, glikosida antrakuinon, tannin dan senyawa polifenol, serta kumarin, sedang untuk golongan kandungan glikosida sianhidrin, minyak atsiri, dan iridoid dilakukan terhadap serbuk daun kering (Anonim, 2007e).

Dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri habitus-morfologi mangkokan adalah tumbuhan menahun yang berupa perdu, arah tumbuh tegak ke atas, daun hampir bundar berbentuk seperti mangkok, tepi daun bergerigi, tulang daun menyirip, permukaan daun agak kasar tidak berbulu, daun berwarna hijau, tidak berbunga dan tidak berbuah, batang berbentuk bulat berkayu berwarna coklat keputihan arah tumbuh tegak ke atas dengan percabangan monopodial. Akar merupakan akar tunggang berwarna coklat, jumlah akar cabang banyak dan kecil¬kecil.

Dari pemeriksaan anatomi secara mikroskopis didapatkan ciri-ciri stomata tipe anisositik dengan tiga sel tetangga tidak sama besar yang hanya terdapat pada epidermis bawah, kristal oksalat bentuk roset dan prisma, berkas pengangkutan bikolateral dengan jumlah banyak dan letak tersebar, dan penebalan xilem bentuk spiral, sedangkan dari skrining fitokimia diduga mempunyai golongan kandungan alkaloid, saponin dengan sapogenin jenuh, antrakuinon, dan kumarin (Anonim, 2007d).

Untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan penelitian terhadap macam¬macam golongan kandungan kimia dari alkaloid, saponin, antrakuinon, dan kumarin, Hai ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk penemuan obat baru yang berasal dari bahan alam.


(53)

Pohon mangkokanputih ini dapat tumbuh di daerah yang berhawa panas atau dingin, dan tumbuh sepanjang tahun. Di tempat - tempat yang keadaannya agak lembab, tanaman ini dapat tumbuh dengan subur. Pengembangan tanaman pada umumnya dilakukan dengan stek. Daun muda biasanya digunakan untuk campuran lalap, urap mentah, pecel, dan di Sumatra untuk campuran gulai. Daunnya yang setengah tua dapat dipakai sebagai ramuan cemceman, sejenis minyak rambut. Daun yang tua dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak.

Gambar 10. Mangkokan Putih

9. Daun Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.) Kalsifikasi dari labu siam adalah :

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta Sub Division : Angiospermae Class : Dicotyledonae Order : Cucurbitales Family : Cucurbitaceae Genus :Sechium


(54)

Labu Siam (Sechium edule, (Jacq) Swartz) merupakan tanaman sayuran dataran tinggi yang telah lama dikenal petani di Indonesia selain bawang putih, kubis, sawi wortel, lobak dan tomat (Lingga 2001). Labu Siam telah dikenal sebagai sayuran buah dan sekarang dikenal sebagai sayuran pucuk (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Kandungan kalori yang terdapat pada 100 g bahan segar labu siam buah, pucuk dan umbi yaitu 26, 60 dan 79 kalori. Kandungan vitamin A pada buah dan pucuk labu siam pada 100 g bahan segar yaitu 43 dan 4560 I (Anonim, 2008s).

Berdasarkan ciri fisiknya diduga benih labu siam tergolong sebagai benih rekalsitran dengan karakteristik kadar airnya tinggi sehingga mudah terkontaminasi mikroba dan lebih cepat mengalami kemunduran (Farrant et al. 1988). Umumnya benih rekalsitran tidak mempunyai masa dormansi proses metabolisme perkecambahan berjalan terus (Copeland dan McDonald 1995) bahkan benih labu siam dapat berkecambah ketika masih di pohon (perkecambahan dini) atau bersifat vivipary. Sifat tanaman yang mirip dengan labu siam diantaranya adalah tanaman species mangrove (Tomlinson 1998). Labu siam tidak tahan disimpan sebagai benih lebih dari satu bulan sejak berkecambah di pohon karena tidak memiliki masa dormansi sehingga diduga labu Siam termasuk dalam rekalsitran tinggi (highly rekalsitran). Hal ini menunjang pendapat Farrant et al. (1988) mengenai beberapa karakteristik benih rekalsitran.

