Rendahnya akumulasi logam Pb, Cd, dan Hg dalam jaringan tubuh ikan yang didapat dari lokasi penelitian menunjukkan bahwasanya ikan yang berada di
daerah aliran sungai Percut aman untuk dikonsumsi akan tetapi jika terus menerus dibiarkan akumulasi logam dalam jaringan tubuh ikan akan terus meningkat dan
akan menyebabkan keracunan logam Pb, Cd dan Hg pada ikan dan apabila dikonsumsi oleh masyarakat maka akan terkena efek dari dari toksik logam
tersebut. Menurut Widowati et al 2008 Toksisitas kronis Cd bisa merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain system urinaria ren, system respirasi paru-paru,
sistem sirkulasi darah dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang sedangkan logam timbal Pb
secara kronis bisa mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan
menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur.
Menurut Palar 2008 pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada
sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi gingivitis merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan sedangkan gangguan
sistem syaraf berupa tremor gemetar ringan dan parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar.
4.4 Parameter Fisik Kimia Perairan
Pengamatan fisik kimia perairan meliputi suhu, pH, DO, BOD
5
, COD, dan kecepatan arus yang dapat menjadi gambaran kondisi lingkungan DAS Percut.
Hasil analisis dilaboratorium dan pengamatan secara langsung pada masing- masing stasiun tertera pada Tabel 4.4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Nilai Faktor Fisik Kimia pada masing-masing Stasiun Penelitian
Keterangan : Stasiun 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Stasiun 2
Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas kotamadya Medan, Stasiun 3 Kelurahan Menteng Raya Kecamatan Medan
Denai kotamadya Medan, Stasiun 4 Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan, Stasiun 5 Desa Cinta Damai Kecamatan Percut
Sei Tuan, Stasiun 6 Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan.
4.4.1 Suhu Air
Pada Tabel 4.4 menunjukkan kondisi suhu air pada setiap stasiun penelitian berkisar antara 28-30
C, suhu tertinggi terdapat pada stasiun 6 sebesar 30 C. Hal
tersebut dikarenakan pada stasiun 6 merupakan daerah hilir yang pada umumnya memiliki suhu paling tinggi dikarenakan kondisi suhu udaranya yang relatif tinggi
dibandingkan pada stasiun 1-4 yang memiliki suhu udara yang relatif rendah selain itu juga adanya pengaruh kecepatan arus pada masing-masing stasiun
dimana apabila kecepatan arus cukup tinggi akan semakin mengefisiensikan proses penyerapan panas dari atmosfer kedalam air.
Menurut Barus 2004 menyatakan bahwa daerah hilir pada umumnya memiliki fluktuasi temperatur tahunan yang semakin besar sedangkan daerah hulu
memiliki fluktuasi temperatur tahunan yang paling kecil dikarenakan mata air pada daerah hulu belum banyak terjadi kontak dengan udara sehingga
menyebabkan temperatur air yang relatif konstan dan rendah. Menurut Nontji 2007 suhu normal untuk perairan Indonesia yakni 28-31
C. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan lagi proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri
pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara Darmono 2001.
No Parameter
Satuan Stasiun
1 2
3 4
5 6
1 2
3 4
5 6
Suhu pH air
DO Kecepatan arus
BOD
5
COD C
Unit mgl
ms mgl
mgl 28
7,2 7
1,36 0,5
18,35 28
6,8 6,3
0,60 1,4
55,68 28
6,9 4,3
0,90 0,1
28,47 28
6,2 3,2
0,95 2,1
25,31 29
7,2 5,3
0,07 1,6
21,51 30
8,2 4,1
0,06 0,6
24,04
Universitas Sumatera Utara
4.4.2 pH Derajat Keasaman
Pada Tabel 4.4 diketahui nilai pH pada seluruh stasiun berkisar antara 6,2-8,2. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 6 sebesar 8,2 dan nilai pH terendah
terdapat pada stasiun 4 sebesar 6,2. Rendahnya nilai pH pada stasiun 4 dikarenakan terjadinya peningkatan pencemaran udara yang berasal dari aktivitas
industri yang akhirnya menimbulkan pengasaman atau penurunan pH pada air sungai tersebut.
