I. PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman-tanaman lokal yang memiliki potensi yang baik. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang
belum terjamah untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zat- zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebut
sering disebut dan dikenal dengan sayuran indigenous. Sayuran indigenous adalah sejenis sayuran, yang walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari
Indonesia, namun tanaman tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah
dianggap sebagai tanaman turun-temurun Anonim, 2006j. Sayuran sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat Jawa Barat. Oleh karena itulah, Jawa Barat menjadi salah satu daerah di Indonesia penghasil sayuran yang cukup berperan. Berbagai
tanaman indigenous telah dikonsumsi dan secara tradisional ditanam oleh nenek moyang secara turun temurun, dengan khasiat yang baik bagi tubuh
manusia Anonim, 2006j. Jenis sayuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sayuran yang telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan yang
banyak terdapat di daerah Jawa Barat yaitu kenikir Cosmos caudatus H.B.K., beluntas Pluchea indica Less., mangkokan Nothopanax
scutellarium, kecombrang Nicolaia speciosa Horan, kemangi Ocimum sanctum Linn., katuk Sauropus androgynus, kedondong cina Polyscias
pinnata, antanan Centella asiatica, pohpohan Pilea trinervia, daun ginseng Talinum paniculatum, dan krokot Portulaca oleracea. Bagian
yang dikonsumsi dari tanaman kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk, kedondong cina, pohpohan, dan daun ginseng adalah bagian daunnya. Lain
halnya dengan krokot, karena selain daunnya, batang tanamannya juga biasa dikonsumsi. Berbeda lagi dengan kecombrang, karena bagian yang
dikonsumsi dari tanaman ini adalah bunganya. Seluruh bagian tanaman dari antanan merupakan bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini.
Seperti telah diketahui, komponen fenolik dalam bahan pangan memiliki peran yang sangat baik, yang salah satunya adalah sebagai
antioksidan. Menurut Markham 1989 yang dikutip oleh Hertog et al. a 1992, sayur-sayuran memiliki potensi yang baik dalam kontribusi terhadap
kandungan flavonoidnya. Tumbuh-tumbuhan banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid, yang terdistribusi secara luas pada bagian-
bagiannya. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan
antikarsinogenik Hertog et al. b, 1992. Oleh karena itu, dengan diketahuinya kandungan flavonoid pada tanaman-tanaman indigenous
tersebut, diharapkan dapat tercipta peluang untuk meningkatkan nilai tambah dalam pemanfaatannya.
Flavonoid terutama terdiri atas antosianidin, flavonol, flavone, flavanol, flavanone, dan isoflavon Spencer et al., 2003. Komponen flavonoid
yang dianalisis pada penelitian kali ini adalah golongan flavonol dan flavone. Senyawa yang dianalisis dari golongan flavonol terdiri atas quercetin,
kaempferol, dan myricetin, sedangkan dari golongan flavone terdiri atas apigenin dan luteolin. Pengidentifikasian dibatasi hanya pada kedua golongan
ini, dikarenakan kedua golongan senyawa ini merupakan komponen flavonoid yang mayoritas secara kualitatif terdapat dalam sayuran Lee, 2000. Selain
itu, kedua golongan senyawa ini merupakan flavonoid yang paling banyak diteliti dalam studi antikarsinogenesis Hertog et al. b, 1992.
Analisis komponen fenolik pada bahan pangan dapat menggunakan berbagai macam cara, mulai dari cara yang sederhana; seperti uji kolorimetri,
hingga penggunaan instrumen yang canggih dan mutakhir; untuk pemisahan, penghitungan kuantitas, dan pengkarakterisasian masing-masing komponen.
Berbagai metode kromatografi cair kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, dan High Performance Liquid Chromatography
dapat digunakan untuk menganalisis komponen fenolik Lee, 2000. Deteksi komponen-komponen flavonol dan flavone yang terdapat pada
beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode High Performance Liquid
Chromatography HPLC. Dibandingkan dengan metode kromatografi cair lainnya, HPLC merupakan metode yang paling mendekati untuk dapat
menyediakan dan memberikan respon yang tepat, baik dalam hal sensitivitas yang tinggi maupun dalam hal efisiensi pemisahan karena menggunakan
kolom berpartikel kecil yang terbungkus dengan ketat. Selain itu, deteksi komponen dengan penggunaan metode kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kertas, bila dibandingkan dengan menggunakan HPLC, membutuhkan konsentrasi yang lebih besar. Pada analisis dengan metode
HPLC, tidak ada pembatasan dalam hal volatilitas sampel maupun derivatisasi, seperti yang diperlukan dalam kromatografi gas Lee, 2000.
Komponen flavonoid bukan merupakan komponen volatil, oleh karena itu, analisis yang tepat adalah dengan menggunakan metode HPLC.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan mendeteksi kandungan komponen-komponen flavonoid flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous daerah
Jawa Barat.
C. MANFAAT
Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai komposisi komponen flavonoid flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous
daerah Jawa Barat sehingga tercipta peluang untuk pemanfaatan lebih lanjut.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURAN