26 Selain itu pada reaksi gugus hidroksil pada atom karbon keenam dapat
menyerang ion karbonium pada atom karbon kesatu dari karbon unit yang lain melalui atom oksigen. Reaksi-reaksi ini pula yang menyebabkan
penurunan bobot molekul dan peningkatan percabangan.
Menurut Howling 1979, hasil hidrolisis pati mengandung campuran kotoran yang mengurangi kemurnian, warna dan stabilitas
warnanya. Kotoran dapat dihasilkan dari bahan dasar pati yang digunakan, atau timbul dalam proses hidrolisis.
Pemberian karbon aktif dapat menghilangkan sebagian warna prekursor, dan menyerap protein yang terlarut Norman, 1981. Arang
aktif bersifat sebagai adsorben yang dapat menyerap kotoran sehingga setelah diberi arang aktif dan dilakukan pengadukan secara terus menerus
selama 1 jam pada suhu 80 °C, kotoran yang terdapat pada larutan gula
akan terikat dengan arang aktif dan diperoleh larutan yang jernih. Menurut Sastrodipuro 1985, perubahan warna sirup menjadi
kekuningan disebabkan pemanasan tinggi yang dilakukan pada lingkungan asam. Hal ini karena terbentuknya senyawa hidroksi-metil furfural. Meyer
1975, juga menyatakan pemanasan suhu tinggi pada larutan gula dapat menyebabkan karamelisasi, yaitu perubahan yang terjadi pada senyawa
hidrokarbonil seperti senyawa gula pereduksi dan gula asam yang dipanaskan pada suhu tinggi, reaksi ini dapat terjadi tanpa adanya senyawa
amino.
Hidrolisis asam mempunyai keterbatasan yaitu tidak adanya perbedaan distribusi gula dalam sirup glukosa pada tingkat hidrolisis yang
berbeda, sirup yang dihasilkan mudah rusak Howling, 1979.
2. Hidrolisis Enzim
Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa C
6
H
12
O
6
. Produk-produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya dan
dinyatakan dengan nilai DE dextrose equivalent yang menunjukkan pesentase dari dekstrosa murni dalam basis berat kering pada produk
hidrolisis. Menurut Kearsley dan Dziedzic 1995, dekstrosa murni adalah dekstrosa dengan derajat polimerisasi 1 unit dekstrosa tunggal. Suatu
produk hidrolisis pati dengan nilai DE 15, menunjukkan bahwa persentase dekstrosa murni pada produk kurang lebih sebesar 15 bk.
Pemutusan rantai polimer pati dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya.
Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai
polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai
polimer secara spesifik pada percabangan tertentu Norman, 1981.
27 Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih
spesifik prosesnya dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih
murah serta dihasilkan lebih sedikit produk samping dan abu serta kerusakan warna yang dapat diminimalkan Norman, 1981.
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga tahapan dalam mengkonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi dan
sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang
ditandai dengan menurunnya viskositas Chaplin dan Buckle, 1990.
Menurut Gumbira Said 1987, proses likuifikasi adalah proses pencairan gel pati dengan menggunakan
α-amilase yang menghidrolisis pati menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dari oligosakarida atau
disebut dekstrin. Sedangkan menurut Fogarty 1983, likuifikasi adalah proses dispersi granula pati yang tidak larut dalam air dan diikuti dengan
hidrolisis parsial dengan menggunakan enzim α-amilase termostabil.
Dalam proses ini granula pati mula-mula tidak larut, dipanaskan dalam larutan air sampai mengembang dan pecah sehingga enzim dengan mudah
menyerang rantai yang telah rentan.
Dalam proses likuifikasi, hal yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi substrat, penggunaan enzim yang stabil pada suhu tinggi,
pengaturan suhu, pengaturan pH dan pengadukan serta pemanasan segera dan kontinu. Pengaturan pH larutan dapat digunakan NaOH dan HCl
Inglett dan Munch, 1980.
Tahap selanjutnya dari proses produksi sirup glukosa yaitu sakarifikasi. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai
hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran menjadi glukosa. Pada proses sakarifikasi, oligosakarida
sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut menjadi glukosa oleh enzim amiloglukosidase.
Faktor yang sangat penting diperhatikan dalam proses sakarifikasi adalah dosis enzim yang digunakan dan waktu sakarifikasi. Apabila dosis
enzim atau waktu sakarifikasi kurang maka hasil hidrolisis glukosa yang diperoleh sangat rendah. Sebaliknya jika proses sakarifikasi terlalu lama
dapat menyebabkan polimerisasi glukosa. Sakarifikasi dihentikan setelah 96 – 97 pati terhidrolisis atau DE akhir sekitar 96 – 98 Berghmans,
1981.
Produksi sirup glukosa dari pati sagu secara enzimatis berdasarkan penelitian Akyuni 2004, dengan menggunakan
α-amilase pada tahap likuifikasi diperoleh DE tertinggi yaitu 50,83 pada konsentrasi
α–amilase 1,75 Ug pati dan waktu likuifikasi 210 menit, dan glukoamilase pada
tahap sakarifikasi diperoleh DE tertinggi yaitu 98,99 pada konsentrasi glukoamilase 0,3 Ug pati dan waktu sakarifikasi 48 jam.
III. METODOLOGI PENELITIAN