Menurut Palar 2008 dalam badan perairan ion-ion logam juga bereaksi berbentuk kompleks organik dan kompleks anorganik, semua dimulai dari yang
mudah larut kepada kompleks yang sulit larut, semua itu sangat bergantung pada konsentrasi logam-logamnya dan pH dari larutannya. Berdasarkan PP No.82
Tahun 2001 derajat keasaman pH perairan DAS Percut masih menunjukan nilai yang normal dengan kreteria mutu air berdasarkan kelas 3 yang diperuntukan
untuk biota perairan berkisar antara 6-9 cm.
4.4.3 DO Dissolved Oxygen
Pada Tabel 4.4 menunjukkan kondisi oksigen terlarut pada semua stasiun penelitian berkisar antara 3,2-7 mgl. Nilai DO tertinggi pada stasiun 1 sebesar 7
mgl sedangkan nilai DO terendah pada stasiun 4 sebesar 3,2 mgl. Tingginya nilai DO pada stasiun 1 dikarenakan stasiun tersebut merupakan daerah hulu sungai
yang belum tercemar. Rendahnya nilai DO pada stasiun 4 dikarenakan banyaknya limbah yang berasal dari aktivitas industri yang masuk kedalam badan sungai.
Menurut Darmono 2001 penyebab utama berkurangnya kadar oksigen dalam air ialah limbah organik yang terbuang dalam air. Limbah organik akan
mengalami degradasi dan dekomposisi oleh bakteri aerob menggunakan oksigen dalam air sehingga lama-kelamaan oksigen yang terlarut dalam air akan sangat
berkurang. Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, DO perairan DAS Percut masih
Universitas Sumatera Utara
menunjukan nilai yang normal dengan kreteria mutu air kelas 3 yang diperuntukan untuk biota perairan dengan batas angka minimum 3 mgl.
4.4.4 Kecepatan Arus
Pada Tabel 4.4 menunjukkan kecepatan arus pada semua stasiun penelitian berkisar antara 0,06-1,36 ms. Nilai kecepatan arus tertinggi pada stasiun 1
sebesar 1,36 ms sedangkan nilai kecepatan arus terendah pada stasiun 6 sebesar 0,06 ms. Tingginya kecepatan arus pada stasiun 1 dikarenakan stasiun tersebut
merupakan daerah hulu dimana kondisi perairannya bercirikan berarus deras. Rendahnya kecepatan arus pada stasiun 6 dikarenakan stasiun tersebut merupakan
daerah hilir. Menurut Darmono 2001 pada sungai yang besar dengan arus air yang deras sejumlah kecil bahan pencemar, dan mengalami pengenceran sehingga
tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat
diperbaharui.
4.4.5 BOD
5
Biochemical Oxygen Demand
Pada Tabel 4.4 diketahui nilai BOD
5
pada semua stasiun penelitian berkisar antara 0,1-2,1 mgl. Nilai BOD
5
tertinggi pada stasiun 4 sebesar 2,1 mgl. tingginya nilai BOD
5
pada stasiun tersebut mengindikasikan banyaknya bahan organik yang
berasal dari limbah pabrik kertas masuk ke badan sungai sehingga menyebabkan kandungan oksigen terlarut pada stasiun 4 tercatat menjadi nilai DO terendah.
Menurut Happy et.al 2012 Biochemichal oxygen deman atau kebutuhan oksigen biokimia erat hubungannya dengan kadar DO perairan karena BOD
merupakan banyaknya jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses mikroba aerob yang terdapat dalam perairan. Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, BOD
5
perairan DAS Percut masih menunjukan nilai yang normal dengan kreteria mutu air kelas 3 yang diperuntukan untuk biota perairan dengan batas angka maksimum
6 mgl.
Universitas Sumatera Utara
4.4.6 COD Chemical Oxygen Demand
Pada Tabel 4.4 diketahui nilai COD pada seluruh stasiun penelitian berkisar antara 18,35-55,68 mgl. Nilai tertinggi pada stasiun 2 sebesar 55,68
mgl. Tingginya nilai COD pada stasiun tersebut menunjukkan banyaknya buangan kimia yang sulit diuraikan oleh mikroorganisme yang berasal dari limbah
pabrik karet masuk ke badan sungai. Menurut Barus 2004 dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukartidak bisa diuraikan
secara biologis.
4.5 Sifat Fisika Kimia di Perairan DAS Percut Berdasarkan Metode Storet.