Kandungan Logam Berat pada Daging Ikan

kertas merupakan sumber pencemaran merkuri terbesar, selanjutnya dalam bidang pertanian senyawa merkuri banyak digunakan sebagai fungisida. Namun berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 kandungan Merkuri Hg perairan DAS Percut masih memenuhi batas baku mutu tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

4.3 Kandungan Logam Berat pada Daging Ikan

Hasil pengukuran kadar logam berat pada daging ikan disetiap lokasi penelitian di DAS Percut dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Kandungan Pb, Cd, Hg pada ikan yang terdapat di masing-masing stasiun penelitian serta batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan menurut SNI73872009. Lokasi Penelitian Jenis Ikan Pada Masing-masing Stasiun Kandungan Logam Timbal Pb ppm Kadmium Cd ppm Merkuri Hg ppm Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Oreochromis niloticus Liposarcus pardalis Liposarcus pardalis Liposarcus pardalis Valamugil engeli Mystus gulio 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 Batas Maximum ppm 0,3 0,1 0,5 Keterangan : Stasiun 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Stasiun 2 Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas kotamadya Medan, Stasiun 3 Kelurahan Menteng Raya Kecamatan Medan Denai kotamadya Medan, Stasiun 4 Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan, Stasiun 5 Desa Cinta Damai Kecamatan Percut Sei Tuan, Stasiun 6 Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan.

4.3.1 Kandungan Logam Pada Ikan

Pada Tabel 4.3 diketahui bahwa kandungan logam yang terdapat pada daging ikan masing-masing stasiun berdasarkan limit deteksi pada timbal Pb sebesar 0.02 ppm, kadmium Cd sebesar 0,06 ppm dan merkuri Hg sebesar 0,004 ppm. Hal tersebut menunjukan bahwa kandungan Pb, Cd, dan Hg pada komunitas ikan yang terdapat pada masing-masing stasiun penelitian di DAS Percut tergolong Universitas Sumatera Utara aman untuk dikonsumsi berdasarkan batas maksimum cemaran Pb, Cd dan Hg dalam pangan menurut SNI73872009 yaitu 0,3 ppm, 0,1 ppm dan 0,5 ppm. Rendahnya kandungan logam pada daging ikan dikarenakan sumber polutan yang terdapat pada masing-masing stasiun di DAS Percut tidak menimbulkan pencemaran logam Pb, Cd dan Hg pada badan sungai sehingga akumulasi logam pada daging ikan yang terdapat pada masing-masing stasiun memiliki nilai yang sangat kecil. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor fisik kimia air pada lokasi penelitian yang menunjukkan masih dalam kondisi baik untuk kehidupan biota air termasuk didalamnya jenis ikan.

