Krokot SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS

[4,3-b]-indole. Hasil yang diberikan dari pengujian tersebut cukup signifikan bila dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberikan quercetin. Berdasarkan data pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki nilai total fenol yang jauh lebih besar dari total flavonol dan flavonenya. Hal ini dikarenakan total fenol yang terdeteksi merupakan jumlah seluruh senyawa fenol dalam sayuran. Berarti di dalam sampel tersebut terdapat banyak senyawa fenol yang lain selain flavonol dan flavone yang diidentifikasi. Miean dan Mohamed 2001, melakukan penelitian terhadap kandungan flavonoid myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin, dan apigenin pada 62 jenis tanaman pangan daerah tropis. Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah kandungan kelima komponen tersebut per 100 gram sampel kering pada ke-62 jenis tanaman yang diteliti berkisar antara 1.45 mg hingga 272.05 mg. Bila hasil penelitian kali ini dibandingkan dengan hasil tersebut, sebagian besar jumlah flavonol dan flavone pada sayuran indigenous ada pada kisaran tersebut juga. Namun pada sayuran kedondong cina, kenikir, dan katuk, jumlahnya melebihi dari batas kisaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Bahkan pada sampel daun katuk, jumlahnya sekitar tiga kalinya dari batas kisaran atas. Bila melihat data pada Tabel 12, perhitungan persentase antara selisih hasil perhitungan dengan kurva standar dan perhitungan dengan eksternal standar pada kecombrang dan krokot memiliki perbedaan nilai yang lebih besar dari 10. Hal ini mengindikasikan bahwa perhitungan dengan menggunakan eksternal standar tidak memberikan hasil yang baik bila kandungan komponen yang diidentifikasi memiliki jumlah yang sangat rendah di dalam sampel. Berdasarkan hasil pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa bila konsentrasi komponen lebih rendah dari 15 mg100 gram berat kering, maka hasil yang diberikan oleh perhitungan dengan menggunakan eksternal standar campuran menjadi tidak benar dan memiliki tingkat kesalahan yang besar lebih dari 10. Sebaiknya, bila komponen yang akan diidentifikasi pada sampel jumlahnya sangat rendah lebih rendah dari 15 mg100 gram berat kering, perhitungan dilakukan dengan menggunakan kurva standar, agar hasil yang diperoleh lebih baik. Namun bila jumlah komponen cukup tinggi, perhitungan dengan menggunakan eksternal standar tidak terlalu menjadi masalah, karena bila dilihat dari Tabel 12, perbedaan hasil antara perhitungan dengan kurva standar dan eksternal standar tidak melebihi 10. Selain kelima komponen flavonol dan flavone myricetin, luteolin, quercetin, apigenin, dan kaempferol yang diidentifikasi, masih ada beberapa komponen lain yang belum teridentifikasi dapat dilihat pada Tabel 24. Bila ingin mengetahui lebih lanjut apa saja komponen fenol selain flavonol dan flavone yang ada di dalam sayuran indigenous, dapat dilakukan kajian lebih dalam lagi melalui kemungkinan dari waktu retensinya. Rekapitulasi komponen-komponen yang mungkin terdapat di dalam tanaman-tanaman indigenous tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 25 menunjukkan persentase area komponen yang belum teridentifikasi terhadap area seluruh komponen yang terdeteksi. Pada Tabel 25 dapat terlihat bahwa kebanyakan sampel memiliki persentase area senyawa unknown yang lebih kecil dari 10 bila dibandingkan dengan total area komponen yang terdeteksi. Namun pada sayuran beluntas, kemangi, dan krokot, jumlah area unknownnya lebih dari 20, dan pada bunga kecombrang sebesar 17. Angka persentase pada Tabel 25 yang cukup besar ini menarik untuk dianalisis lebih jauh lagi. Karena mungkin saja masih banyak potensi-potensi lain yang dapat diperoleh bila diketahuinya komponen-komponen tersebut. Kemungkinan komponen-komponen unknown tersebut adalah senyawa lain dari golongan flavonol dan flavone, karena pada penelitian ini menggunakan HPLC dengan detektor UV-Vis pada panjang gelombang 370 nm, dimana pada kisaran panjang gelombang tersebut komponen flavonol dan flavone memiliki serapan yang maksimum.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Sayuran indigenous telah terbukti banyak mengandung senyawa flavonoid yang banyak fungsinya, antara lain sebagai antioksidan. Sayuran indigenous yang diteliti pada penelitian ini memberikan komposisi senyawa flavonol dan flavone yang bervariasi. Namun, semua sampel mengandung senyawa quercetin. Kandungan quercetin yang terbanyak ada pada kenikir 413.57 mg. Krokot merupakan senyawa yang paling sedikit mengandung quercetin 4.05 mg, dan hanya komponen inilah yang terdeteksi dari krokot. Senyawa myricetin hanya terdapat pada sayuran beluntas 11.11 mg dan antanan 1.66 mg, sedangkan senyawa luteolin hanya ada pada daun kemangi 20.49 mg dan daun pohpohan 3.16 mg. Apigenin hanya terdeteksi pada daun kemangi, yaitu sebanyak 7.12 mg. Semua sampel, kecuali kecombrang dan krokot, mengandung senyawa kaempferol. Jumlah kaempferol terbesar ditemukan pada daun katuk 805.48 mg, yang jumlahnya sangat jauh lebih banyak dibandingkan sampel lainnya. Total flavonol dan flavone terbesar adalah pada daun katuk 831.70 mg dan total fenol yang tertinggi dimiliki oleh sayuran kenikir 1225.88 mg. Nilai-nilai tersebut berdasarkan 100 gram berat kering. Kadar air sayuran indigenous berkisar antara 82-93.

