Stasiun 5 Stasiun 6 Analisa Data a. Analisis Kandungan Logam Berat Metode Storet

b. Stasiun 2

Stasiun ini berada di kelurahan Timbang Deli kecamatan Medan Amplas kotamadya Medan yang sumber polutannya berasal dari limbah pabrik karet, limbah asap kendaraan bermotor dan limbah domestik. Secara geografis terletak pada 03 32’2,42” LU 098 42’8,41” BT.

c. Stasiun 3

Stasiun ini berada di kelurahan Menteng Raya kecamatan Medan Denai kotamadya Medan yang sumber polutannya berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah dari tempat pengisian bahan bakar, limbah konveksi baju sepatu dan limbah dari gudang besi tua. Secara geografis terletak pada 03 34’0,93” LU 098 43 ’ 2,69 ” BT.

d. Stasiun 4

Stasiun ini berada di desa Tembung kecamatan Pecut Sei Tuan kabupaten Deli Serdang yang sumber polutannya berasal dari limbah pabrik kertas, limbah pabrik pembuatan sandal karet, limbah pertanian dan limbah domestik. Secara geografis terletak pada 03 36’2,33” LU 098 44’7,15” BT.

e. Stasiun 5

Stasiun ini berada di desa Cinta Damai kecamatan Percut Sei Tuan kabupaten Deli Serdang yang sumber polutannya berasal dari limbah domestik dan kapal nelayan . Secara geografis terletak pada 03 40’9,80” N 098 45’9,13” BT.

f. Stasiun 6

Stasiun ini berada di Muara Percut kecamatan Percut Sei Tuan kabupaten Deli Serdang dan daerah ini merupakan daerah yang terdegradasi. Secara geografis terletak pada 03 42 ’ 9,79” LU 098 47’0,49” BT Lampiran A dan B. Universitas Sumatera Utara 3.4 Pengambilan Sampel 3.4.1 Sampel Air Sampel air diambil dengan menggunakan botol sampel, kemudian disimpan di dalam coolbox untuk menjaga suhu agar tetap optimal. Sampel dianalisis di laboratorium balai teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit BTKLPP untuk dianalisis kandungan logam berat berupa Pb, Cd dan Hg.

3.4.2 Sampel Ikan

Pengambilan ikan dilakukan dengan menggunakan 3 jenis alat tangkap ikan yaitu: a. Gill Net Giil net atau jaring insang yang digunakan sebanyak 4 jaring. Jaring insang memiliki panjang 10 meter dengan ukuran mata jaring 1 inch. Jaring dipasang di tepi sungai sejajar dengan arah aliran sungai pada pagi hari sekitar pukul 7.00 WIB dan akan diambil pada pukul 13.00 WIB. Ikan yang didapat diawetkan dengan icepack dalam kotak pendingin coolbox untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan, sehingga diharapkan pada saat pengambilan jaringan tubuh ikan masih tetap dalam kondisi yang sama dengan pada saat ditangkap. b. Jala Lempar Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan jala lempar yang merupakan alat tangkap yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatan. Bahannya terbuat dari nilon multifilamen atau dari monofilament, diameternya berkisar 3-5 m. Bagian kaki jaring diberikan pemberat terbuat dari timah. Jala lempar dioperasikan menggunakan tenaga manusia, cara melemparnya menggunakan teknik-teknik tertentu. Ikan yang didapat diawetkan dengan icepack dalam kotak pendingin coolbox untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan, sehingga diharapkan pada saat pengambilan jaringan Universitas Sumatera Utara tubuh ikan masih tetap dalam kondisi yang sama dengan pada saat ditangkap.

3.4.3 Identifikasi Sampel Ikan

Ikan yang didapat terlebih dahulu diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Kottelat, et al 1993, dilakukan pengukuran berat ikan dengan timbangan neraca analitik. Selanjutnya dilakukan pengukuran morfometrik Gambar 3.1 dan meristik pada ikan yang didapat. Gambar 3.1 Pengukuran Morfometrik Pada Ikan Keterangan: PT : Panjang Total, PS: Pangajang Standart, TB: Tinggi Badan, PPE: Panjang Pangkal Ekor, TPE: Tinggi Pangkal Ekor, PDP: Panjang di Depan Sirip Punggung, PPP 1 : Panjang Pangkal Sirip Punggung Pertama, PPP 2 : Panjang Pangkal Sirip Punggung Kedua, PSD: Panjang Sirip Dada, PSP: Panjang Sirip Perut, PPD: Panjang Pangkal Sirip Dubur, PK: Panjang Kepala, PM: Panjang Moncong, DM: Diameter Mata.