4.3.2 Jenis Ikan Pada Seluruh Stasiun Penelitian

Terdapat 4 jenis ikan yang didapat dari hasil tangkapan di DAS Percut. Pada stasiun 1 ditemukan ikan nila Oreochromis niloticus, stasiun ini merupakan daerah hulu yang kondisi perairannya masih sangat baik untuk kehidupan jenis ikan air tawar. Berdasarkan pengukuran fisik-kimia air pada stasiun 1 antara lain suhu sebesar 28 C; pH air sebesar 7,2; DO sebesar 7 mgl; kecepatan arus sebesar 1,36 ms; BOD 5 sebesar 0,5 mgl dan COD sebesar 18,35 mgl menunjukkan bahwasanya kondisi perairannya masih sangat stabil sehingga tidak terjadi pencemaran logam Pb, Cd dan Hg pada air dan jaringan tubuh ikan selain itu kondisi perairannya cocok untuk kehidupan jenis ikan air tawar termasuk didalamnya jenis ikan nila Oreochromis niloticus. Menurut Kottelat 1993 Oreochromis niloticus merupakan suku Cichlidae dimana suku ini merupakan suku besar air tawar yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Asia Kecil, India dan Sri Langka. Menurut Bachtiar 2002 keasaman air ideal untuk memelihara ikan nila berkisar 7,5-8,5. Namun pH 6,5-9 masih tergolong baik untuk memelihara ikan. Lebih kecil dari itu ikan tidak mampu beradaptasi air yang terlalu alkali atau basa akan bersifat racun bagi ikan. Selanjutnya menurut Darmono 2001 akumulasi logam berat termasuk didalamnya logam Pb, Cd dan Hg yang masuk kedalam jaringan tubuh organisme Universitas Sumatera Utara tergantung pada faktor lingkungan antara lain suhu air, kadar garam, pH, dan bentuk senyawa logam yang terlarut dalam air. Pada stasiun 2 sampai dengan stasiun 4 ditemukan ikan sapu kaca Liposarcus pardalis dimana stasiun ini merupakan lokasi penelitian yang berpotensi sebagai sumber makanan bagi ikan tersebut berupa alga yang berasal dari limbah organik atau hasil buangan yang masuk kebadan sungai yang bersumber dari berbagai aktivitas antara lain aktivitas penduduk dan aktivitas pabrik yang ada disekitar stasiun penelitian selain itu pergerakan dari ikan sapu kaca yang relatif lambat dan menetap didasar perairan sehingga ikan tersebut banyak didapatkan. Menurut Geerinckx 2007 mulut penghisap pada ikan sapu kaca memungkinkan jenis ikan ini untuk menempel pada suatu benda dilingkungan mereka, bahkan pada sungai dengan aliran deras. Mulut dan gigi ikan juga beradaptasi terhadap berbagai makanan seperti alga, invertebrata dan detritus. Selanjutnya menurut Prihardyanto 1995 jika diamati cara makan ikan sapu kaca, gerakannya yang lambat dan menetap didasar perairan, dengan kemampuan hidup yang kuat, ikan ini cenderung memiliki kandungan logam berat yang hampir sama dengan lingkungan tempat hidupnya. Bila perairan bersih, maka ikan ini aman untuk dikonsumsi demikian juga sebaliknya. Ikan sapu kaca Liposarcus pardalis merupakan ikan air tawar yang memiliki kisaran toleransi yang luas sehingga ikan tersebut dapat hidup atau bertahan pada kondisi perairan yang terpengaruh oleh aktivitas sekitarnya. Menurut Fadil et.al 2011 ikan sapu kaca merupakan salah satu jenis ikan yang banyak ditemukan diperairan sekitar buangan pabrik karet. Selanjutnya menurut Ratmini 2009 Ikan sapu kaca adalah salah satu jenis ikan yang mampu hidup di perairan kotor dan berlumpur. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pengukuran fisik-kimia air pada stasiun 2 sampai dengan stasiun 4 antara lain suhu 28 C; pH air berkisar antara 6,2-6,9; DO berkisar antara 3,2-6,3 mgl; kecepatan arus berkisar antara 0,60-0,95 ms; BOD 5 berkisar antara 0,1-2,1 mgl dan COD berkisar antara 25,31-55,68 mgl menunjukkan bahwasanya stasiun tersebut masih dalam kondisi stabil sehingga tidak terjadi pencemaran logam Pb, Cd dan Hg pada air dan jaringan tubuh ikan. Menurut Palar 2008 proses fisiologi yang terjadi pada setiap biota turut mempengaruhi tingkat logam berat yang menumpuk akumulasi dalam tubuh dari biota perairan, besar kecilnya jumlah logam yang berat yang terkandung dalam tubuh akan daya racun yang ditimbulkan oleh logam berat, disamping itu proses fisiologi ini turut mempengaruhi peningkatan kandungan logam berat dalam badan perairan. Pada stasiun 5 ditemukan ikan belanak Valamugil engeli, stasiun ini merupakan DAS Percut