Labu siam (chayote) merupakan salah satu tanaman sayuran dataran tinggi di Indonesia. Buah, pucuk, akar dan umbi labu siam semua bisa dikonsumsi. Menurut Engels (1983) di Papua Nugini pucuk umbi dan buah digunakan sebagai makanan semua jenis ternak. Tanaman labu siam mempunyai prospek sebagai dietary food, karena mempunyai kandungan kalori yang rendah dan digunakan sebagai makanan penambah rasa. Bijinya berbentuk seperti kacang yang mengandung sumber protein. Pucuk khususnya kaya akan vitamin A, B dan C. Di Indonesia tidak ada statistik secara tersendiri data labu Siam selalu dikombinasi dengan semua tanaman labu (Biro Pusat Statistik 1998).


(55)

Dalam produksi dan perdagangan internasional, labu siam adalah termasuk 5 (lima) jenis sayuran komersial yang penting di Brazil. Ini merupakan informasi penting bagi Indonesia karena di Indonesia labu siam sangat cocok tumbuh dan berproduksi terus sepanjang tahun. Menurut Rukmana (1999) tanaman labu siam dalam pertumbuhan dan perkembangannya adalah tanaman hijau sepanjang tahun. Tanaman ini direkomendasikan untuk diperbaiki paling sedikit tiga tahun sekali, terutama apabila terserang penyakit dan untuk menghindari serangan penyakit.

Labu siam merupakan tanaman merambat pada tanaman lain atau para para dan dapat mencapai panjang beberapa meter. Akar tanaman berbentuk umbi, daunnya lebar dan pinggir daun tidak merata menurut tulang daunnya. bunganya berkelamin satu, ada yang betina dan ada yang jantan dalam satu pohon. Bunga jantan berbentuk kecil - kecil, sedangkan bunga betina lebih besar dan lebih bulat. Bentuk buahnya menyerupai buah avokad, tetapi tidak merata atau berkulit tipis, dengan daging buah yang tebal, bergetah, banyak airnya, dan berbiji satu. Warna buah hijau keputih - putihan dan daging buahnya putih bersih. Selain buahnya, daun labu siam, terutama daun yang masih muda, dapat dimanfaatkan untuk urap atau sayur. Kandungan yang paling banyak pada labu siam adalah air. Sebenarnya labu siam merupakan sayuran bergizi rendah. Penggunaannya sebagai sayuran hanya berperan sebagai penambah ragam bahan. Untuk mereka yang sedang menurunkan berat badan labu siam sangat berguna karena termasuk sayuran rendah kalori (Anonim, 2008t).

Buah dan daunSechium edule mengandung saponin. Di samping itu buahnya juga mengandung alkaloida dan tanin. sedangkan daunnya juga mengandung flavonoida dan polifenol (Anonim, 2007r).

Untuk pengobatan, labu siam dapat digunakan sebagai obat diuretik. Daun dan buahnya sangat cocok untuk merawat penderita hipertensi, arterioscleosis, karang/batu dalam buah pinggang dan melawaskan sistem pembuangan air kecil dan pernafasan. Kandungan alkaloid dan magnesium dalam buahnya mampu menurunkan kadar tekanan darah


(56)

tinggi dan melancarkan peredaran darah yang tersumbat. Merawat bengkak dan luka. Buahnya tidak perlu dikupas berkhasiat dijadikan salad, direbus, dihancurkan, dibakar, digoreng dan dijadikan jeruk, rasanya lemak seperti kacang. Isi buah dikukus bagi merawat pesakit diabetis. Daun mudanya dibuat sayur, serabut dalamnya dibuat bakul dan daunnya telah lama dijadikan teh herba diambil secara teratur sebagai tonik kesihatan (Anonim, 2008t).

Gambar 11. Daun Labu Siam

10. Bunga Pepaya (Carica PapayaL.) Kalsifikasi dari bunga pepaya adalah : Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Brassicales Family : Caricaceae Genus :Carica


(1)

Lanjutan Lampiran 24. Hasil perhitungan jumlah quarcetin pada sayuranindigenousdengan menggunakan eksternal standar campuran