B. SARAN

Pemanfaatan sayuran indigenous sebagai bahan pangan sebaiknya semakin ditingkatkan, karena kandungan flavonol dan flavonenya yang cukup baik, yang dapat berfungsi antara lain sebagai antioksidan. Untuk dapat lebih meningkatkan nilai tambah dari tanaman tersebut, dapat dilakukan pengidentifikasian senyawa golongan flavonoid lain yang diduga terdapat di dalamnya. Jenis sayuran indigenous lain yang terdapat di Indonesia kemungkinan memiliki potensi flavonoid yang baik pula, untuk itu pengidentifikasian jenis sayuran indigenous lain dapat dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Andriansyah. 2005. Daun beluntas sebagai bahan antibakteri dan antioksidan alami. http:www.beritaiptek.comzberita-beritaiptek-2005-05-31-Daun- Beluntas-Sebagai-Bahan-Antibakteri-dan-Antioksidan.shtml. [8 Agustus 2007]. Anggraeni, D. 2007. Aplikasi Ekstrak Bunga Kecombrang Nicolaia sp. Horan Sebagai Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim. 2003a. Som Jawa. http:portal.cbn.net.idcbprtlcybermeddetail.aspx? x=Natural+Healingy=cybermed7C127C07C37C20. [8 Agustus 2007]. Anonim. 2003b. Terapi alam cara alami hilangkan bau badan. http:www. sinarharapan.co.idiptekkesehatan20030725kes2.html. [8 agustus 2007]. Anonim. 2004. Study manfaat katuk. http:www.kalbe.co.idfilescdk files16_151_StudyManfaatkatuk.pdf16_151_StudyManfaatkatuk.html. [8 Agustus 2007]. Anonim. 2005a. Beluntas. http:iptek.apjii.or.idartikelttg_tanaman_obatlipi- pdiiBELUNTAS.HTM. [ 8 Agustus 2007]. Anonim. 2005b. Beluntas. http: www.asiamaya.com jamu isi beluntas_ plucheaindicaless.htm. [ 8 Agustus 2007]. Anonim. 2005c. Centella asiatica http:iptek.apjii.or.idartikelttg_tanaman_ obatdepkesbuku11-066.pdf. [ 8 Agustus 2007]. Anonim. 2005d. Mangkokan. http:www.iptek.net.idindpd_tanobatview.php? id=120. [ 8 Agustus 2007]. Anonim. 2005e. Nothopanax scutellarium. http:bebas.vlsm.orgv12artikelttg_ tanaman_obatdepkesbuku11-207.pdf. [ 8 Agustus 2007]. Anonim. 2005f. Ocimum sanctum. http: ftp.ui.edu bebas v12 artikel ttg_ tanaman_obatdepkesbuku11-210.pdf. [ 8 Agustus 2007]. Anonim. 2005g. Pegagan. http: www.asiamaya.com jamu isi pegagan_ centellaasiatica.htm. [ 8 Agustus 2007]. Anonim. 2005h. Portulaca oleracea. http:iptek.apjii.or.idartikelttg_tanaman_ obatdepkesbuku11-240.pdf. [ 8 Agustus 2007].