yang telah terkena pengaruh pasang surut air laut yang kondisi perairannya berdasarkan pengukuran fisik-kimia air pada stasiun 5 antara lain suhu sebesar 29 C; pH air sebesar 7,2; DO sebesar 5,3 mgl; kecepatan arus sebesar 0,07 ms; BOD 5 sebesar 1,6 mgl dan COD sebesar 21,51 mgl menunjukkan bahwasanya stasiun tersebut juga masih dalam kondisi stabil sehingga tidak terjadinya pencemaran logam Pb, Cd dan Hg pada air dan jaringan tubuh ikan selain itu kondisi perairannya juga cocok untuk jenis ikan yang toleran terhadap kadar garam termasuk didalamnya jenis ikan belanak Valamugil engeli. Menurut Kottelat 1993 Valamugil engeli merupakan suku Mugilidae dimana suku ini banyak berkelompok di laut-laut dangkal yang hangat dan bervegetasi, namun ada juga yang memasuki muara sungai dan bahkan sungai- sungai dikawasan tropis, subtropis dan kawasan iklim sedang. Selanjutnya menurut Ruaeny et.al 2012 ikan belanak habitatnya didaerah muara tetapi saat mamijah akan berada di pantai, makanannya berupa alga, ikan kecil, dan invertebrata yang berada di dasar. Selanjutnya menurut Muchlisin 2009 kualitas Universitas Sumatera Utara air dengan pH sebesar 6,8-7,6; DO sebesar 1,7-8,3 mgl; suhu sebesar 27,8-31 C; dan air bersifat payau cocok untuk budidaya ikan belanak Valamugil engeli. Pada stasiun 6 ditemukan ikan baung Mystus gulio, stasiun ini merupakan muara sungai percut yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut air laut berdasarkan pengukuran fisik-kimia air pada stasiun 6 antara lain suhu sebesar 30 C; pH air sebesar 8,2; DO sebesar 4,1 mgl; kecepatan arus sebesar 0,06 ms; BOD 5 sebesar 0,6 mgl dan COD sebesar 24,04 mgl menunjukkan bahwasanya stasiun tersebut kondisi perairannya juga stabil sehingga tidak terjadi pencemaran logam Pb, Cd dan Hg pada air dan jaringan tubuh ikan selain itu kondisi perairannya cocok untuk jenis ikan yang habitatnya didaerah estuari atau payau termasuk didalamnya ikan baung Mystus gulio. Menurut Khairuman et.al 2008 ikan baung ditemukan mulai dari hulu sampai muara sungai didaerah pasang surut yang berair payau. Selanjutnya menurut Kottelat 1993 Mystus gulio dibedakan dari Mystus lainnya oleh sirip lemak yang pangkalnya lebih pendek daripada pangkal sirip dubur dan penyebarannya di daerah estuari. Selanjutnya menurut Rachmawati et.al 2006 kualitas air dengan suhu sebesar 28-30 C; pH sebesar 6,9-7,6 dan DO sebesar 3,5- 5,6 mgl masih dalam kisaran layak untuk pemeliharaan ikan baung. Menurut Supriyanto 2007 kandungan logam berat dalam tubuh ikan erat kaitannya dengan pembuangan limbah industri disekitar tempat hidup ikan seperti sungai, danau, dan laut. Banyaknya logam berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur sedimen, serta jenis ikan yang hidup di lingkungan tersebut. Selanjutnya menurut Simbolon et.al 2010 faktor lain yang dapat mempengaruhi kandungan logam berat dalam tubuh ikan adalah tingkah laku makan ikan. Ikan yang spesiesnya berbeda umumnya memiliki pola tingkah laku makan dan penyebaran habitat yang berbeda pula. Universitas Sumatera Utara Rendahnya akumulasi logam Pb, Cd, dan Hg dalam jaringan tubuh ikan yang didapat dari lokasi penelitian menunjukkan bahwasanya ikan yang berada di daerah aliran sungai Percut aman untuk dikonsumsi akan tetapi jika terus menerus dibiarkan akumulasi logam dalam jaringan tubuh ikan akan terus meningkat dan akan menyebabkan keracunan logam Pb, Cd dan Hg pada ikan dan apabila dikonsumsi oleh masyarakat maka akan terkena efek dari dari toksik logam tersebut. Menurut Widowati et al 2008 Toksisitas kronis Cd bisa merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain system urinaria ren, system respirasi paru-paru, sistem sirkulasi darah dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang sedangkan logam timbal Pb secara kronis bisa mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Menurut Palar 2008 pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi gingivitis merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan sedangkan gangguan sistem syaraf berupa tremor gemetar ringan dan parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar.

4.4 Parameter Fisik Kimia Perairan