Sampel Ulangan Duplo Luas Area [ ] ( g/ml) Wet Basis Dry Basis

[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD

Lembayung

1 1 1903456 26,1054 29,4991

0,80 2,77

261,0544

7,11 2,77

2 1921371 26,3511 29,7768 263,5114

2 1 1807589 24,7906 28,0134 247,9065

2 1849541 25,3660 28,6636 253,6601

Rata-rata 28,9882 256,5331

28,9882 ± 0,80 256,5331 ± 7,71

Terubuk

1 1 11826 0,2201 0,5111

0,03 5,65

4,4021

0,27 5,65

2 12759 0,2375 0,5514 4,7493

2 1 12438 0,2315 0,5375 4,6299

2 13540 0,2520 0,5852 5,0401

Rata-rata 0,5463 4,7053

0,5463 ± 0,03 4,7053 ± 0,27

Mangkokan

1 1 630717 8,6501 13,0703

0,12 0,94

86,5013

0,82 0,94

2 641876 8,8032 13,3016 88,0317

2 1 642576 8,8128 13,3161 88,1278

2 633334 8,6860 13,1246 86,8602

Rata-rata 13,2032 87,3803

13,2032 ± 0,12 87,3803 ± 0,82

Daun Labu siam

1 1 585535 8,0305 14,4548

0,18 1,23

80,3047

0,98 1,23

2 589659 8,0870 14,5567 80,8703

2 1 576609 7,9081 14,2345 79,0805

2 574624 7,8808 14,1855 78,8083

Rata-rata 14,3579 79,7660

14,3579 ± 0,18 79,7660 ± 0,98

Bunga pepaya

1 1 1262712 17,3178 20,4696

0,12 0,60

173,1779

1,04 0,60

2 1248098 17,1174 20,2327 171,1736


(2)

Lanjutan Lampiran 24. Hasil perhitungan jumlah quarcetin pada sayuranindigenousdengan menggunakan eksternal standar campuran

Sampel Ulangan Duplo Luas Area [ ] ( g/ml) Wet Basis Dry Basis

[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD

Pucuk mete

1 1 4603832 58,8801 128,8297

1,33 1,04

588,8012

6,08 1,04

2 4497406 57,5190 125,8516 575,1899

2 1 4578213 58,5525 128,1128 585,5246

2 4588389 58,6826 128,3975 586,8261

Rata-rata 127,7979 584,0855

127,7979 ± 1,33 584,0855 ± 6,08

Pakis

1 1 499820 6,8549 7,7255

0,06 0,83

68,5491

0,57 0,83

2 498688 6,8394 7,7080 68,3939

2 1 496895 6,8148 7,6803 68,1480

2 490587 6,7283 7,5828 67,2828

Rata-rata 7,6741 68,0934

7,6741 ± 0,06 68,0934 ± 0,57

Antanan beurit

1 1 1910730 26,2052 39,3864

0,70 1,77

262,0520

4,68 1,77

2 1974469 27,0794 40,7003 270,7937

2 1 1896527 26,0104 39,0936 260,1041

2 1935521 26,5452 39,8974 265,4520

Rata-rata 39,7694 264,6005


(3)

Lampiran 25. Hasil perhitungan jumlah apigenin pada sayuranindigenousdengan menggunakan eksternal standar campuran

Sampel Ulangan Duplo Luas Area [ ] ( g/ml) Wet Basis Dry Basis

[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD

Lembayung

1 1 300026 5,7327 12,9559

0,21

1,61

114,6543

1,85

1,61

2 306339 5,8533 13,2285 117,0668

2 1 295000 5,6367 12,7389 112,7336

2 303251 5,7943 13,0952 115,8867

Rata-rata 13,0046 115,0853

13,0046 ± 0,21 115,0853 ± 1,85

Mangkokan

1 1 104661 2,1476 6,4900

0,19

2,98

42,9516

1,28

2,98

2 100544 2,0631 6,2347 41,2621

2 1 108121 2,2186 6,7045 44,3716

2 105045 2,1555 6,5138 43,1092

Rata-rata 6,4858 42,9236

6,4858 ± 0,19 42,9236 ± 1,28

Bunga pepaya

1 1 310564 5,2162 12,3310

0,15

1,25

104,3235

1,29

1,25

2 302292 5,0772 12,0026 101,5448

2 1 304585 5,1158 12,0936 102,3150

2 309057 5,1909 12,2712 103,8173

Rata-rata 12,1746 103,0001

12,1746 ± 0,15 103,0001 ± 1,29

* Komponen apigenin pada sampel bunga turi, kucai, takokak, daun kelor, pucuk mengkudu, terubuk, daun labu siam, pucuk mete, pakis dan antanan beurit

tidak terdeteksi.


(4)

Lampiran 26. Hasil perhitungan jumlah kaempferol pada sayuranindigenousdengan menggunakan eksternal standar campuran

Sampel Ulangan Duplo Luas Area [ ] ( g/ml) Wet Basis Dry Basis

[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD

Bunga turi

1 1 1759212 9,5592 18,6787

0,33

1,78

191,1843

3,37

1,78

2 1773263 9,6356 18,8279 192,7113

2 1 1702807 9,2527 18,0798 185,0544

2 1733254 9,4182 18,4031 188,3633

Rata-rata 18,4974 189,3283

18,4974 ± 0,33 189,3283 ± 3,37

Kucai

1 1 435461 2,3975 7,9356

0,19

2,42

47,9490

1,15

2,42

2 421594 2,3211 7,6829 46,4221

2 1 443125 2,4396 8,0752 48,7929

2 422643 2,3269 7,7020 46,5376

Rata-rata 7,8489 47,4254

7,8489 ± 0,19 47,4254 ± 1,15

Daun Kelor

1 1 685165 4,1563 20,7152

0,39

1,87

83,1267

1,58

1,87

2 684892 4,1547 20,7069 83,0935

2 1 707448 4,2915 21,3889 85,8301

2 707610 4,2925 21,3938 85,8498

Rata-rata 21,0512 84,4750

21,0512 ± 0,39 84,4750 ± 1,58

Pucuk mengkudu

1 1 590102 2,9740 9,8677

0,78

8,17

59,4796

4,71

8,17

2 609362 3,0710 10,1897 61,4209

2 1 503287 2,5365 8,4160 50,7291

2 581778 2,9320 9,7285 58,6406

Rata-rata 9,5505 57,5676

9,5505 ± 0,78 57,5676 ± 4,71

Lembayung

1 1 290637 1,4647 3,3103

0,14

4,16

29,2949

1,27

4,16

2 296027 1,4919 3,3717 29,8382

2 1 304672 1,5355 3,4702 30,7096

2 319485 1,6101 3,6389 32,2026

Rata-rata 3,4478 30,5113


(5)

Lanjutan Lampiran 26. Hasil perhitungan jumlah kaempferol pada sayuranindigenousdengan menggunakan eksternal standar campuran

Sampel Ulangan Duplo Luas Area [ ] ( g/ml) Wet Basis Dry Basis

[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD

Mangkokan

1 1 763462 4,1485 12,5368

0,29

2,21

82,9701

1,89

2,21

2 781704 4,2476 12,8363 84,9525

2 1 794064 4,3148 13,0393 86,2958

2 803796 4,3677 13,1991 87,3534

Rata-rata 12,9029 85,3930

12,9029 ± 0,29 85,3930 ± 1,89

Daun Labu siam

1 1 470398 2,8535 10,2727

0,18

1,77

57,0704

1,00

1,77

2 470989 2,8571 10,2856 57,1421

2 1 460914 2,7960 10,0656 55,9197

2 453815 2,7529 9,9105 55,0585

Rata-rata 10,1336 56,2977

10,1336 ± 0,18 56,2977 ± 1,00

Bunga pepaya

1 1 446517 2,3647 5,5901

0,26

4,87

47,2932

2,23

4,87

2 400984 2,1235 5,0200 42,4705

2 1 435318 2,3054 5,4499 46,1071

2 443934 2,3510 5,5577 47,0196

Rata-rata 5,4044 45,7226

5,4044 ± 0,26 45,7226 ± 2,23

Pucuk mete

1 1 399926 2,3574 10,3161

0,09

0,83

47,1487

0,39

0,83

2 400565 2,3612 10,3326 47,2240

2 1 393289 2,3183 10,1449 46,3662

2 397138 2,3410 10,2442 46,8200

Rata-rata 10,2595 46,8897

10,2595 ± 0,09 46,8897 ± 0,39

Pakis

1 1 160879 0,9759 2,1997

0,02

0,75

19,5184

0,15

0,75

2 161560 0,9801 2,2090 19,6010

2 1 158956 0,9643 2,1734 19,2851


(6)

Lanjutan Lampiran 26. Hasil perhitungan jumlah kaempferol pada sayuranindigenousdengan menggunakan eksternal standar campuran

Sampel Ulangan Duplo Luas Area [ ] ( g/ml) Wet Basis Dry Basis

[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD

Antanan beurit

1 1 735443 3,6622 11,0086

0,17

1,60

73,2441

1,15

1,60

2 713547 3,5532 10,6808 71,0635

2 1 709835 3,5347 10,6253 70,6938

2 724051 3,6055 10,8381 72,1096

Rata-rata 10,7882 71,7777

10,7882 ± 0,17 71,7777 ± 1,15