3.4.4 Pengambilan Jaringan Tubuh Ikan

Ikan tersebut dibedah diambil dagingnya minimal 15 gram, kemudian dimasukkan kedalam plastik klep lalu diawetkan kembali dengan icepack. Sampel dianalisis dilaboratorium balai riset dan standarisasi medan Sumatera Utara BARISTAN. PM DM PK PSD PDP TPE PS PT TB PSP PPD PPE PPP 1 ppp2 Universitas Sumatera Utara 3.5 Pengukuran Logam Berat 3.5.1 Pengukuran Logam Berat Pada Sampel Ikan Pengukuran Pb, Cd dan Hg pada sampel ikan dilakukan di laboratorium balai riset dan standarisasi medan Sumut. Daging ikan di blender dihomogenkan, ditimbang didalam cawan sebanyak 2 g. Selanjutnya dipanaskan menggunakan oven dengan suhu 100 C selama 2 jam untuk menghilangkan unsur air dari daging ikan, diarangkan diatas api Bunset hot plate sampai hilang asap. Kemudian cawan porselen dimasukkan kedalam Fornance tanur dengan suhu 550 C selama ± 3 jam sampai menjadi abu. Abu yang dihasilkan dicampur dengan larutan aquabides asam campuran 1 L aquades + 1,5 ml HNO 3 , dalam labu ukur 550 ml. disaring menggunakan kertas saring whatman no.42, hasil saringan dibaca dengan menggunakan alat AAS Atomic Absorption Spectrophotometer untuk mengukur kadar Pb, Cd dan Hg.

3.5.2 Pengukuran Logam Berat pada Air

Pengukuran kadar logam berat Pb, Cd, dan Hg pada air dilakukan dengan metode Spektrometer ICP Plasma Induktif coupled plasma yang dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit BTKLPP Medan. Dimasukkan sampel air yang telah difiltrat sebanyak 50 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 5 ml HNO 3 pekat dan panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15-20 ml. Ditambahkan lagi 5 ml HNO 3 pekat, ditutup erlenmeyer dengan kaca arloji dan panaskan lagi. Dilanjutkan penambahan asam dan pemanasan sampai semua logam larut, yang terlihat dari warna endapan dalam sampel menjadi agak putih atau sampel menjadi jernih. Ditambahkan lagi 2 ml HNO 3 pekat dan panaskan kira-kira 10 menit. Dibilas kaca arloji dan dimasukkan air bilasannya ke dalam Erlenmeyer. Dibuat larutan baku Cd, Pb dan Hg. Sampel siap untuk diuji dengan prosedur analisa yaitu diatur alat ICP dan optimalkan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat untuk pengujian kadar Cd, Pb dan Hg. Diisapkan larutan baku dan larutan sampel satu persatu kedalam alat ICP melalui pipa injeksi alat. Dicatat konsentrasi masing-masing sampel yang terbaca dilayar komputer. Universitas Sumatera Utara

3.6 Pengukuran Parameter Fisik-Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisik - kimia perairan dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel pada tiap lokasi pengamatan. Parameter yang dilakukan meliputi.

3.6.1 Temperatur Air

Temperatur air dengan menggunakan termometer air raksa yang berskala 0- 50 C. Pengukuran dilakukan dengan cara memasukan thermometer kedalam air kurang lebih 20 cm dan dibiarkan selama 3 menit.

3.6.2 Derajat keasaman pH Air

Derajat kesamaan pH perairan diukur dengan menggunakan pH meter yaitu dengan cara memasukan elektroda pH meter kedalam sampel air, dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

3.6.3 Kecepatan Arus

Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan mengikat bola pimpong dengan tali plastik yang ukurannya 10 m yang kemudian di letakkan di permukaan air mengikuti jalannya arus. selanjutnya dilakukan penghitungan waktu dengan menggunakan stopwatch.

3.6.4 Oksigen terlarut DO

Pengukuran oksigen terlarut DO dilakukan dengan menggunakan metoda Winkler. Sampel air diambil dan dimasukan ke dalam botol winkler, dimasukan 1 ml MnSO 4 dan 1 ml KOH-KI lalu dihomogenkan, di diamkan sebentar sehingga terbentuk sampel dengan endapan putih. Ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 lalu di homogenkan dan diamkan sehingga terbentuk sampel coklat. Diambil 100 ml sampel yang tidak mengendap dan dimasukan kedalam erlenmeyer ditetesi dengan Na 2 S 2 O 3 0,0125 N sehingga dihasilkan larutan warna bening. Banyaknya kadar Na 2 S 2 O 3 yang terpakai menunjukan kadar oksigen terlarut Lampiran C. Universitas Sumatera Utara

3.6.5 Biochemical Oxygen Demand BOD

Sampel air dimasukan kedalam botol winkler diinkubasi pada suhu 20 C selama 5 hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti perhitungan kadar oksigen terlarut. Kadar BOD 5 dihasilkan dengan cara mengurangkan DO awal dan DO LampiranD.

3.6.6 Chemical Oxygen Demand COD

Kadar COD diukur dengan menggunakan metode titrasi. Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 5 ml K 2 Cr 2 O 7 0,25 N, 5 ml H 2 SO 4p dan 0,2 gr HGSO 4 . Sampel kemudian direflux selama 2 jam dilanjutkan penambahan 10 ml H 2 SO 4p . setelah dingin, sampel ditambahkan Indol-feroin sebanyak 5 tetes. Selanjutnya sampel dititrasi dengan FAS Ferri Amonium Sulfat 0,1 N. Kadar COD ditentukan dari banyaknya FAS yang digunakan Lampiran E. Secara keseluruhan pengukuran parameter fisik-kimia perairan beserta satuan dan alatnya yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Alat, Satuan dan Tempat Pengukuran Parameter Fisik-Kimia Perairan No Parameter Satuan Alat metode Tempat Pengukuran 1 Temperatur Air 0C Termometer In-situ 2 pH air Unit pH meter In-situ 3 Kecepatan Arus ms Bola pimpong In-situ 4 DO mgI Metode Winkler In-situ 5 BOD5 mgI Metode Winkler Laboratorium 6 COD mgl Titrasi Laboratorium 7 Cd Air ppm AAS Laboratorium 8 Pb Air ppm AAS Laboratorium 9 Hg Air ppm AAS Laboratorium

3.7 Analisa Data a. Analisis Kandungan Logam Berat

Kandungan logam berat yang terukur dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan kandungan logam berat dalam air dengan baku mutu air menurut PP. RI No. 82 tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan Universitas Sumatera Utara pengendalian pencemaran air kelas 3, yaitu air yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan. Sedangkankan kandungan logam berat pada jaringan tubuh ikan dibandingkan dengan kandungan maksimum logam berat dalam tubuh ikan menurut SNI73872009 mengenai batas maksimum cemaran logam dalam produk pangan. Nilai baku mutu dari masing-masing logam berat dapat melihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Nilai Baku Mutu Logam Berat Tubuh Ikan Menurut SNI73872009 dan dalam Air Menurut Standard Baku Mutu Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 Jenis Logam Berat KandunganMaksimum Pada Air KandunganMaksimum Dalam Tubuh Ikan Timbal Pb Kadmium Cd Merkuri Hg 0,03 ppm 0,01 ppm 0,002 ppm 0,3 ppm 0,1 ppm 0,5 ppm

b. Metode Storet

Pengukuran faktor-fisik kimia air dilakukan untuk menentukan kualitas air pada setiap stasiun penelitian dengan menggunakan metode Storet. Metode Storet digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan menggunakan Indeks Kualitas Air Storet Canter, 1997 dalam Saputra, 2009. Baku mutu yang digunakan dalam indeks Storet adalah PP RI No. 82 tahun 2001 kelas 3 baku mutu air peruntukan budidaya perikanan dan pengairan. Prinsip dari metode Storet adalah membandingkan data kualitas air dengan dengan baku mutu air Tabel 3.3 yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status mutu air. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.3. Baku Mutu Air Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Parameter Baku Mutu Fisika Suhu C Kecepatan arus ms Kimia pH air DO mgl BOD 5 mgl COD mgl Pb mgl Cd mgl Hg mgl Deviasi 3 - 6-9 3 6 50 0,03 0,01 0,002 Keterangan : Tanda - menyatakan parameter tersebut tidak dipersyaratkan Gonawi, 2009 Status mutu air dinilai berdasarkan ketentuan sistem nilai dari “US-EPA Environmental Protection Agency yang mengklasifikasikan mutu air kedalam empat kelas, yaitu : Kelas A : Baik Sekali Skor = 0 B : Baik Skor = -1 sampai dengan -10 C : Sedang Skor = -11 sampai dengan -30 D : Buruk Skor ≥ -31 Sumber : Canter 1997 dalam Saputra 2009 Menurut Saputra 2009, prosedur yang dilakukan dalam penentuan kualitas air dengan metode Storet adalah menghitung nilai maksimum, minimum, dan rata- rata setiap parameter kualitas air yang diamati, lalu dicantumkan dalam satu tabel. Dibandingkan nilai rata-rata, nilai maksimum, dan nilai minimum dari masing- masing parameter kualitas air tersebut dengan nilai baku mutu air. Jika nilai-nilai dari hasil pengukuran tersebut memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor 0 nol. Jika nilai tersebut tidak memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor tertentu sebagai berikut Tabel 3.4. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.4. Pemberian Skor dalam Penentuan Indeks Storet Jumlah Data Nilai Parameter Fisika Kimia 10 Maksimum Minimum Rata-rata -1 -1 -3 -2 -2 -6 ≥10 Maksimum Minimum Rata-rata -2 -2 -6 -4 -4 -12 Sumber : Canter 1997 dalam Saputra 2009 Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ciri-ciri Morfologi dan Klasifikasi Ikan